Anda di halaman 1dari 353

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/354661967

PARADIGMA AKUNTANSI SYARIAH

Book · January 2021

CITATIONS READS

0 453

3 authors, including:

Fachrurazi Fachrurazi
State Islamic Institute of Pontianak - AIN Pontianak
46 PUBLICATIONS   43 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Strategi Pemasaran Produk-produk Lembaga Keuangan Syariah View project

Entrepreneurship - kewirausahaan marketing management economic and finance accounting halal industry Bussines Public Policy View project

All content following this page was uploaded by Fachrurazi Fachrurazi on 17 September 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Dr. H. Fachrurazi, S.Ag. MM
Nurma Sari, S.Ag, M.S.I

PARADIGMA
AKUNTANSI
SYARI’AH
PARADIGMA AKUNTANSI SYARI’AH
All rights reserved @ 2021, Indonesia: Pontianak

Dr. H. Fachrurazi, S.Ag. MM


Nurma Sari, S.Ag, M.S.I

Editor:
Ema Elisa

Layout & Cover:


FAHMI ICHWAN

Publisher Top Indonesia


Top Indonesia Jalan Purnama Agung VII Pondok Agung Permata Y35
Pontianak Kalimantan Barat

Cetakan Pertama, Januari 2021

vi+ 344 page 16 x 24 cm

ISBN ; 978-602-5720-85-7

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta


Lingkup Hak Cipta
Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa pengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-ungangan yang berlalu.

Ketentuan Pidana
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja ataau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2), dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
KATA PENGANTAR
Assalamumu’alaikum. Wr. Wb.

S
egala puji syukur kehadiran Allah SWT, bahwa dengan
ridho dan perkenan nya juga buku yang berjudul
“Paradigma Akuntansi Syari’ah” Edisi revisi berhasil
diterbitkan.
Buku ini disajikan secara garis besar berisi tentang keislaman
dalam beberapa Bab diantaranya terkait dengan hukum transaksi,
kemudian sejarah perkembangan akuntansi syari’ah, mengenai
akuntansi syari’ah, produk-produk syar’ah, akuntansi produk-produk
bank syariah, standar akuntansi syar’iah
Kita ketahui bersama bagaimanapun bervariasinya mereka
tetap tidak terlepas dari segala kaidah dan proses yang memandu hal
tersebut. Dari bagaimana hukumnya,asal usul akuntansi syari’ah,
produk yg digunakan,sampai standar yang mengikatnya.
Berawal dari masalah di atas, penulis rasakan perlu adanya
suatu pembahasan yang menyeluruh lengkap untuk menggambarkan
masalah tersebut untuk melengkapi referensi lain yang telah terbit
lebih dulu oleh penulis-penulis lainnya.
Buku ini hadir tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak

iii
dengan sumbangan pemikirannya dan penulis lainnya yang dijadikan
sumber guna memperkaya tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa dengan pengetahuan yang sangat
terbatas ini belum apa-apa karya kecil ini, tanpa adanya dukungan
semua. Hanya kepada Allah Swt. Penulis sandarkan semua asa dan
cita, memohon ampunan agar penulis dapat mengisi sisi kehidupan
yang ada melalui hal-hal yang bermakna baik bagi penulis maupun
sesama civitas akademik dan pecinta ilmu pengetahuan.
Wabillahit taufiq wal hidayah,

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb

Pontianak, Januari 2021

PENULIS

iv
Paradigma Akuntansi Syari’ah

DAFTAR ISI
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v

BAB I. Pendahuluan 1
A. Sasaran Hukum Islam 2
B. Akad/Kontrak/Transaksi 16
C. Transaksi Yang Dilarang 21
D. Pengaruh Riba Dalam Kehidupan Manusia 23

BAB II. Sejarah Perkembangan Akuntansi Syari’ah 27


A. Perkembangan Awal Akuntansi 27
B. Perkembangan Awal Akuntansi Syari’ah 33
C. Hubungan Akuntansi Modern dan Akuntansi Syari’ah 50

BAB III. Mengenal Akuntansi Syari’ah 55


A. Pengertian Akuntansi 55
B. Konsep Dasar Akuntansi Syari’ah 58
C. Prinsip Akuntansi Syari’ah 61
D. Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syari’ah 69

BAB IV. Produk-Produk Syari’ah 73


A. Simpanan/Tabungan Syari’ah 73
B. Tabungan Syari’ah 78
C. Giro Syari’ah 78
D. Rekening Investasi Umum Syari’ah 78
E. Skema Produk Produk Operasional bank Syari’ah di Indonesia 80

( v )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

BAB V. Akuntansi produk-produk bank syari’ah 101


A. Akuntansi Produk penghimpun dana 101
B. Akuntansi produk jasa 151

BAB VI. Standar Akuntansi Syari’ah 159


A. Generally Accepted Sharia Accounting Principles (GASAP) 159
B. Standar PSAK 164

DAFTAR PUSTAKA 331

( vi )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

BAB 1
PENDAHULUAN

H
ukum Islam disebut juga dengan hukum syara’
adalah hukum Allah yang mengatur perbuatan
manusia, didalamnya mengandung tuntutan untuk
dikerjakan atau ditinggalkan atau pilihan untuk dikerjakan atau
ditinggalkan oleh para mukalaf. Hukum syara’ ini bersumber dari Al-
Qur’an, As-sunah, Ijma’, Qiyas. Hukum atau norma perbuatan yang
tidak diambil dari sumber-sumber tadi tidak disebut sebagai hukum
syara’. Misalnya kaidah-kaidah (norma) adat-istiadat, undang-
undang atau hukum selain Islam.1
Berdasarkan ketentuan tersebut, al-Qur’an dijadikan sebagai
sumber hukum yang utama, karena Al-Qur’an berasal dari Allah SWT
yang mana mengetahui apa yang terbaik bagi manusia dalam menata
kehidupannya sehingga selamat di dunia dan akhirat. Al-Qur’an
memuat seluruh Aspek hukum terkait dengan aqidah, syari’ah (baik
Mahdah maupun Muamalah) dan akhlak serta terjaga keaslian dan
keotentikannya.2
1 . Sri Nurhayati, 2013, Akuntansi Syari’ah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, hlm 20
2 . Ibid hlm 23-29

( 1 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

A. Sasaran Hukum Islam


Hukum Islam memiliki 3 (tiga) sasaran, yaitu: penyucian
jiwa, penegakan keadilan dalam masyarakat, dan perwujudan
kemaslahatan manusia.3 Untuk itu akan dibahas sebagai berikut:
1. Penyucian Jiwa
Penyucian jiwa yang dimaksud agar manusia mampu
berperan sebagai sumber kebaikan dan bukan sumber
keburukan bagi masyarakat serta lingkungannya. Hal ini
dapat tercapai apabila manusia dapat beribadah dengan
benar yaitu hanya mengabdi kepada tuhan yang benar-benar
merupakan pencipta, pemilik, pemelihara, dan penguasa
alam semesta.
Allah SWT memerintahkan kepada orang yang
beriman kepada-Nya untuk shalat, zakat, puasa, haji dan
ibadah lainnya dijamin oleh Allah akan memberikan dampak
positif bagi kehidupan manusia apabila dilakukan dengan
benar dan dengan niat yang benar pula. Contoh, shalat
wajib 5 waktu dalam sehari, bila dilakukan dengan niat dan
cara yang benar, akan mencegah manusia dari melakukan
perbuatan yang mungkar (QS 29:45). Dampak positif
shalat akan makin besar, bila dilakukan secara berjamaah di
masjid sebagaimana dianjurkan oleh oleh Rasulullah SAW,
hal tersebut dikarenakan shalat akan menimbulkan rasa
kebersamaan dan mempererat tali silaturahmi sehingga dapat
menimbulkan rasa saling mengasihi, bersaudara, mencintai,
dan tolong-menolong.
Zakat, disebut oleh Al-Qur’an sebagai media untuk

3 . Zahroh, A. Dan Muhammad, 1999. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus

( 2 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

membersihkan harta manusia. Setiap manusia beriman yang


telah memiliki harta melampaui batas tertentu diwajibkan
mengeluarkan sebagian hartanya untuk orang yang berhak
menerimanya. Pelaksanaan zakat. Akan menumbuhkan
rasa kebersamaan dan rasa saling tolong menolong diantara
manusia yang berbeda status. Zakat dapat membersihkan hati
orang yang tidak mampu agar tidak perlu merasa iri melihat
kelebihan rezeki orang kaya, dan pada saat yang sama zakat
dapat mengikis sifat kikir dari hati si kaya.
Puasa dengan menahan lapar dan haus, dapat
menjadi media bagi manusia yang beriman untuk berempati
merasakan bagaimana rasanya orang yang kelaparan karena
tidak mampu secara ekonomi, sehingga menimbulkan rasa
kasih sayang yang ikhlas. Selain itu, puasa tidak hanya
sekedar bertujuan untuk menahan lapar dan haus tetapi juga
bertujuan untuk meninggalkan berbagai akhlak yang tidak
terpuji seperti ghibah atau bergosip dan sebagainya.
Menunaikan ibadah haji ke tanah suci hukumnya
wajib bagi yang mampu. Sebagian besar ritual ibadah haji
dilakukan bersama-sama, oleh karena itu, diperlukan sikap
saling bertenggang rasa, menghargai orang lain dan bersabar
agar segala sesuatu berjalan dengan tertib dan rapi. Ada saat
tertentu dimana semua jama’ah haji memakai pakaian ihram
dengan warna yang sama dan menggambarkan kedudukan
manusia yang sama dihadapan Allah, tanpa membedakan
Status sosial: kaya-miskin, penguasa-rakyat, pemimpin-anak
buah, warna kulit, bangsawan atau bukan, dan sebagainya,
karena yang paling mulia disisi Allah adalah orang paling
bertaqwa. Allah SWT berfirman:

( 3 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Artinya: “wahai manusia! Sungguh, kami telah


menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan saorang
perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh
yang paling mulia diantara kamu d isisi Allah adalah orang
yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui
dan Maha Teliti.” (QS 49:13)
Dapat disimpulkan bahwa ibadah yang dilakukan
dengan niat dan cara yang benar akan menumbuhkan rasa
kasih sayang, jiwa tolong-menolong, kesetiakawanaan sosial
sehingga akan tercipta masyarakat yang aman dan tentram.
Dengan cara ini, manusia akan menjadi sumber kebaikan
bagi manusia lainnya.
2. Penegakkan Keadilan dalam Masyarakat
Keadilan di sini adalah meliputi segala bidang
kehidupan manusia termasuk keadilan dari sisi hukum, sisi
ekonomi, dan sisi persaksian. Semua manusia akan dinilai
dan diperlakukan Allah secara sama tanpa melihat pada latar
belakang strata sosial, agama, kekayaan, keturunan, warna
kulit dan sebagainya, sebagaimana dijelaskan dalam QS 5:8.

Artinya: “...... dan janganlah sekali-kali kebencian terhadap


suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”

( 4 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku


adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat,
dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran. (QS 16:90)

Keadilan adalah harapan semua manusia, sehingga


Allah melarang manusia berlaku tidak adil, bahkan dalam
peperangan saja Islam mengajarkan manusia untuk berbuat
adil dan tidak boleh berbuat keji serta harus tetap menjunjung
tinggi hak azasi manusia dan akhlak yang mulia. Sejarah
membuktikan, ketika tentara Islam yang dipimpin Salahuddin
al-Ayyubi berhasil menaklukkan Palestina (Jarusalem) tahun
1187 M, mereka dielu-elukan oleh masyarakat setempat
karena dapat menjaga dan memelihara keamanan bagi semua
rakyat dan tanpa membedakan agama yang dianutnya.
Demikian seterusnya berlanjut selama berabad-abad setelah
itu, selama palestina berada dalam kekuasaan daulah
Islam, hal ini membuktikan bahwa umat Islam harus tetap
menjunjung tinggi keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan
tanpa harus melihat pada strata kehidupan manusia itu
sendiri, keadilan ditegakkan, kemungkaran harus dicegah.
3. Perwujudan Kemaslahatan Manusia
Semua ketentuan al-Qur’an dan as-Sunah mempunyai
manfaat yang hakiki yaitu mewujudkan kemaslahatan
manusia karena Al-Qur’an merupakan kalamullah yang

( 5 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk bagi


seluruh umat manusia. sedangkan as-Sunah merupakan
representasi dari pemahaman Rasul yang dinyatakan dalam
ungkapan, tingkah laku (perbuatan) atau ketetapannya yang
kesemuana itu mendapat bimbingan langsung dari Allah
SWT.
Nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an berupa
perintah, larangan, anjuran, kisah nabi-nabi dan kaum
terdahulu tentunya memiliki manfaat bagi umat manusia yang
mau melakukan penelaahan dan melakukan interpetasi demi
kehidupan manusia itu sendiri. Kendati demikian, perbedaan
terhadap sebuah analisis atau penafsiran terhadap kandungan
ayat al-Qur’an sangat sering terjadi, hal itu tentunya sebuah
kewajaran karena al-Qur’an sendiri merupakan kalam
Allah yang sangat luas akan makna dan dimensi, sehingga
perbedaan penafsiran itu justru membawa maslahat bagi
manusia.
Ketika berbicara tentang Syari’at Islam, maka syari’at
Islam itu memiliki atau mengandung unsur perwujudan
kemaslahatan. Kemashlahatan yang dimaksud merupakan
kebaikan yang sifatnya syar’i, artinya kemashlahatan yang
dikehendaki oleh asy-Syari’(Allah dan Rasulullah). Oleh
sebab itu Imam Syatibi menyebutnya dengan Maqashidus
syari’ah (Tujuan Syari’ah). Maqasid syari’ah berarti maksud
dan tujuan adanya pensyari’atan itu sendiri. Ada lima unsur
tujuan dari pensyari’atan Islam, yaitu: memelihara agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta.
a. Memelihara Agama (Al muhafazhah ‘alad Dien)
Nilai-nilai yang dibawa oleh Islam, membuat

( 6 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

manusia menjadi lebih tinggi daripada hewan. Islam


melindungi kebebasan beragama, sebagaimana
disebutkan dalam al-Qur’an:

Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama


(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS 2:256).
Setiap manusia memiliki kebebasan untuk memilih
agama yang dianutnya. Namun demikian, yang harus
diingat ialah kita akan diminta pertanggung jawaban
atas segala sesuatu yang kita lakukan termasuk agama
yang kita anut. Semua yang di lakukan saat ini akan ada
konsekuensi yang harus diterima di hari akhir kelak.
Sikap muslim dalam hal ini adalah tidak boleh
memaksa, membujuk, memberi materi agar seseorang
mau masuk Islam. Rasulullah hanya menganjurkan agar
setiap muslim menyampaikan firman Allah walaupun
satu ayat.
Untuk memelihara agamanya, Allah mewajibkan
manusia untuk shalat, zakat, puasa, haji. Apabila manusia

( 7 )
Sikap muslim dalam hal ini adalah tidak boleh memaksa, membujuk,
memberi Syari’ah
Paradigma Akuntansi materi agar seseorang mau masuk Islam. Rasulullah hanya
menganjurkan agar setiap muslim menyampaikan firman Allah walaupun
satu tidak
ayat. melakukan peribadatan tersebut maka di mata Allah

iaUntuk
akanmemelihara agamanya,
mendapatkan Allah
dosa mewajibkan
karena tidakmanusia untuk shalat,apa
menjalankan
zakat, puasa, haji. Apabila manusia tidak melakukan peribadatan tersebut
yang diperintahkannya. Seperti pada gambar 1.1 berikut
maka di mata Allah ia akan mendapatkan dosa karena tidak menjalankan apa
ini:
yang diperintahkannya. Seperti pada gambar 1.1 berikut ini:

Muqasihudus
syari’ah

Memelihara Memelihara Memelihara Memelihara Memelihara


harta akal keturunan jiwa agama

Secara filosofi, seluruh kegiatan


harus sesuai dengan muqashidus
syari’ah

Muamalah Ibadah Hak khusus Hak umum Ekonomi

Sumber: rizka maulan, 2007


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ibadah juga
dapat menyucikan jiwa sehingga manusia dapat menciptakan
kebaikan, rahmat bagi alam semesta. Ulil amri (pemerintah)
seharusnya mendukung tujuan memelihara agama ini, dengan
cara menegakkan ketetapan Allah yang harus dijalankan oleh
penganutnya dalam kehidupan, misalnya dalam kasus zakat
seperti yang tertuang dalam hadis berikut ini:
“ambillah zakat dari orang-orang kaya, dan berikanlah
dari orang-orang fakir”(Muadz)
Memelihara agama tentunya menjaga kebebasan setiap
orang untuk menghayati agama yang ia yakini, sehingga setiap
orang bebas untuk menjalankan keyakinan keberagamaannya

( 8 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

untuk menyucikan jiwanya yang kemudian dalam jiwa yang


suci akan muncul prilaku yang baik.

Memelihara jiwa (Al muhafazhah ‘alan Nafs)


Memelihara jiwa ialah memelihara hak untuk hidup
secara terhormat agar manusia terhindar dari penganiayaan
baik fisik maupun psikis, pelenyapan hak hidup, fitnah, caci
maki dan perbuatan lainnya.
Allah melarang membunuh, jika dilanggar maka akan
ada qishash (hukuman yang setara dengan kejahatan yang
dilakukan atas diri manusia), sebagai balasan yang setimpal
dengan perbuatannya. Hukuman yang sangat keras, akan
membuat orang takut melakukannya. Tidak seperti yang
banyak kita lihat sekarang, dikarenakan ringannya hukuman
bagi si pembunuh, begitu mudah dan banyak nyawa
melayang karena perkara yang tidak krusial. Penegakan
hukum yang diatur Islam, semua ini adalah untuk menjaga/
menghormati martabat manusia di dunia. Akan tetapi, di sisi
lain, hukum qishash ini tidak selalu harus dilakukan, karena
dapat di selesaikan dengan memaafkan atau meminta untuk
membayar diyat (tebusan) sebagaimana tertuang dalam QS
2:178

( 9 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

“wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas


kamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang
yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan
perempuan. Tetapi barang siapa memperoleh maaf dari
saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik dan
membayar diyat (tebusan) dengan baik pula. Yang demikian
itu ialah keringanan dan rahmat dari tuhanmu, barang siapa
melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab
yang sangat pedih.”

Pada ayat lain, Allah SWT mengatakan bahwa


memaafkan kesalahan orang adalah suatu kebaikan.

“balasan perbuatan jahat adalah kejahatan yang


seimbang dengannya. Barang siapa yang memaafkan dan
berlaku damai, pahalanya ada di tangan Allah.”(QS 42:40)

Allah sebagai zat yang menciptakan manusia sangat


menghormati atau menjaga jiwa manusia, misalnya untuk
melindungi jiwa manusia, Allah menghalalkan makanan yang
semula diharamkan. Ini merupakan bukti betapa tingginmya
nilai menjadi jiwa manusia, sebagai mana terulang dalam al-
Qur’an surah al-Baqarah ayat 173

( 10 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

“sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu


(memakan) bangkai, darah, daging babi, dalam binatang
yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang
ia tidak menginginkannya, dan tidak (pula) melampaui
batas, maka tidak ada dosa baginya.”

Allah melarang manusia memfitnah karena fitnah


dapat memberi pengaruh yang lebih buruk daripada
pembunuhan. Setelah dibunuh, kehidupan manusia di dunia
tersebut selesai, sementara fitnah, telah terjadi pembunuhan
karakter atau pelecehan kehormatan, yang dapat membuat
manusia terhina sepanjang kehidupannya.

Artinya: “dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari


pembunuhan.”(QS 2:191)

Islam juga menganjurkan manusia untuk memanggil


dengan panggilan yang baik (QS 49:11)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah


sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang
lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.

( 11 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan


kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih
baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka
mereka Itulah orang-orang yang zalim”.

Nabi muhammad memberi contoh bagaimana ia


memanggil istri tercintanya Aisyah r.a dengan penggilan
“Humaira” yang artinya si pipi yang kemerah-merahan.

Memelihara akal (Al muhafazhah ‘alal aql)


Memelihara akal bertujuan agar tidak terkena
kerusakan yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi tak
berguna lagi di masyarakat sehingga dapat menjadi sumber
keburukan.
Akal merupakan salah satu unsur yang membedakan
manusia dengan binatang. Namun demikian, al-Qur’an juga
mengingatkan bahwa manusia dapat menjadi lebih hina
daripada hewan bila tidak memiliki moral.
Akal membuat manusia mampu membedakan antara
yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan salah. Bila
akal seseorang sudah rusak, maka dia akan melakukan apa
saja yang dia suka tanpa berpikir bagaimana pengaruhnya
pada orang lain dan lingkungannya sehingga tidak hanya
membahayakan dirinya sendiri tapi juga dapat membahayakan
orang lain dan lingkungannya. Dengan kata lain masyarakat
ikut menanggung resiko berupa potensi kejahatan dan

( 12 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

perbuatan buruk yang dilakukannya. Misalnya, orang yang


mengonsumsi narkoba, ia bisa sewaktu-waktu dalam keadaan
“sakaw” karena rasa ingin yang amat sangat atas narkoba.
Apabila tidak dipenuhi, dia akan sangat tersiksa sehingga
dengan berbagai cara berusaha untuk memperolehnya tanpa
memperdulikan lagi kondisi sekelilingnya. Ia akan menjadi
tanpa berguna.
Oleh karena itu, syari’at Islam mengatur agar segala
macam yang dapat mengganggu atau merusak akal yang
merupakan “mahkota” manusia dilarang. Sebagaimana
Allah melarang manusia untuk meminum khamar (minuman
yang memabukkan) karena dapat merusak akal dan membuat
manusia tidak dapat berfikir. Allah berfirman:

Artnya: mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan


judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar
dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “ yang
lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.(QS 2:219)
Allah memberi kebebasan kepada manusia untuk
memilih makanan dan minuman sepanjang tidak dilarang
dan tidak membahayakan/merusak manusia dan akal.

( 13 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Memelihara Keturunan (Al muhafazhah ‘alan nasl)


Memelihara keturunan adalah memelihara kelestarian
manusia dan membina sikap mental generasi penerus agar
terjalin rasa persahabatan dan persatuan di antara sesama
umat manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan
pernikahan yang sah, sesuai dengan ketentuan syariah,
sehingga dapat terbentuk keluarga yang tentram dan saling
menyayangi.
Oleh karena itu, untuk memelihara keturunan,
ditetapkan sanksi hukuman yang keras bagi orang yang
melakukan perbuatann zina. Hukuman itu harus dilakukan di
hadapan banyak orang. Sebagian orang menyatakan hukum
Islam sadis, karena tidak mengetahui kemaslahatan yang
jauh lebih besar yaitu menyelamatkan generasi di masa yang
akan datang. “Dihukum di hadapan orang banyak”, adalah
memalukan dan ini akan memberi efek jera sehingga membuat
orang berpikir sebelum dia memperkosa atau berbuat zina.
Bagi yang sudah berzina dan dijatuhkan hukuman sesuai
ketentuan Allah. Dalam al-Qur’an dijelaskan:

Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang


berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat,

( 14 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan


oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”( QS 24 : 2.)
Solusi untuk mengindari zina, maka Allah
mensyariatkan pernikahan. Syarat dan rukun pernikahan
dalam Islam tidak memberatkan bagi muslim yang akan
melaksanakannya.

Memelihara Harta (Al muhafazhah ‘alal Mal)


Menjaga harta, bertujuan agar harta yang dimiliki oleh
manusia diperoleh dan digunakan sesuai dengan syariah.
Aturan syariah mengatur proses perolehan dan distribusi
harta. Dalam memperoleh harta harus bebas dari riba, judi,
menipu, merampok, mencuri dan tindakan lainnya yang tidak
dibenarkan oleh syariah, sebagaimana disebutkan dalam al-
Qur’an:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah


kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu dan janganlah membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.( QS 4:29.)
Ayat diatas menerangkan agar dalam memperoleh
harta (mal) haruslah dengan cara-cara yang baik bukan
dengan cara yang bathil. Hal ini menjadi sebuah isyarat
agar manusia harus berusaha mencari harta dengan tidak

( 15 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

melanggar nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan tidak


bertentangan dengan syariah.
Ketika harta yang diusahakan tersebut berhasil
didapat maka pendistribuasian penyaluran harta tersebut baik
untuk keperluan pribadi, keluarga maupun keperluan umum
tentunya hendaklah tidak melanggar nilai-nilai kemanusiaan,
keadilan dan tidak bertentangan dengan syariah.
Dari penjelasan diatas dapat tergambar bahwa
tujuan pensyariatan Islam membawa kemashlahatan bagi
manusia itu sendiri sebagai makhluk yang diamanahkan
untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan hidup.
Syariat Islam bagaikan guide agar manusia tidak salah
jalan, sedangkan manusia sendiri diberi kebebasan untuk
menentukan sikap yaitu apakah mengikuti tuntunan tersebut
atau tidak, tetapi konsekuensi dari setiap keputusan yang
dilakukan manusia tentunya akan dipertanggungjawabkan.

B. Aqad/Kontrak/Transaksi
Aqad dalam bahasa arab ‘al-aqd, jamaknya al-‘uqud,
berarti ikatan atau mengikat (al-rabth). Menurut terminologi
hukum Islam, aqad adalah pertalian antara penyerahan (ijab)
dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syari’ah, yang
menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.4 Menurut
Abdul razak Al-Sanhuri dalam Nadhariyatul’aqdi, aqad adalah
kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang menimbulkan
kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang
mengikat pihak-pihak yang terkaitlangsung maupun tidak
4 . Ghufron dan Mas’adi 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Edisi ke-1. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada

( 16 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

langsung dalam kesepakatan tersebut.


Aqad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan
tidak boleh diingkari. Allah berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-


aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang
akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya.(QS 5:1)
Jenis aqad
Aqad dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fiqih
muamalat membagi lagi aqad menjadi dua bagian, yakni aqad
tabarru’ dan aqad tijarah/mu’awadah.5

1. Aqad tabaru’ (gratuitous contract) adalah perjanjian yang


merupakan transaksi yang tidak ditunjukkan oleh untuk
memperoleh laba (transaksi nirlaba). Tujuan dari transaksi
ini adalah tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan
(tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang
artinya kebaikan). Dalam aqad tabarru’, pihak yang terbuat
kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa
pun kepada pihak lainnya karena ia hanya mengharapkan
imbalan dari Allah SWT dan bukan dari manusia. Namun,

5 . Ibid hlm 56

( 17 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

tidak mengapa bila pihak yang berbuat kebaikan tersebut


meminta sekedar menutupi biaya yang ditanggung atau
dikeluarkan untuk dapat melakukan aqad tabarru’ tersebut,
sepanjang tidak mengambil laba dari aqad tabarru’ itu.
ada 3 bentuk aqad tabarru’:
a. Meminjamkan uang
Meminjamkan uang termasuk aqad tabarru’ karena
tidak boleh melebihi pembayaran atas pinjaman yang kita
berikan, karena setiap kelebihan tanpa ‘iwad adalah riba.
Ada minimal 3 jenis pinjaman, yaitu:
1) Qard:merupakan pinjaman yang diberikan tanpa
mensyaratkan apa pun, selain mengembalikan
pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu
2) Rahn: merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu
jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu
3) Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara
mengambil alih piutang dari pihak lain
b. Meminjamkan jasa
Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan
termasuk aqad tabarru’. Ada minimal 3 jenis pinjaman,
yaitu:
1) Wakalah: memberikan pinjaman berupa kemampuan
kita saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang
lain. Pada konsep ini maka yang kita lakukan hanya
atas nama orang tersebut.
2) Wadi’ah: merupakan bentuk turunan aqad Wakalah,
dimana pada aqad ini telah dirinci/didetailkan tentang
jenis pemeliharaan dan penitipan. Sehingga selama
pemberian jasa tersebut kita juga bertindak sebagai

( 18 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

wakil dari pemilik barang.


3) Kafalah: juga merupakan bentuk turunan aqad
wakalah, di mana pada aqad ini terjadi atas wakalah
bersyarat (contingent wakalah).
c. Memberikan sesuatu
Dalam aqad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada
orang lain. Ada minimal 3 bentuk aqad ini:
1) Wakaf: merupakan pemberian dan penggunaan
pemberian yang dilakukan tersebut untuk kepentingan
umum dan agama, serta pemberian itu tidak dapat
dipindahtangankan.
2) Hibah, shadaqah: merupakan pemberian sesuatu
secara sukarela kepada orang lain.
Aqad tabarru’ tidak bisa dipindahtangankan menjadi aqad
tijarah, dan tidak juga bisa digunakan untuk memperoleh
laba. Karena sifatnya yang khas seperti itu.

Gambar 1.2
Gambar 1.2

diperbolehkan

Tijarah Tabarru

tidak diperbolehkan

( 19 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

2. Aqad tijarah (confensational contract) merupakan aqad yang


ditujukan untuk memperoleh keuntungan. Dari sisi kepastian
hasil yang diperoleh, aqad ini dapat dibagi 2, yaitu:
a. Natural Uncertainty Contract: merupakan kontrak yang
diturunkan dari teori pencampuran, dimana pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan asset yang mereka
miliki menjadi satu, kemudian menanggung resiko
bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Oleh
sebab itu, kontrak jenis ini tidak memberikan imbal
hasil yang pasti, baik nilai imbal hasil (amount) maupun
waktu (timing). Contoh yang termasuk dalam kontrak ini
adalah: musyarakah termasuk didalamnya mudharabah,
muzaraah, musaqah dan mukhabarah.
b. Natural Certainty Contract: merupakan kontrak yang
diturunkan dari teori pertukaran dimana kedua belah
pihak saling mempertukarkan asset yang dimilikinya,
sehingga objek pertukarannya (baik barang maupun jasa)
pun harus ditetapkan diawal aqad dengan pasti tentang
jumlah (quantity), mutu (quality), harga (price), dan
waktu penyerahan (time delivery). Dalam kondisi ini
secara tidak langsung kontrak jenis ini akan memberikan
imbal hasil yang tetap dan pasti karena sudah diketahui
ketika aqad. Contoh aqad ini adalah: aqad jual beli (baik
penjualan tunai, penjualan tangguh, salam dan istishna’)
maupun aqad sewa (Ijarah maupun IMBT)
Rukun dan syarat aqad
Rukun dan syarat sahnya suatu aqad ada 3 (tiga), yaitu:
1. Pelaku yaitu para pihak yang melakukan aqad (penjual
dan pembeli, penyewa dan yang menyewakan, karyawan

( 20 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dan majikan, shahibul maal, mitra dengan mitra dan


musyarakah dan lain sebagainya). Untuk pihak yang
melakukan aqad harus memenuhi syarat yaitu orang yang
merdeka, mukalaf dan orang yang sehat akalnya.
2. Objek aqad merupakan sebuah konsekuensi yang harus
ada dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu. Objek
jual beli adalah barang dagangan, objek mudharabah
dan musyarakah adalah modal dan kerja, objek sewa
menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan
dan seterusnya.
3. Ijab qabul merupakan kesepakatan dari para pelaku dan
menunjukkan mereka saling rida. Tidak sah suatu transaksi
apabila ada salah satu pihak yang terpaksa melakukannya
(QS 4:29), dan oleh karenanya aqad dapat menjadi batal.
Dengan demikian bila terdapat penipuan (tadlis), paksaan
(ikhrah) atau terjadi ketidaksesuaian objek aqad karena
kesemuanya ini dapat menimbulkan ketidakrelaan salah
satu pihak maka aqad dapat menjadi batal walaupun ijab
qabul telah dilaksanakan.

C. Transaksi yang di larang


Sebagaimana telah dijelaskan di atas, hukum asal dalam
muamalah adalah semuanya diperbolehkan kecuali ada ketentuan
syari’ah yang melarangnya. Larangan ini dikarenakan beberapa
sebab antara lain dapat membantu berbuat maksiat/melakukan
hal yang dilarang Allah, adanya unsur penipuan, adanya unsur
menzalimi pihak yang bertransaksi dan sebagainya. Dasar hukum
yang dipakai dalam melakukan transaksi bisnis (QS 4:29)

( 21 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu


saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak
benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah membunuh
dirimu. Sungguh Allah maha penyayang padamu.”
Jadi, setiap transaksi bisnis harus didasarkan kepada prinsip
kerelaan antara kedua belah pihak (antaradhim minkum) dan tidak
bathil yaitu tidak ada pihak yang menzalimi dan di zalimi (la
tazhlimuna wa la tuzhlamun), sehingga jika ingin memperoleh hasil
harus mau mengeluarkan biaya (hasil usaha muncul bersama biaya/
al kharaj bi dhaman), dan jika ingin untung harus mau menanggung
risiko (untung muncul bersama resiko-al ghunmu bi al ghurmi).
Hal yang termasuk transaksi yang dilarang adalah sebagai
berikut.
1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa
yang di haramkan Allah
2. Riba
3. Penipuan
4. Perjudian
5. Gharar
6. Ikhtiar
7. Monopoli
8. Ba’i an Najsy
9. Suap

( 22 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

10. Taalluq
11. Bai al inah
12. Talaqqi al-rukban

D. Pengaruh Riba pada kehidupan manusia


Riba berasal dari bahasa arab yaitu al-ziyadah yang berarti
tambahan, tumbuh subur. Di dalam Al-quran QS. Al-Baqarah
2:275 telah dijelaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.

Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba


tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat) Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang
kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Antara jual beli dan riba pada dasarnya sama-sama
mencari keuntungan, namun secara filosofis mempunyai

( 23 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

perbedaan yang sangat mendasar. Oleh sebab itu riba diharamkan


dan jual beli dihalalkan.
Riba merupakan transaksi yang tidak adil dan
mengakibatkan peminjam jatuh miskin karena dieksploitasi
karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan. Imam
Razi mencoba menjelaskan alasan mengapa riba dalam Islam,
antara lain:6
1. Riba akan memberatkan orang melakukan usaha. Pelaku
riba tidak mau menaggung risiko berusaha, berdagang, dan
pekerjaan-pekerjaanya yang berat. Hal ini akan mengakibatkan
bantuan yang diberikan bukannya memberikan mamfaat
tetapi justru memberatkan pelaku usaha karena mereka
terbebani dengan riba.
2. Riba akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar
masyarakat dalam bidang pinjam meminjam. Sebuah transaksi
pinjam meminjam pada dasarnya memiliki akad tolong
menolong, setiap tolong menolong seyogyanya berlandaskan
pada asas tanpa pamrih, maka jika ada seseorang yang
meminjamkan uang dengan menambahkan bunga, maka asas
tanpa pamrih dari sebuah aqad tolong menolong akan rusak
dan akan menimbukan efek pada terputusnya hubungan baik
antar manusia atau masyarakat.
3. Riba menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap orang
miskin. Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman
adalah orang yang memiliki kelebihan harta, sedang yang
meminjam adalah orang miskin. Orang yang membutuhkan
uang untuk memenuhi kebutuhannya seharusnya dibantu
bukannya dieksploitasi, sehingga orang miskin akan dapat

6 . Yusuf Qardhawi, 2000, Halal dan Haram. Jakarta: Mizan

( 24 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

terbantu diri orang kaya. Tetapi jika dibebani dengan riba


(bunga), yang terjadi bukannya bantuan yang didapat tetapi
pembebanan biaya (cost) yang sudah dapat dipastikam.
Riba mengganggu perputaran harta dan pertumbuhan
ekonomi secara adil. Riba sebagaimana yang terjadi pada dunia
modern ini, menyebabkan terpusatnya kekuasaan dan otoritas
riil pada tangan segelintir orang saja, tidak pernah memikirkan
orang lain dan tidak pula menghormati nilai-nilai moral. Mereka
itulah yang memberikan pinjaman kepada orang-orang baik
secara individu, kelompok maupun negara. Mereka mendapatkan
keuntungan dari usaha jeri payah keringat orang lain. Hal ini
mereka dapatkan dalam bentuk bunga, padahal mereka sendiri
tidak melakukan apa-apa dalam usaha mereka.
Perbedaan Riba dan jual beli
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba, maka dapat difahami secara
eksplisit bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara jual beli
dan riba. Jika ada sebagian orang yang mengatakan bahwa
transaksi pada bank syari’ah dan bank konvensional adalah sama
saja karena ada keuntungan yang diambil, maka sebenarnya ada
perbedaan yang jelas antara jual beli dan riba.
Berikut ini adalah table 1.1 perbedaan riba dan jual beli:
No Jual beli Riba
1 Dihalalkan Allah SWT Diharamkan oleh Allah SWT
Harus ada pertukaran barang
atau manfaat yang diberikan Tidak ada pertukaran barang dan
2 sehingga ada keuntungan/ keuntungan/manfaat hanya diper-
manfaat yang diperoleh pem- oleholeh penjual
beli dan penjual

( 25 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

3 adanya sesuatu yang ditukar- Tidak ada beban yang di tanggu-


kan, maka harus ada beban ng oleh penjual
yang di tanggung oleh pen-
jual.
4 Memiliki risiko untung rugi, Tidak memiliki risiko sehingga
sehingga diperlukan kerja/ tidak diperlukan kerja/usaha,
usaha, kesungguhan dan kesungguhan dan keahlian
keahlian
Sumber: diolah dari berbagai sumber

Berdasarkan perbedaan tersebut dapat diambil kesimpulan


bahwa jual beli diperbolehkan karena ada ‘iwad (pengganti/
penyeimbang) yang menyebabkan penjual boleh mengambil
tambahan sebagai keuntungan. ‘iwad tersebut dapat berupa:
1. Usaha yang harus dilakukan dalam rangka menambah nilai
dari barang/jasa (al-Kharaj)
2. Risiko dalam menjalankan usaha (al-Ghurm)
3. Beban yang harus ditanggung terkait dengan pengadaan
barang atau jasa (al-Dhaman).7

7 . Karim, Adiwarman. Bank Islam: Fiqih dan analisa keuangan. Rajagrafindo Persada,
Edisi 3. Jakarta. 2006. Hal 38

( 26 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

BAB II
SEJARAH
PERKEMBANGAN
AKUNTANSI SYARI’AH

A
A. PERKEMBANGAN AWAL AKUNTANSI
kuntansi merupakan salah satu profesi tertua di
dunia. Dari sejak zaman prasejarah, keluarga
memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat
makanan dan pakaian yang harus mereka persiapkan dan mereka
gunakan pada saat musim dingin. Ketika masyarakat mulai
mengenal adanya “perdagangan” maka pada saat yang sama
mereka telah mengenal konsep nilai (value) dan mulai mengenal
sistem moneter (monetery system). Bukti tentang pencatatan
(bookkeeping) tersebut dapat ditemukan dari mulai kerajaan
Babilonia (4500 SM), Firaun Mesir dan kode- kode Hammurabi
(2250 SM), sebagaimana ditemukan adanya kepingan pencatatan
akuntansi di Elba, Syria Utara.
Walaupun akuntansi telah dimulai zaman prasejarah,

( 27 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

saat ini kita hanya mengenal Luca Paciolli sebagai Bapak


Akuntansi Modern. Paciolli, seorang ilmuwan dan pengajar di
beberapa universitas yang lahir di Tuscany- Italia pada tahun
1445, merupakan orang yang dianggap menemukan persamaan
auntansi untuk pertama kali pada tahun 1494 dengan bukunya:
Summa de Arithmetica Geometria et Proportionalita (A Review
of Arithmetic, Geometry dan Proportions). Dalam buku tersebut,
beliau menerangkan mengenai double entry book keeping
sebagai dasar perhitungan akuntansi modern, bahkan juga hampir
seluruh kegiatan rutin akuntansi yang kita kenal saat ini seperti
penggunaan jurnal, buku besar (ledger) dan memorandum. Pada
penjelasan menegenai buku besar telah termasuk mengenai aset,
utang, modal, pendapatan dan beban. Ia juga telah menjelsakan
mengenai ayat jurnal penutup (closing entries) dan menggunakan
neraca saldo (trial balance) untuk mengetahui saldo buku besar
(ledger). Penjelasan ini memberikan dasar yang memadai untuk
akuntansi, etika juga akuntansi biaya.
Sebenarnya, Luca Paciolli bukanlah orang yang
menemukan double entry book keeping system, mengingat sistem
tersebut telah dilakukan sejak adanya perdagangan antara Venice
dan Genoa pada awal abad ke- 13 M setelah terbukanya jalur
perdagangan antara Timur Tengah dan kawasan Mediterania.
Bahkan, pada tahun 1340 bendahara kota Massri telah melakukan
pecatatan dalam bentuk double entry. Hal ini pun diakui oleh
Luca Paciolli bahwa apa yang dituliskannya berdasarkan apa
yang telah terjadi di Venice sejak satu abad sebelumnya.
Menurut Peragallo, orang yang menuliskan double entry
pertama kali adalah seorang pedagang yang bernama Benedetto
Cotrugli dalam buku Della Mercatua e del Mercate Perfetto

( 28 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

pada tahun 1458 namun baru diterbitkan pada tahun 1573.


Menurut Vernon Kam (1990), ilmu akuntansi
diperkenalkan pada zaman Feodalisme Barat. Namun, setelah
dilakukan penelitian sejarah dan arkeologi ternyata banyak data
yang membuktikan bahwa jauh sebelum penulisan ini sudah
dikenal akuntansi. Perlu diingat bahwa matematika dan sistem
angka sudah dikenal Islam sejak abad ke- 9 M. Ini berarti bahwa
ilmu matematika yang ditulis Luca Paciolli pada tahun 1491
bukan hal yang baru lagi karena sudah dikenal Islam 600 tahun
sebelumnya. Dalam buku “Accounting Theory”, Vernon Kam
(1990) menulis:
“Menurut sejarahanya, kita mengetahui bahwa sistem
pembukuan double entry muncul di Italia pada abad ke- 13.
Itulah catatan yang paling tua yang kita miliki mengenai sistem
akuntansi “double entry” sejak abad ke- 13 itu. Namun adalah
mungkin sistem double entry sudah ada sebelumnya”.
Hendriksen, dalam buku “Accounting Theory” menulis:
“...the introduction of Arabic Numerical greatly
facilitated the growth of accounting “. (penemuan angka
arab sangat membantu perkembangan akuntansi).

Kutipan ini menandai anggapan bahwa sumbangan Arab


terhadap perkembangan disiplin akuntansi sangat besar. Dapat
kita catat bahwa penggunaan angka Arab mempunyai andil besar
dalam perkembangan ilmu akuntansi. Artinya besar kemungkinan
bahwa dalam peradaban Arab sudah ada metode pencatatan
akuntansi. Bahkan mungkin mereka yang memulainya. Bangsa
Arab pada waktu itu sudah memiliki administrasi yang cukup
maju, praktik pembukuan telah menggunakan buku besar umum,

( 29 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

jurnal umum, buku kas, laporan periodik dan penutupan buku.


Majunya peradaban sosial budaya masyarakat Arab
waktu itu tidak hanya pada aspek ekonomi atau perdagangan
saja, tetapi juga pada proses transformasi ilmu pengetahuan
yang berjalan dengan baik. Selain aljabar, Al Khawarizmy
(logaritma) juga telah berkembang ilmu kedokteran dari Ibnu
Sina (Avicenna), kimia karya besar Ibnu Rusyd (Averos), ilmu
ekonomi (Ibnu Khaldu) dan lain- lain. Jadi pada masa itu Islam
telah menciptakan ilmu murni atau pure science (aljabar, ilmu
ukur, fisika, kimia) dan juga ilmu terapan atau applied science
(kedokteran, astronomi dan sebagainya).
Menurut Littleton (dalam Boydoun, 1959) perkembangan
akuntasi di suatu lokasi tidak hnaya disebabkan oleh
masyarakat di lokasi itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi
oleh perkembangan pada saat atau periode waktu tersebut dan
masyarakat lainnya. Mengingat bahwa Paciolli sendiri telah
mengakui bahwa akuntansi lebih dilakukan satu abad sebelumnya
dan Venice sendiri telah menjadi salah satu pusat perdagangan
terbuka, maka sangat terbuka kemungkinan bahwa telah terjadi
pertukaran informasi dengan para pedagan muslim yang telah
mengembangkan hasil pemikiran dari ilmuwan muslim. Lieber
(dalam Boydoun, 1968), menyatakan bahwa para pemikir di
Italia memiliki pengetahuan tentang bisnis yang baik disebabkan
hubungannya dengan rekan bisnis muslimnya. Bahkan, Have
(1976) mengatakan bahwa Italia meminjam konsep double entry
dari Arab.
Para ilmuwan muslim sendiri telah memberikan
kontribusi yang besar, terutama danaya penemuan angka nol
dan konsep perhitungan desimal. Mengingat orang- orang

( 30 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Eropa mengerti aljabar dengan menerjemahkan tulisan dengan


bangsa Arab, tidak mustahil bahwa merekalah yang pertama
kali melakukan book keeping (Heaps dalam Napier, 2007). Para
pemikir Islam itu antara lain: Al Kashandy, Jabir Ibnu Hayyan,
Ar Razy, Al Bucasis, Al Kindy, Al Khawaizmy, Avicenna, Abu
Bacer dan Al Mazendarany.
Transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
terjadi pada masyarakat Arab menarik sejumlah kalangan
ilmuwan dari Eropa seperti Leonardo Fibonacci da Pisa yang
melakukan perjalanan ilmiahnya ke Timur Tengah. Dialah yang
mengenalkan angka Arab dan aljabar atau metode perhitungan
ke benua Eropa pada tahun 1202 melalui bukunya yang berjudul
“Liber Abacci” serta memasyarakatkan penggunaan angka Arab
tersebut pada kehidupan sehari- hari termasuk dalam kegiatan
ekonomi dan transaksi perdagangan. Semantara teknik tata buku
berpasangan di Eropa itu sendiri dimulai pada tahun 1135 M di
Palermo, Sicily, Italia yang menunjukan dominasi pengaruh
pencatatan pembukuan Arab.
Selain dari bangsa Eropa yang belajar ke Timur Tengah,
pedagang- pedagang Muslim pun tak kalah andilnya di dalam
mensyiarkan (transformasi) ilmu pengetahuan. Ini dimungkinkan,
mengingat kekuasaan Islam saat itu telah menyebar hampir
separuh daratan Eropa dan Afrika, dari Jazirah Arab meluas ke
Byzantium, Mesir, Suriah, Palestina, Irak (Mesopotamia, Persia,
seluruh Afrika Utara) berlanjut ke Spanyol dengan penyerbuan
pasukan yang dikomandani Panglima Jabal Thariq (kemudian
dikenal dengan selat Giblartar), ke Italia dan daerah- daerah Asia
Timur sampai perebatasan Cina.
Terjadinya proses transformasi ilmu pengetahuan tadi,

( 31 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

juga dimungkinkan mengingat Al-Qur’an yang menyerukan


semua orang untuk berdakwah. Kota- kota yang berada di wilayah
kekuasaan Islam tersebut seperti Kairo, Alexandria, Damsyik,
Baghdad merupakan pusat perdagangan internasional yang
cukup pesat dan ramai. Melalui perdagangan inilah kebudayaan
dan teknologi mslim tersebar di Eropa Barat, Amalfi, Venice,
Pisa dan Genoa merupakan pelabuhan utama dan terpenting
yang menghubungkan perdagang dari pelabuhan pedagang
muslim di Afrika Utara dan Laut Tengah bagian timur, ke kota-
kota Kristen seperti Barcelona, Konstantinopel dan Acre.
Apa yang dilakukan oleh Luca Paciolli memiliki kemiripan
dengan apa yang telah disusun oleh pemikir muslim pada abad
ke- 8- 10 M. Kemiripan tersebut antara lain (Siswantoro, 2003)
adalah sebagai berikut:

Tahun Lucca Paciolli Islam


Bismillah (Dengan
In the name of God
Nama Allah
Client Mawla
Cheque Sakk
Separate Sheet Waraka Khidma
Closing Book Yutbak
622 M Journal Jaridah
Receivable-Subsidiary
750 M Al Awraj
Ledger
750 M General Journal Daftar Al Yawmiah
750 M Journal Voucher Ash Shahad
Abad 8 M Collectible debt Arra'ej Menal Mal

( 32 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Uncollectible Debt Munkaser Menal Mal


Doubful, difficult, compli- Al Mutaakhher wal
cated debt Mutahyyer
Auditing Hisab
Chart of Account Sabh Al asha

Telah disebutkan di awal bab ini bahwa akuntansi


sebagai bagian dari ilmu sosial (social science), memungkinkan
terjadinya pengulanagan (repetion) di berbagai masyarakat,
sehingga keterlibatan akuntansi syari’ah dalam perkembangan
akuntansi konvensional atau pun sebaliknya masih diperdebatkan
hingga saat ini1

B. Perkembangan Akuntansi Syari’ah


Pendeklarasian negara Islam di Madinah (tahun 622 M
atau bertepatan dengan tahun 1 H) didasari oleh konsep bahwa
seluruh muslim adalah bersaudara tanpa memandang ras, suku,
warna kulit dan golongan, sehingga seluruh kegiatan kenegaraan
dilakukan secara bersama dan gotong royong di kalangan para
muslimin. Hal ini dimungkinkan karena negara yang baru saja
berdiri tersebut hampir tidak memiliki pemasukan atau pun
pengeluaran. Muhammad Rasulullah saw., bertindak sebagai
seorang Kepala Negara yang juga merangkap sebagai Ketua
Mahkamah Agung, Mufti Besar dan Panglima Perang Tertinggi
juga penanggung jawab administrasi negara. Bentuk sekretariat
negara masih sangat sederhana dan baru didirikan pada akhir
tahun ke- 6 Hijriah.
Telah menjadi tradisi, bahwa bangsa Arab melakukan 2
1 Ibid, 82-85

( 33 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

kali perjalanan kafilah perdagangan, yaitu musim dingin dengan


tujuan pedagangan ke Yaman dan musim panas dengan tujuan
ke As Syam (sekarang Syria, Lebanon, Jordania, Palestina dan
Israel). Perdagangan tersebut pada akhirnya berkembang hingga
ke Eropa terutama setelah penaklukan Mekah.
Dalam perekembangan selanjutnya, ketika ada
kewajiban zakat dan ‘ushr (pajak pertanian dari muslim),
dan perluasan wilayah sehingga dikenal adanya jizyah (pajak
perlindungan dari nonmuslim) dan kharaj (pajak hasil pertanian
dari nonmuslim), maka rasul mendirikan Baitul Maal pada awal
abad ke- 7. Konsep ini cukup maju pada zaman tersebut di
mana seluruh penerimaan dikumpulkan secara terpisah dengan
pemimpin negara dan baru akan dikeluarkan untuk kepentingan
negara. Walaupun disebutkan pengelolaan Baitul Maal masih
sederhana, tetapi nabi telah menunjuk petugas qadi, ditambah
para sekretaris dan pencatat administrasi pemerintahan. Mereka
ini berjumlah 42 orang dan dibagi dalam empat bagian yaitu:
sekretaris pernyataan, sekretaris hubungan dan pencatatan tanah,
sekretaris perjanjian dan sekretaris peperangan.

B.1. Zaman Empat Khalifah


Pada pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan Baitul
Maal masih sangat sederhana di mana penerimaan dan
pengeluaran dilakukan secara seimbang sehingga hampir
tidak pernah ada sisa.
Perubahan sistem administrasi yang cukup signifikan
dilakukan di era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab
dengan memperkenalkan istilah Diwan oleh Sa’ad bin Abi
Waqqas (636 SM). Asal kata Diwan dari bahasa Arab yang

( 34 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

merupakan bentuk kata benda dari Dawwana yang berarti


penulisan. Diwan dapat diartikan sebagai tempat di mana
pelaksana duduk, bekerja dan di mana akuntansi dicatat dan
disimpan. Diwan ini berfungsi untuk mengurusi pembayaran
gaji.
Khalifah Umar menunjuk beberapa orang pengelola
dan pencatat dari Persia untuk mengawasi pembukuan
Baitul Maal. Pendirian Diwan ini berasal dari usulan
Homozan- seorang tahanan Persia dan menerima Islam-
dengan menjelaskan tentang sistem administrasi yang
dilakukan oleh Raja Sasanian (Siswantoro, 2003). Ini terjadi
setelah peperangan Al-Qadisiyyah- Persia dengan panglima
perang Sa’ad bin Abi Waqqas., Al Walid bin Mughirah yang
juga sahabat nabi mengusulkan agar ada pencatatan untuk
penerimaan dan pengeluaran negara.
Hal ini kembali menunjukan bahwa akuntansi
berkembangan dari suatu lokasi ke lokasi lain sebagai akibat
dari hubungan antar masyarakat. Selain itu, Baitul Maal juga
sudah tidak terpusat lagi di Madinah tetapi juga di daerah-
daerah taklukan Islam. Diwan yang dibentuk oleh Khalifah
Umar memiliki 14 departemen dan 17 kelompok, di mana
pembagian departemen tersebut menunjukan adanya
pembagian tugas dalam sistem keuangan dan pelaporan
keuangan yang baik. Pada masa itu istilah awal pembukuan
dikenal dengan Jarridah atau menjadi istilah Journal dalam
bahasa Inggris yang berarti berita. Di Venice istilah ini
dikenal dengan sebutan zournal.
Fungsi akuntansi telah dilakukan oleh berbagai pihak
dalam Islam seperti: Al- Amil, Mubashor, Al- Katib namun

( 35 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

yang paling terkenal adalah Al- Katib yang menunjukan


orang yang bertanggung jawab untuk menuliskan dan
mencatat informasi baik keuangan maupun nonkeuangan.
Sedangkan untuk khusus akuntan dikenal juga dengan
nama Muhasabah/ Muhtasib yang menunjukan orang yang
bertanggung jawab melakukan perhitungan.
Muhtasib adalah orang yang bertanggung jawab
atas lembaga Al Hisa tidak bertanggung jawab kepada
eksekutif. Muhtasib juga menyangkut pengawasan pasar
yang bertanggung jawab tidak hanya menyangkut masalah
ibadah. Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa muhtasib adalah
kewajiban publik. Muhtasib ini bertugas menjelaskan
berbagai tindakan yang tidak pantas dilakukan dalam
berbagai bidang kehidupan. Termasuk tugas muhtasib
adalah mengawasi orang yang tidak shalat, tidak puasa,
mereka yang memiliki sifat dengki, berbohong, melakukan
penipuan, mengurang timbangan, praktik kecurangan dalam
industri, perdagangan, agama dan sebagainya (Shiddiqi
dalam Boydoun, 1982).
Muhtasib memiliki kekuasaan yang uas, termasuk
pengawasan harta, kepentingan sosial, pelaksanaan ibadah
pribadi dan pemeriksaan transaksi bisnis. Akram Khan
memberikan 3 (tiga) kewajiban muhtasib, yaitu:
1. Pelaksanaan hak Allah termasuk kegiatan ibadah:
semua jenis shalat, pemeliharaan masjid.
2. Pelaksanaan hak- hak masyarakat: prilaku di pasar,
kebenaran timbangan, kejujuran bisnis.
3. Pelaksanaan yang berkaitan dengan keduanya:
menjaga kebersihan jalan, lampu jalan, bangunan yang

( 36 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

mengganggu masyarakat dan sebagainya.


Pada zaman kekhalifahan sudah dikenal dengan
Keuangan Negara. Kedaulatan Islam telah memiliki
departemen- departemen atau disebut dengan Diwan, ada
Diwan pengeluaran (Diwan An-nafaqat), Militer (Diwan Al
Jayash), pengawasan, pemungutan hasil dan sebagainya.
Diwan pengawas keuangan disebut Diwan Al- Kharaj
yang bertugas mengawasi semua hal yang berkaitan
dengan penghasilan. Pada zaman khalifah Mansur dikenal
Khitabat al rasul was Sirr, yang memelihara pencatatan
rahasia. Untuk menjamin dilaksanakannya hukum maka
dibentuk Shahib al Shurta. Salah satu pejabat di dalamnya
itulah yang disebut muhtasib yang lebih difokuskan pada
sisi pengawasan pelaksanaan agama dan moral, misalnya
mengenai timbangan, kecurangan dalam penjualan, orang
yang tidak bayar hutang, orang yang tidak Shalat Jum’at,
tidak puasa pada Bulan Ramadhan, pelaksanaan masa
idah bahkan termasuk memeriksa iman. Ia juga menjaga
moral masyarakat, hubungan laki- laki dengan perempuan,
menjaga jangan ada yang minum arak, melarang musik
yang diharamkan, mainan yang tidak baik, transaksi bisnis
yang curang, riba, kejahatan pada budak, binatang dan
sebagainya.
Di sisi lain, ada juga fungsi muhtasib dalam bidang
pelayanan umum (public service) misalnya: pemerikasaan
kesehatan, suplai air, memastikan orang miskin mendapat
tunjangan, bangunan yang mau roboh, memeriksa kelayakan
pembangunan rumah, ketidaknyaman dan keamanan belalu
lintas, jalan untuk pejalan kaki, menjaga keamanan dan

( 37 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

kebersihan pasar. Dari berbagai fungsi shahib al shurta dan


muhtasib ini dapat disimpulkan bahwa fungsi utamanya
adalah untuk mencegah pelanggaran terhadap hukum baik
hukum sipil maupun hukum agama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa akuntansi Islam adalah
menyangkut semua praktik kehidupan yang lebih luas tidak
hanya menyangkut praktik ekonomi dan bisnis sebagaimana
dalam sistem kapitalis. Akuntansi Islam sebenarnya lebih
luas dari hanya perhitungan angka, informasi keuangan atau
pertanggungjawaban. Dia menyangkut semua penegakan
hukum sehingga tidak ada pelanggaran baik hukum sipil
atau hukum yang berkaitan dengan ibadah. Kalau ini yang
kita anggap sebagai unsur utamanya akuntansi, maka lebih “
compatible” degan sistem akuntansi Ilahiyah dan akuntansi
Amal yang kita kenal dalam Al- Qur’an, atau lebih dekat
dengan “auditor” dalam bahasa akuntansi kontemporer.
Pengembangan lebih kemprehensif mengenai baitul
maal dilanjutkan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Pada masa pemerintahan beliau, sistem administrasi baitul
maal di tingkat pusat dan lokal telah berjalan baik serta
telah terjadi surplus pada baitul maal dan dibagikan secara
proporsional sesuai tuntunan Rasulullah. Adanya surplus ini
menunjukkan bahwa proses pencatatan dan pelaporan tidak
berlangsung dengan baik.

B.2. SEKILAS PROSEDUR DAN ISTILAH YANG


DIGUNAKAN
Dari uraian di atas kita ketahui bahwa pelaksanaan
akuntansi pada negara Islam terjadi terutama adanya

( 38 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dorongan kewajiban zakat, yang harus dikelola dengan


baik melalui baitul maal. Dokumentasi yang pertama kali
dilakukan oleh Al-Mazendery (1363 M) mengenai praktik
akuntansi pemerintahan yang dilakukan selama Dinasti Khan
II pada buku Risalah Falakiyah Kitabus Siyakat. Namun,
dokumentasi yang mengenai sistem akuntansi negara Islam
tersebut pertama kali dilakukan oleh Al Khawarizmy pada
tahun 976 M.
Kontribusi besar yang diberikan oleh Al- Khawarizmy
adalah membuat sistem akuntansi dan pencatatan dalam
negara Islam dan membaginya dalam beberapa jenis daftar.
Beliau juga- bersama dengan penjelasan Al- Mazendarany-
menjelaskan tentang sistem akuntansi termasuk tujuan serta
praktik yang terjadi.
Tujuan sistem akuntansi adalah untuk memastikan
akuntabilitas, mendukung proses pengambilan keputusan
serta mempermudah proses evaluasi atas program yang
telah selesai. Tujuan ini tidak hanya berlaku di pemerintahan
tetapi juga ada pada perusahaan. Orientasi sistem ekonomi
ini adalah melaporkan kegiatan yang menghasilkan laba/
rugi atau surplus/ kredit, dan menyesuaikan seluruh dari
kebutuhan negara, namun perhitungan dari sistem akuntansi
ini masih memasukkan transaksi yang bersifat moneter dan
nonmoneter.
Ada tujuh hal khusus dalam sistem akuntansi yang
dijalankan oleh negara Islam sebagaiman dijelaskan oleh
Al- Khawarizmy dan Al- Mazendarany (Zaid, 2004), yaitu:
1. Sistem akuntansi untuk kebutuhan hidup, sistem ini di
bawah koordinasi seorang manajer. Sistem ini untuk

( 39 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

memenuhi kebutuhan hidup perorangan dan negara,


namun tidak menutup kemungkinan digunakan pada
sektor private terutama yang terkai dalam perhitungan
pembayaran zakat.
2. Sistem akuntansi untuk konstruksi merupakan sistem
akuntansi untuk proyek pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah. Pada sistem ini mengatur pencatatan
(baik dalam bentuk material maupun penegeluaran
kepada pihak lain), pengendalian dan akuntabilitas
untuk masing-masing proyek serta berdasarkan anggaran
(budget),. Sistem ini di bawah tanggung jawab seorang
koordinator proyek.
3. Sistem akuntansi untuk pertanian merupakan sistem yang
berbasis non- moneter. Sistem ini lebih memfokuskan
diri untuk mencatat dan mengelola persediaan pertanian
dalam bentuk fisik, hal ini didorong oleh kewajiban dalam
zakat pertanian. Sistem ini- seperti yang dijelaskan oleh
Al- Mazendery dan Al- Khawarizmy- tidak memisahkan
antara fungsi pencatatan dan pemegang persediaan.
Sisitem ini mirip sebagaimana telah dipraktikkan oleh
Zenon atau Appianus dari Mesir.
4. Sistem akuntansi gudang merupakan sistem untuk
mencatat pembelian barang negara. Sistem ini bukan
hanya mencatat barang masuk dan keluar saja tetapi
juga dalam nilai uang, sehingga akan ada pemisahan
tugas antara orang yang memegang barang dan mencatat
sehingga hal ini menunjukan sistem pengendalian intern
(internal control) telah ada.
5. Sistem akuntansi mata uang, sistem ini telah dilakukan

( 40 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

oleh negara Islam sebelum abad ke- 14 M. Sistem ini


memberikan hak kepada pengelolanya untuk mengubah
emas dan perak yang diterima pengelola menjadi koin
sekaligus mendistribusikannya. Dengan fungsi tersebut,
maka dapa dikatakan sistem perbendaharaan negara
telah berjalan. Sistem akuntansi ini dijalankan dengan
tiga jurnal khusus, yaitu: untuk mencatat persediaan
(inventory), pendapatan (revenue) dan beban (expense).
6. Sistem akuntansi peternakan merupakan sistem untuk
mencatat seluruh binatang ternak. Pencatatan ini dilakukan
dalam sebuah buku khusus dengan mencatat keluar dan
masuknya ternak berdasarkan pengelompokkan binatang
serta nilai uang. Namun, penjelasan yang dilakukan oleh
Aal- Mazendarany dan Al- Khawarizmy kurang detail.
7. Sistem akuntansi perbendaharaan merupakan sistem
untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran harian
negara baik dalam nilai uang atau barang. Untuk
pencatatan ini digunakan sistem Arab di mana barang
dan uang masuk dicatat di sisi kanan serta barang dan
uang keluar di sisi sebelah kiri.
Pencatatan dalam negara Islam telah memiliki
prosedur yang wajib diikuti, serta pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan pengawasan atas aktivitas dan
menemukan surplus dan defisit atas pencatatan yang tidak
seimbang. Jika ditemukan kesalahan maka orang yang
bertanggung jawab harus menggantinya. Hal ini merupakan
salah satu bentuk pengendalian internal (internal control),
penerapan prosedur audit (audit procedure) serta akuntansi
berbasis pertanggungjawaban (responsibility accounting).

( 41 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Bahkan pengendalian intern yang paling penting adalah


pengendalian diri sendiri (self control) di mana Allah
mengetahui seluruh pikiran dan perbuatan semua mahluk-
Nya. Prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut
(Zaid, 2004):
1. Transaksi harus dicatat setelah terjadi.
2. Transaksi harus dikelompokkan berdasarkan jenisnya
(nature). Semua transaksi yang sejenis dan harus sama
dikelompokkan dalam pengelompokkan yang sama.
Butir 1 dan 2 di atas menjelaskan adanya pencatatan
dan penggolongan serta adanya periodisasi (khususnya
zakat- dikenal dengan Az-houl) dan pengelompokkan
piutang.
3. Penerimaan akan dicatat di sebelah kanan dan
pengeluaran dicatat di sebelah kiri. Sumber- sumber
penerimaan harus dijelaskan dan dicatat.
4. Pembayaran harus dicatat dan diberikan penjelsanan
yang memadai di sisi kiri halaman. Butir 3 dan 4 di
atas memberikan penjelasan awal dari debit dan kredit,
karena catatan dari Yunani dan Persia melakukannya
dengan pengelompokkan penerimaan dan pengeluaran
bukan istilah kanan dan kiri.
5. Pencatatan transaksi harus dilakukan dan dijelaskan
secara hati- hati.
6. Tidak diberikan jarak penulisan di sisi sebelah kiri, dan
harus diberi garis penutup. Garis ini ini disebut dengan
attarken.
7. Koreksi atas transaksi yang telah dicatat tidak boleh
dengan cara menghapus atau menulis ulang. Jika Al-

( 42 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Katib melakukan kesalahan maka harus mengganti.


8. Jika akan ditutup, maka akan diberi tanda tentang hal
tersebut.
9. Seluruh transaksi yang dicatat di buku jurnal (Al Jaridah)
akan dipindahkan pada buku khusus berdasarkan
pengelompokkan transaksi.
10. Orang yang melakukan pencatatan untuk
pengelompokkan berbeda dengan orang yang melakukan
pencatatan harian. Butir 5- 10 lebih menjelaskan
pegendalian internal (internal control) serta bentuk
penerapan cut off, buku besar pembantu (subsidiary
ledger) dan periodisasi akuntansi (accounting period).
11. Saldo (disebut Al Haseel) diperoleh dari selisih.
12. Laporan harus disusun setiap bulan dan setiap tahun.
Laporan harus cukup detail dan memuat informasi
yang penting.
13. Pada setiap akhir tahun, laporan yang disampaikan
oleh Al-Katib harus menjelaskan seluruh informasi
secara detail barang dan dana yang berada di bawah
wewenangnya.
14. Laporan tahunan yang disusun Al Katib akan diperiksa
dan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan akan
disimpan di diwan pusat.
Dihubungkan dengan prosedur tersebut, terdapat
beberapa istilah sebagai berikut:
1. Al- Jaridah merupakan buku untuk mencatat transaksi
yang dalam bahasa Arab berarti koran atau jurnal. Istilah
ini pertama kali disebutkan oleh Al- Mazendarany (1363)
dan Ibnu Khaldun (1378), dan al- jaridah ini perlu dicap

( 43 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dan stempel sultan. Al- jaridah sendiri telah ada ketika


masa Daulah Bani Umayyah dan dikembangkan ketika
Daulah Bani Abbasiyah, dengan beberapa bentuk jurnal
khusus (Lasheen, 1973), seperti berikut ini:
a. Jaridah Al- Kharaj, digunakan untuk berbagai jenis
zakat seperti pendapatan yanag berasal dari tanah,
tanaman dan binatang ternak. Hal ini mirip dengan
buku besar pembantu, serta telah dilakukan proses
pengurutan berdasarkan alfabetis dan wilayah untuk
memudahkan (An- Nuwairy). Disusun dengan dua
kolom mirip dengan debet dan kredit.
b. Jaridah Annafakat, digunakan untuk mencatat
jurnal pengeluaran. Al- Jaridah ini di bawah Diwan
Annafakat (Departemen Pengeluaran), dan telah
dilakukan pengurutan berdasarkan alfabetis serta
didukung oleh bukti yang relevan.
c. Jaridah Al- Maal, digunakan untuk mencatat
jurnal pendanaan yang berasal dari penerimaan
dan pengeluaran zakat. Al- Jaridah ini di bawah
Diwan Al- Maal (Departemen Perbendaharaan), dan
dilakukan pengelompokkan berdasarkan tuntunan
Al- Qur’an tentang zakat.
d. Jaridah Al- Musadereen, digunakan untuk mencatat
jurnal pendanaan khusus berupa perolehaan dana
dari individu yang tidak harus taat dengan hukum
Islam seperti: orang nonmuslim. Al Jaridah ini di
bawah Diwan Al- Musadereen.
2. Daftar Al Yaumiah (Buku Harian/ dalam bahasa Persia
dikenal dengan nama: Ruznamah). Daftar sendiri

( 44 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

didefenisikan sebagai “a stiched or bound booklet, or


register, more especially an account or letter- book used
in administrative offices” (Siswantoro, 2003). Daftar
tersebut digunakan sebagai dasar pembuatan Ash-
Shahed (journal voucher). Jurnal voucher merupakan
tanggungjawab Al Khatib dan disetujui oleh pimpinan
diwan dan menteri. Setelah itu baru dapat digunakan
dan dicatat. Jika membutuhkan maka kopy dari Ash-
Shaed akan dikirim ke pusat dan dapat digunakan
sebagai dasar untuk pemeriksaan.
Bentuk umum dari daftar di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Daftar Attawjihat: buku yang digunakan untuk
mencatat anggaran pembelanjaan. Baik berbentuk
mukarryah (anggaran operasional) maupun itlakiyah
(anggaran untuk pos distresi dari raja).
b. Daftar Attahwilat: buku yang untuk mencatat
keluar masuknya dana antara wilayah dan pusat
pemerintahan.
Al- Khawarizmy membagi beberapa jenis daftar
(Siswantoro, 2003) sebagai berikut:
a. Kaman al- Kharaj yang merupakan dasar- dasar
survei.
b. Al Awardj menunjukan daftar utang perindividu
beserta daftar pembayaran cicilan.
c. Al Ruznamadj atau buku harian yaitu melakukan
pencatatan untuk pembayaran dan penerimaan setiap
hari.
d. Al Khatma merupakan laporan pendapatan dan

( 45 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

pengeluaran per bulan.


e. Al Khatma Al- Jami’a merupakan laporan tahunan .
f. Al Ka’rij merupakan tambahan catatan untuk
menunjukan kategori secara keseluruhan.
g. Al Arida merupakan tiga kolom jurnal yang totalnya
terdapat di kolom ke tiga.
h. Al Bara’a merupakan penerimaan pembayaran dari
pembayar pajak.
i. Al Muafaka wal- Jama’a merupakan akuntansi yang
komprehensif disajikan oleh amil. Apabila hasilnya
benar akan ditandatangi oleh muafaka, sedangkan
apabila terdapat perbedaan disebut dengan
muhasabah.
Sedangkan orang yang memperkenalkan istilah
daftar kepada tentara adalah Abu Muslim yang pada
akirnya menjadi pedoman di masa Dinasti Abbasiyah.
Namun demikian, ada perbedaan dengan sistem reguler
yang diusulkan oleh Al-Khawarizmy. Pembagian akuntansi
untuk kantor militer (Diwan Al Djaysh), Al- Khawarizmy
membagi:
a. Al Djarida al Sawda, merupakan daftar nama
prajurit, silsilah asal suku dan deskripsi fisik yang
selalu disiapkan setiap tahun.
b. Raj’a merupakan daftar permintaan yang
dikeluarkan oleh Mu’ti (pimpinan) untuk tentara
tertentu di daerah terpencil.
c. Al Raj’a Al Jami’a merupakan permintaan umum
yang dikeluarkan oleh Mu’ti untuk akun umum
(Tama’).

( 46 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

d. Al Sakk, permintaan persediaan untuk akun umum


yang menunjukan pembayar dengan nomor dan
jumlah serta tanda daripihakyang memiliki otoritas.
e. Al Mudmara, permintaan persediaan yang
dikeluarkan selama periode akun umum.
f. Al Istikrar, merupakan persediaan setelah dilakukan
pembayaran.
g. Al Muwasafa adalah daftar yang menunjukan
lingkungan dan penyebab terjadinya perubahan
pada lingkungan.
h. Al Djarida Al- Musadjadjala adalah register yang
tersegel.
i. Al Fihrist, adalah daftar persediaan yang terdapat
pada diwan.
j. Al Dastur, kopy umum atas beberapa draft.
3. Beberapa jenis laporan keuangan di antaranya:
a. Al Khitmah merupakan laporan yang dibuat setiap
akhir bulan yang menunjukan total penerimaan dan
pengeluaran. Al Khitmah dalam bahasa Arab berarti:
lengkap atau akhir, dan dapat juga disiapkan untuk
akhir tahun. Al Khitmah walaupun biasa digunakan
untuk laporan bulanan pemerintah juga biasa
digunakan oleh para pedagang muslim dengan
tujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan
sebagai dasar perhitungan zakat.
b. Al Khitmah Al Jameeah: merupakan laporan yang
disiapkan oleh Al Khateb tahunan dan diberikan
kepada atasannya (biasa disebut Al Mawafaka-
penerima) berisi: pendapatan, beban dan surplus/

( 47 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

defisit setiap akhir tahun. Al Khitmah Al Jameeah


dalam bahasa Arab berarti laporan akhir yang
lengkap. Bentuk Al Khitmah Al Jameeah (Lasheen,
1973) adalah sebagai berikut:
Al Khitamah Al Jameeah
untuk Penerimaan dan Pengeluaran
selama Periode Muharram s.d. Dzulhijjah Tahun......H
Dibantu Diperik- Disetujui
Disiapkan Oleh
Oleh sa Oleh Oleh
Sumber Dana
Pendapatan pada Periode
berjalan
a. Pajak dari sejak tang-
Xxxx
gal............
b. Pendapatan lain- lain Xxxx
Sub Total Xxxx

Ditambah
a. Sisa dari periode yang
Xxxx
lalu
b. Penjualan Xxxx
c. Rekonsiliasi dan denda Xxxx
d. Pijnaman Xxxx
e. Pemindahan dana Xxxx
f. Tagihan yang tidak dapat
Xxxx
tertagih
Al Fadalakah (Total) Xxxx

( 48 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Penggunaan dana
a. Transfer ke diwan lain Xxxx
b. Pembelian yang dilaku-
Xxxx
kan diwan
c. Beban lain (xxxx)
Al Haseel (Saldo) Xxxx

c. Bentuk perhitungan dan laporan zakat akan


dikelompokkan pada laporan keuangan terbagi
dalam 3 kelompok, yaitu:
1) Ar- Raj Minal Mal (yang dapat tertagih)
2) Ar- Munkasir Minal Mal (Piutang tidak dapat
tertagih) dan
3) Al Muta’adhir Wal Mutahayyer wal Muta’akid
(Piutang yang sulit dan piutang bermasalah
sehingga tidak tertagih).
Penerapan akuntansi pada waktu itu tidak terlepas
dengan sistem perdagangan yang dikenal dengan konsep
mudharabah. Perintah syari’ah yang termaktub dalam (Q.S
2: 282) mewajikan pencatatan dan pemeriksaan (praktik
akuntansi dan audit) dengan baik dan benar, (Q.S 11: 85)
yang mewajibkanmuslim untuk melakukan proses penakaran
atau timbangan dengan benar, yang pada prinsipnya sesuai
dengan prinsip- prinsip akuntansi yaitu reability dan
verifiability serta untuk tujuan perhitungan zakat.
Pada perhitungan zakat, utang diklasifikasikan
menjadi tiga berdasarkan kemampuan bayar, yaitu:

( 49 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

a. Arra’ej Minal Maa (collectible debts).


b. AlMunkase Minal Mal (uncollectible debts).
c. Al Nuta’adher wal Mutahayyer (complicated atau
doubtful debts).
Perkembangan akuntansi tidak berhenti pada zaman
khalifah, tetapi dikembangkan oleh filsuf Islam antara lain:
Imam Syafi’i (768 M- 820 M) dengan menjelaskan fungsi
akuntansi sebagai Review Book atau Auditing. Menurut
Imam Syafi’i, seorang auditor harus memiliki kualifikasi
tertentu yaitu orang yang hapal Qur’an (sebagai value
judgement), intelektual, dapat dipercaya, bijaksana dan
kualitas manusia yang baik lainnya.
Itulah sejarah perkembangan praktik akuntansi
dengan teknik tata buku berpasangan yang sebenarnya, di
mana akuntansi sudah dikenal pada masa kejayaan Islam.
Artinya, peradaban Islam tidak mungkin tidak memiliki
akuntansi. Permasalahannya adalah pemalsuan sejarah yang
dilakukan beberapa oknum di Barat dan ketidakmampuan
umat Islam untuk menggali khazanah kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologinya sendiri. Kesimpulan,
akuntansi sudah ada sebelum Paciolli dan bahkan sebelum
peradaban Islam dan akuntansi sudah ada sejak masa
kejayaan Islam dari 610 M- 1250 M.

C. Hubungan Akuntansi Modern Dan Akuntansi


Syari’ah
Perkembangan ilmu pengetahuan termasuk sistem
pencatatan pada zaman Dinasti Abbasiyah (750- 1258 M) sudah
sedemikian maju, sementara pada kurun waktu yang hampir

( 50 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

bersamaan, Eropa masih berada dalam periode The Dark Ages.


Dari sini, kita dapat melihat hubungan antara Luca Paciolli dan
Akuntansi Islam.
Luca Paciolli sebagaimana telah diterangkan pada bagian
sebelumnya, adalah seorang ilmuwan sekaligus juga seorang
pengajar di beberapa universitas Italia seperti Venice, Milan,
Florence dan Roma. Untuk itu beliau telah banyak membaca
banyak buku termasuk buku yang telah diterjemahkan. Hal ini
dibuktikan bahwa sejak tahu 1202 M, buku- buku para ilmuwan
muslim/ arab telah banyak diterjemahkan ke negara Eropa seperti
yang dilakukan oleh Leonardo Fibonacci of Pisa dengan judul
Liber Abacci, Verba Filiorum dan Epistola de proportitione
et proportionalitate. Pisa banyak belajar mengenai angka dan
bahasa arab. Sehingga di dalam bukunya yang disebutkan bahwa
ia menyarankan dan menerangkan manfaat mengenai angka arab
termasuk dalam pencatatan transaksi.
Pada tahun 1429 M, angka arab dilarang untuk digunakan
oleh pemerintah Italia. Luca Paciolli selalu tertarik untuk
belajar tentang hal tersebut serta belajar dari Alberti seorang
ahli matematika yang belajar dari pemikir arab dan selalu
menjadikan karya Pisa sebagai rujukan. Taun 1484 M, Paciolli
pergi dan bertemu dengan temannya Onofrio Dini Florence
seorang pedagang yang suka bepergian ke Afrika Utara dan
Konstantinopel, sehingga diduga Paciolli mendapat ide tentang
double entry tersebut dari temannya ini. Bahkan, Alferd Lieber
(1968) mendukung pendapat tersebut bahwa memang ada
pengaruh dari pedagang Arab pada Italia, walaupun Arab itu
tidak berarti hanya muslim saja.
Alasan teknis yang mendukung hal tersebut adalah: Luca

( 51 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Pacilolli mengatakan bahwa setiap transaksi harus dicatat dua


kali di sisi sebelah kredit dan di sisi sebelah debit. Dengan kata
lain bahwa pencatatan harus diawali dengan menulis sebelah
redit kemudian di sebelah debit. Hal ini memunculkan dugaan
bahwa Paciolli menerjemahkan hal tersebut dari bahasa arab
yang memang menulis dari sebelah kanan.
Penelitian tentang sejarah dan perkembangan auntansi
memang perlu dikaji lebih dalam lagi mengingat masih
dipertanyakan bukti- bukti otentik/ langsung tentang hal tersebut
sebagaimana diungkapkan oleh Napier (2007). Hal tersebut
tentu harus tetap dilakukan oleh para ilmuwan muslim saat ini,
dan pembuktian tersebut akan menempuh jalan masih panjang
mengingat bukti- bukti otentik dari zaman dinasti Abbasiyah
(dengan pusat pemerintahan di Kufah, Irak) saat ini sudah
banyak yang hilang karena perang.2
Perkembangan akuntansi dengan domain arithmetic
qualitynya sangat ditopang oleh ilmu lain khususnya arithmetic,
algebra, mathematichs, alghoritm pada abad ke 9 M. Ilmu ini
lebih dahulu berkembang sebelum perkembangan bahasa. Ilmu
penting ini ternyata dikembangkan oleh filosof muslim yang
terkenal yaitu Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq Al Kindi yang lahir
tahun 801M. juga Al Karki (1020) dan Al-Khawarizmy yang
merupakan asal kata dari alqhorithm, algebra juga berasal
dari kata Arab yaitu “al jabr”. Demikian juga penemuan Al-
khawarizmy yang disebut angka arab sudah dikenal sejak 830
M yang sudah diakui oleh Hendriksen penulis buku”Accounting
theory” yang mengakui bahwa angka arab merupakan sumbangan
Arab Islam terhadap akuntansi. Kita tidak bisa membayangkan

2 Ibid, hal. 85-96

( 52 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

apabila neraca disajikan dengan angka romawi,misalnya angka


1843 akan ditulis MDCCCXLIII. Bagaimana jika kita menyajikan
neraca IBM yang memerlukan angka triliunan. Tentunya sangat
merepotkan.
Jadi sebenarnya, Al Khawarizmy lah yang memberikan
kontribusi besar bagi perkembangan matematika modern Eropa.
Akuntansi Modern yang dikembangkan dari persamaan aljabar
dengan konsep-konsep dasarnya untuk digunakan memecahkan
persoalan pembagian harta warisan secara adil sesuai dengan
syari’ah yang ada di Al Qur’an,perkara hukum dan praktik bisnis
perdagangan.
Sebenarnya, sudah banyak pula ahli akuntan yang
mengakui keberadaan akuntansi Islam itu, misalnya RE
Gambling,William Roget, Baydoun, Hayashi dari jepang dan
lain lain. Seperti Paciolli dalam memperkenalkan sistem double
entry melalui ilmu matematika. Sistem akuntansi dibangun dari
dasar kesamaan akuntansi Aset=Liabilittas+Ekuitas. Karena
aljabar ditemukan pertama tama oleh ilmuwan muslim di zaman
keemasan Islam, maka sangat logis jika ilmu akuntansi juga
telah berkembang pesat di zaman itu,paling tidak menjadi dasar
perkembangannya.3

3 Sri Nurhayati, Akuntansi Syari’ah di Indonesia, Salemba IV, Jakarta, 2013, hal. 80-81

( 53 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

( 54 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

BAB III
MENGENAL
AKUNTANSI SYARI’AH

S
A. Pengertian Akuntansi
ebelum membahas akuntansi syari’ah lebih
lanjut, pada bagian ini akan diuraikan pengertian
akuntansi syari’ah. Secara sederhana akuntansi
syari’ah dapat dijelaskan melalui akar kata yang dimilikinya,
yaitu akuntansi dan syari’ah. Definisi umum akuntansi adalah
identifikasi transaksi yang kemudian diikuti dengan kegiatan
pencatatan, penggolongan, seerta pengikhtisaran transaksi,
sehingga menghasilkan laporan keuangan yang dapat digunakan
untuk mengambil keputusan. Sedangkan syari’ah adalah aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt untuk dipatuhi oleh manusia
dalam menjalankan segala aktivitas hidupnya di dunia. Jadi
akuntansi syari’ah merupakan proses akuntansi atas transaksi-
transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah
Swt.
Namun terdapat pula beberapa definisi dari beberapa

( 55 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

pakar akuntansi dan lembaga akuntansi, agar memberi bekal


dasar dalam mengekplorasi pada pembahasan berikutnya,
diantaranya.1
1. Dalam buku “A Statement of Basic Accounting Theory”
akuntansi diartikan sebagai proses pengindentifikasikan,
mengukur, dan menyampaikan informasi dalam hal
pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh pakar
pemakaiannya.
2. Komite istilah ”American Institute of Certified Public
Accountant (AICPA)” mengartikan akuntansi sebagai seni
pencatatan, penggolongan dan pengiktisaran dengan cara
tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-
kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk
menafsirkan hasil-hasilnya.
3. Accounting Principle Board (APB) Statement No. 4
mendefinisikan akuntansi sebagai suatu jasa yang fungsinya
memberikan informasi kuatitatif, umumnya dalam ukuran
uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan
untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi,
yang digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif.
4. Dalam teori akuntansinya Sofyan Syafri Harahap mengartikan
akuntansi dengan singkat; A (angka), K (keputusan), U
(uang), N (nilai), T (transaksi/catatan), A (analisa), N (netral),
S (seni), dan I (informasi).
Dari kata-kata yang dirumuskan oleh Harahap, cukup
mewakili definisi akuntansi jika ditinjau dari berbagai sudut.
Bahwa akuntansi memberikan informasi kuantitatif (Angka), ia
memberikan informasi yang berfungsi dalam proses pengambilan

1 Sofyan, Syafri, harahap, Akuntansi Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997 hlm. 27-28

( 56 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

keputusan (Keputusan), ia hanya mencatat yang berdampak


moneter dan dinilai (Nilai) dengan nilai uang (Uang), ia hanya
melakukan mencatatan transaksi (Transaksi) yang terjadi di
perusahaan ataupun di instansi keuangan, akuntansi juga menjadi
bahan untuk menganalisis (Analisa), ia netral (Netral) tidak
memihak, ia seni karena memerlukan berbagai pertimbangan dan
keahlian khusus bersifat subjektif (Seni), dan ia juga merupakan
sistem informasi (Informasi).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulakan
bahwa inti persoalan akuntansi adalah sarana informasi dalam
proses pengambilan keputusan bisnis. Maka kemudian terdapat
beberapa pertimbangan terkait dengan realitas praktik akuntansi
yang menyimpang dari fungsi pokoknya, yaitu sebagai sarana
informasi. Diantara pertimbangan yang harus dicermati adalah:
pertama kompleksitas proses pengambilan keputusan dalam
bisnis saat ini tidak bisa hanya mengandalkan informasi
akuntansi. Kedua, apabila selama ini sumber informasi akuntansi
dinilai dominan maka ternyata situasi ekonomi maupun bisnis
justru masih mengalami berbagai kerugian, korupsi, kecurangan,
kegagalan/bangkrut (crash), depresi, dan akibat negativ lainnya.
Ketiga oleh karena informasi akuntansi diannggap bebas nilai
maka akuntansi dibawa oleh pihak yang berkepentingan untuk
dirinya sendiri, sehingga dapat merugikan masyarakat.
Belajar dari kehidupan yang terjadi, maka Triyuwono dan
Gaffikin (1996) memberikan pengertian terkait dengan konsepsi
akuntansi syari’ah yang merupakan upaya mendekonstruksi
akuntansi modern ke dalam bentuk yang humanis dan sarat
nilai. Dengan tujuan demi terciptanya peradaban bisnis dengan
wawasan humanis, emansipatoris tranendental, dan teleological.

( 57 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

B. Konsep Dasar Akuntansi Syari’ah


Konsep dasar (basic concepts/basic feature) disebut
juga asumsi atau postulat, adalah aksioma atau pernyataan yang
tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya karena secara umum
telah diterima kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan,
dan menggambarkan lingkungan ekonomi, politik, social, dan
hokum dimana akuntansi beroperasi. Ia diturunkan dari tujuan
laporan keuangan, berfungsi sebagai fondasi bagi prinsip-
prinsip akuntansi. Sebagaimana dibahas sebelumnya, tujuan
laporan keuangan akuntansi syari’ah adalah untuk memberikan
pertanggungjawaban dan informasi. Menurut Belkoui, seperti
dikutip oleh Rosjidi, konsep dasar akuntansi adalah entitas
akuntansi, kesinambungan, unit pengukuran, dan periode
akuntansi, yang masing-masing konsep dasar dibahas di bawah
ini:

1. Entitas Bisnis (Business Entity/al Wihdah al-Iqtishadiyah)


Entitas atau kesatuan bisnis adalah perusahaan dianggap
sebagai entitas ekonomi dan hokum terpisah dari pihak-
pihak yang berkepentingan atau para pemiliknya secara
pribadi. Syahatah menyebutnya sebagai kaidah independensi
jaminan keuangan. Oleh karena itu seluruh transaksi
keuangan dan informasi akuntansi hanya berhubung dengan
entitas dimaksud-perusahaan-yang membatasi kepentingan
para pemiliknya.
2. Kesinambungan (going concern)
Berdasarkan konsep ini, suatu entitas dianggap akan
berjalan terus, apabila tidak terdapat bukti sebaliknya.

( 58 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Ini didasarkan pada pengertian bahwa kehidupan ini juga


berkesinambungan. Manusia memang fana, tapi Allah akan
mewariskan semua yang ada di alam ini. Maka, seorang
Muslim yakin bahwa anak-anaknya dan saudara-saudaranya
akan meneruskan aktivitas itu setelah ia meninggal. Mereka
jjuga yakin bahwa harta yang diperoleh dari aktivitas kerjanya
itu adalah milik Allah, seperti firman Allah, “Berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan nafkahkanlah
sebagian harta kamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya…”. Hal ini dapat dikaitkan dengan sabda
Rasulullah Saw. Sebagai berikut, Allah menyayangi orang
yang mencari nafkah yang baik dan menafkahkannya secara
sederhana (tidak berlebih-lebihan) serta menabung sisanya
untuk persiapan pada hari ia membutuhkan dan pada hari
fakirnya. Ali bin Abi Thalib juga pernah berkata, Berusahalah
untiuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-
lamanya dan berusahalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu
akan mati esok hari”. Pengaplikasian kaidah ini adalah untuk
penentuan dan penghitungan laba serta menghitung harga-
harga sisa suplai untuk tujuan penghitungan zakat harta. Dari
sini dapat dipahami bahwa perhitungan zakat itu berdasrkan
kesinambungan (kontinuitas) sebuah perusahaan dan bukan
berdasar penutupan atau likuidasi suatu perusahaan. Tidak
ada perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai
masalah ini.
3. Stabilitas Daya Beli Unit Moneter (The Stability of the
Purchasing Power of the Monetary Unit)
Postulat ini merupakan term yang digunakan oleh

( 59 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Adnan dan Gaffikin2 terhadap suatu term yang biasanya


disebut “unit pengukur (unit of measure) atau “unit moneter
(monetary unit) seperti digunakan oleh beberapa penulis
buku. Postulat ini menunjukan pentingnya menilai aktivitas-
aktivitas ekonomi dan mengesahkannya atau menegaskannya
dalam surat-surat berdasrkan kesatuan moneter, dengan
memposisikannya sebagai nilai terhadap barang-barang,
serta ukuran untuk penentuan harga dan sekaligus sebagai
pusat harga.3 Mempertimbangkan bahwa uang yang biasa
dipahami dalam akuntansi konvensional-uang kertas dan
logam-, rentan terhadap ketidakstabilan, maka satuan
moneter yang memenuhi syarat postulat ini adalah mata
uang emas dan perak. Mata uang emas dan perak tidak
mengenal dikotomi nilai nominal dan nilai instrik, nilai uang
emas dan perak adalah senilai emas dan peraknya. Hal inilah
yang menyebabkan uang emas dan perak resistan terhadap
efek inflasi.4 Pada zaman Rasulullah Saw, satu dirham (uang
perak) senilai seekor ayam, satu dinar adalah nilai tukar
seekor kambing dewasa, harga ini berlaku sampai sekarang.5
Mempertimbangkan kompleksitas lingkungan bisnis masa
sekarang, pengaplikasiannya menjadi satu hal yang tidak
dapat diterapkan sepenuhnya. Dalam suatu negara yang

2 . Mohammad akhyar Adnan dan Michael Grafikin, The Syari’ah., hlm 126
3 . Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, (Ushul FikrinAl-Muhasabi Al-
Islami), alih bahasa khusnul Fatarib. Cet.1 (Jakarta:Akbar Media Eka Sarana,2001),hlm
45-48
4 . Abdur Razzak Lubis, “kemandirian moneter, dalam Muhammad Ismail Yusanto
dkk.(ed).), Dinar Emas, solusi Krisis Moneter, cet.1 (Jakarta:PIRAC, SEM Institute,
Infid,2001), hlm 113
5 . Sigit Purnawan Jati, : “Seputar Dinar dan Dirham, Dalam Muhammad Ismail Yusanto
dkk (ed.), Dinar Emas, solusi Krisis Moneter, cet.1 (Jakarta:PIRAC, SEM Institute,
Infid,2001), hlm 140

( 60 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

tidak menggunakan mata uang emas dan perak, postulat


ini jelas tidak dapat dipenuhi. Beberapa pakar akuntansi
menjadikan ini sebagai rukhsah (keringanan) sebagai suatu
kondisi darurat, untuk dapat menggunakan standar nilai
uang sebagai unit pengukur, selama belum ada solusi yang
mampu mengatasinya.6Namun demikian, penulis berharap
aka nada usaha menuju perbaikan kea rah penerapan standar
emas dan perak ini, secara bertahap.
4. Periode Akuntansi
Dalam Islam, ada hubungan erat antara kewajiban
membayar zakat dengan dasar periode akuntansi (haul).
Hal ini sehubungan dengan sabda Rasulullah Saw, “Tidak
wajib zakat pada suatu harta kecuali telah sampai haulnya.
Berdasarkan hadits ini, setiap Muslim secara otomatis
diperintahkan untuk menghitung kekayaannya setia tahun
untuk menentukan besarnya zakat yang harus ia bayar.7
Mengenai waktu pembayarannya, bila menggunakan
kalender Hijriyah, maka awal tahun penghitungan zakat
adalah bulan Muharram. Adapun bila menggunakan
kalender Masehi, awal tahun adalah bulan Januari.

C. Prinsip Akuntansi Syari’ah


Prinsip Akuntansi Syari’ah adalah aturan keputusan
umum yang diturunkan dari tujuan laporan keuangan dan
konsep akuntansi syari’ah yang mengatur pengembangan teknik
akuntansi syari’ah. Di bawah ini adalah prinsip-prinsip akuntansi
syari’ah, berikut penjelasannya.

6 . Ibid hlm 127-128


7 . Ibid hlm 126

( 61 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

1. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle)


Prinsip ini mengharuskan laporan keuangan akuntansi untuk
mengungkapkan hal-hal yang penting agar laporan tersebut
tidak menyesatkan.8 Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan
pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah, masyarakat, dan
individu yang berkepentingan dengan perusahaan.9 Dengan
demikian, akuntansi syari’ah dilandasi oleh nilai kejujuran
dan kebenaran, sebagaimana telah diperintahkan Allah SWT,
“hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis.10
2. Prinsip Konsistensi (connsistency principle)
Prosedur akuntansi yang digunakan oleh suatu entitas
harus sesuai untuk pengukuran posisi dan kegiatannya dan
harus dianut secara konsistensi dari waktu ke waktu. 11
sesuai prinsip yang dijabarkan oleh syari’ah.12 Penekanan
pada konsistensi terhadap suatu prinsip yang tidak sesuai
syari’ah, sehingga apabila pelaporan menggunakan prinsip
akuntansi yang tidak sesuai syari’ah dan harus dilakukan
penyesuaian atas pengubahan prinsip akuntansi, dan hal ini
harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Prinsip konsistensi
menyebabkan penggunaan prinsip yang sesuai dengan prinspi
syari’ah tersebut harus dilaksanakan secara konsisten dalam

8 . Theodorus M. Tuanakotta,Teori Akuntansi, edisi I (jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia, 1984), Hal 82
9 . Muhammad, pengantar akuntansi syariah (jakarta:salemba Empat, 2002 hal 119
10 .Al-baqarah (2):282
11 . Ibid hal 82
12 . Ibid hal 116

( 62 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

periode-periode selanjutnya.
3. Prinsip dasar akrual (accrual basis principle)
Akrual (accrual) diartikan sebagai proses pengakuan
non-kas dan keadaannya pada saat terjadinya. Akrual
mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan
aset dan beban berarti peningkatan kewajiban sebesar
jumlah tertentu yang diterima atau dibayar biasanya dalam
bemtuk cash di masa depan.13 Penentuan hasil usaha periodik
dan posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh metode
pengakuan dan pengukuran atas sumber-sumber ekonomi dan
kewajiban perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat
transaksi itu terjadi (accrual basis), bukan pada saat realisasi
penerimaan atau pengeluaran uang (cash basis).14dasar akrual
ini berhubunga erat dengan postulat periode akuntansi.
Dengan kata lain, pengaplikasian dasar akrual merupakan
konsekuensi pada postulat periode akuntansi.15
Sejalan dengan tujuan akuntansi syari’ah sebagai
sarana penentuan zakat, Syahatah mengatakan, “adapun
untuk penghitungan zakat mal, tidak perlu untuk menunggu
pencairan (cash) harta itu. Memang, hakikat laba akan lebih
jelas dengan adanya jual beli, tetapi yang menjadipatokan
penghitungan zakat itu ialah pada penentuan nilai atau harga
bukan dengan nyatanya laba dengan jual beli.16 Namun prinsip
13 Zaidah Kusumawati, menghitung laba perusahaan aplikasi akuntansi syari’ah, magistra
insania press yogyakarta, hal 22
14 . Rosjidi, teori akuntansi:tinjauan, konsep, dan struktur, Ed. 1, (Jakarta:Lembaga
Penerbitan FE-UI, 1999) hal 124
15 . Mohamad Akhyar Adnan dan Michael Gaffikin, the syari’ah, islamic banks ang
accounting Concepts and practices dalam proceedings of International Conference
I: accounting, Commerce, and Finance: the islamic Persfektive, (sydney:Faculity of
Business and Technologi University of Western Sydney Macarthur,1997)hal 132
16 . Husein Syahatan, pokok-pokok pikiran akuntansi islam, (Ushul al-fikri Al-Muhasabi

( 63 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

ini menemukan pengecualian dalam syirkah mudharabah yang


bersifat sementara, yaitu pendapatan diakui dengan dasar kas
(cash basis).17 Hal ini disebabkan syirkah mudharabah yang
sifatnya sementara, kelangsungan usahanya sebatas kontrak
yang disetujui, biasanya pendek.
4. Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value
general level price)
Penilaian dan pengukuran harta, utang, modal, laba,
serta elemen-elemen lain laporan keuangan akuntansi
syari’ah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku.
Imam malik, mengrnai hal ini, berpendapat bahwa dalam
syirkah mudharabah, jika pemilik harta ingin melakukan
penghitungan harta sebelum semua barang terjual, yang
dinilai adalah barang-barang yang masih tersisa berdasarkan
harga jual waktu itu dan penghitungan dilakukan dengan
cara seperti ini. Namun pada barang yang masih mempunyai
pasar, barang-barang ini dinilai berdasarkan nilai jual yang
mungkin.18
5. Prinsip Penandingan (matching)
Prinsip penandingan menyatakan bahwa beban
(exspense) harus diakui pada periode yang sama dengan
pendapatan(revenue). Hubungan terbaik dapat dicapai ketika
hubungan tersebut menggambarkan hubungan sebab-akibat
antara biaay dan pendapatan. Jika laba dilaporkan secara
bertahap sepanjang keseluruhan proses operasi perusahaan,
pengukuran aktiva bersih perusahaan akan meningkat

al-islami), alih bahasa khusnul Fatarinb. Cet.1 (jakarta:Akbar Media Eka Sarana, 2001),
hal 83
17 . Ibid hal 132
18 . Ibid hal 84

( 64 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

manakala nilai ditambahkan oleh perusahaan. Dalam kasus


ini, tidak ada keperluan untuk konsep penandingan. Akan
tetapi, karena transaksi pendapatan dan beban dilaporkan
secara terpisah, karena perolehan dan pembayaran barang
dan jasa biasanya tidak bersamaan dengan proses penjualan
dan penagihan berkaitan dengan produk yang sama dari
perusahaan, penandingan harus dianggap diperlukan, atau
setidaknya suatu ketentuan yang diinginkan. Tenggang
dan kesenjangan dalam perolehan dan penggunaan, dan
pembayaran barang dan jasa diasumsikan menjadi alasan
untuk akrual dan diasumsikan menjadi alasan untuk akrual dan
penangguhan untuk menandingkan beban dengan pendapatan
yang berhubunga.19 Bagaimanapun, prinsip penandingan
mampu menunjukkan konsep dasar akrual daripada konsep
kas.20

Beberapa prinsip akuntansi konvensional tidak sesuai dengan


akuntansi syari’ah, diantaranya: prinsip konservatisme, prinsip biaya
historis, prinsip objektivitas dan prinsip materialitas. Berikut ini
penjelasan penolakan syari’ah terhadap masing-masing prinsip:
1. Prinsip konservatisme (concerpatism principle). Prinsip
konservatisme merupakan prinsip pengecualian atau
modifikasi, artinya bahwa prinsippengecualian atau
modifikasi, artinya bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai
batasan untuk penyajian data akuntansi yang relevan dan
dapat dipercaya. Prinsip ini menyatakan bahwa ketika
19 . Syauqi Ismail Syahatah, “Al-mabadi’ Al-Islamiyah fi Nazariyat At-Taqwim fi Al-
Muhasabah, “Disertasi Doktor, Kairo :Fakultas Perdagangan Universitas Al-Azhar,
1959, hal 61
20 . S. Hendriksen dan Michael F. Van Breda, teori Akunting,(Accounting Theory buku I
edisi kelima alih bahasa Herman Wibowo. Batam:Interalsara, hal 397-398

( 65 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang


dapat diterima, maka preferensinya adalah memilih yang
paling kecil dampaknya terhadap ekuitas pemegang saham.
Prinsip ini, dalam akuntansi konvensional berkaitan dengan
ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan
bahwa akuntan harus melaporkan yang terendah dari beberapa
nilai yang munglkin untuk aktiva dan pendapatan;dan yang
tertinggi dari beberapa nilai yang mungkin untuk kewajiban
dan beban. Ini berarti bahwa beban harus diakui segera dan
pendapatan harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena
itu, aktiva bersih lebih cenderung diakui dibawah nilai harga
pertukaran kini dari pada diatasnya; dan perhitungan laba
mungkin menghasilkan yang terendah dari beberapa jumlah
alternatif. Jadi, pesimisme diasumsikan lebih baik daripada
optimisme dalam pelaporan keuangan.21 Hendriksen dan Breda
menilai prinsip konservatisme ini sebagai metode yang sangat
buruk untuk memperhitungkan adanya ketidakpastian dalam
penilaian dan laba. Konservatisme mempunyai pengaruh yang
berubah-ubah, oleh karena itu data yang dikumpulkan secara
konservatif tidak dapat diinterpretasikan dengan tepat bahkan
oleh pembaca yang sangat terinformasi. Konservatisme juga
bertentangan dengan tujuan mengungkapkan semua informasi
yang relevan.22 Verdasarkan sifat-sifatnya tersebut secara jelas
dan mudah dipahami bahwa prinsip ini tidak sejalan dengan
al-Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian, bagi akuntansi
Syari’ah, bahkan secara logism prinsip konservatisme tidak

21. Ahmed R. Belkaoui, teori akuntansi, terjemahan oleh dukat dkk. Dari accounting theory
jakarta, Erlangga hal 182.
22. Ibid hal 158

( 66 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dapat diterima.23
2. Prinsip biaya historis (historical cost principle)
Menyatakan bahwa aset, kewajiban, beban, keuntungan,
kerugian, dinilai sebesar perolehan. Metode pengukuran
beban dan kerugian konvensional adalah dalam pengertian
biaya historis bagi perusahaan.24 Prinsip ini tidak mungkin
dipakai untuk menentukan besarnya zakat karena penentuan
zakat menggunakan nilai sekarang, sebagaimana firman
Allah:
Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-
tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima
yang serupa (bentuk dan warnanya), dan yang tidak sama
(rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam
itu) bila ia berubah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilny(dengan keluarkan zakatnya); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan.25
Perintah mengeluarkan zakat dengan ungkapan “...dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. Menegaskan
bahwa zakat berdasarkan harta yang dihitung dengan nilai
sekarang. Prinsip biaya historis juga tidak sejalan dengan
konsep dasar stabilitas daya beli unit moneter.
3. Prinsip obyektivitas (objectivity principle). Kegunaan
informasi keuangan tergantung pada tingkat reliabilitas
prosedur pengukuran yang digunakan. Karena menjamin
reliabilitas maksimum sangat sulit, akuntansi konvensional
23. Ibid 130
24. Ibid hal 394
25. Ibid hal 184

( 67 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

telah menggunakan prinsip obyektivitas untuk menjustifikasi


pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan. Prinsip
obyektivitas, bagaimanapun, telah menjadi obyek interpretasi
yang berbeda:26
a. Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran yang
“tidak bersifat personal dalam pengertian bebas dari bias
personal pengukurannya. Dengan kata lain, obyektivitas
merujuk pada realitas eksternal yang independen dari
orang yang menerimanya.
b. Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran variabel
dalam pengertian bahwa pengukuran didasarkan pada
bukti
c. Pengukuran obyektivitas merupakan hasil “konsensus
diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu.
Pandangan ini juga memandang bahwa obyektivitas
tergantung pada kelompok tertentu.
Dalam akuntansi konvensional, prinsip obyektivitas
dilaksanakan untuk memenuhi karakteristik reliabel dan
netralitas, di mana karakteristik ini diadakan untuk tujuan
sekunder (current objektive) informasi akuntansi, yakini
membantu dan pembuatan keputusan ekonomi namun
demikian, prinsip obyektivitas yang mempunyai interpretasi-
interpretasi di atas, tidak sejalan dengan tujuan utama (the
primeobjective) laporan keuangan akuntansi syari’ah yaitu
zakat.27 Zakat merupakan aturan yang pasti ketentuannya,
besarnya yang ditetapkan dalam syari’ah.
4. Prinsip materialitas (materiality principle). Seperti halnya

26. Ibid muhammad 132


27. Ibid hal 188

( 68 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

prinsip konservatisme, materialitas


merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi.
Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan peristiwa yang
tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan dapat
diatasi dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi
dan peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip yang diterima
umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan. Materialitas
berlaku sebagai petunjuk implisit bagi akuntan, dalam arti
apa yang seharusnya diungkapkan dalam laporan keuangan,
memungkinkan akuntan untuk memutuskan apa yang
tidak penting atau apa yang tidak, menjadi masalah dalam
pencatatan kos (biaya), keakuratan laporan keuangan,
dan relevansinya bagi pengguna.28 Karena mengabaikan
sekumlah nilai baik kecil maupun besar yang di anggap
tidak material, prinsip ini bertentangan dengan tujuan utama
laporan keuangan akuntansi syari’ah, yakni bahwa zakat
harus dihitung berdasarkan nilai yang sesungguhnya.

D. Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syari’ah


Tujuan akuntansi syari’ah dibedakan dengan tujuan
laporan keuangan akuntansi syari’ah. Tujuan akuntansi
syari’ah berdasarkan pada tujuan ekonomi Islam, yaitu
pemerataan kesejahteraan bagi seluruh umat. Kesejahteraan
seharusnya didistribusikan kepada seluruh masyarakat dan
tidak hanyadiperuntukkan pada seseorang atau segolongan
orang saja. Oleh sebab itu, Islam menyediakan sarana untuk
pemerataan kesejahteraan dengan system zakat, infak,
sedekah, dan system tanpa bunga. Pelaporan keuangan dan
28 . A. Hasan dkk, Soal-jawab tentang berbagai masalah agama, jilid 3 cet XI, (Bandung:
CV Diponegoro, 19920 hal 1025

( 69 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

system akuntansi dalam Islam didesain sesuai dengan system


ekonomi dan bisnis Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan
Sunnah (Hadis). Allah berfirman dalam al-Qur’an, “Dan Aku
tidak menciptakan Jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku; “Padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian
itulah agama yang lurus; “Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagimu; Kepunyaan Allah lah
segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan
jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau
kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu….; “Dan
Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang
lain beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu….” Ayat-ayat tersebut menunjukan
bahwa tujuan hidup manusia-dalam seluruh aktivitasnya-
adalah beribadah kepada Allah. Hal ini mencakup aktivitas
ekonomi dan di dalamnya adalah akuntansi.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, maka tujuan akuntansi
syari’ah adalah pertanggungjawaban (accountability), baik
pertanggungjawaban terhadap Allah, pihak-pihak yang berhak
atas perusahan, maupun alam. Akuntabilitas bukan hanya
suatu kewajiban untuk melaporkan pelaksanaan aktivitas dan
transaksi ekonomi, namun kewajiban untuk melaksanakan

( 70 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

atau untuk tidak melaksanakan aktivitas dan transaksi yang


tidak sesuai syari’ah. Akuntabilitas merupakan representasi
dari unsur spirit-ruh, jiwa-atau etika, atau unsur ukhrawi, atau
unsur feminim, sedangkan informasi merupakan representasi
unsur materi, atau unsur ekonomi, atau unsur duniawi, atau
unsur maskulin.
Tujuan informasi (laporan keuangan) akuntansi
syari’ah, dengan demikian, harus memenuhi kewajiban
pertanggungjawaban (accountability) dan informasi. Tujuan
ini harus diwujudkan dalam bentuk bagaimana seseorang
dapat menghitung kewajiban zakatnya secara benar. Oleh
karena itu, maka tujuan utama (main objective) laporan
keuangan adalah untuk penentuan zakat. Tujuan utama
laporan keuangan akuntansi syari’ah, yaitu zakat, dapat
didampingi oleh tujuan-tujuan praktis (current objectives
of accounting information) sejauh tujuan-tujuan tersebut
tidak bertentangan dengan syari’ah. Tujuan-tujuan tembahan
tersebut diantaranya; memelihara harta; membantu dalam
mengambil keputusan; menentukan dan menghitung hak-hak
mitra berserikat; menentukan imbalan, balasan, atau sanksi.

( 71 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

( 72 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

BAB IV
PRODUK-PRODUK
SYARI’AH

S
A. Simpanan/Tabungan Syari’ah
eperti Lembaga Keuangan konvensional, Lembaga
Keuangan syari’ah memiliki produk tabungan,
giro, dan deposito berjangka. Perbedaannya,
produk-produk itu didistribusikan untuk mematuhi prinsip-
prinsip syari’ah. Simpanan konvensional diharamkan oleh
syari’ah karena termasuk dalam kategori riba. Misalnya,
saat satu Lembaga Keuangan konvensional menghimpun
dana lewat simpanan, nasabah kerap berhak atas imbal hasil
berdasarkan tingkat suku bunga tetap yang ditentukan Lembaga
Keuangan. Dengan tingkat suku bunga yang dikaitkan dengan
satu pembanding atau patokan (bench-mark), seperti Singapore
Inter Lembaga Keuangan Offered Rate (SIBOR). Manapun
situasinya, tingkat imbal hasil tidak pernah negatif dan jumlah
awal simpanan dijamin akan dikembalikan plus bunga.
Simpanan semacam itu, yang membayar dan menjamin bunga,

( 73 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

jelas melibatkan Riba.


Tidak semua produk konvensional terpajang dengan riba
dan karenanya, banyak produk semacam itu yang ditawarkan
Lembaga Keuangan syari’ah tanpa perlu modifikasi apa pun.
Contoh-contoh dari produk semacam itu adalah produk yang
mengenakan biaya, seperti penyimpanan sekuritas, safe deposit
box, transfer uang dan transaksi impor-ekspor.
Rekening simpanan yang sesuai syari’ah didasarkan
pada tiga struktur utama: wadiah, mudharabah, dan qard hasan.1
1. Simpanan Wadiah
Dalam simpanan wadiah, Lembaga Keuangan menjaga
uang anda dan membayarkannya kembali kepada anda sesuai
permintaan. Tidak seperti simpanan konvensional, rekening
wadiah tidak menjanjikan imbal hasil tetap, meskipun
Lembaga Keuangan memiliki wewenang atau diskresi untuk
memberi anda hibah (hadiah). Karena Lembaga Keuangan
memiliki wewenang, anda secara teori mungkin tidak
mendapatkan imbalan hasil sama sekali.
Dalam praktik, Lembaga Keuangan secara umum
memang menawarkan hibah dalam bentuk tertentu. Jika
Lembaga Keuangan syari’ah tidak melakukan hal demikian,
akan sulit bagi mereka menarik dana dari nasabah. Akan
tetapi, pada saat yang sama, Lembaga Keuangan-Lembaga
Keuangan syari’ah tidak bisa berjanji bahwa mereka pasti
akan memberikan hibah kepada nasabah. Ada dua jenis
rekening wadiah:
Wadiah yad amanah, dan
Wadiah yad dhamanah
1 . Daud Vicary dan Keon Chee, 2012, Buku Pintar Keuangan Syari’ah, Zaman. Jakarta
hlm 159-167

( 74 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Wadiah Yad Amanah (WYA)


Dengan rekening ini, Lembaga Keuangan murni
melakukan fungsi menjaga simpanan. Misalnya, jika anda
menyimpan $10.000 dalam bentuk uang tunai, Lembaga
Keuangan harus menyimpan uang dibrankas penyimpanan.
Sebagai penyimpanan uang, Lembaga Keuangan: Tidak
diizinkan untuk menggunakan dana demi pembiakan laba
atau tujuan lain, dan Tidak membebankan biaya apapun untuk
penyimpanan.
Alhasil, tidak ada imbal hasil dalam bentuk apapun bisa
diharapkan. Anda sebagai deposan juga menghadapi resiko
bahwa Lembaga Keuangan tidak menjamin pengembalian
uang anda apabila terjadi kehilangan karena pencurian,
kebakaran atau bencana tak terduga lainnya. Jadi, jika
sekelompok perampok mencuri uang dari brankas, termasuk
simpanan anda, Lembaga Keuangan tidak berkewajiban
untuk mengganti kerugian anda kecuali jika perampokan itu
terjadi karena kelalaian atau kesalahan Lembaga Keuangan.

2. Simpanan Mudharabah
Pengaturan umum mudharabah terdiri dari investor
(atau rabb al-mal) yang memasok modal, dan seorang
wirausahawan (atau mudharabin) yang memberikan keahlian
berinvestasi.
Dalam deposito mudharabah, anda sebagai nasabah
yang menyimpan uang adalah investor, sementara Lembaga
Keuangan adalah wirausahawannya. Dengan uang simpanan
anda, anda menjadi penyedia modal bagi Lembaga Keuangan,
yang kemudian mengambil peranan pengelola dana. Lembaga

( 75 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Keuangan memiliki kebebasan dalam mengelola uang anda


untuk meraih laba.
Bagaimana laba akan dibagi terkait dengan investasi
anda? Pada awal simpanan mudharabah anda, anda dan
Lembaga Keuangan akan menyepakati satu rasio bagi hasil
(nisbah). Jika rasio itu, katakanlah, disepakati pada 60-40,
segala laba yang dihasilkan Lembaga Keuangan kemudian
akan dibagi dengan anda berdasarkan rasio tersebut.
Akan tetapi, jika terjadi kehilangan, anda sebagai
penyedia modal harus menanggung semua kerugian. Lembaga
Keuangan sebagai manager dana, tidak akan menanggung
kerugian selain waktu dan usaha. Namun, seturut hal ini,
Lembaga Keuangan juga tidak dibolehkan mengambil
segala bentuk remunerasi apapun kecuali jika proyek itu
menguntungkan.
Peran penyedia dana dan manager juga bisa dibalik
sebagaimana kita akan lihat dalam pembahasan selanjutnya
tentang pembiayaan berdasarkan mudharabah. Disana, kita
akan melihat Lembaga Keuangan dalam peran penyedian
modal atau investor dan nasabah sebagai manager dana atau
wirausahawan.
Andaikan anda menyimpan Rp 10.000 ke sebuah
Lembaga Keuangan dan rasio bagi hasilnya adalah 30-
70 (30% untuk anda dan 70% untuk Lembaga Keuangan).
Lembaga Keuangan mengambil uang itu untuk berinvestasi
dalam satu proyek. Lembaga Keuangan tidak menjamin
bahwa investasi itu akan menguntungkan.
Sekarang, andaikan ada laba bersih Rp 1.000. laba itu
dibagi sebagai berikut:

( 76 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Buat anda = 30% x Rp 1.000


= Rp 300

Buat Lembaga Keuangan = 70% x Rp 1.000


= Rp 700
Rekening anda kemudian akan menunjukan saldo
Rp 10.300 (Rp 10.000 + 300).
Apabila terjadi kerugian sebesar, katakanlah, Rp 500,
anda sebagai deposan akan menjadi satu-satunya pihak yang
menanggung kerugian:
Buat anda = 100 % x – Rp 500
= -Rp 500
Buat Lembaga Keuangan = $0 (tidak ada kerugian)
Rekening anda kemudian akan menunjukan saldo Rp
9.500 (Rp 10.000-500).
Imbal hasil aktual bagi simpanan hanya terjadi pada saat
jatuh tempo atau saat pembayaran laba secara berkala. Imbal
hasil bisa negatif, sebagaimana terlihat dalam contoh di atas,
meskipun Lembaga Keuangan-Lembaga Keuangan syari’ah
berusaha cermat dalam mengalokasikan investasi pada
peluang-peluang dengan hasil yang relatif bisa diramalkan,
seperti hipotik dan kredit usaha.
Ada dua jenis mudharabah, tergantung pada
apakah Lembaga Keuangan memiliki keterbatasan dalam
menginvestasikan simpanan yang dititipkan padanya.
Mudharabah muqayyadah. Lembaga Keuangan
memiliki keterbatasan dalam menggunakan dana.
Keterbatasan-keterbatasan semacam itu bisa dalam hal jangka

( 77 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

waktu, jenis usaha, lokasi bisnis, atau jenis layanan.


Mudharabah muthalaqah. Lembaga Keuangan memiliki
kebebasan menggunakan dana tanpa pembatasan (tanpa
pembatasan berarti pembatasan mudharabah muqayyad tidak
berlaku. Jadi, bukan berarti bahwa Lembaga Keuangan bisa
berinvestasi pada apapun yang ia suka).
3. Simpanan Qard Hasan
Ada satu jenis rekening simpanan lain-berdasarkan
pada qard hasan-yang sama sekali tidak memberikan imbal
hasil dan dimana Lembaga Keuangan boleh menggunakan itu
sesuka hati. Jika anda pernah meminjamkan uang $100 kepada
seorang teman atau kerabat dan dia membat dan dia membat
dan dia membayar anda kembali $100 setahun kemudian,
itu berartian, itu berarti anda sudah memberikan pinjaman
qard hasan bebas bunga. Sebagaimana bisa diduga,simpanan
semacam itu tidaklah populer dan jarang tersedia karena
deposan tidak mendapatkan imbal hasil.

B. Tabungan Syari’ah
1. Tabungan Berdasrkan WYD
Bentuk paling umum dari rekening tabungan syari’ah
didasarkan pada wadiah yad dhamanah (WYD), dimana
Lembaga Keuangan menjamin imbal hasil uang yang
disimpan berdasarkan permintaan. Sejumlah nasabah
menyukai rekening-rekening semacam itu karena menawarkan
penyimpanan uang mereka secara aman dan kemungkinan
laba dalam bentuk hibah. Karena nasabah tdak ambil bagian
dalam segala jenis resiko bisnis apapun (Lembaga Keuangan
menyerap semua kerugian), mereka jadinya berhak hanya

( 78 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

atas hibah yang tdaj tetap.


2. Rekening Tabungan berdasarkan WYA
Rekening wadiah yad amanah (WYA) tidaklah lazim. Karena
Lembaga Keuangan tidak dibolehkan menggunakan dana, dan
deposan tidak mendapatkan jaminan uang kembali apabila
terjadi kehilangan fisik yang dibenarkan (seperti pencurian),
mudah untuk memahami bahwa rekening-rekening semacam
itu tidak akan begitu tersedia secara komersial dibandingkan
rekening WYD.

C. Giro Syari’ah
Rekening koran berdasarkan pada tiga metode syari’ah yang
sudah kita bahas di atas:
1. Rekening koran wadiah menjamin pengembalian penuh
uang, tapi tidak ada imbal hasil.
2. Rekening koran mudharabah kurang populer dibandingkan
rekening koran wadiah, terutama karena nasabah
bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi dan
nasabah mungkin mendapatkan kurang dari yang ia setorkan.
3. Rekening koran qard hasan memungkinkan Lembaga
Keuangan menggunakan dana tanpa perlu memberikan
imbal hasil apapun.
Inilah secara garis besar bagaimana skema dari penghimpunan
dana persfektif syari’ah dan diaplikasikan dalam dunia
keuangan syari’ah

D. Rekening Investasi Umum Syari’ah


Lembaga Keuangan-Lembaga Keuangan syari’ah
memiliki rekening investasi umum yang berfungsi seperti

( 79 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

deposito berjangka konvesional. Rekening-rekening ini biasanya


didasarkan pada mudharabah muthalaqah, yang berarti bahwa
Lembaga Keuangan memiliki kebebasan untuk menggunakan
dana dengan sedikit pembatasan. Imbal hasil bagi deposan
didasarkan pada rasio bagi hasil yang sudah disepakati sebelunya
dan imbal hasil sesungguhnya tiak diketahui pasti di muka.
Deposito berjangka memiliki rasio bagi hasil lebih tinggi
bagi deposan ketimbang rekening tabungan. Ini beralasan karena
deposito tidak bisa ditarik selama kurun waktu tertentu. Secara
umum, semakin lama jangka waktu jatuh temponya, semakin
baik imbal hasil yang bisa anda harapkan untuk uang anda.
E. Skema Produk Operasional Bank Syari’ah di Indonesia.
Pada sistem operasi Lembaga Keuangan syari’ah, pemilik
dana menanamkan uangnya di Lembaga Keuangan tidak dengan
motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan
keuntungan bagi hasih. Dana nasabah tersebut kemudian
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya
modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai
kesepakatan.
Secara garis besar, pengembangan produk Lembaga
Keuangan syari’ah dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu:2
1. Produk Penghimpunan Dana
2. Produk Penyaluran Dana
3. Produk jasa

1. Produk Penghimpunan Dana


a. Prinsip Wadi’ah
2 . Heri Sudarsono, 2012 Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta Ekonosia.
Hlm 65

( 80 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Prinsip wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan


qardh, di mana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan
uang dan Lembaga Keuangan bertindak sebagai peminjam.
Prinsip ini dikembangkan berdasarkan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
• Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana
menjadi hak milik atau ditanggung Lembaga Keuangan,
sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan
tidak menanggung kerugian. Lembaga Keuangan
dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana
sebagai suatu insentif.
• Lembaga Keuangan harus membuat akad pembukaan
rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana
yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati
selama tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah.
• Terhadap pembukaan rekening ini Lembaga Keuangan
dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk
sekadar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
• Ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro
dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan
dengan prinsip syari’ah.

Prinsip wadi’ah dalam produk Lembaga Keuangan


syari’ah dapat dikembangkan menjadi dua jenis, yaitu:
(1) wadi’ah yad amanah dan (2) wadi’ah yad dhomanah.
Gambaran singkat mekanisme produk Lembaga Keuangan
syari’ah dengan prinsip wadi’ah untuk produk giro
digambarkan dalam Gambar 5.1 berikut:3
3 .Muhammad, Akuntansi Syari’ah Teori & Praktek untuk Perbankan Syari’ah;
2013YKPN;Yogyakarta, hlm 182-194

( 81 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

b. Prinsip Mudharabah
Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau
penyimpan bertindak sebagai shahibul ma1 dan Lembaga
Keuangan sebagai mudharib. Dana ini digunakan Lembaga
Keuangan untuk melakukan pembiayaan akad jual beli
maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka Lembaga
Keuangan bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi.
Rukun Mudharobah:
• Ada pemilik dana
• Ada usaha yang akan dibagihasilkan
• Ada nisbah
• Ada ijab kabul
Aplikasi prinsip mudhoraboh:

( 82 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

• Tabungan berjangka
• Deposito berjangka

Berdasarkan kewenangan, prinsip mudharabah


1. Mudharabah mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa
tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis
penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah
dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini
tidak ada pembatasan bagi Lembaga Keuangan dalam
menggunakan dana yang dihimpun.
Ketentuan Umum:
a. Lembaga Keuangan wajib memberitahukan
kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian
keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan
dari penyimpanan dana, yang dicantumkan dalam
aqad.
b. Untuk tabungan mudharabah, Lembaga Keuangan
dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti
penyimpanan. Untuk deposito mudharabah,
Lembaga Keuangan wajib memberikan sertifikat
atau tanda penyimpanan deposito kepada deposan.
c. Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat
oleh penabung dengan perjanjian yang disepakati,
namun tidak diperkenankan mengalami saldo
negatif.
d. Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan
sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati.

( 83 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo


akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi
bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan
otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.

Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan


dengan deposito atau tabungan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan syari’ah.

2. Mudharabah Muqayadah on Balance Sheet


Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus
(restricted investment) dimana pemilik dana dapat
menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh
Lembaga Keuangan.
Karakteristik jenis simpanan ini:
a. Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu

( 84 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

yang harus diikuti oleh Lembaga Keuangan.


b. Lembaga Keuangan wajib memberitahukan
kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan.
c. Sebagai tanda bukti simpanan, Lembaga Keuangan
menerbitkan bukti simpanan khusus. Lembaga
Keuangan wajib memisahkan dana dari rekening
lain.
d. Untuk deposito mudharabah, Lembaga
Keuangan wajib memberikan sertifikat atau tanda
penyimpanan deposito kepada deposan.
3. Mudharabah Muqoyadah off Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana
mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya,
dimana Lembaga Keuangan bertindak sebagai perantara
yang mempertemukan antara pemilik dana dengan
pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan
syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh Lembaga
Keuangan dalam mencari kegiatan usaha yang akan
dibiayai dan pelaksana usahanya.
Karakteristiknya:
a. Sebagai tanda bukti simpanan, Lembaga Keuangan
menerbitkan bukti simpanan khusus.
b. Lembaga Keuangan wajib memisahkan dana dari
rekening 1ainnya.
c. Rekening khusus dicatat pada pos tersendiri dalam
rekening administratif.
d. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara
langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh

( 85 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

pemilik dana.
e. Lembaga Keuangan menerima komisi atas jasa
mempertemokan kedua pihak.
f. Antara pemilik dana clan pelaksana usaha berlaku
nisbah bagi hasil.
Prinsip mudharabah dalam produk Lembaga Keuangan
syari’ah dapat dikembangkan untuk jenis produk
giro, tabungan maupun deposito. Gambaran singkat
mekanisme produk Lembaga Keuangan syari’ah dengan
prinsip mudharabah digambarkan dalam Gambar 5.3
berikut:
Skema Kerja Giro dengan Prinsip al-Mudharabah

2. Produk Penyaluran Dana


Produk penyaluran dana di Lembaga Keuangan syari’ah
dapat dikembangan dengan tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki
barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan
jasa dilakukan dengan prinsip sewa.

( 86 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha


kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus
barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Produk Penyaluran dana ini dapat dilakukan dengan salah
satu transaksi yang memiliki prinsip:
a. Prinsip Jual Beli
Mekanisme jual beli adalah upaya yang dilakukan dengan
pola:
• Dilakukan untuk transfer of property
• Tingkat keuntungan Lembaga Keuangan ditentukan di
depan dan menjadi harga jual barang
Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk-bentuk
pembiayaan sebagai berikut:
1. Pembiayaan Murabahah (dari kata ribhu = keuntungan);
Lembaga Keuangan sebagai penjual dan nasabah
sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan
pembayaran dilakukan secara tangguh. Skema untuk
pembiayaan murabahah digambarkan pada Gambar
9.4. sebagai berikut:
Gambar 5.4
Skema Kerja Prinsip al-Murabahah

( 87 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

2. Salam (jual beli barang belum ada). Pembayaran


tunai, barang diserahkan tangguh. Lembaga Keuangan
sebagai pembeli, dan nasabah sebagai penjual. Dalam
transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas, kualitas,
harga, dan waktu penyerahan.
Ketentuan Umum dalam Bai Salam:
• Pembelian hasil produksi harus diketahui
spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam,
ukuran, mutu, dan jumlahnya.
• Apabila hasil produksi yang diterima cacat
atau tidak sesuai dengan akad, nasabah harus
bertanggungjawab.
• Mengingat Lembaga Keuangan tidak
menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya
sebagai persediaan, maka Lembaga Keuangan
dimungkinkan melakukan akad salam pada pihak
ketiga (pembeli kedua).
Mekanisme operasional bai as-salam dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 5.5
Skema Kerja Prinsip al-Murabahah

( 88 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

3. Istishna, jual beli seperti akad salam namun


pembayarannya dilakukan oleh Lembaga Keuangan
dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan
pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Ketentuan Umum:
• Spesifikasi barang pesanan haruus jelas seperti
jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya.
• Harga jual yang telah disepakati dicantumkan
dalam akad dan tidak boleh berubah selama
berlakunya akad.
• Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi
perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka
seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
Mekanisme operasional bai al-istishna’ dapat
digambarkan pada Gambar 9.6 berikut:

( 89 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

( 90 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Gambar 5.8
Skema Kerja Prinsip ijiarah Muntahia Bithamlik

b. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di Lembaga
Keuangan syari’ah dioperasionalkan dengan pola-pola
sebagai berikut:
1. Musyarakah, adalah kerjasama dalam suatu usaha oleh
dua pihak.
Ketentuan umum dalam akad musyarakah adalah
sebagai berikut:
• Semua modal disatukan untuk dijadikan modal
proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama.
• Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh
pelaksana proyek.

( 91 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

• Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan


proyek musyarakah tidak boleh melakukan
tindakan, seperti:
a. Menggabungkan dana proyek dengan harta
pribadi.
b. Menjalankan proyek musyarakah dengan
pihak lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
c. Memberi pinjaman kepada pihak lain.
d. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan
penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
e. Setia pemilik modal dianggap mengakhiri
kerjasama apabila:
1. Menarik diri dari perserikatan
2. Meninggal dunia
3. Menjadi tidak cakap hukum
f. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek
dan jangka waktu proyek harus diketahui
bersama
g. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan
dalam akad.

( 92 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Gambar 5.9
Skema Kerja Prinsip al-Musyarakah

2. Mudharabah, kerjasama dengan mana shahibul ma1


memberikan dana 100% kepada mudharib yang
memiliki keahlian.
Ketentuan umum yang berlaku dalam akad mudhoraboh
adalah:
• Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah
selaku pengelola modal; harus diserahkan tunai,
dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan
nilainya dalam satuan uang. Apabila modal
diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya
dan disepakati bersama.
• Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan
mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:

( 93 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

1. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan


dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang
disepakati. Lembaga Keuangan selaku pemilik
modal menanggung seluruh kerugian kecuali
akibat kelalaian dan penyimpangan pihak
nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan
clan penyalahgunaan dana.
2. Lembaga Keuangan berhak melakukan
pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak
berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha
nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja
misalnya tidak mau membayar kewajiban
atau menunda pembayaran kewajiban, dapat
dikenakan sanksi administrasi.
Mekanisme operasional mudharoboh dapat digambarkan
pada Gambar 5.10
Gambar 5.10
Skema Kerja Prinsip al-Mudharabah

( 94 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

3. Mudharabah Muqayadah, pada dasarnya sama dengan


persyaratan di atas. Perbedaannya adalah terletak pada
adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan
permintaan pemilik modal.
c. Akad Pelengkap
Akad pelengkap dikembangkan sebagai akad pelayanan
jasa. Akad ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut:
1. Al-Hiwalah (Alih Utang-Piutang), transaksi pengalihan
utang piutang. Dalam praktik perLembaga Keuanganan
fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk
membantu supplier mendapatkan modal tunai agar
dapat melanjutkan produksinya. Lembaga Keuangan
mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
Mekanisme operasional al-Hiwolah dapat digambarkan
pada Gambar 5.11.
Skema Kerja Prinsip al-Hiwalah

( 95 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

2. Rahn (Gadai), untuk memberikan jaminan pembayaran


kembali kepada Lembaga Keuangan dalam memberikan
pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi
kriteria: (a) Milik nasabah sendiri; (b) Jelas ukuran, sifat
dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai nil pasar; (c)
Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh
Lembaga Keuangan.
Mekanisme operasional or-Rohn dapat digambarkan
pada Gambar 5.12
Skema Kerja Prinsip ar-Rahn

3. Al-Qordh, pinjaman kebaikan. Al-Qardh digunakan


untuk membantu keuangan nasabah secara cepat
clan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk
membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini
diperoleh dari dana zakat, infaq, dan shadaqah.
Mekanisme operasional al-Qordh dapat digambarkan
pada Gambar 5.13.

( 96 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Skema Kerja Prinsip al-Qardh

4. Wakalah. Nasabah memberi kuasa kepada Lembaga


Keuangan untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan
jasa tertentu, seperti: transfer, dan sebagainya.
Mekanisme operasional al-Wakolah dapat digambarkan
pada Gambar 5.14
Skema Kerja Prinsip al-Wakalah

( 97 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

5. Kafalah, Lembaga Keuangan garansi digunakan untuk


menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
Lembaga Keuangan dapat mempersyaratkan nasabah
untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini
sebagai rahn. Lembaga Keuangan dapat pula menerima
dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Lembaga
Keuangan dapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.
Mekanisme operasional al-Kafaloh dapat digambarkan
pada Gambar 9.15.
Gambar 5.15
Skema Kerja Prinsip al-Kafalah

3. Jasa Perbankan
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries
(penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana (deficit
unit) dengan pihak yang kelebihan dana (surplus unit),
Bank syariah dapat,pula melakukan berbagai pelayanan
jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan
berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut

( 98 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

antara lain berupa:4


a. Sharf (Jual Bell Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan
dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak
sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu
yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari
jual beli valuta asing ini. Lihat kembali pembahasan
kita mengenai teori pertukaran di Bab 4 yang lalu.
b. Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan
kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana
adrninistrasi dokumen (custodian). Bank mendapat
imbalan sewa dari jasa tersebut.

4 . Adi Warman Karim, 2004 BankIslam Analisi Fiqih dan Keuangan, Jakarta PT. Raja
Grafindo Persada,hlm 102

( 99 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

( 100 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

BAB V
AKUNTANSI PRODUK-
PRODUK PERBANKAN
SYARI’AH

A. Akuntansi Produk-Produk Perbankan Syari’ah


1. Produk penghimpun dana
a) Produk mudharabah
Transaksi Penambahan Saldo Rekening Tabungan
Mudharabah
2 juni 2018 Bank murni syariah (BMS) cabang Pontianak me-
nerima setoran tunai pembukuan tabungan mud-
harabah atas nama Wahidah sebesar Rp 5.500.000
8 juni 2018 Wahidah menerima transfer dari nasabah BMS
cabang yogyakarta sebesar Rp 700.000
17 juni Wahidah menerima kiriman dari nasabah Bank
2018 peduli syariah (BPS) sebesar Rp 2.500.000

( 101 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

31 Wahidah menerima bagian hasil tabungan


juni mudharabah dari BMS sebesar Rp 30.000
2018
Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut

tanggal Rekening Debet (Rp) Kredit (Rp)


2/6/18 kas Tab. Mudharabah 5.500.000 5.500.000
Wahidah
8/6/18 RAK cabang Yogyakarta 700.000 700.000
Tab. Mudharabah Wahi-
dah
17/6/18 Giro pada Bank Indo- 2.500.000 2.500.000
nesia Tab. Mudhara-
bah-Wahidah
31/6/18 Hak pihak ketiga atas 30.000 30.000
bagi hasil Tab. Mudhara-
bah-Wahidah
Transaksi PenguranganTabungan Mudharabah

7 Juni 2018 Wahidah, nasabah Bank Murni Syariah (BMS)


cabang Pontianak menarik tunai tabungan mud-
harabah sebesar Rp 1.000.000
11 Juni 2018 Wahidah mentransfer sebesar Rp 300.000 dari
rekeningnya kerekening tabungan nasabah BMS
cabang yogyakarta.
14 Juni 2018 Wahidah mentransfer sebesar Rp 350.000 dari re-
keningnya kerekening giro nasabah Bank Syariah
Muhammadiyah (BSM).

( 102 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

31 Dipotong tabungan mudharabah Wahidah


Juni untuk administrasi tabungan sebesar
2018 Rp3.000 dan pajak sebesar Rp 6.000
(20% dari bagi hasil yang diterima
sebesar Rp 30.000).
Jurnal untuk transaksi di atas adalah sebagai berikut

Kredit
tanggal Keterangan Debet (Rp)
(Rp)
7/6/18 Tab. Mudharabah- 1.000.000
Wahidah kas 1.000.000
11/6/18 Tab mudharabah-Wahidah
300.000
RAK cabang Yogyakarta 300.000
Tab mudharabah-Wahidah
14/6/18
Giro pada Bank 350.000
350.000
Indonesia
Tab. Mudharabah –
Wahidah Pendapatan
administrasi tab 3.000
31/6/18 mudharabah 3.000
Tab mudharabah – 6.000
Wahidah 6.000
Titipan kas negara – pajak
tabungan
b) Akuntansi wadi’ah
Pada tanggal 5 maret 2018, Habibah nasabah wadiah Bank
peduli syariah (BPS) menerima bonus wadiah sebesar Rp 30.000.
maka jurnalnya adalah sebagaiberikut:

( 103 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

tanggal rekening Debit (Rp) Kredit


(Rp)
5/3/18 Beban bonus tabungan 30.000
wadiah 30.000
Tabungan wadiah -
habibah
transaksi penambahan rekening giro wadiah

1 Mar Bank Murni Syariah (BMS) cabang Pontianak mener-


2018 ima setoran tunai pembukuan giro wadiah atas nama
Yusuf sebesar Rp 45.000.000,-

5 Mar Yusuf menerima transfer dari BMS cabang yogyakarta


2018 sebesar Rp 6.000.000
10 Mar Yusuf menerima bilyet giro dari nasabah Bank peduli
2018 syariah (BPS) yang pernah membeli sesuatu dari Yu-
suf seharga Rp 10.000.000. bilyet giro tersebut dicair-
kan oleh Yusuf ke BPS untuk dimasukkan kerekening
giro wadiah Yusuf di BMS.
31 Mar Yusuf menerima bonus giro wadiah dari BMS sebesar
2018 Rp 70.000,-

Jurnal untuk transaksi diatas adalah sebagai berikut


tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
1/3/XA Kas 45.000.000
Giro wadiah – Yusuf 45.000.000

( 104 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

RAK cabang
5/3/XA yogyakarta 6.000.000
Giro wadiah – 6.000.000
Yusuf
Giro pada Bank
10/3/XA Indonesia 10.000.000

Giro wadiah – 10.000.000


Yusuf
Beban bonus giro
31/3/XA wadiah
70.000
giro wadiah - 70.000
Yusuf

Transaksi pengurangan giro wadiah


Contoh transaksi pengurangan saldo rekening giro wadiah
3 Mar 2018 Yusuf menggunakan cek untuk mencairkan dana
direkening giro wadiahnya di bank murni syariah
(BMS) secara tunai sebesar Rp 13.000.000

7 Mar 2018 Yusuf menggunakan bilyet giro untuk mentransfer


sejumlah dana ke nasabah giro wadiah BMS
cabang jakarta sebesar RP 4.000.000
Yusuf menggunakan bilyet giro untuk pembayaran
12 Mar
pembelian sebuah mesin kepada nasabah giro bank
2018
lain sebesar Rp 11.000.000

( 105 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Dipotong giro wadiah Yusuf untuk administrasi


tabungan sebesar Rp 15.000 dan untuk pajak
31 Mar
sebesar Rp 10.000 (20% dari bonus giro wadiah
2018
yang diterima sebesar Rp 70.000 seperti yang
sudah dicatat).
Jurnal untuk transaksi diatas adalah sebagai berikut

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Kr)


3/4/18 Giro wadiah – Yusuf 13.000.000
Kas 13.000.000
Giro wadiah –Yusuf
7/4/18 4.000.000
RAK cabang
4.000.000
Jakarta
Giro wadiah -Yusuf
12/4/18 11.000.000
Giro pada Bank
10.000.000
Indonesia
Giro wadiah – Yusuf
Pendapatan
administrasi giro
15.000
31/3/18 wadiah 15.000
Giro wadiah – Yusuf
14.000
Titipan kas negara – 14.000
pajak giro

Pada tanggal 5 maret 2018 Habibah, nasabah giro mudharabah bank


pebuli syariah (BPS) menerima imbalan bagi hasil atas rekening
gironya sebesar Rp 45.000, maka jurnal adalah sebagai berikut:

( 106 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


5/3/18 Hak pihak ketiga 45.000
atas bagi hasil 45.000
Giro mud-
harabah - Habi-
bah
Transaksi terikat deposito mudharabah

1 sept 2018 Bank murni syariah (BMS) menerima setoran


atas nama Bunda Dolly RP 5.000.000 sebagai in-
vestasi deposito mudharabah untuk jangka waktu
satu bulan dengan nisbah 60% untuk nasabah
dan 40% untuk BMS.
30 Sept 2018 Berdasarkan perhitungan distribusi pendapatan,
bagi hasil yang akan dibayar untuk kelompok de-
posito mudharabah adalah sebesar Rp 15.000.000
4 Okt 2018 Dibayarkan bagi hasil deposito mudharabah ke-
pada Bunda Dolly sebesar Rp 40.000 dan atas
pembayaran tersebut dipotong pajak sebesar
20%. Pembayaran bagi hasil dilakukan ke rek-
ening tabungan mudharabah atas nama pemilik
yang sama.
5 Okt 2018 Bunda Dolly mencairkan deposito mudharabah,
pencairan dilakukan secara tunai.
Jurnal untuk transaksi kasus diatas adalah sebagai berikut
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit
(Rp)

( 107 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

1/9/18 Kas
Deposito mudharabah – 5.000.000 5.000.000
Bunda Dolly
30/9/18 Hak pihak ke-3 atas bagi
hasil – deposito mudharabah 15.000.000
Bagi hasil belum dibagikan – 15.000.000
deposito
4/9/18 Bagi hasil belum dibagikan –
deposito 40.000 32.000
Tabungan mudharabah – 8.000
Bunda Dolly
Titipan kas negara – pajak
deposito
5/9/18 Deposito mudharabah – 5.000.000
Bunda Dolly 5.000.000
Kas
2. AKUNTANSI TRANSAKSI INVESTASI
a) MUDHARABAH
Tanggal 1 Agustus 2018 Bank Murni Syari’ah (BMS)
menyetujui pemberian fasilitas mudharabah Mutlaqah PT. NU Persis
Muhammadiyah (NPM) yang bergerak di bidang SPBU dengan
kesepakatan sebagai berikut:
Plafond : Rp 1,2 Milyar
Obyek bagi hasil : Pendapatan (Gross profit sharing)
Nisbah : 40% PT NPM dan 60% BMS
Jangka Waktu : 10 bulan (jatuh tempo tanggal 10 Juni 2019)
Biaya Administrasi : 12 juta
Pelunasan : pengembalian pokok di akhir periode
Keterangan : tahap I disepakati untuk pembelian dan

( 108 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

pemasangan 2 mesin pompa Rp 750.000.000


pada 25 Agustus dengan nilai perolehan Rp
725.000.000, dan tahap II diberikan secara
tunai sebesar Rp 450.000.000 pada tanggal
5 Oktober.
Penjurnalan Transaksi Mudharabah
a. Saat penandatanganan akad mudharabah
Jurnal pada tanggal 1 Agustus atau saat akad mudharabah
ditandatangani terdiri atas jurnal pembukaan rekening
komitmen pembiayaan PT NPM dan jurnal pembebanan
biaya administrasi
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
Pos lawan komitmen
1/8/2018 750.000.000
pembiayaan
Kewajiban komitmen
pembiayaan (ijin tarik
750.000.000
tanggal 10 Agustus sebe-
sar 750 juta)
Rekening Nasabah PT
12.000.000
NPM
Pendapatan administrasi 12.000.000.

b. Pembelian aset mudharabah dan penyerahan investasi


mudharabah
Misalkan pada tanggal 25 Agustus 2018, dilakukan penarikan
pertama oleh bank untuk pembelian dan pemasangan 2
unit mesin pompa pada suplier sebesar Rp. 725.000.000,
dan selanjutnya menyerahkan kepada PT NPM sebagai
pembiayaan berwujud non kas dan dihargai dengan nilai Rp

( 109 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

750.000.000.
Jurnal yang dibuat tanggal 25 Agustus 2018 adalah (1)
pembelian aset mudharabah (2) pengakuan pembiayaan
Mudaharabah (3) penutupan rekening komitmen mudahrabah.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


25/8/2018 Aset Mudharabah 725.000.000
Rekening tabun- 725.000.000
gan supplier
Pembiayaan mud- 750.000.000.
harabah
Pendapatan 25.000.000.
penyerahan asset
Aset mudharabah 725.000.000.
Kewajiban komit- 750.000.000
men pembiayaan
Pos lawan komit- 750.000.000.
men pembiayaan
Misal pada tanggal 5 September 2018, dibuka rekening
mudahrabah sebesar Rp. 450.000.000 untuk ditarik pada
tanggal 5 oktober 2018
Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)
5/9/2018 Pos lawan komitmen 450.000.000.
Pembiayaan
kewajiban komitmen 450.000.000.
pembiayan
Misal tanggal 5 0ktober 2018, BMS menstranfer dana sebesar
Rp 450.000.000 untuk pembiayaan mudharabah tahap 2.

( 110 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


5/10/2018 Pembiayaan 450.000.000
Mudharabah
Rekening Mudharib 450.000.000
Kewajiban komitmen 450.000.000
pembiayaan
Pos lawan Komitmen 450.000.000
Pembiayaan
Misalkan pada tanggal 10 Oktober 2018 perusahaan
melaporkan total laba brutonya sebesar Rp 100 jt, sesuai
kesepakatan, bagian bank 60% akan dibayarkan 1 bulan
setelah laporan tanggal (tanggal 10 November 2018). Jurnal
tanggal 10 Oktober 2018 adalah:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)


10/10/2018 Tagihan pendapatan 60.000.000.
bagi hasil
mudharabah
Pendapatan bagi hasil 60.000.000.
mudharabah

b) MUSYARAKAH
Akuntansi mitra aktif
1. Pada saat mitra aktif menerima uang tunai kepada
musyarakah
(Db) Kas xx
(Kr) Investasi musyarakah xx
2. Pada saat mitra aktif menerima aktiva non-kas kepada

( 111 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

musyarakah
a.Jika nilai wajar aktiva yang diterima lebih rendah
atas nilai buku:
(Db) Aktiva non-kas (sebasar nilai buku) xx
(Kr) Kerugian penerimaan aktiva xx
(Kr) Investasi musyarakah (sebesar nilai buku)
xx
3. Jika nilai wajar aktiva yang diterima lebih tinggi atas
nilai buku:
(Db) Aktiva non kas (sebesar nilai buku) xx
(Db) Keuntungan penerimaan aktiva xx
(Kr) Investasi musyarakah (sebesar nilai buku) xx
4. Pengakuan biaya akad musyarakah
a) Pada saat biaya di keluarkan
(Db) Beban akad musyarakah xx
(Kr) Kas xx
b) Jika biaya akad diakui sebagai beban
Tidak ada jurnal
5. Jika berdasarkan kesepakatan dapat di akui sebagai
bagian dari investasi musyarakah
(Db) Beban akad musyarakah xx
(Kr) Investasi musyarakah xx
6. Pembayaran keuntungan musyarakah
(Db) Keuntungan bagi hasil musyarakah xx
(Kr) Kas xx
7. Pengakuan kerugian musyarakah tanpa ada kelalaian
(Db) Investasi musyarakah xx
(Kr) Kerugian bagi hasil musyarakah xx
8. Pengakuan kerugian yang disebabkan oleh kelalaian

( 112 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

manajemen
(Db) Investasi musyarakah xx
(Kr) Hutang kepada mitra pasif xx
9. Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan
mengalihkan kepada mitra musyarakah lainya
(Db) Investasi musyarakah xx
(Kr) Kas xx
10. Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai
wajar lebih rendah dari nilai historis
(Db) Investasi musyarakah xx
(Kr) Kerugian penyelesaian pembiayaan xx
(Db) musyarakah (sebesar nilai buku) xx
(Kr) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar) xx
11. Pengembalian modal musyarakah nonkas dengan nilai
wajar lebih tinggi dari nilai historis
(Db) Investasi musyarakah xx
(Db)Keuntungan penyelesaian pembiayaan
Musyarakah (sebesar nilai buku) xx
(Kr) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar) xx
12. Pada saat akad musyarakah diakhiri sebelum jatuh tempo
atau pada saat jatuh tempo dan investasi musyarakah
sebelum dibayarkan kepada mitra pasif
(Db) Investasi musyarakah xx
(Kr) Hutang kepada mitra pasif xx
Akuntansi Mitra Pasif
1. Pada saat mitra pasif membayarkan uang tunai kepada
musyarakah
(Db) Pembiayaan musyarakah xx
(Kr) Kas xx

( 113 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

2. Pada saat mitra pasif menyerahkan aktiva non kas kepada


musyarakah
a) Jika nilai wajar aktiva diserahkan lebih rendah atas
nilai buku:
(Db) Pembiayaan musyarakah (sebesar nilai wajar) xx
(Db) Kerugian penyerahan aktiva xx
(Kr) Aktiva non kas (sebesar nilai buku xx
b) Jika nilai wajar aktiva yang di serahkan lebih tinggi
atas nilai buku:
(Db) Pembiayaan musyarakah (sebesar nilai wajar) xx
(Kr) Aktiva non kas (sebesar nilai buku) xx
(Kr) Keuntungan penyerahan aktiva xx
3. Pengakuan biaya akad musyarakah
a) Pada saat biaya di keluarkan
(Db) Beban akad musyarakah xx
(Kr) Kas xx
b) Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai
pembiayaan
(Db) Pembiayaan musyarakah xx
(Kr) Beban akad musyarakah xx
4. Penerimaan keuntungan musyarakah
(Db) Kas xx
(Kr) Keuntungan bagi hasil musyarakah xx
5. Pengakuan musyarakah tanpa kelalaian mitra
(Db) Kerugian bagi hasil musyarakah xx
(Kr) Pembiayaan musyarakah xx
6. Pengakuan kerugian yang di sebabkan oleh kelalaian mitra
musyarakah
(Db) Piutang mitra xx

( 114 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Kr) Pembiayaan musyarakah xx


7. Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan
mengalihkan kepada mitra musyarakah lainya
(Db) Kas xx
(Kr) Pembiayaan musyarakah xx
8. Pengembalian musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih
rendah dari nilai historis
(Db) Aktiva non kas (sebesar nilai wajar) xx
(Db) Kerugian penyelesaian Pembiayaan musyarakah
(sebesar nilai buku) xx
(Kr) Pembiayaan musyarakah xx
9. Pengembalian modal musyarakah non kas dengan nilai
wajar lebih tinggi dari nilai historis
(Db) Aktiva non kas (sebesar niali wajar) xx
(Kr) Keuntungan penyelesaian Pembiayaan
musyarakah (sebesar nilai buku) xx
(Kr) Pembiayaan musyarakah xx
10. Pada saat akad musyarakah diakhiri sebelum jatuh tempo
atau pada saat jatuh tempo dan pembiayaan musyarakah
belum dibayar oleh mitra
(Db) Piutang kepada mitra xx
(Kr) Pembiayaan musyarakah xx

Aplikasi Akuntansi Transaksi Musyarakah


AKUNTANSI MITRA PASIF (LKS)
Ilustrasi 1, Pemberian Modal dari Mitra Pasif (LKS) kepada Mitra
Aktif (Nasabah) Berupa Modal Kas/Tunai
Bank Syariah IQTISADUNA menerima permohonan pengajuan
pembiayaan musyarakah dari sebuah perusahaan teknologi informasi

( 115 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PT. Jogja Information Tecnology (JIT) yang mempunyai fokus


pada pengembangan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) perusahaan.
Dalam rangka pengembangan usahanya, PT.JITmengajukan
pembiayaan musyarakah kepada Bank Syariah IQTISADUNA untuk
menjalankan divisi usaha penjualan komputer dan pheriperal SIA
untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dalam menjalankan
bisnisnya, PT.JIT sebenarnya hanya menawarkan sofware SIA saja.
Namun, klien biasanya meminta PT.JITuntuk mencarikan komputer
dan pheriperal yang mendukung sofware SIA tersebut. Oleh karena itu.
Proposal yang diajukan PT.JIT sangat relevan dengan pengembangan
bisnis PT.JIT.
Berdasarkan kesepakatan antara Bank Syariah IQTISADUNA
dan PT. JIT, maka mereka sepakat untuk memberikan kontribusi
masing-masing PT. JIT sebagai Mitra Aktif memberikan kontribusi
modal sebesar Rp 500.000.000,- dan Bank Syariah IQTISADUNA
sebagai mitra pasif memberikan kontribusi modal sebesar Rp
1.000.000.000,-. Sedangkan nisbah yang disepakati antara kedua
belah pihak adalah sebesar 40 untuk mitra pasif dan 60 untuk mitra
aktif dengan Prinsip Profit/lLoss Sharing dalam pembagian hasil
usahanya. Jangka waktu perjanjian selama 2 tahun terhitung sejak
ditandatanganinya perjanjian yaitu pada tanggal 1 Januari 2018
sampai dengan 31 Desember 2019. Pada tanggal 5 Januari 2018,
Bank Syariah IQTISADUNA mencairkan pembiayaan untuk tahap
pertama sebesar Rp. 600.000.000,- dan pada tanggal 15 Januari 2018
dilakukan pencairan modal tahap kedua sebesar Rp 400.000.000,-.
Jurnal-jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah IQTISADUNA sebagai
mitra pasif untuk transaksi tersebut antara lain:
1. Pada saat pembiayaan musyarakah disetujui (tanggal 1
Januari 2018), dicatat jurnal sebagai komitmen Bank Syariah

( 116 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

IQTISADUNA sebesar pembiayaan yang disetujui.


(Db) Kontra Komitmen Pembiayaan Musyarakah
`Rp 1.000.000.000,-
(Kr) Kewajiban Komitmen Pembiayaan Musyarakah
Rp 1.000.000.000,-
2. Pada tanggal 5 Januari 2018 dicatat jurnal pembayaran
pembiayaan musyarakah tahap pertama sebesar Rp 600.000.000,-
adalah:
(Db) Pembiayaan Musyarakah Rp 600.000.000,-
(Kr) Rekening Mitra Aktif (PT.JIT) Rp 600.000.000,-
(Db) Kewajiban Komitmen Pembiayaan Musyarakah
Rp 600.000.000,-
(Kr) Kotra Komitmen Pembiayaan Musyarakah
Rp 600.000.000,-
3. Pada tanggal 15 Januari 2018 dicatat jurnal pembayaran
pembiayaan musyarakah tahap dua sebesar Rp 400.000.000,-
adalah:
(Db) Pembiayaan Musyarakah Rp 400.000.000,-
(Kr) Rekening Mitra Aktif (PT. JIT) Rp 400.000.000,-
(Db) Kewajiban Komitmen Pembiayaan Musyarakah
Rp 400.000.000,-
(Kr) Kontra Komitmen Pembiayaan Musyarakah
Rp 400.000.000,-
Ilustrasi 2. Pemberian Modal dan Mitra Pasif (LKS) kepada Mitra
Aktif (Nasabah) Berupa (Modal Kas dan Non Kas)
Dalam kasus yang sama seperti ilustrasi 1, namun Bank Syariah
IQTISADUNA menyetujui kerja sama pembiayaan musyarakah
kepada PT.JIT dengan realisasi modal dalam bentuk kas dan non kas.
Modal kas tunai yang diberikan adalah sebesar Rp 500.000.000,-

( 117 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

sedangkan modal non kas yang diberikan adalah 100 unit komputer
server dan 100 unit paket perangkat pheriperal untuk mendukung
sistem informasi akuntansi yang akan diimplementasikan. Adapun
sppesifikasi harga perolehan dan harga pasar untuk masing-masing
unit yang diberikan kepada PT.JIT sebagai modal non kas adalah
sebagai berikut:
Keuntungan
Nama
Harga Perolehan Harga Pasar Penyerahan Ak-
Barang
tiva
100 unit
Rp Rp
komputer Rp 50.000.000,-
200.000.000,- 250.000.000,-
server
100 paket
Rp Rp
pheriper- Rp 75.000.000,-
150.000.000,- 225.000.000,-
al SIA
Rp Rp Rp
TOTAL
350.000.000.- 475.000.000,- 125.000.000,-

Modal yang dikontribusikan oleh PT.JIT sebagai mitra aktif


adalah sebesar Rp 500.000.000,-. Pada tanggal 2 Januari 2018 Bank
Syariah IQTISADUNA melakukan kesepakatan dengan PT.JIT untuk
melaksanakan kerja sama pembiayaan musyarakah untuk jangka
waktu 2 tahun terhitung sejak tanggal kesepakatan dan menyepakati
nisbah sebesar 40 untuk mitra pasif dan 60 untuk mitra aktif. Adapun
penyerahan modal kas dan non kas diatur dalam akad sebagai berikut:
1. Tanggal 5 Januari 2018 akan diserahkan modal kas sejumlah Rp
500.000.000,- kepada PT.JIT.
2. Tanggal 15 Januari 2018 akan diserahkan modal non-kas berupa
100 unit komputer server kepada PT.JIT.

( 118 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

3. Tanggal 25 Januari 2018 akan diserahkan modal non kas berupa


100 uit paket pheriperal komputer kepada PT. JIT.
4. Tanggal 26 Januari 2018 dibayar beban pra akad seperti
pembuatan studi kelayakan proyek, penelitian kelayakan proyek
sebesar 10.000.000,-
Jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah IQTUSADUNA sebagai mitra
Pasif untuk Transaksi tersebut antara lain :
1. Pada tanggal 2 Januari 2018 akad musyawarah ditandatangani
(Db) Kontra komitmrn pembiayaan musyarakah
500.000.000 (Kr) Kewajiban komitmen pembiyaan Musyarakah
500.000.000
2. Pada tanggaal 3 Januari 2018 Bank Syariah IQTISADUNA
melakukan pembelian komputer server dan pheriperalnya
melalui toko komputer Syirka Computindo
(Db) Persediaan 350.000.000
(Kr) kas 350.000.000
3. Pada tanggal 5 Januari 2018 diserahkan modal kas sejumlah
500.000.000 kepada PT. JIT
(Db) pembiayaan Musyarakah 500.000.000
(Kr) rekening Mitra aktif 500.000.000
(Db) kewajiban komitmen pembiayaan musyarakah 500.000.000
(Kr) kontra komitmen pembiyaan musyarakah 500.000.000
4. Tanggal 15 Januari 2018 akan diserahkan modal non kas berupa
100 unit komputer server kepada PT. JIT
(Db) pembiyaan musyarokah 250.000.000
(Kr) Keuntungan penyerahan Aktiva 50.000.000
(Kr) Persediaan aktiva 200.000.000
5. Tanggal 25 Januari 2018 akan diserahkan modal non kas berupa
100 unit paket pheriperal komputer kepada PT. JIT

( 119 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Db) pembiyaan musyarakah 225.000.000


(Kr) keuntungan penyerahan Aktiva 75.000.000
(Kr) Persediaan aktiva 150.000.000
6. Jika modal kas berupa komputer server harga pasarnya turun
menjadi 150.000.000
(Db) Pembiyaan Musyarakah 150.000.000
(Db) Kerugian penyerahan aktiva 50.000.000
(Kr) persediaan Aktiva 200.000.000
7. Jika pada tanggal 26 Januari 2018 dikelurakan biaya pra akad
untuk merencanakan kerja sama musyarakah
(Db) uang muka dalam rangka akad musyarakah 10.000.000
(Kr) kas 10.000.000
8. Pengakuan biaya akad musyarakah yang dibayarkan pada tanggal
26 Januari 2018
1. Jika diakui sebagai beban
(Db) biaya akad 10.000.000
(Kr) uang muka dalam rangka akad musyarakah 10.000.000
2. Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan
sesuai kesepakatan kedua belah pihak
(Db) Pembiayaan musyarakah 10.000.000
(Kr) uang muka dalam rangka akad musyarakah 10.000.000
9. Jika Bank Syariah IQTISADUNA mengenakan biaya adminstrasi
untuk pengurusan akad, termasuk biaya jasa notaris sebesar Rp.
5.000.000
(Db) kas/rekening mitra aktif (PT. JIT) Rp. 5.000.000
(Kr) pendapatan non operasional (Notaris) 5.000.000
10. Bank Syariah IQTISADUNA membayar biaya jasa notaris
kepada notaris HenDbie Anto, SH,M.Not sebesar Rp. 5.000.000
(Db) Biaya administrasi akad 5.000.000

( 120 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Kr) Kas 5.000.000


AKUNTANSI MITRA AKTIF (LKS)
Ilustrasi 1. penerimaan modal dari mitra aktif (nasabah) berupa modal
kas/tunai
Bank Syariah IQTISADUNA bermaksud memperkuat
divisi Sistem Informmasi Akuntansi (SIA) untuk memperluas
jaringan bisnis penerapan sistem informasi bagi perusahaan
Syariah di Indonesia. Mula-mula perluasan penjualan sistem
informasi dimulai dari jaringan Bank Syariah IQTISADUNA
dan kemudian di rencanakan melebar ke perbankan Syariah
lainnya. PT. Jogja Information Technology (JIT) menyambut
baik rencana tersebut dan menyatakan berminat untuk
berinvestasi dalam bisnis tersebut. Keduanya sepakat untuk
mengadakan kerja sama dengan sistem musyarakah. Berdasarkan
kesepakatan antara Bank Syariah IQTISADUNA dan PT. JIT,
maka mereka sepakat untuk memberikan kontribusi masing-
masing : Bank Syariah IQTISADUNA sebagai mitra aktif
memberikan kontribusi modal sebesar Rp. 500.000.000 dan
PT. JIT sebagai mitra pasif memberikan kkontribusi modal
sebesar Rp. 1.000.000.000. sedangkan nisbah yang disepakati
antara kedua belah pihak adalah sebesar 40 untuk mitra pasif
dan 60 untuk mitra aktif dengan prinsip profit/loss sharing
dalam pembagian hasil usahanya. Jangka waktu perjanjian
selama 2 tahun terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian
yaitu pada tanggal 1 januari 2018 sampai dengan 31 desember
2019. pada tanggal 5 januari 2018, PT. JIT menyeerahkan
dana kepada Bank Syariah IQTISADUNA untuk tahap
pertama sebesar Rp. 600.000.000 dan pada tanggal 15 januari
2018 dilakukan pencairan modal tahap kedua sebesar Rp.

( 121 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

400.000.000. jurnal-jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah


IQTISADUNA sebagai mitra aktif untuk transaksi tersebut
antara lain :
a. Pada saat menerima investasi musyarakahh disetujui (tanggal 01
januari 2018), dicatat jurnal sebagai komitmen PT.JIT sebesar
pembiayaan yang disetujui.
(Db) hak komitmen pembiayaan musyarakah 1.000.000.000,-
(Kr) kontra komitmen pembiayaan musyarakah 1.000.000.000,-
b. Pada tanggal 5 januari 2018 dicatat jurnal pembayaran pembiayaan
musyarakah tahap pertama sebesar Rp. 600.000.000 adalah
(Db) rekening mitra pasif (PT. JIT) 600.000.000,-
(Kr) investasi musyarakah 600.000.000,-
Catatan: investasi musyarakah dikategorikan sebagai Dana Syirkah
Temporer
(Db) kontra komitmen pembiayaan musyarakah 600.000.000,
(Kr) hak komitmen pembiayaan musyarakah 600.000.000,-
c. Pada tanggal 15 januari 2018 dicatat jurnal pembayaran
pembiayaan musyarakah tahap kedua sebesar Rp. 400.000.000,-1
(Db) Rekening mitra pasif 400.000.000
(Kr) investasi musyarakah 400.000.000
3. JUAL BELI
a) murabahah
1. Cara Penentuan Angsuran dalam Bai’ Al-Murabahah
Dalam bai’ al-murabahah, syariah memperbolehkan
bank untuk mengambil keuntungan/laba atas transaksi
tersebut. Dalam menentukan keuntungan ada beberapa cara,
yakni sebagai berikut.

1 Muhammad, Rifqy. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. P3EI Press:


Yogyakarta.

( 122 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

a) Bank menentukan keuntungan dari jumlah dana yang


dipinjam oleh nasabah untuk membeli barang ke bank
tersebut sebesar yang disepakati ke dua belah pihak,
misalnya 20% dari pokok pinjaman. Apabila yang
ditambahkan adalah 2 x keuntungan per tahun (20%)
maka hasilnya sama dengan 40%. Cara seperti ini
mempunyai kelemahan, kalau dibayar lebih dari satu
tahun dikalikan dengan jumlah tahun, hal ini seolah-olah
sebagai “tambahan karena meminjami” yang ditentukan
di muka, sehin gga mengarah kepada riba. Seandainya
hal ini dengan alasan untuk menstabilkan “daya beli”
uang yang dipinjamkan bank mestinya presentase yang
ditambahkan adalah sebesar estimasi “inflasi” yang akan
datang atau dikurangi sebesar estimasi deflasi seandainya
terjadi.
Rumus harga jual (cara pertama) :

Harga Jual = harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiayaan


+ (markup/laba x n tahun)

b) Atas dasar dana yang dipinjam oleh nasabah, bank


syariah menerapkan keuntungan transaksi misal 20%,
kemudian kalau dibayar satu atau dua tahun maka untuk
menstabilkan daya beli uang tersebut bank syariah dapat
menambahkan sejumlah 2x inflasi dua tahun maka faktor
stbilizer daya beli untuk dua tahun = 2 x 5% = 10%. Jadi,
selama 2 tahun nasabah mengangsur pokok pinjaman
ditambah keuntungan dan inflasi, yaitu 10% + 20% =
30%.
Rumus harga jual (cara kedua) :

( 123 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Harga jual = harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiayaan


+ (inflasi x n tahun) + markup/laba sekali

c) Dalam penentuan harga jual bank, bank dapat menetapkan


metode penetepan harga jual berdasarkan cost plus
markup. Dengan metode cost plus, harga jual dapat
dihitung dengan rumus, adalah sebagi berikut.
Rumus harga jual (cara ketiga) :
Harga jual = harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiyaan
+ cost recovery + markup/laba sekali
Cost recovery iadalah bagian dari estimasi biaya
opoperasi bank syariah yang dibebankan kepada harga
pokok aktiva murabahah/pembiayaan.
Rumus perhitungan cost recovery:
Cost recovery = (harga pokok aktiva murabahah atau pembiayaan/estimasi
total pembiayaan) x estimasi biaya operasi 1 tahun
Markup/laba ditentukan sekian persen dari harga pokok
aktiva murabahah/pembiayaan 10%. Untuk menghitung
margin murabahah maka kita dapat menghitung dengan
rumus :
Margin Murabahah = cost recovery + markup)/
harga pokok aktiva murabahah (pembiayaan)
1. Contoh transaksi Murabahah
Tuan Ali berniat untuk memilki sebuah mobil
untuk kepentingan usaha antar jemput anak sekolah.
Mobil tersebut mempunyai harga perolehan (harga
beli + biaya balik nama dan biaya lain-lain) sebesar
Rp150.000.000,00. Pada saat ini Tuan Ali hanya memiliki

( 124 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dana Rp50.000.000,00 untuk mengatasi kekurangan dana


tersebut Tuan Ali menghubungi bvank sayariah untuk
mendapatkan pemecahan masalah akibat kekurangan
dana tersebut, bank syariah menawarkan solusi dengan
akad ibai al-muarabahah, yakni :
1) Cara pertama, bank syariah menetapkan dengan
tingkat laba atas penjualan yang disepakati sebesar
10%, apabila dibayar dalam jangka waktu maka bank
syariah akan menambahkan keuntungan lagi sebesar
10%, sehingga margin selama dua tahun = 20%
2) Cara kedua, bank syariah menetapkan keuntungan
tahun pertama 10% dan faktor stabilizer nilai beli
uang yang dip[injamkan untuk 2 tahun sebesar 2 x
inflasi Indonesia (misal 5% x 2 tahun = 10%), sehingga
margin selama dua tahun = 10% + 10% + 20 %
3) Cara ketiga, bank syariah memperkirakan biaya
opreasi Rp200.000.000,00 dalam 1 tahun, perkiraan
jumlah pembiayaan Rp5.000.000.000,00 dan markup
yang ditentukan (hanya sekali saja) 10% dari
pembiayaan murabahah.
Berapa besar angsuran yang harus dibayar oleh
Tuan Ali setiap bulannya ?
Jawab :
Berikut ini perhitungan angsuran perbulan oleh
bank syariah :
Cara pertama
Harga pokok Mobil
Rp150.000.000,00
Dibayar nasabah (uangmuka) R p

( 125 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

50.000.000,00 -
Dibayar oleh Bank Rp100.000.000,00
Margin Laba Bank = 2 X 10% X Rp100.000.000,00
= Rp20.000.000,00
Harga Jual Bank = Rp100.000.000,00 +
RP20.000.000,00
= Rp120.000.000,00

Perhitungan Angsuran :
Harga pokok = Rp150.000.000,00
Margin Murabahah = Rp 20.000.000,00
Harga jual Bank = Rp170.000.000,00
Pembayaran pertama = Rp 50.000.000,00
Sisa angsuran = Rp120.000.000,00

Angsuran perbulan =
= Rp5.000.000,00 per bulan

Cara kedua
Harga Pokok Mobil = Rp150.000.000,00
Dibayar nasabah (uang muka) = RP 50.000.000,00
Dibayar oleh Bank = Rp 100.000.000,00

Margin Laba Bank = 10% X Rp100.000.000,00


= Rp10.000.000,00
Stabilizer daya beli = 2 tahun X 5% X
Rp100.000.000,00
= Rp10.000.000,00
Margin laba + Stabiliser daya beli = Rp20.000.000,00

( 126 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Perhitungan angsuran :
Harga Pokok = Rp150.000.000,00
Laba dan Inflasi = Rp 20.000.000,00
Harga Jual Bank = Rp170.000.000,00
Pembayaran pertama = Rp 50.000.000,00
Sisa angsuran = Rp120.000.000,00

Angsuran perbulan =
= Rp5.000.000,00 per bulan
Cara ketiga
Hitung dulu cost recovery

Cost recovery = X
estimasi biaya operasi

= X Rp200.000.000,00
= Rp4.000.000,00
Hitung markup = 10% X pembiayaan (Rp100.000.000,00)
= RP10.000.000,00
Harga jual Bank = pembiayaan + cost recovery + markup
= Rp100.000.000,00 +
(2 X cost recovery
Rp4.000.000.00 = Rp8.000.000,00)
+ Rp10.000.000,00
= Rp118.000.000,00

Angsuran perbulan = = Rp 4.916.667,-

Total harga jual aktiva murabahah


= Rp150.000.000,00 + Rp18.000.000,00
= Rp168.000.000,00

( 127 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Akuntansi untuk penjual


1. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai
persediaan sebesar biaya perolehan
Db. Aset Murabahah xxx
Kr. Kas xxx
2. Untuk murabahah pesanan mengikat, pengukuran aset
murabahah setelah perolehan adalah dinilai sebesar
perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset karena
usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke
nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan
mengurangi nilai aset. Jika terjadi penuunan nilai untuk
muabahah pesanan mengikat, maka junal:
Db. Beban xxx
Kr. Aset Murabahah xxx
Untuk murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan
tidak mengikat maka aset dinilai berdasarkan biaya
perolehan atau nilai besih yang dapat direalisasi, dan dipilih
mana yang lebih rendah. Apabila nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan maka selisihnya
diakui sebagai kerugian. Jika terjadi penurunan nilai untuk
murabahah tidak mengikat, maka jurnal:
Db. Kerugian xxx
Kr. Aset Murabahah xxx
3. Apabila terdapat diskon pada saat pembelian aset
murabahah, maka perlakuannya adalah sebagai beikut:
a. Akan menjadi pengurang biaya perolehan aset
murabahah, jikatejadi sebelum akad murabahah, jurnal:
Db. Beban xxx
Kr. Aset Murabahah xxx

( 128 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

b. Menjadi kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah


akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi
hak pembeli, jurnal:
Db. Beban xxx
Kr. Aset Murabahah xxx
c. Menjadi tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi
setelah akadv muabahah dan sesuai akad yang disepakati
menjadi hak penjual, junal:
Db. Beban xxx
Kr. Aset Murabahah xxx
d. Pendapatan operasional lain, jika terjadi setelah akad
murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad, junal:
Db. Beban xxx
Kr. Aset Murabahah xxx
4. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian
potongan tersebut akan tereliminasi pada saat:
a. Dilakukan pembayaan kepada pembeli,
b. Akan dipindahkan sebagai
5. Keuntungan murabahah diakui:
6. Pada saat akad murabahah piutang diakui sebesar biaya
peolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati.
Pada akhi periode laporan keuangan, piutang murabahah
dinilai sebesar nilai besih yang dapat direalisasi sama
dengan akuntansi konvensional, yaitu saldo piutang
dikurangi penyisihan kerugian piutang.
7. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan
kepada pembeli yang melunasi tepat waktu atau lebih
cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang
keuntungan murabahah, dan jurnal:

( 129 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

8. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan


kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima
diakui sebagai bagian dana kebajikan.
9. pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai
berikut:
10. Penyajian
11. Pengungkapan

Akuntansi untuk Pembeli


1. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui
sebesar biaya perolehan murabahah tunai
2. Selisih antara haga beli yang disepakati dengan biaya
perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.
Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara
proporsional dengan porsi utang murabahah. Jurnal:
3. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah,
potongan pelunasan dan potongan utang murabahah sebagai
pengurang beban murabahah tangguhan. Junal untuk diskon
pembelian yang diterima setelah akad muabahah
4. Jurnal untuk potongan pelunasan dan potongan utang
murabahah
5. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan
kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian
6. Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli
baang diakui sebagai kerugian. Jurnal:
7. Penyajian
8. Pengungkapan
Ilustrasi Kasus Akad Murabahah
a. Transaksi Murabahah Tunai Pesanan Mengikat

( 130 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Pada tanggal 1 Januari 2017 Penjual dan pembeli melakukan


akad dengan murabahah. Penjual membeli dari pihak lain
barang yang akan dijual kepada pembeli. Penjual membeli
persediaan dari pihak lain dengan harga Rp. 200.000 dan
akan diserahkan pada 1 Juni 2017. Pesanan mengikat.
Jurnal untuk penjual
(Db)Aset Murabahah 200.000
(Kr) Kas/Utang 200.000
Tanggal 2 Maret 2017 Jika terjadi penurunan nilai
sebelum barang pesanan diserahkan kepada pembeli sebesar
Rp. 5.000
- Pesanan Mengikat
Jurnal untuk penjual
(Db) Beban Penurunan Nilai 5.000
Kr) Aset Murabahah 5.000
Tanggal 1 Juni 2017 Penjual sesuai akad menyerahkan
barang kepada pembeli dengan nilai Rp. 250.000
- Jika secara Tunai
Jurnal untuk penjual
(Db) Kas 250.000
(Kr) Keuntungan 55.000
(Kr) Aset Murabahah 195.000
Jurnal untuk pembeli
(Db) Aset 250.000
(Kr) Kas 250.000
b. Transaksi Murabahah Tunai Pesanan Tidak Mengikat
Pada tanggal 1 Januari 2017 Jika penjual memperoleh aset
murabahah dengan harga beli sebesar Rp. 200.000.
Jurnal untuk penjual sbb:

( 131 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Db) Aset Murabahah 200.000


(Kr) Kas/Utang 200.000
Pada tanggal 1 Maret 2017 Jika terjadi penurunan nilai sebelum
barang pesanan diserahkan kepada pembeli sebesar Rp. 5.000
Pesanan Tidak Mengikat
Jurnal untuk penjual sbb:
(Db) Kerugian Penurunan Nilai 5.000
(Kr) Aset Murabahah 5.000
Pada tanggal 15 Maret 2017 Penjual sesuai akad menyerahkan
barang kepada pembeli dengan nilai Rp 250.000. Secara Tunai.
Jurnal untuk penjual sbb:
(Db) Kas 250.000
(Kr) Keuntungan 55.000
(Kr) Aset Murabahah 195.000
Jurnal untuk pembeli sbb:
(Db) Aset 250.000
(Kr) Kas 250.000
Pada tanggal 1 April 2017 Apabila diskon diberikan oleh pihak
ketiga setelah akad ditandatangani oleh pembeli dan penjual,
sebesar Rp 5.000 dan biaya pengembalian diskon Rp 1.000.
1. Pada saat menerima diskon dari pihak ketiga
2. Jika merupakan hak pembeli:
a) Saat diskon diterima
b) Saat diskon dibayar kepada pembeli
c) Saat diskon tidak dapat dibayarkan kepada pembeli karena
pembeli tidak diketahui secara pasti
3. Jika merupakan hak penjual:
4. Saat diskon diterima
Jika tidak dijanjikan dalam akad

( 132 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Jurnal untuk penjual sbb:


(Db) Kas 4.000
(Kr) Utang 4.000
(Db) Utang 4.000
(Kr) Kas 4.000
(Db) Dana kebajikan-Kas 4.000
(Kr) Dana Kebajikan-Denda 4.000
(Db) Kas 4.000
(Kr) Keuntungan 4.000
(Db) Kas 4.000
(Kr) Pendapatan Operasional Lain 4.000
Diskon untuk pembeli sbb:
(Dr) Kas 4.000
(Kr) AsetMurabahah 4.000
c. Transaksi Murabahah Nontunai
Pada tanggal 1 januari 2017 Penjual dan pembeli melakukan akad
dengan murabahah. Penjual membeli dari pihak lain barang yang
akan dijual kepada pembeli. Penjual membeli persediaan dari pihak
lain dengan harga Rp 200.000 dan akan diserahkan pada 1 Juni
2017. Pesanan Mengikat.
Jurnal untuk penjual adalah sbb:
(Db) Aset Murabahah 200.000
(Kr) Kas/Utang 200.000
Pada tanggal 1 Juni 2017 Penjual sesuai akad menyerahkan barang
kepada pembeli dengan nilai Rp 250.000 secara tidak tunai dan
akan dibayar selama 2 tahun. Dengan 2 kali angsuran.
Jurnal untuk penjual sbb:
(Db) Piutang Murabahah 250.000
(Kr) Keuntungan tangguhan 50.000

( 133 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Kr) Aset Murabahah 200.000


(Keuntungan tangguhan akan diamortisasi sepanjang akad)
Jurnal untuk pembeli adalah sbb:
(Db) Aset 200.000
(Db) Beban ditangguhkan 50.000
(Kr) Utang 250.000
(beban ditangguhkan akan diamortisasi sepanjang akad)
Pada tanggal 1 Juni 2018 Pembayaran sebesar Rp 125.000
Pada tanggal 1 Juni 2019 Pembayaran Sebesar Rp 125.000
Jurnal untuk pembeli adalah Sbb:
(Db) Kas 125.000
(Db) KeuntunganTangguhan 25.000
(Kr) Piutang Murabahah 125.000
(Kr) Keuntungan 25.000
(Db) Kas 125.000
(Db) KeuntunganTangguhan 25.000
(Kr) Piutang Murabahah 125.000
(Kr) Keuntungan 25.000
Jurnal untuk pembeli adalah sbb:
(Db) Utang murabahah 125.000
(Db) Beban 25.000
(Kr) Beban ditangguhkan 25.000
(Kr) Kas 125.000
(Db) Utang murabahah 125.000
(Kr) Beban 25.000
(Db) Beban ditangguhkan 25.000
(Kr) Kas 125.000
d. Transaksi Murabahah jika penjual bukan Lembaga Keuangan
Pada tanggal 1 Januari 2017 Penjual menandatangani akad

( 134 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

murabahah. Penjualan dilakukan secara Kredit Rp 250.000 dengan


harga perolehan Rp 200.000 dan diskon sebelum akad Rp 10.000
serta menerima uang muka Rp 10.000 dan akan diserahkan kepada
pembeli 1 Juni 2017. Pembayaran akan dilakukan secara angsuran 5
kali setiap bulan.
Jurnal untuk penjual adalah sbb:
(Db) Aset Murabahah 200.000
(Kr) Kas/Utang 200.000
(Db) Kas 10.000
(Kr) Utang Lain-lain 10.000
Jurnal untuk pembeli adalah sbb:
(Db) Uang Muka 10.000
(Kr) Kas 10.000
Pada tanggal 1 Juni 2017 Untuk mencatat penyerahan Jurnal
Pengakuan laba tangguhan
Jurnal untuk penjual adalah sbb:
(Db) Piutang 240.000
(Db) Utang lain-lain 10.000
(Kr) Penjualan 250.000
(Db) HPP 200.000
(Kr) Aset Murabahah 200.000
(Db) Penjualan 250.000
(Kr) HPP 200.000
(Kr) KeuntunganTangguhan 50.000
Jurnal untuk pembeli adalah sbb:
(Db) Aset Nonkas 190.000
(Db) Beban Ditangguhkan 60.000
(Kr) Utang 240.000
(Kr) Uang Muka 10.000

( 135 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Pada tanggal 1 September 2017 Pada saat pelunasan (dengan


dicicil 5 kali) dan dilakukan amortisasi atas keuntungan dan biaya
ditangguhkan
Jurnal untuk penjual adalah sbb:
(Db) Kas 48.000
(Kr) Piutang 48.000
(Db) Keuntungan Tangguhan 10.000
(Kr) Keuntungan 10.000
Pada tanggal 1 Desember 2017 Jika pembeli tidak dapat membayar
karena kelalaiannya sehingga dikenakan biaya denda Rp 10.000.
pada saat pelunasan (dengan dicicil 5 kali) dan dilakukan amortisasi
atas keuntungan dan biaya ditangguhkan.
Jurnal penjualan adalah sbb:
(Db) Dana Kebajikan-Kas 1.000
(Kr) Dana Kebajikan-Denda 1.000
(Db) Kas 48.000
(Db) KeuntunganTangguhan 10.000
(Kr) Piutang 48.000
(Kr) Keuntungan 10.000
Jurnal pembelian adalah sbb:
(Db) Kerugian 1.000
(Kr) Kas 1.000
(Db) Utang 48.000
(Db) Beban 10.000
(Kr) Kas 48.000
(Kr) Beban Ditangguhkan 10.000
Pada tanggal 1 Februari 2017 Jika pembeli dapat melunasi lebih
cepat dari yang seharusnya, maka penjual dapat memberikan
potongan. Pada saat pembayaran cicilan ke-3, dilunasi kemudian

( 136 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dengan pemberian potongan sebesar Rp 5.000


Jurnal untuk penjualan adalah sbb:
(Db) KeuntunganTangguhan 30.000
(Db) Kas 139.000
(Kr) Piutang 144.000
(Kr) Keuntungan 25.000
b) Salam
Teknis Perhitungan dan Penjurnalan Transaksi Salam
1. Tuan karim memesan buah Apel kepada Bank dengan
pembayaran tunai 1000 kg dengan harga Rp. 5.000 dijanjikan
penyerahan dua minggu kemudian.
2. Berdasarkan pesanan dari tuan karim, lalu Bank memesan
pula kepada petani Apel sejumlah yang sama 1.000 kg
dengan harga Rp. 4.000 dijanjikan penyerahan dua minggu
kemudian.
3. Setelah dua minggu Petani mengirim Apel kepada Bank.
4. Bank mengirim Apel kepada Tuan karim.
Jurnal yang diperlukan dalam transaksi adalah sebagai berikut:
1. (Db) Kas Rp. 5.000.000
(Kr) Hutang salam Rp. 5.000.000
2. (Db) Piutang salam Rp. 4.000.000
(Kr) Kas Rp. 4.000.000
3. (Db) Persediaan salam Rp. 4.000.000
(Kr) Piutang salam Rp. 4.000.000
4. (Db) Utang salam Rp. 5.000.000
(Kr) Persediaan Rp. 4.000.000
(Kr) Pendapatan penjualan salam Rp. 1.000.000

( 137 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

c. Istishna’
Teknis Perhitungan Transaksi Istishna’
Ilustrasi Kasus Akad Istishna’
a. Kasus Metode Persentase Penyelesaian dan Pembayaran secara
Tunai
Sebelum melakukan akad, dikeluarkan biaya sebesar Rp 250
untuk melakukan survei.
Jurnal untuk penjual adalah sbb:
(Db) Beban Pra Akad Ditangguhkan Rp. 250
(Kr) Kas Rp. 250
Jika ternyata kemudian hari dilakukan akad Jika tidak terjadi
akad
(Db) Beban Istishna’ Rp. 250
(Kr) Beban Pra Akad Ditangguhkan Rp. 250
(Db) Beban Pra Akad Rp. 250
(Kr) Beban Pra Akad Ditangguhkan Rp. 250
Dilakukan akad dengan informasi sebagai berikut:
- Biaya Perolehan (produksi) Rp 1.000
- Margin Keuntungan Rp. 200
- Nilai Tunai saat Penyerahaan Rp. 1.200
Mengeluarkan biaya perolehan istishna’.
Pada akhir periode tahun buku, pengakuan pendapatan
(tergantung persentase penyelesaian yang telah diakui).
Kalau pada metode akad selesai dilakukan pada akhir masa
akad. Pada saat penagihan dan
penyerahan aset istishna’ kepada pembeli. Termin istishna’
sebagai contra account dari aset istishna’ dalam penyelesaian.
Pada saat kas diterima.
Jurnal untuk penjual adalah sbb:

( 138 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Db) Aset Istishna dalam penyelesaian Rp. 1.000


(Kr) Kas/Utang/Persediaan Rp. 1.000
(Db) Aset istishna dalam penyelesaian Rp. 200
(Db) Beban Istishna’ Rp. 1.000
(Kr) Pendapatan Istishna’ Rp. 1.200
(Db) Piutang Istishna’ Rp. 1.200
(Kr) Termin Istishna’ Rp. 1.200
(Db) Termin Istishna’ Rp. 1.200
(Kr) Aset Istishna’ dalam Penyelesaian Rp. 1.200
(Db) Kas Rp. 1.200
(Kr) Piutang Istishna’ Rp. 1.200
Jurnal untuk pembeli adalah sbb:
(Db) Aset Rp. 1.200
(Kr) Utang Istishna’ Rp. 1.200
(Db) Utang Istishna’ Rp. 1.200
(Kr) Kas Rp. 1.200
Untuk kasus istishna’ dengan metode akad selesai, jurnal yang
digunakan sama dengan metode persentase penyelesaian, yang
membedakan adalah waktu pengakuan pendapatan yang dilakukan
pada akhir masa akad.
b. Kasus Metode Persentase Penyelesaian dan Pembayaran secara
Tangguh
Dilakukan akad dengan informasi sebagai berikut:
- Biaya perolehan (produksi) Rp 1.000
- Margin Keuntungan Rp 200
- Nilai Tunai saat Pembayaran Rp 1.200
- Nilai akad karena Tangguh Rp 1.500
- Selisih nilai akad dan Tunai Rp 300
Mengeluarkan biaya perolehan Istishna’.

( 139 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Db) Aset istishna’ dalam Penyelesaian Rp. 1.000


(Kr) Kas/Utang/Persediaan Rp. 1.000
Pada akhir periode tahun buku, pengakuan
pendapatan(tergantung persentase penyelesaian yang telah diakui).
Aset istishna’ dalam
(Db) Penyelesaian Rp. 200
(Db) Beban Istishna’ Rp. 1.000
(Kr) Pendapatan Istishna’ Rp. 1.200
Pada saat penagihan dan penyerahan aset istishna’ kepada pembeli
Termin istishna’ sebagai contra account dari aset istishna’ dalam
penyelesaian. Pada saat kas diterima. Diangsur selama
3 tahun, jadi setiap tahun membayar Rp 500. Jika pembeli
melakukan kewajiban pembayaran istishna’ lebih awal dan penjual
memberikan potongan sebesar Rp 75. Maka potongan dapat
diperlakukan sebagai:
- Potongan langsung dan dikurangi
dari piutang istishna’ pada saat pembayaran.
- Pada saat pembayaran jika penjual
tidak memberikan potongan kepada pembeli.
Penggantian/Reimbursement kepada pembeli sejumlah keuntungan
yang dihapuskan setelah menerima pembayaran piutang istishna’.
(Db) Piutang istishna’ Rp. 1.200
(Kr) Termin istishna’ Rp. 1.200
(Db) Piutang istishna’ Rp. 300
(Kr) Pendapatan Istishna’Tangguh Rp. 300
(Db) Termin istishna’ Rp. 1.200
(Kr)Aset Istishna’ dalam Penyelesaian Rp. 1.200
(Db) Kas Rp. 500
(Kr) Piutang Istishna’ Pendapatan istishna’ Rp. 500

( 140 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Db) Tangguh Rp. 100


(Kr) Pendapatan istishna’ Rp. 100
(Db) Kas Rp. 425
(Db) Potongan Rp. 75
(Kr) Piutang Istishna’ Rp. 500
(Db) Kas Rp. 500
(Kr) Piutang istishna’ Rp. 500

(Db) Pendapatan istishna’ Tangguh Rp. 100


(Kr) Kas Rp. 75
(Kr) Pendapatan istishna’ Rp. 25
Jurnal untuk pembeli adalah:
(Db) Aset Rp. 1.200
(Kr) Utang istishna’ Rp. 1.200
(Db) Beban istishna’Tangguh Rp. 300
(Kr) Utang istishna’ Rp. 300
(Db) Utang istishna’ Rp. 500
(Kr) Kas Rp. 500
(Db) Beban istishna Rp. 100
(Kr) Beban istishna tangguh Rp. 100
(Db) Utang istishna’ Rp. 500
(Kr) Potongan Rp. 75
(Kr) Kas Rp. 425
(Db) Utang istishna Rp. 500
(Kr) Kas Rp. 500
(Db) Beban istishna’ Rp. 25
(Db) Kas Rp. 75
(Kr) Beban istishna’ tangguh Rp. 100
Untuk kasus istishna’ dengan metode akad selesai, jurnal yang

( 141 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

digunakan sama dengan metode persentase penyelesaian, yang


membedakan adalah waktu pengakuan pendapatan yaitu akan
dilakukan pada akhir masa akad.
c. Jika Terjadi Kerugian atas Akad Istishna’ dan dibayar Tunai
Dilakukan akad dengan informasi sebagai berikut:
- Biaya Perolehan (produksi) Rp 1.000
- Margin Keuntungan Rp 200
- Nilai Tunai saat Pembiayaan Rp 1.200
Mengeluarkan biaya perolehan Istishna’
Jurnal penjual adalah sbb:
(Db) Aset Istishna’ dalam Penyelesaian Rp. 1.000
(Kr) Kas/Utang/Persediaan Rp. 1.000
Ternyata biaya perolehan yang diperkirakan Rp 1.000,
realisasinya adalah Rp 1.250
Jurnal untuk penjual:
(Db) Aset istishna’ dalam Penyelesaian Rp. 250
(Kr) Kas/Utang/Persediaan Rp. 250
Saat akhir periode, pengakuan kerugian dari istishna;
Jurnal untuk penjual:
(Db) Beban istishna’ Rp. 1.250
(Kr) Aset Istishna’ dalam Penyelesaian Rp. 50
(Kr) (Kerugian) Pendapatan istishna’ Rp. 1.200
Pada saat penagihan dan penyerahan aset istishna’ kepada pembeli.
Termin istishna’ sebagai contra account dari aset istishna’ dalam
penyelesaian.
Jurnal untuk penjual adalah sbb:
(Db) Piutang istishna’ Rp. 1.200
(Kr) Termin istishna’ Rp. 1.200
(Db) Termin Istishna’ Rp. 1.200

( 142 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Kr) Aset istishna’ dalam Penyelesaian Rp. 1.200


Jurnal untuk pembeli adalah sbb:
(Db) Aset Rp. 1.200
(Kr) Utang Istishna’ Rp. 1.200
Pada saat kas diterima.
Jurnal untuk penjual:
(Db) Kas Rp. 1.200
(Kr) Piutang Istishna’ Rp. 1.200
Jurnal untuk pembeli adalah sbb:
(Db) Utang istishna’ Rp.1.200
(Kr) Kas Rp.1.200
4. SEWA
Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT)
PT. Namira membutuhkan sebuah mobil untuk keperluan
usahanya. Pada bulan januari 2018, PT Namira mengajukan
permohonan ijarah kepada bank syariah. Adapun informasi
tentang penyewaan tersebut adalah sebagai berikut:
Harga perolehan barang : Rp 125.000.000
Umur ekonomis barang : 5 tahun (60 bulan)
Masa Sewa : 24 bulan
Nilai sisa umur ekonomis : Rp 5.000.000
Sewa per bulan : Rp 2.400.000
Uang muka sewa : Rp 7.200.000
Biaya administrasi : Rp 480.000
Beberapa hal yang perlu dilakukan perhitungan terkait
transaksi ijarah adalah perhitungan penentuan keuntungan
dan fee ijarah, perhitungan uang muka sewa, dan biaya
administrasi ijarah.

( 143 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Perhitungan Biaya Administrasi Ijarah


Biaya administrasi bisa diterapkan dengan
menggunakan persentase tertentu dari modal yang digunakan
untuk persewaan. Misalkan dalam kasus di atas, bank syariah
menggunakan kebijakan 1% dari modal persewaan. Maka
biaya administrasinya adalah sebagai berikut:
Biaya administrasi ijarah = n% x modal persewaan per
bulan x jumlah bulan
=1% x Rp2.000.000 x 24
=1%xRp48.000.000
=Rp 480.000
Akuntansi untuk pemberi sewa
1. Biaya perolehan
Untuk objek ijarah baik aset berwujud maupun tidak
berwujud diakui saat objek ijarah tersebut diperoleh
sebesar biaya perolehan. Aset tersebut harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
1. Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh
manfaat ekonomis di masa mendatang dari aset tersebut.
2. Biaya perolehan yang dapat diukur secara handal.
Jurnal:
(Db) Aset Ijarah xxx
(Kr) kas/Utang xxx
2. Penyusutan
Jika aset ijarah tersebut dapat disusutkan atau
diamortisasi maka penyusutan atau amortisasinya di
perlakukan sama untuk aset sejenis sepanjang umur
manfaat atau umur ekonomisnya. Jika aset ijarah untuk
akad jenis ijarah muntahiya bitamlik maka masa manfaat

( 144 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

yang digunakan untuk menghitung penyusutan adalah


periode akadnya.
Jurnal:
(Db) Beban penyusutan xxx
(Kr) akumulasi penyusutan xxx
3. Pendapatan sewa
Diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan
kepada penyewa. Jika manfaat telah disewakan tetapi
perusahaan belum menerima uang, maka akan diakui
sebagai piutang sewa dan diukur sebesar nilai yang dapar
direalisasi.
Jurnal:
(Db) kas/piutang sewa xxx
(Kr) pendapatan sewa xxx
4. Biaya perbaikan objek ijarah
Merupakan tanggung jawab pemilik, tetapi
pengeluarannya dapat dilakukan oleh pemilik secara
langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan
pemilik.
1. Jika perbaikan rutin yang dilakukan oleh penyewa
dengan persetujuan pemilik maka diakui sebagai beban
pemilik pada saat terjadinya.
Jurnal:
(Db) beban perbaikan xxx
(Kr) utang xxx
5. Jika perbaikan tidak rutin yang dilakukan oleh penyewa
dengan persetujuan pemilik maka diakui sebagai beban
pemilik pada saat terjadinya
Jurnal:

( 145 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Db) Beban perbaikan xxx


(Kr) Kas/Utang/Perlengkapan xxx
6. Dala ijarah muntahiya bitamlik melalui penjualan
secara bertahap, biaya perbaikan objek ijarah yang di
maksud dalam hurup (a) dan (b) ditanggung pemilik
maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan
masing-masing atas objek ijarah.
Jurnal:
(Db) Beban perbaikan xxx
(Kr) Kas/Utang/Perlengkapan xxx
7. Perpindahan kepemilikan Objek Ijarah dalam Ijarah
Muntahiya Bit Tamlik dapat dilakukan cara:
1. Hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai
beban
Jurnal:
(Db) Beban ijarah xxx
(Db) Akumulasi Penyusutan xxx
(Kr) Aset Ijarah xxx
2. Penjualan sebelum berakhirnya masa akad sebesar sisa
cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih
antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui
sebagai keuntungan atas kerugian.
Jurnal:
(Db) Kas/Piutang xxx
(Db) Akumulasi penyusutan xxx
(Db) kerugian * xxx
(Kr) Aset Ijarah xxx
(Kr) Keuntungan** xxx
(*jika nilai buku lebih besar dari harga jual)

( 146 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(**jika nilai buku lebih kecil dari harga jual)


3. Penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara
harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai
keuntungan atau kerugian.
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Db) akumulasi penyusutan xxx
(Db) Kerugian* xxx
(Kr) Aset Ijarah xxx
(Kr) keuntungan** xxx
(*jika nilai buku lebih besar dari harga jual)
(**jika nilai buku lebih kecil dari harga jual)
4. Penjualan objek ijarah secara bertahap, maka
a) Selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian
objek ijarah yang telah dijual sebagai keuntungan atau
kerugian.
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Db) Akumulasi Penyusutan xxx
(Db) Kerugian* xxx
(Kr) Aset Ijarah xxx
(Kr) Keuntungan** xxx
(*jika nilai buku lebih besar dari harga jual)
(**jika nilai buku lebih kecil dari harga jual)
8. Bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai
aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan
pengguna aset tersebut.
Jurnal:
(Db) Aset lancar/Aset tidak lancar xxx

( 147 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Db) Akumulasi Penyusutan xxx


(Kr) Aset Ijarah xxx
9. Penyajian
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi
dengan beban-beban yang terkait, misalnya beban penyusutan,
beban pemeliharaan dan perbaikan dan sebagainya.
10. Pengungkapan
Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait
transaksi Ijarah Dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik, tetapi tidak
terbatas pada:
a. Penjelasan umum isi akad yang signifikan, yang meliputi
tetapi tidak terbatas pada:
a) Keberadaan wa’ad pengalihan kepemilikan dan
mekanisme yang digunakan (jika ada wa’ad
pengalihan kepemilikan)
b) Pembatasan-pembatasan, misalnya dalam ijarah lanjut
c) Agunan yang dgunakan jika ada
b. Nilai perolehan dan akumulasi penyusutan untuk setiap
kelompok aset ijarah
c. Keberadaan transaksi jual dan ijarah(jika ada)
Akuntansi untuk penyewa
1. Beban sewa, diakui selama masa akad pada saat
manfaat atas aset telah diterima
Jurnal:
(Db) Beban Sewa xxx
(Kr) Kas/Utang xxx
2. Biaya pemeliharaan Objek Ijarah, yang disepakati
dalam akad menjadi tanggungan penyewa dan diakui
sebagai beban pada saat terjadinya. Sedangkan dalam

( 148 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

ijarah muntahiya bit tamlik melalui penjualan objek


ijarah secara bertahap, biaya pemeliharaaan objek
ijarah yang menjadi beban penyewa akan meningkat
sejalan dengan peningkatam kepemilikan objek ijarah.
Jurnal:
(Db) Beban Pemeliharaan Ijarah xxx
(Kr) Kas/Utang/Perlengkapan xxx
Jurnal pencatatan atas biaya pemeliharaan yang
menjadi tanggungan pemberi sewa tetapi dibayarkan
terlebih dahulu oleh penyewa:
(Db) Piutang xxx
(Kr) Kas/Utang/Perlengkapan xxx
3. Perpindahan kepemilikan, dalam Ijarah Muntahiya Bit
Tamlik dapat dilakukan dengan cara:
a. Hibah, maka penyewa mengakui aset dan
keuntungan sebesar nilai wajar objek ijarah yang
diterima.
Jurnal:
(Db) Aset Non Kas (Eks Ijarah) xxx
(Kr) Keuntungan xxx
b. Pembelian sebelum masa akad berakhir, maka
penyewa mengakui aset sebesar pembayaran sisa
cicilan sewa atau jumlah yang disepakati.
Jurnal:
(Db) Aset Non Kas (Eks Ijarah) xxx
(Kr) Kas xxx
c. Pembelian setelah masa akad berakhir, maka
penyewa mengakui aset sebesar pembayaran yang
di sepakati.

( 149 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Jurnal:
(Db) Aset Non Kas (Eks Ijarah) xxx
(Kr) Kas xxx
d. Pembelian objek ijarah secara bertahap, maka
penyewa mengakui aset sebesar biaya perolehan
objek ijarah yang diterima.
(Db) Aset Non Kas (Eks Ijarah) xxx
(Kr) Kas xxx
(Kr) Utang xxx
e. Jika penyewa menyewakan kembali aset
ijarah lebih lanjut pada pihak lain atas aset
yang sebelumnya disewa, maka ia harus
menerapkan perlakuan akuntansi untuk
pemilik dan penyewa sesuai PSAK ini.
f. Pengungkapan
Penyewa mengungkapkan dalam laporan
keuangan terkait transaksi ijarah dan Ijarah Muntahiya
Bit Tamlik, tetapi tidak terbatas pada:
1) Penjelasan umum isi akad yang signifikan, yang
meliputi tetapi tidak terbatas pada:
1. Total pembayaran
2. Keberadaan wa’ad pemilik untuk pengalihan
kepemilikan dan mekanisme yang digunakan
(jika ada wa’ad pemilik untuk pengalihan
kepemilikan)
3. Pembatasan-pembatasan, misalnya dalam
jurnal lanjut
4. Agunan yang digunakan (jika ada)
2) Keberadaaan transaksi jual dan ijarah dan

( 150 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada


transaksi jual dan ijarah).2

B. Akuntansi Produk Jasa


Teknis Perhitungan & Penjurnalan Transaksi Pinjaman
Qardh
Kasus Pinjaman qardh dengan sumber dana intern
Bpk. Hartanto, yang bekerja pada sebuah bank syariah,
meminjam kepada bank syariah tersebut dengan skema qardh
untuk membayar uang masuk sekolah anaknya di Perguruan
Tinggi. Pinjaman qardh ini menggunakan dana intern bank.
Informasi terkait akad yang disepakati adalah sebagai berikut:
Jumlah pinjaman : Rp 1.000.000
Lama pinjaman : 4 bulan
Biaya administrasi : Rp 10.000,
Teknis perhitungan pinjaman qardh
1. Perhitungan cicilan perbulan
Cicilan perbulan = totol piutang bersih
Jumlah bulan pelunasan
= 1000.000
4
= 250.000
2. Perhitungan biaya adminitrasi
Biaya adminitrasi = n % X besar pinjaman
= 1 % X 1000.000
= 10.000. 3

2 Hery, S.E., M.Si., CRP., RSA., CFRM. Akuntansi syari’ah, PT. Grasindo, Anggota
IKAPI, jakarta 2018
3 .....

( 151 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Perlakuan akuntansi qardul hasan


Bagi pemberi pinjaman
1. Saat menerima dana sumbangan dari pihak eksternal
Jurnal:
(Db) Dana Kebajikan-Kas xxx
(Kr) Dana Kebajikan-infak/sedekah/hasil wakaf xxx
2. Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan
pendapatan non halal
Jurnal:
(Db) Dana Kebajikan-Kas xxx
(Kr) Dena kebajikan-Denda/pendapatan Non Halal xxx
3. Untuk pengeluaran dalam rangka pengalokasian dana
qardhul hasan
Jurnal:
(Db) Dana Kebajikan-Dana Kebajikan Produktif xxx
(Kr) Dana Kebajikan-Kas xxx
4. Untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman
untuk qardh hasan
Jurnal:
(Db) Dana Kebajikan-Kas xxx
(Kr) Dana Kebajikan-Dana KebajikannProduktif xxx
Bagi pihak yang meminjam
1. Saat menerima uang pinjaman
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Kr) Utang xxx
2. Saat pelunasan
Jurnal:
(Db) Utang xxx

( 152 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Kr) Kas xxx


Perlakuan akuntansi akad sharf
saat membeli valuta asing
jurnal:
(Db) Kas (Dolar) xxx
(Kr) kas(Rp) xxx
Saat dijual
Jurnal:
(Db) Kas (Rp) xxx
(Db) Kerugian* xxx
(Kr) Kas (Dolar) xxx
(Kr) Keuntungan xxx
(*jika nilai buku lebih besar dari harga jual)
(**jika nilai buku lebih kecil dari harga jual)
Untuk tujuan laporan keuangan di akhir periode, aset moneter
(Piutang dan Utang) dalam satuan valuta asing akan dijabarkan
dalam satuan rupiah dengan menggunakan nilai kurs tengah Bank
Indonesia pada tanggal laporan keuangan. Jurnal penyesuaian
adalah sebagai berikut:
Jika nilai kurs tengah BI lebih kecil dari nilai kurs tanggal transaksi,
maka jurnalnya adalah: 4
(Db) Kerugian xxx
(Kr) Piutang )valas) xxx
(Db) Utang (valas) xxx
(Kr) keuntungan xxx
Jika nilai kurs tengah BI lebih besar dari nilai kurs tanggal transaksi,
(Db) Piutang (valas) xxx
(Kr) Keuntungan xxx

4 Ibid hery

( 153 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(Db) kerugian xxx


(Kr) Utang (valas) xxx
Perlakuan akuntansi wakalah
Bagi pihak yang mewakili/wakil/penerima kuasa
1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak terlihat dengan
jangka waktu)
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Kr) Pendapatan Wakalah xxx
2. Pada saat membayar beban
Jurnal:
(Db) Beban Wakalah xxx
(Kr) Kas xxx
3. Pada saat diterima pendapatan untuk jangka waktu dua
tahun di muka
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Kr) pendapatan wakalah diterima di muka xxx
4. Pada saat mengakui pendapatan wakalah akhir periode
Jurnal:
(Db) pendapatan wakalah diterima di muka xxx
(Kr) pendapatan wakalah xxx
Bagi pihak yang meminta diwakilkan
Pada saat membayar komisi (ujr)
Jurnal:
(Db) Beban Wakalah xxx
(Kr) Kas xxx
Perlakuan akuntansi kafalah
Bagi pihak penjamin

( 154 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak terkait dengan


jangka waktu)
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Kr) pendapatan kafalah xxx
2. Pada saat membayar beban
Jurnal:
(Db) Beban Kafalah xxx
(Kr) Kas xxx
Bagi pihak yang meminta jaminan
Pada saat membayar beban
Jurnal:
(Db) Beban kafalah xxx
(Kr) Kas xxx
Perlakuan akuntansi rahn
Bagi pihak yang menerima gadai
1. Pada saat menerima barang gadai tidak di jurnal,
tetapi membuat tanda terima atas barang
2. Pada saat menyerahkan uang pinjaman
Jurnal:
(Db) Piutang xxx
(Kr) Kas xxx
3. Pada saat menerima uang untuk biaya pemeliharaan
dan penyimpanan
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Kr) Pendapatan
4. Pada saat mengeluarkan biaya untuk biaya
pemeliharaan dan penyimpanan

( 155 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Jurnal:
(Db) Beban xxx
(Kr) Kas xxx
5. Pada saat pelunasan uang pinjaman, barang gadai
dikembalikan dengan membuat tanda serah terima
barang.
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Kr) Piutang xxx
6. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi
dan kemudian barang gadai di jual oleh pihak yang
menggadaikan.
Penjualan barang gadai, jika nilainya sama dengan
piutang
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Kr) Piutang xxx
Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa sebesar
selisih antara nilai penjualan dengan saldo piutang.
Bagi pihak yang menggadaikan
1. Pada saat menyerahkan aset tidak dijurnal, tetapi
menerima tanda terima atas penyerahan aset serta
membuat penjelasan berupa catatan akuntansi
atas barang yang digadaikan.
2. Pada saat menerima uang pinjaman
(Db) Kas xxx
(Kr) Utang xxx
3. Pada saat membayar uang untuk biaya
pemeliharaan dan penyimpanan

( 156 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Jurnal:
(Db) Beban xxx
(Kr) Kas xxx
4. Pada saat melakukan pelunasan utang
Jurnal:
(Db) Utang xxx
(Kr) Kas xxx
5. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat
dilunasi dan kemudian barang gadai dijual oleh
pihak yang menggadaikan.
Pada saat penjualan barang gadai
Jurnal:
(Db) Kas xxx
(Db) Akumulasi Penyusutan (apabila aset tetap) xxx
(Db) kerugian ( apabila rugi) xxx
(Kr) Aset xxx
(Kr) Keuntungan (apabila untung) xxx
Pada saat pelunasan utang atas barang yang
dijual oleh pihak yang menggadaikan.
Jurnal:
(Db) Utang xxx
(Kr) Kas xxx
Jika masih terdapat kekurangan pembayaran
utang setelah penjualan barang gadai tersebut,
maka berarti pihak yang menggadaikan masih
memiliki saldo utang kepada pihak yang
menerima gadai.

( 157 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

( 158 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

BAB VI
SAK 2017

G
A. Generally Accepted Sharia Accounting Principles
enerally Accepted Sharia Accounting Principles
(GASAP) atau bisa disebut Prinsip Akuntansi
Syariah yang Berterima Umum adalah urutan atau
hirarki landasan yang mengatur perlakuan akuntansi syariah yang
dijadikan acuan pencatatan transaksi syariah.
GASAP hampir sama dengan GAAP yang mengatur akuntansi
konvensional, perbedaan mendasar ada pada landasan dasar,
dimana landasan dasar Generally Accepted Sharia Accounting
Principles adalah syariah yang bersumber pada sumber hukum
agama Islam, yaitu Al Quran, Al Hadist, Ijama, Qiyas, dan Fatwa
Ulama.
Prinsip-prinsip Generally Accepted Sharia Accounting
Principles digambarkan dalam bentuk bagan yang menyerupai
bangunan. Berikut ini akan dibahas GASAP atau Rerangka Prinsip
Akuntansi Syariah yang Berlaku Umum, yang dikembangkan oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan – IAI di Indonesia.
Landasan Syariah, merupakan landasan dasar semua

( 159 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

transaksi yang bersumber langsung dari hukum Islam yaitu Al


Quran, Al Hadist, dan Fatwa. Bersifat hirarki, Al Quran menjadi
sumber pertama dan utama, lalu Al Hadist menjadi pelengkap
penjelasan Al Quran. Transaksi keuangan kontemporer yang tidak
ada penjelasan secara khusus dalam al Quran dan al Hadist, akan
dijelaskan oleh ulama dalam bentuk fatwa. Di Indonesia, fatwa
keuangan kontemporer dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN) – MUI yang bersifat independen dan diisi oleh unsur ulama
yang memahami keilmuan syariah dan ekonomi.
Landasan Konseptual berisi Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) yang menjadi
konsep dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah
bagi para penggunanya. Tujua KDPPLKS adalah untuk digunakan

( 160 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

sebagai acuan bagi :


1. Penyusun standar akuntansi syariah dalam pelaksanaan
tugasnya
2. Penyusun laporan keuangan syariah, untuk menanggulangi
masalah akuntansi syariah yan belum diatur dalam standar
akuntansi keuangan syariah
3. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah
laporan keuangan disusun sesuai prinsip akuntansi syariah
yang berlaku umum
4. Para pengguna laporan keuangan, dalam menafsirkan
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang
disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.
Landasan Operasional atau Landasan Praktek merupakan
landasan dalam tataran teknis pencatatan transkasi syariah.
Landasan ini dibagi menjadi 3 tingkatan. Entitas syariah atau entitas
konvensional yang menjalankan transaksi syariah harus mengacu
pada setiap tingkat secara berurutan. Jika suatu transaksi tidak
dibahas pada tingkat 1, maka dapat mengacu pada tingkat 2, dan
seterusnya, selama tidak bertentangan dengan landasan syariah dan
landasan konseptual. Atau jika suatu tingkat saling bertentangan
dengan tingkat lainnya, maka yang digunakan adalah tingkat yang
paling rendah.
Tingkat 1 mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi
Syariah (SAK Syariah) dan Interpretasi Standar Akuntansi Syariah
(ISAK) yang mengatur transaksi syariah. Saat IAI telah mengeluarkan
10 PSAK Syariah. Selain itu entitas syariah juga dapat menggunakan
PSAK/ISAK Umum selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
Tingkat 2 mengacu pada standar akuntansi internasional

( 161 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

seperti AAOIFI dan IFRS atau dapat mengacu pada standar akuntansi
negara lain. Selain itu dapat juga mengacu pada buletin teknis yang
dikeluarkan IAI, Regulasi terkait seperti peraturan pemerintah,
peraturan menteri, peraturan OJK, dan peraturan BI, atau mengacu
pada pedoman akuntansi entitas terkait seperti PAPSI (Pedoman
Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia).
Tingkat 3 mengacu pada praktek akuntansi yang berlaku
umum atau buku teks, hasil riset, pendapat ahli selama tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Bangunan GASAP dibaca
dari bawah, landasan syariah menjadi dasar landasan berikutnya,
landasan yang diatasnya dapat digunakan selama tidak bertentangan
dengan landasan syariah. Jika terdapat pertentangan antar landasan,
maka landasan syariah yang dijadikan acuan.1
Originally posted 2016-09-16 04:40:09.
Al-Qur’an memberikan landasan kokoh yaitu : ”Hai orang-
orang beriman, apabila kamu melakukan transaksi utang piutang
untuk jangka waktu yang telah ditentukan, maka tuliskanlah”.
Aplikasi akuntansi dapat menggunakan actual basis untuk seluruh
pencatatan biaya. Sedangkan pendapatan dengan system bagi hasil
menggunakan cash basis. Pendapatan bagi hasil berdasarkan cash
basis karena sifat bagi hasil berbeda dengan bunga yang bersifat
tetap (fixed). Karakteristik pendapatan bagi hasil sangat fluktuatif
bergantung pada tingkat revenue / profit usaha. Berarti, tidak ada yang
mengetahui secara pasti atas hasil usaha tersebut. Hal ini didasarkan
pada al-Qur’an surat an-Nur ayat 34, “….tiada seorangpun yang
dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakan nya esok
hari…”
Pada bank konvensional, pendapatan bunga debitur diakui
1 http://akuntansikeuangan.com/generally-accepted-sharia-accounting-principles-
gasap/

( 162 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

secara accrual basic, yaitu bunga dibukukan sebagai pendapatan


pada saat jatuh tempo bukan pada saat uang diterima. Efek penerapan
accrual basic di bank konvensional, menuntut dua kali pencatatan yaitu
diperlukannya tambahan perkiraan sementara (suspense account).
Namun, prinsip kerja akrual bermanfaat untuk membandingkan
pendapatan dan biaya (to match income and expenses) pada suatu
periode tertentu.
Sedangkan asumsi dasar konsep akuntansi bank syari’ah
sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secara umum,
yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) dan accrual basic.
Dengan kata lain, accrual basic digunakan dalam penyusunan laporan
arus kas (the statement of cash flow). Factor dominan yang menjadikan
bank syari’ah menggunakan accrual basic adalah adanya produk
financing dengan prinsip tijarah (murabahah, salam, dan istishna-
paralel). Produk tersebut sangat member peluang bank syari’ah untuk
memiliki piutang, maka muncullah piutang murabahah, piutang
salam, dan piutang istishna. Piutang muncul sebagai efek dari model
pembayaran murabahah, salam, dan istishna yang dapat dilakukan
secara cicilan (berangsur-angsur).
Fatwa DSN No: 14/DSN-MUI/IX/2000 berisi tentang system
distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan syari’ah. Menimbang
bahwa (1) accrual basis yakni prinsip akuntansi yang membolehkan
pengakuan biaya dan pendapatan didistribusikan pada beberapa
periode. (2) cash basis yakni prinsip akuntansi yang mengharuskan
pengakuan biaya dan pendapatan pada saat terjadinya. Pertimbangan
tersebut dilengkapi dengan pertimbangan dari Dewan Standar
Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia pada hari Sabtu, 7
Rabi’ul Awwal 1421 H/ 10 Juni 2000 yang akhirnya memutuskan
(1) pada prinsipnya, lembaga keuangan syari’ah boleh menggunakan

( 163 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

system accrual basis maupun cash basis dalam administrasi


keuangan, dan (2) dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah) dalam
pencatatan sebaiknya digunakan system accrual basis, tapi dalam
distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan
yang benar-benar terjadi (cash basis). Semua itu dengan catatan
bahwa penerapan system harus disepakati dalam akad.

B. STANDAR PSAK
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 59
AKUNTANSI PERBANKAN SYARI’AH
Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring
adalah paragraf standar yang harus dibaca dalam konteks
dengan paragraf-paragraf penjelasan. Pernyataan ini tidak wajib
diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material.
PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi
(pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan)
transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank
syari’ah.
Ruang lingkup
02. Pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syari’ah bank
perkreditan rakyat syari’ah, dan kantor cabang syari’ah bank
konvensional yang beroperasi di Indonesia.
03. Hal-hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini
mengacu pada PSAK yang lain dan/atau prinsip akuntansi
yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip syari’ah.
04. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian

( 164 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

laporan keuangan sesuai permintaan khusus (Statutory)


pemerintah, lembaga pengawas independen, dan bank sentral
(Bank Indonesia).
05. Usaha bank banyak dipengaruhi ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dapat berbeda dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Laporan keuangan yang
disajikan berdasarkan pernyataan ini tidak dimaksudkan
untuk memenuhi peraturan perundang-undangan tersebut.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
06-129. Dicabut
Penyisihan kerugian aset produktif
130. penyisihan kerugian aset produktif dan piutang yang timbul
dari transaksi aset produktif dibentuk sebesar estimasi
kerugian aset produktif dan piutang yang tidak dapat
ditagih sesuai dengan denominasi mata uang aset produktif
dan piutang yang diberikan.
131. aset produktif adalah penamnaman modal bank baik
dalam rupiah maupun valuta asing yang ditujukan untuk
menghasilkan pendapatan antara lain dalam bentuk
pembiayaan mudharabah. Dan pembiayaan musyarakah,
murabahah, salam paralel dan istishna’paralel.
132. pendapatan aset produktif yang nonperforming diakui pada
saat pendapatan tersebut diterima.
133. pada saat aset produktif diklasifikasikan sebagai
nonperforming, pendapatan yang telah diakui tetapi belum
diterima harus dibatalkan.
Pengakuan Dan Penukuran Wadi’ah
Karakteristik
134. wadi’ah adalah titipan titipan nasabah yang harus dijaga

( 165 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dan dikembalikan seriap saat apabila nasabah yang


bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas
pengembalian titipan.
135. wadi’ah dibagi atas wadi’ah yad’dhamanah dan wadi’ah
yad’amanah. Wadi’ah yad’dhamanah adalah titian
yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan. Apabila dari hasil
pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan maka,
seluruhnya menjadi hak penerima titipan. Sedangkan
dalam prinsip wadi’ah yad.amanah penerima titipan
tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai
diambil kembali oleh penitip.
136. penerima titipan dalam transaksi wadi’ah dapat:
(a) meminta ujrah (imbalan) atas penitipan barang/
uang tersebut ; dan
(b) memberikan bonus kepada penitip dari hasil
penitipan barang atau uang titipan (wadi’ah yad’dhamanah)
namun tidak boleh diperjanjikan sebelumnya dan besarnya
bergantung pada kebijakan penerima titipan.
Pengakuan Dan Pengukuran Dana Wadi’ah
137. dana wadi’ah diakui sebesar jumlah dana yang ditipkan
pada saat terjadinya transaksi. Penerimaan yang diperoleh
atas pengelolaan dana titipan diakui sebagai pendapatan
bank dan bukan merupakan unsur keuntungan yang harus
dibagikan.
138. pengakuan bonus dalam transaksi wadi’ah adalah sebagai
berikut:
(a) pemberian bonus kepada nasabah diakui sebagai beban
pada saat terjadinya;

( 166 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(b) penerimaan bonus dari penempatan dana pada bank


syari’ah lain diakui sebagai pendapatan pada saat kas
diterima;
(c) penerimaan bonus pada pemnempatan dana syari’ah
pada bank sentral diakui sebagai pendapatan pada saat
kas diterima; dan
(d) penerimaan bonus dari penempatan dana dari bank non
syari’ah diakui sebagai pendapatan dana qardhul hasan
pada saat kas diterima.
Pengakuan dan Pengakuan Qard
Karakteristik
139. pijaman qard adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan
yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamkan dapat
menerima imbalan dapat menerima imbalan namun tidak
diperkenankan untuk dipersyaratan didalam perjanjian.
140. bank syari’ah disamping memberikan pinjaman qard
juga dapat menyalurkan pinjaman dalam bentuk qardhul
hasan. Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa imbalan
yang memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana
tersebut selama jangka tertentu dn mengembalikan dalam
jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati. Jika
peminjam mengalami kerugian bukan karna kelalaiannya
maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman.
Pelaporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan
sumber dan penggunaan dana qardhul hasan karna dana
tersebut bukan aset bank yang bersangkutan

( 167 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

141. sumber dana qardhul hasan berasal dari eksternal dan


internal. Sumber dala eksternal meliputi dana qardh yang
diterima bank syari’ah dari pihak lain (misalnya dari
sumbangan, infak, shadaqah dan sebagainya), dana yang
disediakan oleh para pemilik bank syari’ah dan hasil
pendapatan nonhalal. Sumber dana internal meliputi hasil
tagihan pinjaman qardhul hasan.
Pengakuan dan Pengukuran Pinjaman Qardh
142. pinjaman qardh diakui sebesar jumlah dana yang dilunasi
diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya.
143. dalam hal bank bertindak sebagai peminjam qardh, kelebihan
pelunasan kepada pemberi pinjaman qardh diakui sebagai
beban.
Pengakuan Dan Pengukuran Sharf
Karakteristik
144. sharf adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta
lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syari’ah (di luar
jual beli banknotes) hanya dapat dilakukan untuk tujuan
lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk tujuan
spekulatif.
Pendapatan Sharf
145. selisih antara kurs yang diperjanjikan dalam kontrak dan
kurs tunai (mark to market) pada tanggal penyerahan valuta
diakui sebagai keuntungan/kerugian pada saat penyerahan/
penerimaan dana.
146. selisih penjabaran aset dan kewajiban valuta asing dalam
rupiah (revalasi) diakui sebagai pendapatan dan beban.
Pengakuan dan pengukuran kegiatan bank syari’ah berbasis
imbalan

( 168 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Karakteristik
147. kegiatan-kegiatan yang menghasilkan ujrah (imbalan,
antara lain, wakalah, hiwalah, dan kafalah.
148. wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil
(pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/
bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama
pemberi kuasa. Akad wakalah tersebut dapat digunakan,
antara lain, dalam pengiriman transfer, penagihan utang
baik melalui kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.
149. kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh
kaafil (penjamin/bank) kepada makul (penerima jaminan)
dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali
suatu kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan.
Kafalah dapat digunakan untuk pemberi jasa bank, antara
lain, garansi bank, standby L/C. Pembukuan L/C impor,
ekseptasi, endosemen, dan aval.
150. hiwalah adalah pemindahan atau tagihan atau pengalihan
hak dan kewajiban, baik dalam bentuk pengalihan piutang
maupun utang, dan jasa pemindahan/pengalihan dana dari
satu entitas kepada entitas lain.
Imbalan Dari Kegiatan Bank Syari’ah Berbasis Imbalan
151. pendapatan dan beban yang berkaitan dengan jangka waktu
diakui selama jangka waktu tersebut. Pendapatan dan beban
yang tidak berkaitan dengan jangka waktu diakui pada saat
terjadinya transaksi dalam periode yang bersangkutan.
PENYAJIAN
152-182 dicabut
PENGUNGKAPAN
183-200 dicabut

( 169 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

TANGGAL EFEKTIF
201. penyajian ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian
laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang
dimulai pada atau setelah 1 januari 2003. Penerapan lebih
dini dianjurkan.
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.
101
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH
Pernyataan standar akuntansi keuangan 101: penyajian laporan
keuangan syari’ah terdiri atas paragraf 1-156 dan lampiran A,B,
dan C. Seluruh paragraf dalam pernyataan ini memiliki kekuatan
mengatur yang sama. Paragraf yang di cetak dengan huruf tebal
dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. Pernyataan ini harus
dibaca dalam konteks kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan syari’ah. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan
pada unsur-unsur yang tidak material.
PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini menetapkan dasar penyajian laporan keuangan
bertujuan umum untuk entitas syari’ah yang selanjutnya
disebut “laporan keuangan” supaya dapat dibandingkan
baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun
dengan laporan keuangan, struktur laporan keuangan dan
persyaratan minimal isi laporan keuangan.
Ruang Lingkup
02. Entitas syari’ah menerapkan pernyataan ini dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan
umum sesuai dengan SAK.
03. Entitas syariah yang dimaksud dalam pernyataan ini adalah

( 170 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan


usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dinyatakan
dalam anggaran dasarnya.
04. SAK mengatur pernyataan pengakuan, pengukuran, dan
pengungkapan transaksi dan peristiwa lain.
Pernyataan ini menggunakan terminologi yang , cocok bagi entitas
syariah yang berorlentasi laba, termasuk entitas bisnis sektor publik.
Entitas nirlaba syariah, entitas sector publik, pemerintah; dan entitas
syariah lainnya yang akan menerapkan pernyataan ini mungkin
perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap deskripsi
beberapa pos yang terdapat dalam laporan keuangan dan istilah
laporan keuangan itu sendiri.
05. Entitas syariah seperti reksa dana dan entitas yang modalnya
tidak terbagi atas saham; misalnya kaperasi, memerlukan
penyesuaian-penyesuaian terhadap penyajian dalam laporan
keuangannya.
Definisi
06. Berikut adalah istilah yang digunakan dalam penyajian ini:
Catatan atas laporan keuangan, catatan atas laporan
keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan
dalam laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan
penghasilan komprehensif lain, laporan perubahan ekuitas,
laporan arus kas, laporan sumber dan penggunaan dana
kebijakan. Catatan atas laporan keuangan memberikan
deskripsi atau pemisahan pos-pos yang disajikan dalam
laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pos-
pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan
informasi mengenai pos-pos yang tidak memenuhi kriteria
pengakuan dalam laporan keuangan tersebut.

( 171 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Laba rugi adalah total penghasilan dikurangi beban,


tidak termasuk komponen penghasilan komprehensif lain.
Laporan keuangan bertujuan umum (selanjutnya
disebut sebagai “laporan keuangan”) adalah laporan
keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pengguna laporan keuangan.
Material, kelalaian untuk mencantumkan atau
kesalahan dalam mencatat pos laporan keuangan adalah
material jika, baik secara sendiri maupun bersama, dapat
mempengaruhi keputusan ekonomik pengguna laporan
keuangan. Materialitas bergantung pada ukuran dan sifat
dari kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam
mencatat tersebut dengan memperhatikan kondisi terkait.
Ukuran atau sifat dari pos laporan keuangan tersebut atau
gabungan dari keduanya, dapat menjadi faktor penentu.
Penilaian apakah suatu kelalaian dalam mencantumkan
atau kesalahan dalam mencatat dapat mempengaruhi
keputusan ekonomik dari pengguna laporan keuangan,
dan dengan demikian menjadi material, membutuhkan
pertimbangan mengenai karakteristik dari setiap pengguna
laporan tersebut. Kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan syari’ah paragraf 45 menyatakan bahwa
“pengguna laporan keuangan di asumsikan memiliki
pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomik
dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari
informasi dengan ketekunan yang wajar “. Oleh karena itu,
penilaian tersebut perlu memperhatikan bagaimana pengguna
laporan keuangan dengan karakteristik tersebut diperkirakan
terpengaruh dalam membuat keputusan ekonomi.

( 172 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Pemilik adalah pemegang instrumen yang diklasifikasi


sebagai ekuitas.
Penghasilan komprehensif lain berisi pos penghasilan
dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi yang tidak
diakui dalam laba rugi sebagaimana disyaratkan oleh SAK.
Komponen penghasilan komprehensif lain mencakup:
(a) Perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16: aset
tetap dan PSAK 19: aset tak berwujud);
(b) Pengukuran kembali program imbalan pasti (lihat PSAK
24: imbalan kerja);
(c) Keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran
laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 10:
pengaruh perubahan Kurs Valuta Asing);
(d) Keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset
keuangan yang dikategorikan sebagai “tersedia untuk
dijual” (lihat PSAK 55: instrumen keuangan: pengakuan
dan pengukuran).
Penyesuaian reklasifikasi adalah jumlah yang
di reklasifikasi ke laba rugi periode berjalan yang
sebelumnya diakui dalam penghasilan komprehensif
lain pada periode berjalan atau periode sebelumnya.
Standar akuntansi keuangan (SAK) dalah
pernyataan dan interpretasi yang diterbitkan oleh dewan
standar akuntansi keuangan ikatan akuntan indonesia
dan dewan standar akuntansi syari’ah ikatan akuntan
indonesia serta peraturan regulator pasar modal untuk
entitas yang berada dibawah pengawasannya.
Tidak praktis. Penerapan suatu pernyataan
dianggap tidak praktis jika entitas syari’ah tidak dapat

( 173 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

menerapkannya setelah melakukan segala upaya yang


rasional.
Total penghasillan komprehensif adalah perubahan
ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari
transaksi dari peristiwa lain, selain perubahan yang
dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam
kapasitas sebagai pemilik.
Total penghasilan komprehensif terdiri dari komponen
“laba rugi” dan penghasilan komprehensif lain”.
07. Meskipun pernyataan ini menggunakan istilah “penghasilan
komprehensif lain”, “laba rugi”, dan “total penghasilan
komprehensif”, entitas syari’ah dapat menggunakan istilah
lain untuk menjelaskan jumlah tersebut sepanjang maksudnya
jelas. Sebagai contoh, entitas dapat menggunakan istilah
“penghasilan neto” untuk menggambarkan laba rugi.
LAPORAN KEUANGAN
Tujuan Laporan Keuangan
08. laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari
posisi keuangan dan kinerja keuangan dari suatu entitas
syariah. Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan
arus kas entitas syariah yang bermanfaat bagi sebagian besar
kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-
keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban
(stewarship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber
daya yang dipercaya kepada mereka. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi
mengenai entitas syariah yang meliputi:
a) aset:

( 174 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

b) kewajiban:
c) dana syariah temporer:
d) ekuitas:
e) pendapatan dan behan termasuk keuntungan dan kerugian
f) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam
kapasitasnya sebagai pemilik;
g) arus kas;
h) dana zakat; dan
i) dana kebajikan.
Informasi tersebut di atas beserta inforrnasi lainnya yang
terdapat dalam catatan alas laporan keuangan membantu
pengguna laporan dalam memprediksi arus kas pada
masa depan khususnya dalam hal waktu dan kepastian
diperolehnya kas dan: setara kas.
Komponen laporan keuangan
09. Laporan keuangan yang lengkap terdiri alas komponen-
komponen berikut ini
(a) laporan posisi keuangan pada akhir periode;
(b) laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
selama periode;
(c) laporan perubahan ekuitas selama periode;
(d) Laporan arus kas selama periode;
(e) Laporan sumber dan penggunaan dana zakat selama
periode;
(f) Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan selama
periode;
(g) Catatan atas laporan keuangan. Berisi ringkasan
kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan
lain; dan

( 175 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(h) Informasi komparatif mengenai periode sebelumnya


sebagaimana ditentukan dalam paragraf 37 dan 38; dan
(i) Laporan posisi keuangan pada awal periode terdekat
sebelumnya yang disajikan ketika entitas syari’ah
menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrostektif
atau membuat penyajian kembali pos laporan keuangan,
atau ketika entitas syari’ah mereklasifikasi pos dalam
laporan keuangannya.
10. entitas syari’ah menyajikan seluruh komponen laporan
keuangan lengkap dengan tingkat keutamaan yang sama
11. Jika entitas syariah merupakan lembaga keuangan maka
selain komponen keuangan yang diuraikan dalam paragraf
l0, entitas syariah tersebut juga menyajikan komponen
Iaporan keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik
utama entitas tersebut jika substansi informasinya belum
tercakup dalam paragraf 10.
12. Komponen tambahan dan penyajian pos-pos laporan
keuangan yang mencerminkan karakteristik khusus untuk
industri tertentu akan diatur lampiran Pernyataan ini yang
mercipakan bagian yang tidak terpisahkan laporan keuangan
entitas syariah.
13. Apabila entitas syariah belum melaksanakan fungsi sosial
secara penuh entitas syariah tersebut tetap harus menyajikan
komponen laporan keuangan parafgraf 10(e) dan (f)
14. Entitas syariah dianjurkan untuk menyajikan telaahan
keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang
mempengaruhi kinerja keuangan, posisi keuangan entitas
syariah dan kondisi ketidakpastian. Telaahan keuangan
tersebut dapat meliputi:

( 176 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

a) faktor-faktor dan pengaruh-pengaruh yang menentukan


kinerja keuangan, termasuk perubahan lingkungan
lingkungan di mana entitas syariah beroperasi, respons yang
diambil dan hasilnya, dan kebijakan investasi untuk menjaga
dan memperkuat kinerja keuangan. termasuk kebijakan
dividennya;
b) sumber pendanaan entitas syariah dan target rasio kewajiban
terhadap ekuitas; dan
c) sumber daya entitas syariah yang tidak diakui dalam laporan
posisi keuangan sesuai dengan SAK.
16. beberapa entitas syari’ah dapat pula menyajikan, terpisah
dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan
hidup dan laporan nilai tambah, khususnya bagi industri
yang faktor lingkungan hidup memegang peran penting
dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai
kelompok pengguna laporan keuangan yang memegang
peran penting. Laporan tambahan tersebut diluar ruang
lingkup SAK.
Tanggung jawab atas laporan keuangan
17. manajemen bertanggung jawab atas penyusunan dan
penyajian laporan keuangan entitas syari’ah.
Karakteristik Umum
Penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap SAK
18. laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas syari’ah.
Penyajian yang wajar mensyaratkan penyajian secara jujur
dampak dari transaksi, peristiwa, dan kondisi lain sesuai
dengan definisi dan kriteria pengakuan aset, liabilitas, dana
syirkah temporer, ekuitas, penghasilan dan beban yang diatur

( 177 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan


keuangan syari’ah. Penerapan SAK, dengan pengungkapan
tambahan jika dibutuhkan, dianggap menghasilkan penyajian
laporan keuangan secara wajar.
19. entitas syari’ah yang laporan keuangan telah patuh
terhdadap SAK membuat pernyataan secara eksplisit dan tanpa
terkecuali tentang kepatuhan terhadap SAK dalam catatan atas
laporan keuangan. Entitas syari’ah tidak boleh menyebutkan
bahwa laporan keuangan telah patuh terhadap SAK kecuali
laporan keuangan telah patuh terhadap seluruh pernyataan
dala SAK.
20. dalam hal tidak ada SAK secara spesifik berlaku untuk
transaksi, peristiwa, atau kondisi lain, maka manajemen
menggunakan pertimbangannya dalam mengembangkan dan
menerapkan suatu kebijakan akuntansi yang menghasilkan
informasi yang:
a. relevan untuk kebutuhan pengambilan keputusan ekonomi
pengguna laporan keuangan; dan
b. andal, dalam laporan keuangan yang;
(i) menyajikan secara jujur posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas;
(ii) mencerminkan substansi ekonomi transaksi, peristiwa,
atau kondisi lain, dan bukan hanya untuk hukum;
(iii)netral, yaitu bebas dari bias;
(iv) pertimbangan sehat; dan
(v) lengkap dalam semua hal yang material.
21. dalam hampir seluruh keadaan, entitas syari’ah mencapai
pnyajian laporan keuangan secara wajar dengan memenuhi
SAK yang relevan. Penyajian secara wajar juga mensyaratkan

( 178 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

entitas syari’ah untuk:


(a) memilih dan menerapkan kebijakan yang sesuai
dengan prinsip syari’ah. Manajemen mengacu dan
mempertimbangkan keterterapan dari sumber berikut ini
sesuai dengan urutan menurun:
(i) definisi, kriteria pengakuan dan konsep pengukuran
untuk aset, liabilitas, dana syirkah temporer, ekuitas,
penghasilan, dan beban dalam kerangka dasar
penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah;
(ii) persyaratan dan panduan dalam SAK umum yang
sesuai dengan SAK syari’ah, yang berhubungan
dengan masalah serupa dan terkait; dan
(iii)standar akuntansi terkini yang dikeluarkan oleh badan
penyusun standar akuntansi lain yang menggunakan
kerangka dasar yang sama untuk mengembangkan
standar akuntansi, literatur akuntansi lain, dan praktik
akuntansi industri yang berlaku, sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syari’ah.
(a) menyajikan informasi, termasuk kebijakan akuntansi,
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan informasi
yang relevan, andal, dapat dibandingkan, dan mudah
dipahami.
(b) memberikan pengungkapan tambahan jika kesesuaian
dengan persyaratan spesifik dalam SAK tidak cukup bagi
pengguna laporan keuangan untuk memahami dampak
dari transaksi peristiwa, dan konsisi lain tertentu terhadap
posisi keuangan dan kinerja keuangan.
22. entitas syari’ah tidak dapat memperbaiki kebijakan akuntansi
yang tidak tepat baik dengan pengungkapan kebijakan

( 179 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

akuntansi yang digunakan maupun pengungkapan dalam


catatan atas laporan keuangan atau materi penjelasan.
23. dalam hal tidak ada PSAK syari’ah yang mengatur suatu
transaksi, peristiwa, atau kondisi lain, maka dianjurkan untuk
mengacu pada SAK umum, sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip syari’ah.
Kelangsungan usaha
24. dalam penyusunan laporan keuangan, manajemen harus
menilai (assessment) kemampuan kelangsungan usaha
entitas syariah. Laporan keuangan harus disusun berdasarkan
asumsi kelangsungan usaha, kecuali manajemen bermaksud
untuk melikuidasi atau menjual, atau tidak mempunyai
alternatif selain melakukan hal tersebut. Dalam penilaian
kelangsungan usaha, ketidakpastian yang bersifat material
yang terkait dengan kejadian atau kondisi yang bisa
menyebabkan keraguan atas kelangsungan usaha harus
diungkapkan. Apabila laporan keuangan tidak disusun
berdasarkan asumsi kelangsungan usaha maka kenyataan
tersebut harus diungkapkan bersama dengan dasar lain
yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan
serta alasan mengapa asumsi kelangsungan usaha entitas
syariah tidak dipertimbangkan dapat menggunakan asumsi
kelangsungan usaha.
25. dalam menilai apakah dasar asumsi kelangsungan usaha
adalah tepat, manajemen memperhitungkan seluruh
informasi yang tersedia mengenai masa depan, palin
sedikit (namun tidak terbatas pada) dua belas bulan dari
akhir periode pelaporan. Tingkat pertimbangan bergantung
pada fakta dari setiap kasus. Ketika selama ini entitas

( 180 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

syari’ah syari’ah menghasilkan laba dan mempunyai akses


ke sumber pendanaan, maka dapat disimpulkan bahwa
asumsi kelangsungan usaha telah sesuai tanpa melalui
analisis rinci. Dalam ksus lain, manajemen mungkin perlu
untuk mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi
profitabilitas masa kini maupun yang diharapkan di masa
depan. Jadwal pembayaran utang, dan sumber potensial
pendanaan pengganti sebelum dapat menyimpulkan bahwa
asumsi kelangsungan usaha telah sesuai.
26. Entitas Syariah harus menyusun laporan keuangan atas
dasar akrual. Kecuali Laporan Arus Kas dan penghitungan
pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha. Dalam
penghitungan pembagian hasil usaha didasarkan pada
pendapatan yang telah direlisasikan menjadi kas (dasar kas)
27. jika akuntansi berdasarkan akrual digunakan, entitas
syari’ah mengakui pos sebagai aset, liabilitas, dana syirkah
temporer, ekuitas, penghasilan dan beban (unsur laporan
keuangan) ketika pos tersebut memenuhu definisi dan
kriteria pengakuan untuk unsur tersebut dalam Kerangka
Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan
Syari’ah
materialitas dan penggabungan
28. entitas syari’ah menyajikan secara terpisah setiap
kelompok pos serupa yang material. Entitas syari’ah
menyajikan secara terpisah pos yang memiliki sifat atau
fungsi yang tidak serupa kecuali po s tersebut tidak
material.
29. Laporan keuangan merupakan hasil dari pemrosesan
sejumlah transaksi yang diklasifikasikan sesuai sifat

( 181 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

atau fungsinya. Tahap akhir dari proses penggabungan


dan pengklasifikasian adalah penyajian data yang telah
diringkas dan di klasifikasikan dan membentuk pos-pos
dalam laporan keuangan. Jika suatu pos secara individual
tidak material, maka dapat digabungakan dengan pos lain
yang sejenis dalam laporan keuangan atau dalam catatan
atas laporan keuangan. Pos yang tidak cukup material untuk
disajikan terpisah dalam laporan keuangan mungkin cukup
material untuk disajikan secara terpisah dalam catatan atas
laporan keuangan.
30. Entitas syariah tidak perlu menyediakan suatu
pengungkapan spesifik yang diminta oleh suatu PSAK jika
informasi tersebut tidak material.
31. entitas syari’ah tidak perlu melakukan saling hapus atas
aset, liabilitas, dan dana syirkah temporer ekuitas atas
penghasilan dan beban, kecuali disyaratkan atau diizinkan
oleh suatu PSAK.
Saling hapus
32. Saling hapus akan memenuhi pemahaman pengguna
laporan keuangan terhadap suatu transaksi yang telah
dilakukan dan memengaruhi penilaian pengguna laporan
keuangan atas arus kas entitas syariah pada masa depan,
kecuali mencerminkan substansi transaksi atau peristiwa.
Aset yang dilaporkan sebesar nilai, setelah dikurangi
dengan penyisihan, tidak termasuk kategori saling hapus.
33. Dalam aktivitas normal- entitas syariah juga melakukan
transaksi-transaksi lain yang bukan merupakan penghasil
utama pendapatan dan hersifat insidentil. Hasil dari transaksi
tersebut disajikan dengan mengurangkan setiap pendapatan

( 182 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dengan beban yang berkaitan sepanjang penyajian tersebut


menggambarkan substansi transaksi atau peristiwa tersebut.
Sebagai Contoh:
a) keuntunan dan kerugian atas pelepasan aset tidak lancar
termasuk investasi dan aset operasional dilaporkan dengan
mengurangkan penerimaan dengan nilai tercatat dan beban
yang timbul akibat pelepasan aset tersebut.
b) Entitas syari’ah dapat mengurangkan pengeluaran terkait
dengan propoinsi yang diakui sesuai dengan PSAK 57:
provinsi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi, dan
diganti berdasarkan perjanjian kontraktual dengan pihak
ketiga (sebagai contoh, perjanjian garansi dari pemasok),
dengan penggantian yang diterima.
34. selain itu entitas syari’ah menyajikan keuntungan dan
kerugian yang timbul dari suatu kelompok transaksi
yang sejenis secara neto, sebagai contoh, keuntungan dan
kerugian dari transaksi valuta asing. Akan tetapi, entitas
syari’ah menyajikan keuntungan dan kerugian secara
terpisah jika keuntungan atau kerugian tersebut material.
Frekuensi pelaporan
35. entitas syari’ah menyajikan laporan keuangan lengkap
(termasuk informasi komparatif) setidaknya secara
tahunan. Ketika akhir periode pelaporan berubah dalam
laporan keuangan tahunan disajikan untuk periode yang
lebih panjang atau lebih pendek daripada periode satu
tahun, sebagai tambahan terhadap periode cakupan laporan
keuangan, maka entitas syari’ah mengungkapkan:
(a) alasan penggunaan periode pelaporan yang
lebih panjang atau lebih pendek; dan

( 183 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(b) fakta bahwa jumlah yang disajikan dalam


laporan keuangan tidak dapat dibandingkan
secara keseluruhan.
36. Umumnya, entitas syari’ah secara konsisten menyiapkan
laporan keuangan untuk periode satu tahun. Akan tetapi,
untuk alasan praktis, beberapa entitas syari’ah lebih
memilih untuk melaporkan sebagai contoh, untuk periode
lima puluh dua minggu. Pernyataan ini tidak menghalangi
praktik tersebut.
Informasi konparatif
Informasi konparatif minimum
37. entitas syari’ah menyajikan informasi komparatif terkait
dengan periode sebelumnya untuk seluruh jumlah
yang dilaporkan dalam laporan keuangan periode
berjalan, kecuali diizinkan atau disyaratkan lain oleh
SAK. Informasi komparatif yang bersifat naratif dan
deskriptif dari laporan keuangan periode sebelumnya
diungkapkan kembali jika relevan untuk pemahaman
laporan keuangan periode berjalan.
38. Entitas syari’ah menyajikan, minimal dua laporan
posisi keuangan; dua laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain, dua laporan arus kas, dan dua laporan
perubahan ekuitas, dua laporan sumber daya penyaluran
dana zakat, dua laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan serta catatan atas laporan keuangan terkait.
39. Pada beberapa kasus, informasi naratif yang disajikan pada
laporan keuangan periode sebelumnya masih relevan untuk
diungkapakan pada periode berjalan. Misalnya, rincian
tentang sengketa hukum yang dihadapi, dimana hasil

( 184 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

akhir belum di ketahui hasilnya secara pasti pada periode


sebelumnya dan masih dalam proses penyelesaian, perlu
diungkapkan kembali pada periode berjalan. Pengguna
laporan keuangan akan memperoleh manfaat dari informasi
adanya ketidakpastian pada tanggal neraca sebelumnya
dan langkah-langkah yang telah dilakukan pada periode
berjalan untuk mengatasi ketidakpastian tersebut.
Informasi komparatif tambahan
40. Entitas syari’ah dapat menyajikan informasi komparatif
sebagai tambahan atas laporan keuangan komparatif
minimum yang disyaratkan SAK, sepanjang informasi
tersebut disusun sesuai dengan SAK. • Informasi komparatif
ini dapat berisi terdiri satu atau lebih laporan keuangan
yang di rujuk pada paragraf 10, namun tidak terdiri dari
laporan keuangan lengkap. Ketika kasus ini terjadi, entitas
syari’ah menyajikan catatan atas laporan keuanganyang
terkait untuk laporan tambahan tersebut.
41. Sebagai contoh, entitas syari’ah dapat menyajikan laporan
laba rugi komprehensif ketiga (sehingga menyajikan periode
berjalan, periode sebelumnya, dan satu periode komparatif
tambahan). Akan tetapi entitas syari’ah tidak disyaratkan
untuk menyajikan tiga laporan posisi keuangan, tiga
laporan arus kas, atau tiga laporan perubahan ekuitas (yaitu
laporan keuangan komparatif tambahan). Entitas syari’ah
disyaratkan untuk menyajikan, dalam catatan atas laporan
keuangan, informasi komparatif yang terkait dengan
laporan tambahan atas laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif tersebut.

( 185 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Perubahan dalam kebijakan akuntansi, penyajian


kembali Retrospektif, atau Reklasifikasi

42. Entitas syari’ah menyajikan laporan posisi keuangan


ketiga pada posisi awal periode sebelumnya sebagai
tambahan atas laporan keuangan komparatif minimum
yang disyaratkan dalam paragraf 38 jika:
a. Entitas syari’ah menerapkan kebijakan akuntansi secara
retrospektif, membuat penyajian kembali retrospektif
atas pos-pos dalam laporan keuangan atau reklasifikasi
pos-pos dalam laporan keuangan; dan
b. penerapan retrospektif, penyajian kembali retropsektif
atau reklasifikasi memiliki dampak material atas
informasi dalam laporan posisi keuangan pada awal
periode sebelumnya.
43. Dalam kondisi yang digambarkan dalam paragraf 42,
Entitas syari’ah menyajikan tiga laporan posisi keuangan
pada:
(a) akhir periode berjalan;
(b) akhir periode sebelumnya; dan
(c) awal periode sebelumnya.
44. Ketika entitas syari’ah disyaratkan untuk menyajikan
laporan posisi keuangan tambahan sesuai paragraf 42,
entitas syari’ah harus mengungkapkan informasi yang
disyaratkan paragraf 46-48 dan PSAK 25: kebijakan
akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan kesalahn.
Akan tetapi, entitas syari’ahtidak perlu menyajikan catatan
yang terkait dengan laporan posisi keuangan awal periode
sebelumnya.

( 186 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

45. Tanggal laporan posisi keuangan pembuka (opening) adalah


tanggal awal (beginning) periode sebelumnya terlepas
apakah laporan keuangan entitas syari’ah menyajikan
informasi komparatif untuk periode yang lebih awal (seperti
diizinkan dalam paragraf 40).
46. jika entitas syari’ah mengubah penyajian atau reklasifikasi
pos-pos dalam laporan keuangan adalah maka jumlah
komparatif harus di reklasifikasi kecuali tidak praktis
dilakukan. Apabila jumlah komparatif direklasifikasi maka
harus diungkapkan :
(a) Sifat dari relaksifikasi;
(b) Jumlah setiap pos atau kelompok pos yang direlaksifikasi;
dan
(c) Alasan reklasifikasi.
47. jika relaksifikasi jumlah komporatif tidak praktis, maka
entitas syari’ah mengungkapkan:
(a) Alasan tidak melakukan relaksifikasi jumlah tesebut; dan
(b) Sifat penyesuain yang akan dilakukan jika jumlah tersebut
direlaksifikasi.
48. Peningkatan daya banding informasi antar periode mmbantu
pengguna laporan keuangan dalam membuat keputusan
ekonomi, khususnya memungkinkan dengan mengizinkan
penilaian atas kecenderungan informasi keuangan untuk
tujuan prediksi. Dalam beberapa keadaan, reklasifikasi
informasi komparatif tidak praktis untuk periode tertentu
sebelumnya untuk mencapai daya banding dengan periode
berjalan. Sebagai contoh, entitas entitas syari’ah mungkin
belum mengumpulkan data pada periode sebelumnya
yang memungkinkan untuk melakukan reklasifikasi, dan

( 187 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

mungkin tidak praktis untuk menyusun kembali informasi


tersebut.
Konsestensi penyajian
49. Penyajian dan klasifikasi pos dalam laporan keuangan antar
periode dilakukan secara konsisten, kecuali:
a. Setelah terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat
operasi entitas syari’ah atau kajian ulang atas laporan
keuangan, terlihat secara jelas behwa penyajian atau
klasifikasi lain akan lebih tepat untuk digunakan dengan
mempertimbangkan kriteria dala penentuan dan penerapan
kebijakan akuntansi; atau
b. Perubahan tersebut disyaratkan oleh suatu PSAK.
50. Sebagai contoh, suatu akuisisi atau pelepasan yang
signifikan atau kajian ulang atas penyajian laporan
keuangan, mungkin akan menghasilkan kesimpulan bahwa
laporan keuangan perlu disajikan secara berbeda. Namun
demikian, perubahan penyajian dapat dilaksanakan jika
perubahan tersebut memberikan informasi yang andal dan
lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan atau struktur
yang baru mempunyai kecenderungan akan digunakan
seterusnya, sehingga keterbandingan tidak terganggu.
Ketika melakukan perubahan tersebut dalam penyajian
laporan keuangan, maka entitas syari’ah merelaksasi
informasi komparatif sesuai dengan paragraf 46 dan 47.
STRUKTUR DAN ISI
Pendahuluan
51. pernyataan ini mensyaratkan pengungkapan tertentu dalam
laporan keuangan atau laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain, laporan perubahan ekuitas, laporan

( 188 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

sumber dan penggunaan zakat, atau laporan sumber


dan penggunaan dana kebajikan, dan mensyaratkan
pengungkapan dari pos lain dalam laporan keuangan
tersebut atau catatan atas laporan keuangan. PSAK 2:
laporan arus kas mengatur persyaratan untuk penyajian
informasi arus kas.
52. Pernyataan ini terkadang menggunakan istilah
“pengungkapan” dalam arti luas, meliputu pos disajikan
dalam laporan keuangan. Pengungkapan juga disyaratkan
oleh SAK lain. Kecuali dinyatakan lain dalam pernyataan
ini atau SAK, pengungkapan tersebut dapat dilakukan
dalam laporan keuangan.

Identifikasi laporan keuangan


53. Entitas syariah mengidentifikasikan laporan keuangan
secara jelas dan membedakannya dari informasi lain dalam
dokumen publikasi yang sama.
54. SAK hanya berlaku untuk laporan keuangan, tidak
berlaku untuk informasi lain yang disajikan dalam laporan thunan,
dokumen yang disampaikan kepada regulator, atau dokumen lain.
Oleh karena itu, sangat penting bahwa pengguna laporan keuangan
dapat membedakan antara informasi yang disusun sesuai SAK dan
informasi lain yang juga bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan
tetapi tidak dikenakan persyaratan dalam SAK.
55. Entitas syariah mengidentifikasikan secara jelas setiap
laporan keuangan dan catatan atas laporan keuangan. Selain itu,
entitas syariah menyajikan informasi berikut ini secara jelas, dan
mengulanggnya jika dibutuhkan sehingga dapat dipahami:
(a) nama entitas syariah pembuat laporan keuangan atau identitas

( 189 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

lain, dan setiap perubahan informasi dari akhir periode


pelaporan sebelumnya;
(b) apakah merupakan laporan keuangan satu entitas atau suatu
kelompok entitas;
(c) tanggal akhir periode laporan atau periode yang dicakup oleh
laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan;
(d) mata uang pelaporan sebagaimana didefinisikan dalam PSAK
10: Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing; dan
(e) pembulatan yang digunakan dalam penyajian jumlah dalam
laporan keuangan.

56. Entitas syariah telah memenuhi persyaratan paragraf 55


dengan menyajikan judul yang tepat untuk halaman, laporan keuangan,
catatan atas laporan keuangan, kolom, dan sejenis. Peritmbangan
dibutuhkan dalam menentukan cara terbaik untuk menyajikan
informasi tersebut. Sebagai contoh, ketka entitas syariah menyajikan
laporan keuangan secara elektornik, maka halaman terpisah tidak
selalu digunakan; selanjutnya entitas syariah menyajikan hal di atas
untuk memastikan bahwa informasi yang dicakup dalam laporan
keuangan dapat dipahami.

57. Agar lebih dapat dipahami, entitas syariah pada umumnya


menyusun laporan keuangan dengan menyajikan informasi mata
uang dalam unit ribuan atau jutaan. Hal ini diperkenankan sepanjang
diungkapkan tingkat pembulatan dan tidak menghilangkan informasi
yang material.

Laporan Posisi Keuangan


Informasi yang Disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan

( 190 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

58. Laporan posisi keuangan minimal mencakup penyajian


jumlah pos-pos berikut:
(a) kas dan setara kas;
(b) piutang usaha dan piutang lain;
(c) persediaan;
(d) investasi dengan menggunakan metode ekuitas;
(e) aset keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan di (a),
(b), dan (d));
(f) total aset yang dikalsifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk
dijual dan aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang
diklasifikasikan sebagai dimuliki untuk dijual sesuai dengan
PSAK 58; Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan
Operasi yang Dihentikan;
(g) properti investasi;
(h) aset tetap;
(i) aset tak berwujud;
(j) utang usaha dan terutang lain;
(k) liabilitas keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan di
(j) dan (o));
(l) liabilitas dan aset untuk pajak kini sebagaimana didefinisikan
dalam PSAK 46: Pajak Penghasilan;
(m) liabilitas dan aset pajak tangguhan, sebagaimana didefinisikan
dalam PSAK 46;
(n) liabilitas yang termasuk dalam kelompok lepasan yang
diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan
PSAK 58;
(o) provisi;
(p) kepentingan nonppengendali, disajikans sebagai bagian dari
ekuitas; dan

( 191 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(q) modal saham dan cadangan yang dapat diatribusikan kepada


pemilik entitas induk.

59. Entitas syariah menyajikan pos tambahan, jusul, dan


subtotal dalam laporan posisi keuangan jika penyajian tersebut
relevan untuk memahami posisi keuangan.
60. Jika entitas syariah menyajikan aset lancar dan tidak
lancar dan liabilitas jangka pendek dan jangka panjang, sebagai
klasifikasi yang terpisah dalam laporan posisi keuangan, maka
aset (liabilitas) pajak tangguhan tidak diklasifikan sebagai aset
lancar (liabilitas jangka pendek).
61. pernyataan ini tidak mengatur susunan atau format penyajian
pos. paragraf 54 menjelaskan daftar pos yang berbeda berdasarkan
sifat atau fungsinya untuk mengizinkan penyajian terpisah dalam
laporan posisi keuangan. Sebagai tambahan:
(a) suatu pos disajikan terpisah jika ukuran, sifat, atau fungsinya atau
penggabungan pos yang sama menyebabkan penyajian terpisah
menjadi relevan untuk memahami posisi keuangan; dan
(b) penjelasan yang digunakan dan urutan pos atau penggabungan
pos yang serupa dapat diubah sesuai dengan entitas syariah dan
transaksinya, untuk memberikan informasi yang relevan dalam
memenuhi posisi keuangan. Sebagai contoh, institusi keuangan
mungkin mengubah deskripsi di atas dalam rangka memberikan
informasi yang relevan mengenai operasinya.
62. Entitas syariah mempertimbangkan apakah pos tambahan
disajikan secara terpisah yang didasarkan pada penilaian dari:
(a) sifat dan lingkungan aset;
(b) fungsi aset; dan
(c) jumlah, sifat, dan jangka waktu liabilitas.

( 192 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

63. penggunaan dasar pengukuran yang berbeda untuk


kelompok aset yang berbeda menunjukkan bahwa sifat dan fungsinya
berbeda dan, oleh karena itu, entitas syariah menyajikan kelompok
aset tersebut secara terpisah. Sebagai contoh, kelompok aset tetap
dapat dicatat berdasarkan biaya perolehan atau jumlah revaluasian
sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap.

Pembedaan Aset Lancar dan Tidak Lancar serta Liabiliats


Jangka Pendek dan Jangka Panjang

64. Entitas syariah menyajikan aset lancar dan tidak lancar


serta liabilitas jangka pendek dan jangka panjang sebagai
klasifikasi yang terpisah dalam laporan posisi keuangan sesuai
dengan paragraf 70-80, kecuali penyajian berdasarkan likuiditas
memberikan informasi yang lebih relevan dan dapat diandalkan.
Jika pengecualian tersebut diterapkan, maka entitas syariah
menyajikan seluruh aset dan liabilitas berdasarkan ukuran
likuiditas.
65. Apa pun metode penyajian yang digunakan, entitas syariah
mengungkapkan jumlah yang diperkirakan dapat dipulihkan atau
diselesaikan setelah lebih dari dua belas bulan untuk setiap pos
aset dan liabilitas yang menggabungkan jumlah yang diperkirakan
akan dipulihkan atau diselesaikan:
(a) tidak lebih dari dua belas bulan setelah periode pelaporan; dan
(b) lebih dari dua belas bulan setelah periode pelaporan.

66. Jika entitas syariah menyediakan barang atau jasa dalam


siklus operasi yang dapat didentifikasi secara jelas, maka klasifikasi
aset lancar dan tidak lancar serta liabilitas jangka pendek dan jangka

( 193 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

panjang dalam laporan posisi keuangan memberikan aset neto yang


digunakan secara terus menerus sebagai modal kerja dan aset neto
yang digunakan dalam operasi jangka panjang. Pengklasifikasian
tersebut juga menunjukkan aset yang diperkirakan akan direalisasikan
dalam siklus operasi berjalan dan liabilitas yang akan jatuh tempo
pada periode yang sama.
67. Untuk beberapa entitas syariah, seperti
institusi keuangan, penyajian aset dan liabilitas berdasarkan urutan
likuiditas memberikan informasi yang lebih relevan dan dapat
diandalkan dibandingkan penyajian berdasarkan lancar dan tidak
lancar atau jangka pendek dan jangka panjang karena entitas syariah
pada industri tersebut tidak menyediakan barang atau jasa selama
siklus operasi yang dapat didentifikasi secara jelas.
68. Dalam menerapkan paragraf 64, entitas syariah
diperkenankan untuk menyajikan beberapa aset menggunakan
klasifikasi lancar dan tidak lancar, dan liabilitas menggunakan jangka
pendek dan jangka panjang dan lainnya berdasarkan likuiditas jika
hal tersebut memberikan informasi yang lebih relevan dan dapat
diandalkan. Kebutuhan untuk mengkombinasikan dasar penyajian
dimungkinkan jika entitas syariah memiliki operasi yang beragam.
69. Informasi mengenai tangal perkiraan realisasi aset
dan liabilitas berguna dalam penilain likuiditas dan solvabilitas
entitas syariah. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
mensyaratkan pengunngkapan tanggal jatuh tempo aset keuangan
dan liabilitas keuangan. Aset keuangan termasuk piutang usaha
dan piutang lain, danliabilitaskeuangan termasuk utang usaha
dan terutang lain. Informasi tentang tanggal perkiraan pemulihan
aset nonmoneter, seperti persediaan, dan tanggal perkiraan dari
penyelesaian liabilitas seperti provisi juga bermanfaat, terlepas dari

( 194 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

apakah aset diklasifikasikan sebagai lancar dan tidak lancar dan


liabilitas sebagai jangka panjang danjangka pendek. Ssebagai contoh,
entitas syariah mengungkapkan jumlah persediaan yang diperkirakan
dapat dipulihkan lebih dari dua belas bulan setelah periode pelaporan.

Aset Lancar

70. Entitas syariah mengkalsifikasikan aset sebagai aset lancar


jika:
(a) entitas syariah memperkirakan akan merealisasikan aset, atau
bermaksud untuk menjual atau menggunakannya, dalam siklus
operasi normal;
(b) entitas syariah memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan;
(c) entitas syariah memperkirakan akan merealisasikan aset dalam
jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan; atau
(d) aset merupakan kas atau setara kas (sebagaimana yang didefinisikan
dalam PSAK 2: Laporan Arus Kas), kecuali aset tersebut dibatasi
pertukaran atau penggunaanya untuk menyelesaikan liabilitas
sekurang-kurangnya dua belas bulan setelah periode pelaporan.

Entitas syariah mengklasifikasikan aset yang tidak termasuk


kategori tersebut sebagai aset tidak lancar.

71. Pernyataan ini menggunakan istilah “tidak lancar” untuk


mencakup aset tetap, aset takberwujud, dan aset keuangan yang
bersifat jangka panjang. Pernyataan ini tidak melarang pengunaan
istilah lain sepanjang pengertiannya jelas.

72. Siklus operasi merupakan jangka waktu antara perolehan

( 195 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

aset untuk pemrosesan dan realisasinya dalam bentuk kas atau setara
kas. Jika siklus operasi normal tidak dapat diidentifikasikan secara
jelas, maka siklus diasumsikan selama dua belas bulan. Aset lancar
mencakup aset (seperti persediaan dan piutang usaha) yang dijual,
dikonsumsi atau direalisasikan sebagai bagian siklus operasi normal
meskipun aset tersebut tidak diperkirakan untuk direalisasikan dalam
jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan. Aset lancar
juga mencakup aset yang dimiliki untuk diperdagangkan dan bagian
lancar dari aset keuangan tidak lancar.

Liabilitas Jangka Pendek

73. Suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka


pendek jika:
(a) entitas syariah memperkirakan akan menyelesaikan liabilitas
dalam siklus operasi normalnya;
(b) entitas syariah memiliki liabilitas untuk tujuan diperdagangkan;
(c) liabilitas jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu dua
belas bulan setelah periode pelaporan; atau
(d) entitas syariah tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda
penyelesaian liabilitas selama sekurang-kurangnya dua belas
bulan setelah periode pelaporan (lihat paragraf 77). Persyaratan
liabilitas yang dapat mengakibatkan diselesaikannya liabilitas
tidak berdampak terhadap klasifikasi liabilitas tersebut.
Entitas syariah mengklasifikasikan liabilitas yang tidak termasuk
kategori tersebut sebagai liabilitas jangka panjang.

74. Beberapa liabilitas jangka pendek, seperti utang usaha,


beberapa akrual untuk biaya karyawan dan biaya operasi lain,

( 196 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

merupakan bagian modal kerja yang digunakan dalam siklus operasi


normal. Entitas syariah mengklasifikasikan liabilitas tersebut sebagai
liabilitas jangka pendek meskipun liabilitas tersebut jatuh tempo untuk
diselesaikan lebih dari dua belas bulan setelah periode pelaporan.
Siklus operasi normal yang sama diterapkan pada klasifikasi aset
dan liabilitas entitas syariah. Jika dapat diidentifikasikan secara jelas,
maka siklus operasi normal diasumsikan dua belas bulan.

75. Liabilitas jangka pendek lain tidak diselesaikan dalam


siklus operasi normal, tetapi jatuh tempo untuk diselesaikan dalam
jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan atau dimiliki
untuk tujuan diperdagangkan. Sebagai contoh, cerukan bank, dan
bagian jangka pendek dari liabilitas keuangan jangka panjang, utang
dividen, utang pajak, dan utang nonusaha lain. Liabilitas keuangan
yang merupakan pembiayaan jangka panjang (bukan bagian dari
modal kerja yang digunakan dalam siklus operasi normal) dan tidak
jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan
merupakan liabilitas jangka panjang, sebagaimana diatur di paragraf
78 dan 79.

76. Entitas syariah mengklasifikasikan liabilitas keuangan


sebagai liabilitas jangka pendek jika liabilitas tersebut akan jatuh
tempo dalam jangka waktu dua belas bulan setelah periode pelaporan,
meskipun:
(a) persyaratan awal perjanjian pinjaman adalah untuk jangka waktu
lebih dari dua belas bulan; dan
(b) persetujuan penjadwalan pembayaran kembali, atas dasar jangka
panjang, telah diselesaikan setelah periode pelaporan dan sebelum
tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit.

( 197 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

77. Jika entitas syariah memperkirakan, dan memiliki diskresi,


untuk melakukan perpanjangan suatu kewajiban selama sekurang-
kurangnya dua belas bulan setelah periode pelaporan dengan
menggunakan fasilitas pinjaman yang ada, maka entitas syariah
mengklasifikasikan kewajiban tersebut sebagai liabilitas jangka
panjang, meskipun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam
periode yang lebih pendek dari dua belas bulan. Akan tetapi, jika
perpanjangan bukan merupakan diskresi entitas syariah, maka entitas
syariah mengklasifikasikannya sebagai liabilitas jangka pendek.

78. jika entitas syariah melanggar ketentuan perjanjian


pinjaman jangka panjang pada saat atau sebelum akhir periode
pelaporan yang menyebabkan liabilitas harus segera dibayar sesuai
dengan permintaan, maka entitas syariah mengklasifikasikan
liabilitas tersebut sebagai liabilitas jangka pendek meskipun pemberi
pembiayaan menyetujui (setelah periode pelaporan dan sebelum
tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit) untuk tidak
mensyaratkan pembiayaan sebagai konsekuensi atas pelanggaran
tersebut. Entitas syariah tersebut mengklasifikasikan liabilitas
tersebut sebagai liabilitas jangka pendek karena (pada akhir periode
pelaporan) entitas syariah tidak memiliki hak untuk menunda
peyelesaian liabilitas dalam jangka waktu sekurang-kurangnya dua
belas bulan setelah tanggal pelaporan.

79. Akan tetapi, entitas syariah mengklasifikasikan liabilitas


sebagai liabilitas jangka panjang jika pemberi pinjaman menyetujui
pada akhir periode pelaporan untuk memberikan tenggang waktu
pembayarran yang berakhir sekurang-kurangnya dua belas bulan

( 198 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

setelah periode pelaporan, selama entitas syariah dapat memperbaiki


pelanggaran terhadap persyaratan perjanjian dan pemberi pinajaman
tidak dapat meminta percepatan pembayaran segera.

80. Berkaitan dengan pinajamn yang diklasifikasikan sebagai


liabilitas jangka pendek, jiak peristiwa berikut ini terjadi antara
akhir periode pelaporan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi
untuk terbit, maka peristiwa tersebut diungkapkan sebagai peristiwa
nonpenyesuai sesuai dengan PSAK 8: Peristiwa Setelah Periode
Pelaporan:
(a) perbaikan pelanggaran pejanjian pinjaman jangka panjang; dan
(b) pemberian tenggang waktu pembayaran oleh pemberi pinajaman
untuk memperbaiki pelanggaran perjanjian pinjaman jangka
panjang yang berkahir sekurang-kurangnya dua belas bulan
setelah periode pelaporan.

Informasi yang Disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan


atau Catatan atas Laporan Keuangan

81. Entitas syariah mengungkapkan dalam laporan posisi


keuangan atau catatan atas laporan keuangan, subklasifikasi pos
yang disajikan, dan diklasifikasikan dengan cara yang tepat sesuai
dengan operasinya.

82. Rincian subklasifikasi bergantung pada persyaratan SAK,


serta ukuran, sifat, dan fungsi dari jumlah terkait. Entitas syariah
juga menggunakan fakotr yang diatur dalam paragraf 62 untuk
menentukan dasar subklasifikasi. Penguunkapan berbeda untuk
setiap pos, sebagai contoh:

( 199 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(a) pos aset tetap dipisahkan sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap;
(b) piutang dipisahkan menjadi jumlah piutang usaha, piutang dari
pihak-pihak berelasi, pembayaran di muka dan jumlah lain;
(c) persediaan dipisahkan sesuai dengan PSAK 14: Persediaan
menjadi barang dagangan, barang produksi, barang baku, barang
dalam proses, dan barang jadi;
(d) provisi dipisahkan menjadi provisi untuk imbalan kerja dan
provisi lain; dan
(e) ekuitas dan cadangan dipisahkan menjadi berbagai kelompok
seperti modal disetor, tambahan modal disetor, dan cadangan.

83. Entitas syariah mengungkapkan hal berikut dalam laporan


posisi keuangan atau laporan perubahan ekuitas, atau dalam catatan
atas laporan keuangan:
(a) untuk setiap jenis saham:
(I) jumlah saham modal dasar;
(II) jumlah saham yang diterbitkan dan disetor penuh, dan yang
diterbitkan tetapi tidak disetor penuh;
(III) nilai nominal saham, atau nilai dari saham yang tidak
memiliki nilai nominal;
(IV) rekonsiliasi jumlah saham beredar pada awal dan akhir
periode;
(V) hak, keistimewaan, dan pembatasan yang melekat pada
setiap jenis saham;
(VI) saham entitas syariah yang dikuasi oleh entitas syariah itu
sendiri atu oleh entitas anak atau entitas asosiasi; dan
(VII) saham yang dicadangkan untuk penerbitan dengan hak
opsi dan kontrak penjualan saham, termasuk jumlah dan
persyaratan;

( 200 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(b) deskripsi mengenai sifat dan tujuan setiap pos cadangan dalam
ekuitas.

84. Entitas syariah yang modalnya tidak terbagi dalam saham,


seperti persekutuan atau unit perwalian, mengungkapkan informasi
yang setara sesuai dengan paragraf 83 (a), yang memperlihatkan
perubahan selama suatu periode dari setiap jenis kepentingan
ekuitas, hak, serta keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada
setiap jenis kepentingan ekuitas.

Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain

85. Entitas syariah menyajikan seluruh pos penghasilan


dan beban yang diakui dalam suatu periode dalam suatu laporan
yang menunjukkan komponen laba rugi dan komponen penghasilan
komprehensif lain.

86. Laporan laba rugi komprehensif menyajikan, sebagai


tambahan atas bagian laba rugi dan penghasilan komprehensif lain:
(a) laba rugi;
(b) total penghasilan komprehensif lain;
(c) penghasilan komprehensif untuk periode berjalan, yaitu total
laba rugi dan total penghasilan komprehensif lain.

87. Entitas syariah menyajikan pos-pos berikut, sebagai


tambahn atas bagian laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
untuk peride berjalan:
(a) laba rugi untuk periode yang dapat diatribusikan kepada:
(i) kepentingan nonpengendali; dan

( 201 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(ii) pemilik entitas induk.


(b) penghasilan komprehensif untuk periode yang dapat diatribusikan
kepada:
(i) kepentingan nonpengendali; dan
(ii) pemilik entitas induk.

Informasi yang Disajikan dalam Bagian Laba Rugi

88. Sebagai tambahan atas pos-pos yang disyaratkan oleh SAK


lain, bagian laba rugi mencakup pos-pos yang menyajikan jumlah
berikut untuk periode:
(a) pendapatan usaha;
(b) bagi hasil untuk pemilik dana;
(c) bagian laba rugi dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang
dicatat dengan menggunakan metode ekuitas;
(d) beban pajak;
(e) jumlah tunggal untuk total operasi yang dihentikan (lihat PSAK
58: Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi
yang Dihentikan);

Informasi yang Disajikan dalam Bagian Penghasilan


Komprehensif Lain

89. Bagian penghasilan komprehensif lain menyajikan pos-pos


untuk jumlah penghasilan komprehensif lain dalam periode berjalan,
diklasifikasikan berdasarkan sifat (termasuk bagian penghasilan
komprehensif lain dari entitas asosiasi dan ventura bersama yang
dicatat menggunakan metode ekuitas) dan dikelompokkan sesuai
dengan SAK:

( 202 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(a) tidak akan direlaklasifikasi lebih lanjut ke laba rugi; dan


(b) akan direlaklasifikasi lebih lanjut ke laba rugi ketika kondisi
tertentu terpenuhi.

90. Entitas syariah menyajikan pos tambahan, judul dan


subtotal dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
jika penyajian tersebut relevan untuk memahami kinerja keuangan.

91. Disebabkan dampak dari berbagai kegiatan, transaksi, dan


peristiwa lain dari entitas syariah berbeda dalam frekuensi, potensi
keuntungan atau kerugian dan kemampuan untuk dapat diprediksi,
maka pengungkapan unsur kinerja keuangan membantu pengguna
laporan keuangan dalam memahami kinerja keuangan yang dicapai
dan membuat proyeksi kinerja keuangan masa depan. Entitas syariah
memasukkan pos tambahan dalam laporan laba rugi komprehensif
dan mengubah istlah yang dipakai dan perubahan urutan dari pos
jika hal ini diperlukan untuk menjelaskan unsur kinerja keuangan.
Entitas syariah mempertimbangkan faktor trmasuk materialitas, sifat,
dan fungsi dari berbagai komponen penghasilan dan beban. Sebagai
contoh, suatu institusi keuangan dapat mengubah deskripsi tersebut
untuk memberikan informasi yang relevan dengan operasinya. Entitas
syariah tidak diperkenankan melakukan saling haous penghasilan
dan beban kecuali memenuhi kriteria di paragraf 31.

92. Jika terdapar pendapatan nonhalal, maka pendapatan


tersebut tidak disajikan dalam laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain entitas syariah maupun entitas konvensional yang
mengkonsolidasikan entitas syariah. Informasi pendapatan nonhalal
tersebut disajikan dalam laporan sumber dan penggunaan dana

( 203 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

kebajikan.

93. Entitas syariah tidak diperkenankan untuk menyajikan


pos penghasilan dan beban sebagai pos luar biasa dalam laporan
laba rugi komprehensif atau catatan atas laporan keuangan.

Laba Rugi
94. Entitas syariah mengakui seluruh pos penghasilan dan
beban pada suatu periode dalam laba rugi kecuali suatu PSAK
mensyaratkan atau memperkenankan lain.

95. Beberapa SAK menentukan kondisi kapan entitas syariah


mengakui pos tertentu di luar laba rugi pada periode berjalan. PSAK
25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan
Kesalahan menentukan dua kondisi tersebut: koreksi kesalahan dan
dampak perubahan kebijakan akuntansi. SAK lain mensyaratkan
atau mengizinkan komponen penghasilan komprehensif lain yang
memenuhi definisi penghasilan dan beban dalam Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah dikeluarkan
dari laba rugi (lihat paragraf 07).

Penghasilan Komprehensif Lain


96. Entitas syariah mengungkapkan jumlah pajak penghasilan
terkait dengan setiap komponen dari penghasilan komprehensif
lain, termasuk penyesuaian reklasifikasi, baik dalam laporan laba
rugi dan penghasilan komprehensif lain atau dalam catatan atas
laporan keuangan.

97. Entitas syariah dapat menyajikan komponen penghasilan

( 204 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

komprehensif lain:
(a) secara neto dari dampak pajak terkait; atau
(b) sebelum dampak pajak terkait disertai dengan total pajak
penghasilan yang terkait dengan pos tersebut.
Jika entitas syariah memilih alternatif (b), maka entitas syariah
mengalokasikan pajak pada pos-pos yang mungkin direklasifikasi
selanjutnya ke bagian laba rugi dan yang tidak akan direklasifikasikan
selanjutnya ke bagian laba rugi.

98. Entitas syariah mengungkapkan penyesuaian reklasifikasi


yang terkait dengan komponen penghasilan komprehensif lain.

99. SAK menjelaskan apakah dan kapan jumlah sebelumnya


diakui dalam penghasilan komprehensif lain direklasifikasi ke
laba rugi. Reklasifkasi yang dimaksud dalam Pernyatan ini adalah
penyesuaian reklasifikasi. Penyesuaian reklasifikasi dimasukkan
dengan komponen penghasilan komprenhensif lain yang terkait
pada periode ketika penyesuaian tersebut di reklasifikasikan ke
laba rugi. Jumlah tersebut mungkin telah diakui dalam penghasilan
komprehensif lain sebagai keuntungan yang belum direalisasi pada
periode berjalan atau periode sebelumnya. Keuntungan yang belum
direalisasi tersebutdikurangkan dari penghasilan komprehensif lain
pada periode ketika keuntungan yang telah direalisasi direklasifikasi
ke laba rugi untuk menghindari memasukkan keuntungan yang belum
direalisasi tersebut ke dua kali dalam total penghasilan komprehensif.

100. Entitas syariah dapat menyajikan penyesuaian reklasifikasi


dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain atau
catatan atas laporan keuangan. Entitas syariah yang menyajikan

( 205 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

penyesuaian rekalsifikasi dalam catatan atas laporan keuangan


menyajikan komponen penghasilan komprehensif lain setelah
penyesuian reklasifikasi terkait.

101. Penyesuaian reklasifikasi tidak dilakukan pada perubahan


surplus revaluasi yang diakaui berdasarkan PSAK 16: Aset Tetap
atau PSAK 19: Aset Tak berwujud atau pada pengukuran kembali
program imbalan pasti sesuai sesuai dengan PSAK 24: Imbalan
Kerja. Komponen tersebut diakui dalam penghasilan komprehensif
lain dan tidak direklasifikasi ke laba rugi pada periode berikutnya.
Perubahan surplus revaluasi dapat dialihkan ke saldo laba pada
periode berikutnya ketika aset tersebut digunakan atau dihentikan
pengakuannya (lihat PSAK 16 dan PSAK 19).

Informasi yang Disajikan dalam Laporan Laba Rugi dan


Penghasilan Komprehensif Lain atau Catatan atas Laporan
Keuangan

102. Jika pos penghasilan atau beban adalah material, maka


entitas syariah mengungkapkan sifat dan jumlahnya secara terpisah.

103. Keadaan yang menyebabkan pengungkapan secara terpisah


atas pos penghasilan dan beban adalah sebagai berikut:
(a) penurunan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto atau
penurunan nilai aset tetap menjadi jumlah terpulihkan,
sebagaimana pembalikan atas penurunan tersebut;
(b) restrukturisasi atas aktivitas entitas syariah dan untuk setiap
provisi atas biaya restrukturisasi;
(c) pelepasan aset tetap;

( 206 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(d) pelepasan investasi;


(e) operasi yang dihentikan;
(f) penyelesaian tuntutan hukum; dan
(g) pembalikan provisi lain.

104. Entitas syariah menyajikan analisis beban yang diakui


dalam laba rugi dengan menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat
atau fungsinya, mana yang dapat menyediakan informasi yang andal
dan lebih relevan.

105. Entitas syariah dianjurkan untuk menyajikan analisis di


paragraf 104 dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif
lain.

106. Beban disubklasifikasikan untuk memberikan penekanan


pada komponen utama dari kinerja keuangan yang dapat berbeda
dalam frekuensi, potensi keuntungan atau kerugian, dan kemampuan
untuk dapat diprediksi. Analisis ini diberikan dalam satu dari dua
bentuk.

107. Bentuk pertama analisis ini adalah metode “sifat beban”.


Entitas syariah menggabungkan beban dalam laba rugi berdasarkan
sifatnya (sebagai contoh, penyusutan, pembelian bahan baku,
biaya transportasi, imbalan kerja, dan biaya iklan), dan tidak
merealokasikannya menurut berbagai fungsi dalam entitas syariah.
Metode ini mungkin mudah diterapkan karena tidak memerlukan
alokasi beban menurut klasifikasi fungsional. Contoh dari klasifikasi
dengan menggunakan metode sifat beban adalah sebagai berikut:

( 207 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Pendapatan xxx
Pendapatan lain xxx
Perubahan atas persediaan barang jadi
dan barang dalam proses xxx
Bahan baku yang digunakan xxx
Beban imbalan kerja xxx
Beban penyusutan dan amortisasi xxx
Beban lain xxx
Total beban (xxx)
Laba sebelum pajak xxx

108. Bentuk kedua analisis ini adalah metode “fungsi beban”


atau “biaya penjualan” dan mengklasifikasikan beban berdasarkan
fungsinya sebagai bagian dari biaya penjualan atau, sebagai contoh,
biaya aktivitas distribusi atau administratif. Sekurang-kurangnya
entitas syariah mengungkapkan biaya penjualan berdasarkan metode
ini secara terpisah dari beban lain. Metode ini dapat memberikan
informasi yang lebih relevan kepada pengguna laporan keuangan
dibandingkan dengan metode klasifikasi beban berdasarkan
sifat, namun pengalokasian biaya berdasarkan fungsi mungkin
membutuhkan pengalokasian secara arbiter dan pertimbangan yang
matang. Contoh klasifikasi berdasarkan metode fungsi beban adalah
sebagai berikut:

Pendapatan xxx
Beban penjualan (xxx)
Laba bruto xxx

( 208 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Pendapatan lain xxx


Beban distribusi (xxx)
Beban administratif (xxx)
Beban lain (xxx)
Laba sebelum pajak xxx

109. Entitas syariah yang mengklasifikasikan beban


berdasarkan fungsi mengungkapkan informasi tambahan tentang
sifat beban, termasuk beban penyusutan dan amortisasi, dan beban
imbalan kerja.

110. Pemilihan antara metode fungsi beban dan sifat beban


bergantung pada faktor historis dan industri serta sifat entitas syariah.
Kedua metode tersebut memberikan indikasi tentang biaya yang
mungkin dapat bervariasi, baik langsng maupun tidak langsung,
dengan tingkat penjulan atau tingkat produksi. Disebabkan setiap
metode penyajian memiliki manfaat untuk jenis syariah yang berbeda,
Pernyataan ini mensyaratkan manajemen untuk memilih penyajian
yang andal dan lebih relevan. Akan tetapi, disebabkan informasi atas
sifat beban bermanfaat dalam memprediksi arus kas masa depan,
maka pengungkapan tambahan diperlukan ketika metode fungsi
beban digunakan. Dalam paragraf 111, “imbalan kerja” memiliki
pengertian yang sama sebagaimana di PSAK 24: Imbalan Kerja.

Laporan Perubahan Ekuitas

Informasi yang Disajikan dalam Laporan Perubahan Ekuitas

111. Entitas syariah menyajikan laporan perubahan ekuitas

( 209 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

sebagaimana disyaratkan oleh paragraf 10. Laporan perubahan


ekuitas memuat informasi sebagai berikut:
(a) total penghasilan komprehensif selama suatu periode,
yang menunjukkan secara terpisah jumlah total yang dapat
diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan kepada
kepentingan nonpengendali;
(b) untuk setiap komponen ekuitas, dampak penerapan retrospektif
atau penyajian kembali secara retrospektif yang diakui sesuai
dengan PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi
Akuntansi, dan Kesalahan;
(c) untuk setiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah tercatat
pada awal dan akhir periode, secara terpisah mengungkapkan
setiap perubahan yang timbul dari:
(i) laba rugi;
(ii) penghasilan komprehensif lain; dan
(iii) transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik,
yang menunjukkan secara terpisah kontribusi dari pemilik dan
distribusi kepada pemilik dan perubahan kepemilikan pada
entitas anak yang tidak menyebabkan hilang pengendalian.

Informasi yang Disajikan dalam Laporan Perubahan Ekuitas


atau Catatan atas Laporan Keuangan

112. Untuk setiap komponen ekuitas, entitas syariah


menyajikan, baik dalam laporan perubahan ekuitas atau dalam
catatan atas laporan keuangan, analisis penghasilan komprehensif
lain berdasarkan pos (lihat paragraf 111 (c) (ii)).

113. Entitas syariah menyajikan, baik dalam laporan perubahan

( 210 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

ekuitas atau catatan atas laporan keuangan, jumlah dividen yang


diakui sebagai distribusi kepada pemilik selama periode, dan jumlah
dividen per saham.

114. Pada paragraf 111 komponen ekuitas termasuk, sebagai


contoh, setiap kelas modal disetor, saldo akumulasi dari setiap kelas
penghasilan komprehensif lain dan saldo laba.

115. Perubahan entitas syariah antara awal dan akhir periode


pelaporan mencerminkan naik turunnya aset neto selama periode.
Kecuali untuk perubahan yang timbul dari transaksi dengan pemilik
dalam kapasitasnya sebagai pemilik (seperti kontribusi modal,
perolehan kembali instrumen ekuitas, dan dividen) dan biaya transaksi
yang secara langsung berkaitan dengan transaksi tersebut, perubahan
keseluruhan atas ekuitas selama periode menggambarkan jumlah
total penghasilan dan beban (termasuk keuntungan dan kerugian)
yang dihasilkan oleh aktivitas selama periode tersebut.

116. PSAK 25: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi


Akuntansi, dan Kesalahan mensyaratkan penyesuaian retrospektif
atas dampak perubahan kebijakan akuntansi, sepanjang praktis,
kecuali jika ketentuan transisi dalam suatu PSAK mensyaratkan lain.
PSAK 25 juga mensyaratkan penyajian kembali untuk mengoreksi
kesalahan secara retrospektif sepanjang praktis. Penyesuaian
retrospektif dan penyajian kembali secara retrospektif bukan
merupakan perubahan dalam ekuitas tetapi merupakan penyesuaian
atas saldo laba awal, kecuali jika suatu PSAK mensyaratkan
penyesuaian retrospektif atas komponen ekuitas lain. Paragraf 111
(b) mensyaratkan pengungkapan dalam laporan perubahan ekuitas,

( 211 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

total penyesuaian atas setiap komponen ekuitas yang diakibatkan


oleh perubahan kebijakan akuntansi dan, secara terpisah, koreksi atas
kesalahan. Penyesuaian tersebut diungkapkan untuk setiap periode
sebelumnya dan pada awal periode.

Laporan Arus Kas

117. Informasi arus kas memberikan dasar bagi pengguna


laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas syariah dalam
menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan entitas syariah
dalam menggunakan arus kas tersebut. PSAK 2: Laporan Arus Kas
mengatur persyaratan penyajian dan pengungkapan informasi arus
kas.

Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat

118. Entitas syarah menyajikan laporan sumber dan penyaluran


dana zakat sebagai komponen utama laporan keuangan, yang
menunjukkan:
(a) dana zakat berasal dari wajib zakat;
(i) dari dalam entitas syariah;
(ii) dari pihak luar entitas syariah;
(b) penyaluran dana zakat melalui entitas pengelola zakat
sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
(c) kenaikan atau penurunan dana zakat;
(d) saldo awal dana zakat; dan
(e) saldo akhir dana zakat.

( 212 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

119. Zakat adalah sebagian dari harta yang wajib


dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) untuk diserahkan kepada
penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan jika
nisab dah haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria
wajib zakat.

120. Komponen dasar laporan sumber dan penyaluran


dana zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana selama
suatu periode, serta saldo dana zakat yang menunjukkan dana
zakat yang dibelum disalurkan pada tanggal tertentu.

121. Kerugian aset tidak boleh ditutup dengan dana zakat.

122. Entitas syariah mengungkapkan dalam catatan atas


laporan keuangan, tetapi tidak terbatas pada:
(a) sumber dana zakat yang berasal dari internal entitas syariah;
(b) sumber dana zakat yang berasal dari eksternal entitas syariah;
(c) kebijakan penyaluran zakat; dan
(d) proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima
zakat yang diklasifikasikan menjadi pihak berelasi, sesuai
dengan yang diatur dalam PSAK 7: Pengungkapan Pihak-
pihak Berelasi, dan pihak ketiga.

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan

123. Entitas syariah menyajikan laporan sumber dan


penggunaan dana kebajikan sebagai komponen utama dalam laporan
keuangan, yang menunjukkan:
(a) sumber dana kebajikan berasal dari penerimaan;

( 213 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(i) infak;
(ii) sedekah;
(iii) hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-
undangan yang berlaku;
(iv) pengambilan dana kebajikan produktif;
(v) denda; dan
(vi) penerimaan nonhalal.
(b) penggunaan dana kebajikan untuk;
(i) dana kebajikan produktif;
(ii) sumbangan; dan
(iii) penggunaan lain untuk kepentingan umum.
(c) kenaikan atau oenurunan sumber dana kebajikan;
(d) saldo awal dana kebajikan; dan
(e) saldo akhir dana kebajikan.

124. Komponen dasar laporan sumber dan penggunaan


dana kebajikan meliputi sumber dan penggunaan dana selama
periode tertentu, serta saldo dana kebajikan yang menunjukkan
dana kebajikan yang belum disalurkan pada tanggal tertentu.

125. Penerimaan dana kebajikan oleh entitas syariah diakui


sebagai liabilitas paling likuid dan diakui sebagai pengurang
liabilitas ketika disalurkan.

126. Entitas syariah pada prinsipnya dilarang memperoleh


penerimaan nonhalal. Penerimaan nonhalal pada umumnya
terjadi dalam kondisi darurat atau dalam kondisi yang tidak
dapat dihindari. Penerimaan nonhalal adaah semua penerimaan
dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah antara

( 214 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank
konvensional.

127. Entitas syariah mengungkapkan dalam catatan atas


laporan keuangan, ttapi tidak terbatas, pada;
(a) sumber dana kebajikan;
(b) kebijakan penyaluran dana kebajikan pada masing-masing
penerima;
(c) proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima
dana kebajikan yang diklasifikasikan menjadi pihak berelasi,
sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7: Pengungkapan
Pihak-pihak Berelasi, dan pihak ketiga; dan
(d) alasan terjadinya dan penggunaan atas penerimaan nonhalal.

Catatan atas Laporan Keuangan

Struktur

128. Catatan atas laporan keuangan:


(a) menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan
keuangan dan kebijakan akuntansi spesifik yang digunakan
sesuai dengan paragraf 133-140;
(b) mengungkapkan informasi yang disyaratkan oleh SAK yang tidak
disajikan oleh bagian mana pun dalam laporan keuangan; dan
(c) memberikan informasi yang tidak disajikan di bagian mana pun
dalam laporan keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk
memahami laporan keuangan.

129. Entitas syariah, sepanjang praktis, menyajikan catatan

( 215 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

atas laporan keuangan secara sistematis. Entitas syariah membuat


referensi silang atas setiap pos dalam laporan posisi keuangan,
laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporan sumber dan penyaluran
dana zakat, dan laporan sumber dan penggunaan dana kebijakan
untuk informasi yang berhubungan dengan catatan atas laporan
keuangan.

130. Untuk membantu pengguna laporan keuangan memahami


dan membandingkan dengan laporan keuangan entitas lain, entitas
syariah biasanya menyajikan catatan atas laporan keuangan dengan
urutan sebagai berikut:
(a) pernyataan atas kepatuhan terhadap SAK (lihat paragraf 19);
(b) ringkasan kebijakan akuntansi signifikan yang diterapkan (lihat
paragraf 136);
(c) informasi tambahan untuk pos yang disajikan dalam laporan posisi
keuangan, laporan laba rugi dan penghasilan komprenhensif lain,
laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, laporan sumber dan
penyaluran dana zakat, dan laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan sesuai dengan urutan penyajian laporan dan penyajian
masing-masing pos; dan
(d) pengungkapan lain, termasuk:
(i) liabilitas kontijensi (lihat PSAK 57: Provisi, Liabilitas
Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi) dan komitmen
kontraktural yang belum diakui; dan
(ii) pengungkapan informasi nonkeuangan, misalnya tujuan
dan kebijakan manajemen risiko keuangan (lihat PSAK
60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan).

( 216 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

131. Dalam beberapa keadaan, mungkin dibutuhkan atau


dikehendaki untuk membedakan urutan pos tertentu dalam catatan
atas laporan keuangan. Sebagai contoh, entitas syariah dapat
menggabungkan (1) informasi perubahan nilai wajar yang diakui
dalam laba rugi dengan (2) informasi tentang jatuh tempo instrumen
keuangan, meskipun pengungkapan (1) terkait dengan laporan laba
rugi dan penghasilan komprehensif lain dan pengungkapan (2) terkait
dengan laporan posisi keuangan. Namun demikian, entitas syariah
tetap menjaga struktur yang sistematis dalam catatan atas laporan
keuangan sepanjang praktis.

132. Entitas syariah dapat menyajikan catatan atas laporan


keuangan yang memberikan informasi tentang dasar penyusunan
laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu sebagai bagian
yang terpisah dalam laporan keuangan.

Pengungkapan Kebijakan Akuntansi

133. Entitas syariah mengungkapkan dalam ringkasan


kebijakan akuntansi signifikan:
(a) dasar pengukuran yang digunakan dalam menyusun laporan
keuangan; dan
(b) kebijakan akuntansi lain yang diterapkan yang relevan untuk
memahami laporan keuangan.

134. Hal yang penting bagi entitas syariah untuk mengifonmasikan


kepada pengguna laporan keuangan mengenai dasar pengukuran
yang digunakan dalam laporan keuangan (sebagai contoh, biaya
historis, biaya perolehan kini, nilai realisasi neto, nilai wajar, atau

( 217 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

jumlah terpulihkan) karena dasar pengukuran yang digunakan dalam


penyusunan laporan keuangan mempengaru dhi analisis pengguna
laporan keuangan secara signifikan. Jika entitas syariah menggunakan
lebih dari satu dasar pengukuran dalam laporan keuangan, sebagai
contoh ketika suatu kelompok aset direvaluasi, maka hal tersebut
memadai dengan memberikan suatu indikasi untuk setiap kelompok
aset, liabilitas, dan dana syirkah temporer dimana setiap dasar
pengukuran diterapkan.

135. Dalam memutuskan apakah kebijakan akuntansi


tertentu diuangkapkan, manajemen mempertimbangkan apakah
pengungkapan tersebut akan membantu pengguna laporan keuangan
untuk memahami bagaimana transaksi, peristiwa, dan kondisi lain
yang tercermin dalam kinerja keuangan dan posisi keuangan yang
dilaporkan. Pengungkapan kebijakan akuntansi tertentu bermanfaat
bagi pengguna laporan keuangan terutama ketika kebijakan akuntansi
tersebut dipilih dari beberapa alternatif yang diperkenankan
dalam SAK. Sebagai contoh pengungkapan adalah entitas syariah
menerapkan model nilai wajar atau model biaya atas properti investasi
(lihat PSAK 13: Properti Investasi). Beberapa SAK secara spesifik
mensyaratkan pengungkapan kebijakan akuntansi tertentu, termasuk
pilihan yang dibuat oleh manajemen di antara kebijakan akuntansi
berbeda yang diperkenankan. Sebagai contoh, PSAK 16: Aset Tetap
mensyaratkan pengungkapan dasar pengukuran yang digunakan
dalam mengelompokkan aset tetap.

136. Setiap entitas syariah mempertimbangkan sifat kegiatan


operasi dan kebijakan yang diperkirakan pengguna laporan keuangan
untuk diungkapkan. Sebagai contoh, pengguna laporan keuangan

( 218 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

akan memperkirakan suatu entitas syariah yang menjadi subjek pajak


penghasilan untuk mengungkapkan kebijakan akuntansi tentang
pajak penghasilan, termasuk kebijakan yang diterapkan pada aset
dan liabilitas pajak tangguhan. Jika entitas syariah memiliki kegiatan
usaha luar negeri atau transaksi dalam valuta asing yang signifikan,
maka penggunaan mengharapkan pengungkapan kebijakan akuntansi
untuk pengakuan keuntungan dan kerugian selisih kurs valuta asing.

137. Suatu kebijakan akuntansi mungkin signifikan karena sifat


dan kegiatan operasi entitas syariah meskipun jumlah pada periode
berjalan dan periode sebelumnya tidak material. Entitas syariah juga
dapat mengungkapkan suatu kebijakan akuntansi yang tidak secara
spesifik disyaratkan oleh SAK tetapi entitas syariah memilih dan
menerapkannya.

138. Entitas syariah mengungkapkan dalam ringkasan


kebijakan akuntansi signifikan atau catatan atas laporan keuangan
lain, pertimbangan (selain yang tlah tercakup dalam estimasi
(lihat paragraf 141)) yang telah dibuat manajemen dalam proses
penerapan kebijakan akuntansi dan memiliki dampak yang paling
signifikan terhadap jumlah yang diakui dalam laporan keuangan.

139. Dalam proses penerapan kebijakan akuntansi, manajemen


membuat berbagai pertimbangan (selain yang sudah tercakup
dalam estimasi) yang secara signifikan dapat mempengaruhi jumlah
yang diakui dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, manajemen
membuatkan pertimbangan dalam menentukan apakah substansi
hubungan antara entitas syariah dan entitas bertujuan khusus
menunjukkan bahwa entitas syariah tersebut mengendalikan entitas

( 219 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

bertujuan khusus tersebut.

Sumber Ketidakpastian Estimasi

140. Entitas syariah mengungkapkan informasi tentang


asumsi yang dibuat mengenai masa depan, dan sumber utama
lain dari ketidakpastian estimasi pada akhir periode pelaporan,
yang memiliki risiko signifikan yang mengakibatkan penyesuaian
material terhadap jumlah tercatat aset, liabilitas, dan dana syirkah
temporer pada periode pelaporan berikutnya. Berkaitan dengan
aset, liabilitas, dan dana syirkah temporer tersebut, catatan atas
laporan keuangan memasukkan rincian atas:
(a) sifat; dan
(b) jumlah tercatat pada akhir periode pelaporan.
142. Penetapan jumlah tercatat dari beberapa aset, liabilitas, dan
dana syirkah temporer mensyaratkan estimasi pengaruh ketidakpastian
atas peristiwa masa depan terhadap aset, liabilitas, dan dana syirkah
temporer tersebut pada akhir periode pelaporan. Sebagai contoh,
dalam hal tidak tersedianya harga pasar kini yang diobservasi, maka
estimasi berorientasi masa depan diperlukan untuk mengukur jumlah
terpulihkan atas kelompok aset tetap, dampak keusangan teknologi
atas persediaan, provisi yang bergantung pada hasil masa depan dari
proses tuntutan hukum yang masih berjalan, dan liabilitas imbalan
kerja jangka panjang seperti kewajiban pensiun. Estimasi tersebut
melibatkan asumsi tentang hal-hal tersebut karena penyesuaian risiko
atas arus kas, perubahan gaji dimasa depan, dan perubahan harga di
masa depan yang mempengaruhi biaya lain.

143. Asumsi dan sumber estimasi ketidakpastian lainnya yang

( 220 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

diungkapkan sesuai dengan paragraf 141 terkait dengan estimasi yang


membutuhkan pertimbangan manajemen yang paling sulit, subjektif,
atau kompleks. Dengan semakin bertambahnya variabel dan asumsi
yang mempengaruhi kemungkinan penyelesaian masa depan atas
ketidakpastian, maka pertimbangan tersebut menjadi semakin
subjektif dan kompleks, dan potensi dilakukannya penyesuaian
material terhadap jumlah tercatat aset, liabilitas, dan dana syirkah
temporer semakin meningkat.

144. Pengungkapan sebagaimana dimaksud di paragraf 141


tidak disyaratkan bagi aset, liabilitas, dan dana syirkah temporer
dengan risiko signifikan yang jumlah tercatatnya dapat berubah secara
material selama periode tahun berikutnya jika, pada akhir periode
pelaporan, aset, liabilitas, dan dana syirkah temporer tersebut diukur
dengan menggunakan nilai wajar berdasarkan pada harga kuotasian
dalam pasar aktif untuk aset dan liabilitas identik. Nilai wajar tersebut
dapat berubah secara material selama periode pelaporan berikutnya
namun perubahan ini tidak berasal dari asumsi atau sumber estimasi
ketidakpastian lain pada akhir periode pelaporan.

145. Entitas syariah menyajikan pengungkapan di paragraf 141


dalam suatu cara yang dapat membantu pengguna laporan keuangan
untuk memahami pertimbangan yang dibuat manajemen tentang
masa depan dan tentang sumber lain ketidakpastian estimasi. Sifat
dan tingkai informasi yang diberikan bervariasi sesuai dengan sifat
asumsi dan kondisi lain. Contoh pengungkapan yang dibuat adalah:
(a) sifat asumsi atau ketidakpastian estimasi lain;
(b) sensitivitas jumlah tercatat terhadap metode, asumsi dan estimasi
yang mendasari penghitungan jumlah tercatat, termasuk alasan

( 221 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

atas sensitivitas tersebut;


(c) penyelesaian yang diharapkan atas ketidakpastian dan rentang
hasil yang mungkin selama periode pelaporan berikutnya atas
jumlah tercatat aset, liabilitas, dan dana syirkah temporer yang
terpengaruh; dan
(d) penjelasan tentang perubahan yang dilakukan terhadap asumsi
sebelumnya yang terkait dengan aset, liabilitas, dan dana syirkah
temporer, jika ketidakpastian tetap belum dapat diselesaikan.

146. Pernyataan ini tidak mensyaratkan entitas syariah untuk


mengungkapkan informasi anggaran atau prakiraan dalam memuat
pengungkapan di paragraf 141.

147. Seringkali tidak praktis untuk mengungkapkan dampak


yang timbul dari asumsi atau sumber ketidakpastian estimasi lain
pada akhir periode pelaporan. Dalam kondisi tersebut, berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki saat itu, entitas sayriah mengungkapkan
hal yang mungkin terjadi bahwa hasil selama periode berikutnya yang
berbeda dengan asumsi tersebut akan membutuhkan penyesuaian
material terhadap jumlah tercatat dari aset, liabilitas, dan dana
syirkah temporer yang terpengaruh. Dalam seluruh kasus, entitas
syariah mengungkapkan sifat dan jumlah tercatat dari aset, liabilitas,
dan dana syirkah temporer tertentu (atau kelompok aset, liabilitas,
dan dana syirkah temporer) yang terpengaruh oleh asumsi tersebut.

148. pengungkapan di paragraf 138 tentang pertimbangan


tertentu yang dibuat manajemen dalam menerapkan kebijakan
akuntansi tidak terkait dengan pengungkapan sumber ketidakpastian
estimasi di paragraf 141.

( 222 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

149. SAK mensyaratkan pengungkapan dari bebrapa asumsi


yang mungkin disyaratkan sesuai dengan paragraf 141. Sebagai
contoh, PSAK 57: Provisi, Liabilitas Kontijensi, dan Aset Kontijensi
mensyaratkan pengungkapan (dalam kondisi tertentu) mengenai
asumsi utama yang berhubungan dengan peristiwa masa datang
yang mempengaruhi beberapa kelas provisi. PSAK 68: Pengukuran
Nilai Wajar mensyratkan pengungkapan asumsi signifikan (termasuk
teknik penilaian dan input) yang digunakan entitas syariah ketika
mengukur nilai wajar dari aset dan liabilitas yang dicatat pada nilai
wajar.

Modal

150. Entitas syariah mengungkapkan informasi yang


memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi
tujuan, kebijakan, dan proses dalam mengelola permodalannya.

151. Untuk mematuhi paragraf 150, entitas syariah


mengungkapkan hal sebagai berikut:
(a) informasi kualitatif tentang tujuan, kebijakan, dan proses dalam
mengelola permodalannya, termasuk:
(i) deskripsi tentang apa yang dikelola sebagai modal;
(ii) ketika entitas syariah diharuskan untuk memenuhi
persyaratan permodalan eksternal, sifat persyaratan
dan bagaimana persyaratan tersebut dimasukkan dalam
pengelolaan permodalan; dan
(iii) bagaimana entitas syariah memenuhi tujuan dalam
mengelola permodalan.

( 223 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(b) ringkasan data kuantitatif tentang apa yang dikelolanya sebagai


modal. Beberapa entitas syariah menganggap liabilitas keuangan
sebagai bagian dari modal. Entitas syariah lain mengangap modal
tidak termasuk beberapa komponen ekuitas.
(c) setiap perubahan di (a) dan (b) dari periode sebelumnya.
(d) apakah selama periode entitas syariah mematuhi setiap persyaratan
permodalan eksternal; dan
(e) ketika entitas syariah tidak mematuhi persyaratan permodalan
eksternal tersebut, konsekuensi dari ketidakpatuhan tersebut.
Entitas syariah mendasarkan pengungkapan tersebut pada
informasi yang diberikan secara internal kepada personil
manaemen kunci.

152. Entitas syariah dapat mengelola modal dalam beberapa


cara dan dapat bergantung pada persyaratan permodalan yang
berbeda. Sebagai contoh, entitas syariah konglomerasi mungkin
mencakup entitas syariah yang melakukan kegiatan asuransi dan
perbankan dan entitas syariah tersebutmungkin melakukan kegiatan
operasi di beberapa jurisdiksi. Jika pengungkapan keseluruhan atas
persyaratan modal dan bagaimana modal dikelola tidak memberikan
informasi yang berguna atau dapat mengacaukan pemahaman
pengguna laporan keuangan atas sumber permodalan entitas syariah,
maka entitas syariah mengungkapkan informasi secara terpisah untuk
setiap persyaratan modal yang berlaku.

Pengungkapan Lain

153. Entitas syariah mengungkapkan dalam catatan atas


laporan keuangan jumlah dividen yang diusulkan atau diumumkan

( 224 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

sebelum tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk terbit tetapi


tidak diakui sebagai distribusi kepada pemilik selama periode serta
jumlah dividen per saham.

154. Entitas syariah mengungkapkan hal berikut ini, jika


tidak diungkapkan di bagian mana pun dalam informasi yang
dipublikasikan bersama dengan laporan keuangan:
(a) domilisi dan bentuk hukum, negara tempat pendirian, dan alamat
kantor pusat entitas syariah (atau lokasi utama kegiatan usaha,
jika berbeda dari lokasi kantor);
(b) deskripsi mengenai sifat operasi dan kegiatan utama entitas
syariah;
(c) nama entitas induk dan nama entitas induk terakhir dalam
kelompok usaha; dan
(d) bagi entitas syariah yang mempunyai umur terbatas, informasi
tentang lama umur.

TANGGAL EFEKTIF

155. Entitas syariah menerapkan Pernyataan ini untuk periode


tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2015.

155A. Lampiran B atas Pernyataan ini berlaku efektif untuk


periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2017.

PENARIKAN

156. Pernyataan ini menghentikan PSAK 101 (2011): Penyajian


Laporan Keuangan Syariah.

( 225 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 102


AKUNTANSI MURABAHAH

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102: Akuntansi


Murabahah terdiri dari paragraf 01-44. PSAK 102 dilengkapi dengan
Lampiran dan Dasar Kesimpulan yang bukan merupakan bagian
dari PSAK 102. Seluruh paragraf dalam Pernyataan ini memiliki
kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak dengan huruf
tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. PSAK 102 harus
dibaca dalam konteks Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan
pada unsur-unsur yang tidak material.

PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
murabahah.

Ruang Lingkup

02. Pernyataan ini diterapkan untuk:


(a) lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan
transaksi murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli;
dan
(b) pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan

( 226 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

lembaga keuangan syariah atau koperasi syariah.

03. Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain,


adalah:
(a) perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(b) lembaga keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga
pembiayaan, dan dana pensiun; dan
(c) lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk menjalankan transaksi murabahah.

04. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan


akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad
murabahah.

Definisi

05. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:
Aset murabahah adalah aset yang diperoleh dengan tujuan untuk
dijual kembali dengan menggunakan akad murabahah.

Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang


dibayarkan untuk memperoleh suatu aset sampai dengan aset tersebut
dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau digunakan.

Biaya perolehan tunai adalah biaya perolehan apabila transaksi


dilakukan secara kas (tunai).

( 227 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Diskon murabahah adalah pengurangan harga atau penerimaan


dalam bentuk apa pun yang diperoleh pihak pembeli dari pemasok.

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual


sebebsar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati
dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut
kepada pembeli.

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual


suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu
liabilitas dalam trnasaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal
pengukuran.

Potongan murabahah adalah pengurangan kewajiban pembeli


akhir yang diberikan oleh pihak penjual.

Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli kepada


penjual sebagai bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual.

Karakteristik

06. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa


pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan
pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.

07. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat


atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya.
Dalam murabahah pesanan mengikat pemebeli tidak dapat
membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli

( 228 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

oleh penjual mengalami penuruna nilai sebelum diserahkan kepada


pembeli, maka penurunan nilai tersebut menjadi tanggungan penjual
dan mengurangi nilai akad.

08. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau


tangguh. Pembayaran tangguh adalan pembayaran yang dilakukan
tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran
dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.

09. Akad murabahah memperkenankan penawaran harga


yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad
murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati,
maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.

10. Harga yang disepakati dalam akad murabahah adalah harga


jual, sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual
mendapatkan diskon sebelum akad murabahah, maka diskon itu
merupakan hak pembeli.

11. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain,


meliputi:
(a) diskon dalam bentuk apa pun dari pemasok atas pembelian
barang;
(b) diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka
pembelian barang;
(c) komisi dalam bentuk apa pun yang diterima terkait dengan
pembelian barang.

12. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad

( 229 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

murabahah disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatan


dalam akad tersebut. Jika tidak diatur dalam akad, maka dskon
tersebut menjadi hak penjual.

13. Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas


piutang murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah
dibeli dari penjual dan/ atau aset lainnya.

14. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai


bukti komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka
menjadi bagian pelunasan piutang murabahah, jika akad murabahah
disepakati. Jika akad murabahah batal, maka uang muka dikembalikan
kepada pembeli setelah dikurangi kerugian riil yang ditanggung oleh
penjual. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian, maka penjual
dapat meminta tambahan dari pembeli.

15. Jika pembeli tidak dpaat menyelesaikan piutang murabahah


sesuai dengan yang diperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan
denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum
mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut
didasarkan pada perndekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli
lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan
yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda
diperuntukkan sebagai dana kebajikan.

16. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan


piutang murabahah jika pembeli:
(a) melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau
(b) melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang

( 230 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

telah disepakati.

17. Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang


murabahah yang belum dilunasi jika pembeli:
(a) melakukan pembayaran cicilan tepat waktu;
(b) mengalami penurunan kemampuan pembayaran; atau
(c) meminta potongan dengan alasan yang dapat diterima penjual.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

Akuntansi untuk Penjual

18. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai


persediaan sebesar biaya perolehan.

19. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah


sebagai berikut:
(a) jika murabahah pesanan mengikat, maka:
(i) dinilai sebesar biaya perolehan; dan
(ii) jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak,
atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah,
penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan
mengurangi nilai aset;
(b) jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak
mengikat, maka:
(i) dinilai berdasarkan biaya perolehan atau
nilai neto yang dapat direalisasi, mana
yang lebih rendah; dan
(ii) jika nilai neto yang dapat direalisasi

( 231 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

lebih rendah dari biaya perolehan, maka


selisihnya diakui sebagai kerugian.

20. Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:


(a) pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum
akad murabahah;
(b) liabilitas kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah
dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli;
(c) tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad
murabahah dan sesuai akad menjadi hak penjual; atau
(d) pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah
dan tidak diperjanjikan dalam akad.

21. Liabilitas penjual kepada pembeli atas pengembalian


diskon pembelian akan tereliminasi pada saat:
(a) dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah
potongan setelah dikurangi dengan biaya pengembalian;
atau
(b) dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah
tidak dapat dijangkau oleh penjual.

22. Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui


sebesar biaya perolehan aset murabahah ditambah keuntungan
yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang
murabahah dinilai sebesar nilai neto yang dapat direalisasi, yaitu
saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang.

23. Keuntungan murabahah diakui:


(a) pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara

( 232 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

tunai atau secara tangguh yang tidak melebihi satu tahun; atau
(b) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk
merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh
lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan, dan
dipilih yang paling sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya
transaksi murabahah-nya:
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan
aset murabahah. Metode ini terapan
untuk murabahah tangguh dimana risiko
penagihan kas dari piutang murabahah
dan beban pengelolaan piutang serta
penagihannya relatif kecil.
(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan
besaran kas yang berhasil ditagih dari
piutang murabahah. Metode ini terapan
untuk transaksi murabahah tangguh
dimana risiko piutang tidak tertagih relatif
besar dan/atau beban untuk mengelola dan
menagih piutang tersebut relatif besar juga.
(iii)Keuntungan dakui saat seluruh piutang
murabahah berhasil ditagih. Metode
ini terapan untuk transaksi murabahah
tangguh dimana risiko piutang tidak
tertagih dan beban pengelolaaan piutang
serta penagihannya cukup besar. Dalam
praktik, metode ini jarang dipakai, karena
transaksi murabahah tangguh mungkin
tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang
memadai akan penagihan kasnya.

( 233 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

24. Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 23 (b)(ii), dilakukan


secara proporsional atas jumlah piutang yang berhasil ditagih
dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang
yang berhasil ditagih. Persentase keuntungan dihitung dengan
perbandingan antara marjin dan biaya perolehan aset murabahah.

25. Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional


untuk suatu transasksi murabahah dengan biaya perolehan aset
(pokok) Rp800 dan keuntungan Rp200; serta pembayaran dilakukan
secara angsuran selama tiga tahun; dimana jumlah jumlah angsuran,
pokok, dan keuntungan yang diakui setiap tahun adalah sebagai
berikut:

Anggaran Pokok Keuntungan


Tahun
Rp Rp Rp
20X1 500 400 100
20X2 300 240 60
20X3 200 160 40

26. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan


kepada pembeli yang melunasi secara tepat waktu atau lebih cepat
dari waktu yang disepakati akui sebagai pengurang keuntungan
murabahah.

27. Pemberian potongan pelunasan piutang murabahah dapat


dilakukan dengan menggunakan salah satu metode berikut:
(a) diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang
murabahah dan keuntungan murabahah; atau

( 234 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(b) diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan


piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan
pelunasannya kepada pembeli.

28. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:


(a) jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu,
maka diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah;
(b) jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran
pembeli, maka diakui sebagai beban.

29. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan


kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui
sebagai bagian dana kebajikan:

30. Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai


berikut:
(a) uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah
yang diterima;
(b) jika barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui
sebagai pembayaran piutang (merupakan bagian pokok);
(c) jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka uang muka
dikembalikan kepada pembeli setelah perhitungan dengan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.

Akuntansi untuk Pembeli Akhir

31. Utang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakuui


sebagai utang murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah
yang wajib dibayarkan).

( 235 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

32. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui


sebesar biaya perolehan murabahah tunai. Selain antara harga beli
yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban
murabahah tangguhan.

33. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara


proporsional dengan porsi utang murabahah.

34. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah,


potongan pelunasan, dan potongan utang murabahah diakui sebagai
pengurang beban murabahah tangguhan.

35. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan


kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian.

36. Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli


barang diakui sebagai kerugian.

PENYAJIAN

37. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat


direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan
kerugian piutang.

38. Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang


(contoh account) piutang murabahah.

39. Beban murang murabahah tangguhan disajikan sebagai

( 236 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

pengurang (contoh account) utang murabahah.

PENGUNGKAPAN

40. Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan


transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) harga perolehan aset murabahah;
(b) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.

41. Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan


transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah;
(b) jangka waktu murabahah tangguh;
(d) pengungkpan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.

ACUAN ALTERNATIF

41A. Penjual yang tidak memiliki risiko yang signifikan terkait


dengan kepemilikan persediaan untuk transaksi murabahah
merupakan penjual yang meaksanakan transaksi pembiayaan
murabahah. Perlakukan atas transaksi tersebut mengacu pada PSAK
50: Instrumen Keuangan: Penyajian, PSAK 55: Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran, dan PSAK 60: Instrumen Keuangan:
Pengungkapan yang terkait aset keuangan dalam kategori pinjaman
yang diberikan dan piutang, yang dalam penerapannnya disesuaikan

( 237 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dengan prinsip, karakteristik, dan istilah transaksi syariah.

41B. Risiko yang terkait dengan kepemilikan persediaan antara


lain:
(a) Risiko perubahan harga persediaan;
(b) Keuasangan dan kerusakan persediaan;
(c) Biaya pemeliharaan dan penyimpanan persediaan;
(d) Risiko pembatalan pesanan pembelian secara sepihak.

KETENTUAN TRANSISI

42. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi


murabahah yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan
daya banding laporan keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan
Pernyataan ini secara retrospektif.

42A. Paragraf 41A dan 41B duterapkan secara prospektif dengan


ketentuan sebagai berikut:
(a) jumlah tercatat piutang murabahah, margin murabahah
tangguhan, dan biaya traksaksi terkait merupakan jumlah
tercatat awal (deemed cost).
(b) tingkat imbal hasil efektif ditentukan berdasarkan arus kas masa
depan sejak tanggal penerapan PSAK 50: Instrumen Keuangan:
Penyajian, PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan
dan Pengukuran, dan PSAK 60: Instrumen Keuangan:
Pengungkapan sampai dengan akhir akad.
(c) pada awal penerapan PSAK 50, PSAK 55, dan PSAK 60, entitas
menentukan penurunan nilai aset keuangan dari transaksi
murabahah berdasarkan kondisi pada saat itu. Selisih antara

( 238 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

penurunan nilai tersebut dengan penurunan nilai yang ditentukan


berdasarkan kebijakan akuntansi sebelumnya diakui langsung ke
saldo laba pada saat awal penerapan PSAK 50, PSAK 55, dan
PSAK 60. Jika entitas menentukan penurunan nilai berdasarkan
PSAK 50, PSAK 55, dan PSAK 60 tidak diawal penerapan PSAK
tersebut, maka entitas memisahkan penurunan nilai yang berasal
dari periode berjalan yang diakui dalam laba ruugi dan penurunan
nilai yang berasal dari periode sebelumnya yang diakui langsung
ke saldo laba. Jika entitas tidak dapat memisahkan penurunan
nilai tersebut, maka penurunan nilai diakui dalam laba rugi dan
fakta tersebut diungkapkan secara memadai dalam catatan atas
laporan keuangan.
(d) jika entitas tidak memiliki data yang memadai terkait dengan
pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai secara kolektif,
maka entitas:
(i) menggunakan data kerugian dari peer group
atas kelompok aset keuangn yang sebanding;
(ii) jika kondisi (i) tidak tersedia, maka entitas
dapat menggunakan kebijakan akuntansi
sebelumnya dalam menentukan penurunan
nilai secara kolektif. Penggunaan kebijakan
akuntansi ini hanya dapat dilakukan untuk
periode tahun buku yang berakhir pada atau
sebelum 31 Desember 2014. Fakta tersebut
diungkapkan secara memadai dalam catatan
atas laporan keuangan.

( 239 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

TANGGAL EFEKTIF

43. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian


laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah 1 Januari
2008.

43A. Paragraf 41A, 41B, dan 42A berlaku untuk periode tahun
buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2014. Penerapan dini
diperkenankan.

43B. Entitas merupakan penyesuaian definisi nilai wajar dalam


paragraf 05 secara prospektif untuk periode tahun buku yang dimulai
pada atau setelah 1 Januari 2017.

PENARIKAN

44. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan


Syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan murabahah.

( 240 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN


NO. 103

AKUNTANSI SALAM

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 103: Akuntansi Salam


terdiri dari paragraf 1-27. Seluruh paragraf dalam Pernyataan ini
memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak
dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama.
Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan
ini tidak wajib diterapkan pada unsur-unsur yang tidak material.

PENDAHULUAN

Tujuan

01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,


pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi salam.

Ruang Lingkup

02. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan


transaksi salam, baik sebagai penjual atau pembeli.

03. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan


akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad
salam.

( 241 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Definisi

04. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:

Nilai tercatat adalah nilai yang diakui dalam neraca laporan


posisi keuangan.

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual


suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu
liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal
pengukuran.

Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih)


dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam
ilaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akan
disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

Karakteristik
05. Entitas dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual
dalam suatu transaksi salam. Jika entitas bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesanan dengan cara salam, maka hal ini disebut dengan salam
paralel.

06. Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:


(a) akad antara entitas (sebagai pembeli) dan produsen (penjual)
terpisah dari akad antara entitas (sebagai penjual) dan pembeli

( 242 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

akhir; dan
(b) kedua akad tidak saling bergantung (ta’alluq).

07. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli


dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bertindak
sebagai pembeli, entitas dapat meminta jaminan kepada penjual
untuk menghindari risiko yang merugikan.

08. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum


meliputi jenis, spesifikasi teknis, kulaitas, dan kuantitasnya. Barang
pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara
pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau
cacat, maka penjual harus bertanggungjawab atas kelalaiannya.

09. Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya,


baik berupa kas, barang atau manfaat. Pelunasan harus dilakukan
pada saat akad disepakati dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan
hutang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain.

10. Transaksi salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan


modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen)
memproduksi barangnya, barang yang dipesan memiliki spesifikasi
khusus, atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual.
Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang
kepada pembeli.

( 243 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

AKUNTANSI UNTUK PEMBELI

11. Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam


dibayarkan atau dialihkan kepada penjual.

12. Modal usaha saham dapat berupa kas dan aset nonkas.
Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang
dibayarakn, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas
diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai
modal usahha nonkas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan
atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.

13. Penerimaan barang pesanan diakui dan diukur sebagai


berikut:
(a) jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai
dengan nilai yang disepakati;
(b) jika barang pesanan berbeda dengan kualitasnya, maka:
(i) barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai
akad, jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima
nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan
yang tercantum dalam akad;
(ii) barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai wajar pada
saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika
nilai wajar dari barang pesanan yang tercantum dalam akad;
(c) jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang
pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
(i) jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat

( 244 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai


dengan nilai yang tercantum dalam akad;
(ii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka
piutang salam berubah menjadi piutang yang harus dilunasi
oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi; dan
(iii) jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan
pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil
penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang
salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam dan
hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang
kepada penjual. Sebaliknya, jika hasil penjualan jaminan
tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka
selisihnya menjadi hak penjual.

14. Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian


dana kebajikan.

15. Pembeli dapat mengenakan denda kepada penjual, denda


hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan
kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini tidak
berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya
karena force majeur. Denda dikenakan jika penjual lalai dalam
melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang
diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.

16. Barang pesanan yang telah diterima diakui sebagai


persediaan. Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan
yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai
terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.

( 245 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Apabila nilai bersih yang dpaat direalisasi lebih rendah dari biaya
perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

AKUNTANSI UNTUK PENJUAL

17. Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal


usaha salam sebesar modal usaha salam yang diterima.

18. Modal usaha salam yang diterima dapat berupa kas dan aset
nonkas. Modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah
yang diterima, sedangkan modal usaha salam dalam bentuk aset
nonkas diukur sebesar nilai wajar.

19. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation)


pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Jika penjual
melakukan transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang
dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan
dikaui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan
barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.

PENYAJIAN

20. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan


sebagai piutang salam.

21. Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat
memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara
terpisah dari piutang salam.

( 246 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

22. Penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima


sebagai kewajiban salam.

PENGUNGKAPAN

23. Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:


(a) besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun
yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
(b) jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
(c) pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.

24. Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:


(a) piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang
memiliki hubungan istimewa;
(b) jenis dan kuantitas pesanan; dan
(c) pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.

KETENTUAN TRANSAKSI

25. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi


salam yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya
banding laporan keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan
Pernyataan ini secara retrospektif.
TANGGAL EFEKTIF

26. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian

( 247 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah 1 Januari


2008.

26A. Entitas menerapkan penyesuaian definisi wajar dalam


paragraf 04 secara prospektif untuk periode tahun buku yang dimulai
pada atau setelah 1 Januari 2017.

PENARIKAN

27. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan


Syariah, yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi salam.

( 248 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGN 104

AKUNTANSI ISTISHNA’

Pernyataaan Standar Akuntansi Keungan 104: Akuntansi


Istishna’ terdiri dari paragraf 1-49. Seluruh paragraf dalam
Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf
yang dicetak dengan huruf tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip
utama. Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan
ini tidak wajib diterapkan pada unsur-unsur yang tidak material.

PENDAHULUAN

Tujuan

01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,


pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna’.

Ruang Lingkup

02. Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan


syariah dan koperasi syariah yang melakukan trnasaksi instishna’,
baik sebagai penjual maupun pembeli.

03. Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain,


adalah sebagai berikut:
(a) perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan

( 249 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

perundang-undangan yang berlaku;


(b) lembaga keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga
pembiayaan, dan dana pensiun; dan
(c) lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk menjalankan transaksi istishna’.
Selanjutnya dalam konteks pengaturan dalam Pernyataan ini
istilah entitas akan digunakan dalam pengertian meliputi lembaga
keuangan syariah dan koperasi syariah.

04. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakukan


akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad
istishna’.

Definisi

05. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:

Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan


pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustshni’) dan
penjual (pembuat, shani’).

Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara


pemesan (pembeli, mustshni’) dengan penjual (pembuat, shani’),
ekmudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni’,
penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.

Nilai tunai adalah jumlah yang harus dibayar apabila transaksi

( 250 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dilakukan secara kas.

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual


suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu
liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal
pengukuran.

Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak


pada saat barang diserahkan kepada pembeli tetapi pembayaran
dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu
tertentu.

Karakteristik

06. Berdasarkan akad istishna’, pembeli menugaskan penjual


untuk menyediakan barang pesanan (mashnu’) sesuai spesifikasi
yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara
pembayaran di muka atau tangguh.

07. Spesifikasi dan barang harga pesanan disepakati oleh


pemebeli dan penjual di awal akad. Ketentuuan harga barang pesanan
tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.

08. Barang pesanan harus memenuhi kriteria:


(a) memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
(b) sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk
massal; dan
(c) harus diketahui karakteristiknya secara umum meliputi jenis,
spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.

( 251 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

09. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah


disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang
diserahkan salah atau cacat maka penjual harus bertanggungjawab
atas kelalaiannya.

10. Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam


suatu transaski istishna’. Jika entitas bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau kontraktor)
untuk membuat barang pesanan juga dengan cara istishna’ maka hal
ini disebut istishna’ paralel.

11. Istishna’ paralel dapat dilakukan dengan syarat akad pertama,


antara entitas dan pembeli akhir, tidak bergantung (mu’allaq) dari
akad kedua, antara entitas dan pihak lain.

12. Pada dasarnya istishna’ tidak dapat dibatalkan, kecuali


memenuhi kondisi:
(a) kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
(b) akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.

13. Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari


penjual atas:
(a) jumlah yang telah dibayarkan; dan
(b) penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat
waktu.

( 252 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

Akuntansi untuk Penjual

Penyatuan Segmentasi dan Akad

14. Bila suatu akad istishna’ mencakup sejumlah aset, pengakuan


dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu akad yang terpisah jika:
(a) proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
(b) setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah, dimana penjual
dan pembeli dapat menerima atau menolak bagian akad yang
berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; dan
(c) biaya dan pendapatan masing-masing aset dapat diidentifikasikan.

15. Suatu kelompok akad istishna’, dengan satu atau beberapa


pembeli, harus diperlakukan sebagai satu akad istishna’ jika:
(a) kelompok akad tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket;
(b) akad tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya akad tersebut
merupakan bagian dari akad tunggal dengan suatu margin
keuntungan; dan
(c) akad tersebut dilakukan secara serentak atau secara
berkesinambungan.

16. Jika ada pemesanan aset tambahan dengan akad istishna’


terpisah, maka tambahan aset tersebut diperlakukan sebagai akad
yang terpisah jika:
(a) aset tambahan berbeda secara signifikan dengan aset dalam
akad istishna’ awal dalam desain, teknologi atau fungsi; atau
(b) harga aset tambahan dinegosiasikan tanpa terkait harga akad

( 253 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

istishna’ awal.

Pendapatan Istishna’ dan Istishna’ Paralel

17. Pendapatan istishna’ diakuai dengan menggunakan metode


persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah
selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan
kepada pembeli.

18. Jika metode persentasi penyelesaian digunakan, maka:


(a) bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah
diselesaikan dalam periode tersebut diakui sebagai pendapatan
istishna’ pada periode yang bersangkutan;
(b) bagian margin keuntungan istishna’ yang diakui selama
periode pelaporan ditambahkan kepada aset istishna’ dalam
penyelesaian; dan
(c) pada akhir periode harga pokok istishna’ diakui sebesar biaya
istishna’, yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.

19. Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk


penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir
periode laporan keuangan, maka digunakan metode akad selesai
dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) tidak ada pendapatan istishna’ yang diakui sampai dengan
pekerjaan tersebut selesai;
(b) tidak ada harga pokok istishna’ yang diakui sampai dengan
pekerjaan tersebut selesai;
(c) tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna’ dalam
penyelesaian sampai dengan pekerjaan tersebut selesai; dan

( 254 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(d) pengakuan pendapatan istishna’, harga pokok istishna’, dan


keuntungan dilakukan hanya pada saat penyelesaian pekerjaan.

Istishna’ dengan Pembayaran Tangguh

20. Jika menggunakan metode persentasi penyelesaian dan


proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun
setelah penyerahan barang pesanan, maka pengakuan pendapatan
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
(a) margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung
apabila istishna’ dilakukan secara tunai, diakui sesuai persentase
penyelesaian; dan
(b) selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan
diakui selama periode pelunasan secara proporsional sesuai
dengan jumlah pembayaran. Proporsional yang dimaksud sesuai
dengan PSAK 102: Akuntansi Murabahah paragraf 22-23.

21. Meskipun istishna’ dilakukan dengan pembayaran tangguh,


penjual harus menentukan nilai tunai istishna’ pada saat penyerahan
barang pesanan sebagai dasar untuk mengakui margin keuntungan
terkait dengan proses pembuatan barang pesanan. Margin ini
menunjukkan nilai tambah yang dihasilkan dari proses pembuatan
barang pesanan. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai akad dalam
istishna’ adalah harga yang disepakati antara penjual dan pembeli
akhir. Hubungan antara biaya perolehan, nilai tunai, dan nilai akad
diuraikan dalam contoh sebagai berikut:

Biaya perolehan (biaya produksi) Rp 1.000


Margin keuntungan pembuatan barang pesanan Rp 200

( 255 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Nilai tunai pada saat penyerahan barang pesanan Rp 1.200


Nilai akad untuk pembayaran secara angsuran
Rp 1.600
selama tiga tahun
Selisih nilai akad dan nilai tunai yang diakui selama
Rp 400
tiga tahun

22. Jika menggunakan akad metode selesai dan proses pelunasan


dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan
barang pesanan, maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
(a). margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung
apabila istishna’ dilakukan secara tunai, diakui pada saat
penyerahan barang pesanan; dan
(b). selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan
diakui selama periode pelunasan secara proporsional sesuai
dengan jumlah pembayaran. Proporsional yang dimaksud sesuai
dengan PSAK 102: Akuntansi Murabahah paragraf 22-23.

23. Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang


istishna’ dan termin istishna’ (istishna’ billing) pada pos lawannya.

24. Penagihan ternin yang dilakukan oleh penjual dalam transaksi


istishna’ dilakukan dengan sesuai kesepakatan dalam akad dan tidak
selalu sesuai dengan persentase penyelesaian pembuatan barang
pesanan.

Biaya Perolehan Istishna’

( 256 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

25. Biaya perolehan Istishna’ terdiri dari:


(a). biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung
untuk membuat barang pesanan; dan
(b). biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya
akad dan praakad.

26. Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan


diperhitungkan sebagai biaya istishna’ jika akad disepakati.
Namun jika akad tidak disepakati, maka biaya tersebut
dibebankan pada periode berjalan.

27. Biaya perolehan istishna’ yang terjadi selama periode


laporan keuangan, diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian
pada saat terjadinya.

28. Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta


biaya riset dan pengembangan tidak termasuk dalam biaya
istishna’.

Biaya Perolehan Istishna’ Paralel

29. Biaya istishna’ paralel terdiri dari:


(a). biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau
kontraktor kepada entitas;
(b). biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya
akad dan praakad; dan
(c). semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat
memnuhi kewajibannya, jika ada.

( 257 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

30. Biaya perolehan istishna’ paralel diakui sebagai aset


istishna’ dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari
produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.

Penyelesaian Awal

31. Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh


tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut
sebagai pengurang pendapatan istishna’.

32. Pengurangan pendapatan istishna’ akibat penyelesaian


awal piutang istishna’ dapat diperlakukan sebagai:
(a) potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang
istishna’ pada saat pembayaran; atau
(b) penggantian (reimbursement) kepada pembeli sebesar jumlah
keuntungan yang dihapuskan tersebut setelah menerima
pembayaran piutang istishna’ secara keseluruhan.

Perubahan Pesanan dan Tagihan Tambahan

33. Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas pendapatan


dan biaya istishna’ akibat perubahan pesanan dan tagihan tambahan
adalah sebagai berikut:
(a) nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh
penjual dan pembeli ditambahkan kepada pendapatan istishna’
dan biaya istishna’;
(b) jika kondisi pengenaan setiap tagihan tambahan yang
dipersyaratkan dipenuhi, maka jumlah biaya setiap tagihan
tambahan akan menambah biaya istishna’, sehingga pendapatan

( 258 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

istishna’ akan berkurang sebesar jumlah penambahan biaya


akibat klaim tambahan;
(c) perlakuan akuntansi (a) dan (b) juga berlaku pada istishna’
paralel, akan tetapi biaya perubahan pesanan dan tagihan
tambahan ditentukan oleh produsen atau kontraktor dan disetujui
penjual berdasarkan akad istishna’ paralel.
Pengakuan Taksiran Rugi

34. jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan


istishna’ akan melebihi pendapatan istishna’, taksiran kerugian
harus segera diakui.

35. Jumlah kerugian semacam itu ditentukan tanpa


memperhatikan:
(a) apakah pekerjaan istishna’ telah dilakukan atau belum;
(b) tahap penyelesaian pembuatan barang pesanan; atau
(c) jumlah laba yang diharapkan dari akad lain yang tidak
diperlakukan sebagai suatu akad tunggal sesuai paragraf 14.

Akuntansi untuk Pembeli

36. Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar


jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengkaui
utang istishna’ kepada penjual.

37. Aset istishna’ yang diperoleh melalui traksaksi istishna’


dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar
biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati
dalam akad istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui

( 259 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

sebagai beban istishna’ tangguhan.

38. Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara proporsional


sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’.

39. Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian


atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka
kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang
telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi
penyelesaian proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang
jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan
kerugian piutang.

40. Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak


sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperolah kembali seluruh
jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumah
yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo
kepada penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian
piutang.

41. Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai


dengan spesifikasi, maka barang pesanan tersebut diukur dengan
nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya perolehan.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.

42. Dalam istishna’ paralel, jika pembeli menolak menerima


barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang
disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih
rendah antara nilai wajar dan harga pokok isitshna’. Selisih yang

( 260 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.

PENYAJIAN

43. Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai


berikut:
(a) piutang istishna’ yang berasal dari transaksi intishna’ sebesar
jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir;
(b) termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar
jumlah tagihan termin penjual kepada pembeli akhir.

44. Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai


berikut:
(a) utang istishna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontrktor
yang belum dilunasi;
(b) aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:
(i) persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada
pembeli akhir, jika istishna’ paralel; atau
(ii) kapitalisasi biaya perolehan.

PENGUNGKAPAN

45. Penjual mengungkapkan transaksi istishna’ dalam laporan


keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan
kontrak istishna’;
(b) metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian
kontrak yang sedang berjalan;
(c) rincian piutang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan

( 261 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

kualitas piutang.
(d) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.

46. Pembeli mengungkapkan transaksi istishna’ dalam laporan


keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) rincian utang istishna’ berdasarkan jumlah dan jangka waktu;
(b) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.

KETENTUAN TRANSISI

47. pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi


istishna’ yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk mengingkatkan
daya banding laporan keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan
Pernyataan ini secara retrospektif.

TANGGAL EFEKTIF

48. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian


laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah 1 Januari
2008.

48A. Entitas menerapkan penyesuaian definisi nilai wajar


dalam paragraf 05 secara prospektif untuk periode tahun buku yang
dimulai pada atau setelah 1 Januari 2017.

PENARIKAN

( 262 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

49. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan


Syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan transaksi istishna’.

( 263 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 105


AKUNTANSI MUDHARABAH

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105: Akuntansi


Mudharabah terdiri dari paragraf 1-42. Seluruh paragraf dalam
Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf
yang dicetak tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama.
Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan
ini tdak wajib diterapkan pada unsur-unsur yang tidak material.

PENDAHULUAN

Tujuan

01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,


pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
mudharabah.

Ruang Lingkup

02. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan


transaksi mudharabah baik sebagai pemliki dana (shahibul maal)
maupun pengelola dana (mudharib).

03. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan


akuntansi atau obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad
mudharabah.

( 264 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Definisi

04. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:

Mudahrabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana


pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan
pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan
kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.

Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana


memberikan batasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya.

Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana


memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai
tempat, cara dan atau obyek investasi.

Mudharabah musytarakah adalah bentuk muudharabah dimana


pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama
investasi.

Karakteristik

05. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau


pengelola dana.

( 265 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

06. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah,


mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Jika
entitas bertindak sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima
disajikan sebagai dana syirkah temporer.

07. Dalam mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain:


(a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya;
(b) tdak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan,
tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; atau
(c) mengahruskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri
tanpa melalui pihak ketiga.

08. Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada


jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan
maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau
pihak ketiga. Jaminan ini hanya dpaat dicairkan apabila pengelola
dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah
disepakati bersama dalam akad.

09. Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara


bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total
pada saat akad mudharabah diakhiri.

10. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan


keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan
pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari
hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan
dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial
menjadi tanggungan pemilik dana.

( 266 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Prinsip Pembagian Hasil Usaha

11. Pembagian hasi usaha mudharabah dapat dilakukan


berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan
prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba
bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan
jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto
(net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan
pengelolaan dana mudharabah.

Contoh
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100
Harga Pokok Penjualan 65
Laba Bruto 35 Gross Profit Margin
Beban 25
Laba Rugi Neto 10 Profit Sharing

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

Akuntansi untuk Pemilik Dana

12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana


diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas
atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.

13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:


(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah

( 267 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

yang dibayarkan;
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar
nilai wajar aset pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui,
maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan
diamortisasi sesuai dengan jangka waktu akad mudharabah.
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya,
maka selisihnya diakui sebagai kerugian.

14. Jika nilai investasi mudhrabah turn sebelum usaha dimulai


disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian
atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilaii
tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo invesatsi
mudharabah.

15. Jika sebagin invesatsi mudharabah hilang setelah dimulainya


usaha tanpa adanya kelalian atau kesalahan penglola dana, maka
kerugian tersebut dihitungkan pada saat bagi hasil.

16. Usaha mudhrabah dianggap mulai berjalan sejak dana


atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana.

17. Dalam investasi mudhrabah yang diberikan dalam aset


nonkas dan aset nonkas tersebut mengalami penurunan nilai
pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam
kegiatan usaha mudharabah, maka kerguian tersebut tidak
langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan
pada saat pembagian bagi hasil.

( 268 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain,


ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur)
yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil kepurusan dari institusi yang berwenang.

19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau pada saat akad
jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, makak investasi
mudharabah diakui sebagai piutang.

Penghasilan Usaha

20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan,


penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil
sesuai nisbah yang disepakati.

21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad


mudharabah diakui sebagai kerugian dan bentuk penyisihan kerugian
investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian
investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah diakui sebagai keuntungan
atau kerugian.

22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik


dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi
penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan
mengakui pendapatan dari hasil proyeksi usaha.

( 269 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana


dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi
mudharabah.

24. Bagian hasi usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana
dicatat sebagai piutang.

Akuntnasi untuk Pengelola Dana

25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad


mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar julah
kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.

26. Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer


yang diterima maka pengelola dana mengakui sebagai aset sesuai
ketentuan pada padargaraf 12-13.

27. Pengelola dana mengakui pendapatan atas penyaluran dana


syirkah temporer secara bruto sebelum dikurangi denganbagian hak
pemilik dana.

28. Bagi hasil mudhrabah dapat dilakukan dengan menggunakan


dua prinsip, yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan
pada paragraf 11.

29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang
sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana

( 270 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

diakui sebagai liabilitas sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak
pemilik dana.

30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian


pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.

Mudharabah Musytarakah

31. Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam


mudharabah musytarakah, maka penyeluran dana milik pengelola
dana tersebutdiakui sebagai investasi mudharabah.

32. Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara


akad mudharabah dan akad musyarakah.

33. Dalam mudharabah musytarakah pengelola dana


(berdasarkan akad mudharabah) menyertakan juga dana dalam
investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah). Pemillik dana
musyarakah (musytarik) memperoleh bagin hasi usaha sesuai porsi
dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana
dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha
musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik
dana musyarakah.

34. Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat


dilakukan sebagai berikut:
(a) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebgai mudharib)
pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati., selanjutnya
bagian hasil inestasi setelah dikurangi untuk pengelola dana

( 271 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana


(sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi
modl masing-masing; atau
(b) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik)
dan pemilik dana sesuai dengan porsi masing-masing, selanjutnya
bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dan
(sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah
yang disepakati.

35. Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi


sesuai dengan porsi modal para musytarik.

PENYAJIAN
36. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam
laporan keuangan sebesar nilai tercatat.

37. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam


laporan keuangan:
(a) dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai
tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah;
(b) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan
tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disjaikan sebagai
pos bagi hasil yang belum dibagikan di liabilitas.

PENGUNGKAPAN

38. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait mudharabah,

( 272 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

tetapi tidak terbatas, pada:


(a) isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-
lain;
(b) rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
(c) penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode
berjalan; dan
(d) pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101:
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

39. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi


mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana,
pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-
lain;
(b) rincian dana syrikah temporer yang diterima berdasarkan
jenisnya;
(c) penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muthlaqah; dan
(d) pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101:
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

KETENTUAN TRANSISI

40. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi


mudharabah yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan
daya banding laporan keuangan maka entitas menganjurkan
menerapkan Pernyataan ini secara retrospektif.

( 273 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

TANGGAL EFEKTIF

41. Pernyataan ini berlaku untuk penyusuan dan penyajian


laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah 1
Januari 2008.

PENARIKAN
42. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi
Perbankan Syariah yang berhubungan dengan pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan mudharabah.

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 106


AKUNTANSI MUSYARAKAH

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106: Akuntansi


Msyarakah terdiri dari paragraf 1-40. Seluruh paragraf dalam
Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf
yang dicetak tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama.
Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan
ini tdak wajib diterapkan pada unsur-unsur yang tidak material.

PENDAHULUAN

Tujuan
01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
musyarakah.

( 274 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Ruang Lingkup

02. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan


transaksi musyarakah.

03. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan akuntansi atas


obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah.

Definisi

04. Berikut ini adalah pengetian istilah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:

Musyarakah adalah akad kerjasam antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang
diperkenankan oleh syariah.

Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian


dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga
akhir masa akad.
Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah
musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan
dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian
dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut
akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.

( 275 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik


mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas mitra tersebut.

Mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.

Karakteristik

05. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk


menandai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang
sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya salah satu mitra dapat
mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati
nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada mitra lain.

06. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas,


setara kas, atau aset nonkas.

07. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya,
maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan
jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal
yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja adalah:
(a) pelanggaran terhadap akad, antara lain penylahgunaan invesatsi,
manipulasi biaya dan pendapatan opersional; atau
(b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

08. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa


maka kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan
keputusan institusi yang berwenang.

09. Keungtungan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra

( 276 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa


kas maupun aset nonkas) atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para
mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai
dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas).

10. Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih
dari mitra lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat
memperoleh keuntungan lebih besar dari dirinya. Bentuk keuntungan
lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih
besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnya.

11. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan


berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh
selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.

12. Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha


yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam
catatan akuntansi sendiri.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

13. Untuk pertanggungjawaban pengelolaan musyarakah dan


sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak
yang mengelola usaha yang musyarakah harus membuat catatan
akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.

Akuntansi untuk Mitra Aktif

Pada Saat Akad

( 277 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

14. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau


aset nonkas untuk usaha musyarakah.

15. Pengukuran investasi musyarakah:


(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika
terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas,
maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset
musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah
tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah.

16. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai


wajar disusutkan dengan jumlah penyusutan yang menverminkan:
(a) penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis, ditambah
dengan
(b) penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali
saat penyerahan aset nonkas untuk usaha musyarakah.

17. Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan


penurunan nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui
sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar
nilai wajar yang disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru.

18. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya,


biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi
musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra masayarakat.

19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya,

( 278 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

bank syariah) diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain


sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
(b) dana daam bentuk aset nonkas dinilai sebesar niai wajar dan
disusutkan selama masa akad atau selama unsur ekonomis jika
aset tetsebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.

Selama Akad

20. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan


pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:
(a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal
akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk
usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian
(jika ada).

21. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun


(dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dnilai
sebesar jumlah kas atau nilai wajar aet nonkas yang diserahkan
untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah
dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif,
dan dikurangi kerugian (jika ada).

Akhir Akad

22. Pada saat akad diakhiri investasi musyarakah yang belum


dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai liabilitas.

( 279 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Pengakuan Hasil Usaha

23. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif


diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan
usaha musyarakah sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif
dikaui sebagai hak milik mitra pasif atas bagi hasil dan liabilitas.

24. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi


dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah.

25. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif


atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra
aktif atau pengelola usaha musyarakah.
26. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik
dapat dikaetahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi
pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau
pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.

Akuntansi untuk Mitra Pasif

Pada Saat Akad

27. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau


penyertaan aset nonkas pada mitra aktif.

28. Pengukuran investasi musyarakah:


(a) Adalah bentuk kas \dinilai sebesar jumlah yang diayaran; dan
(b) Dalam Bentuk asetnonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika

( 280 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

terdapat selisih antara nilai wajardan nilai tercatat aset nonkas


maka selisih tersebut diakui sebagai:
(i) Keuntungan tangguhan dan diamortisasi seaam masa
akad; atau
(ii) Keugian pada saat terjadinya.

29. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai


wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beba
penyusutan atas aset ayng diserahkan dikurangi dengan amortisasi
keuntungan tangguhan (jika ada).

30. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya,


biaya studi layakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi
musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra selama akad.

31. Bagian mitra pasi atas investasi musyarakah dengan


pengembalian dana mitra pasif diakhir akad dinilai sebesar:
(a) Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal
akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau
(b) Nilai wjaar aset musyarakah nonkas pada saat ppenyerahan
untuk usaha musyarakah setelah dkurangi penyusutan dan
kerugian (jika ada).

32. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun


(dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai
sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha msuyarakah pada
awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan
kerugian (jika ada) akhir akad.

( 281 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

33. Pada saat diakhiri investasi msuarakah yang belum


dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang pengakuan
hasil usaha.
34. Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar
bagian mitra pasif sesuai kesepaaktan, sedangkan kerugian investasi
musarakah diakui sesuai dengan porsi dana.
Pengakuan hasil usaha

PENYAJIAN
35. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait
dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan:
(a) kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mira aktif dan yang
diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;
(b) asetm usyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai
unsur dana syirkah temporer untuk;
(c) selisih penilaian aset msuyarakah bila ada disajikan sebagai
unsur ekuitas.

36. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait


dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan:
(a) kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan
sebagai investasi musyarakah;
(b) keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang
diserahkan pada nilai wajar dsajikan sebagai pos lawan (contra
account) dari investasi musyarakah.

PENGUNGKAPAN

37. Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi

( 282 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

musyarakah, tetapi tida terbatas, pada:


(a) isi kesepakaran usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian
bagi hasil usaha, aktiivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
(b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101:
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

KETENTUAN TRANSISI

38. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi


musayrakah yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan
daya banding laporan keuangn maka entitas dianjurkan menerapkan
Pernyataan ini secara retrospektif.

TANGGAL EFEKTIF

39. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian


laporan keunangan entitas yang dimulai pada 1 januari 2008.

PENARIKAN

40. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan


Syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran,
penyajian, dan pengungkapan atas transaksi musyarakah.

( 283 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 107


AKUNTANSI IJARAH

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107: Akuntansi Ijarah


terdiri dari paragraf 1-36. Seluruh paragraf dalam Pernyataan ini
memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak tebal
dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. Pernyataan ini harus
dibaca dalam konteks Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan ini tdak wajib diterapkan
pada unsur-unsur yang tidak material.

PENDAHULUAN

Tujuan

01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,


pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah.

Ruang Lingkup

02. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan


transaksi ijarah.

03. Pernyataan ini mencakup pengaturan untuk pembiayaan


multijasa yang menggunakan akad ijarah, namun tidak mencakup
pengaturan perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad ijarah

( 284 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Definisi

04. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:

Aset ijarah adalah aset baik berwujud maupun tidak berwujud,


yang atas manfaatnya disewakan.

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu


aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang
dimaksud adalah sewa operasi (operating lease).

Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’d


perpindahan kepemilikan aset yang di-ijarah-kan pada aset tertantu.

Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual


suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu
liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal
pengukuran.

Obek ijarah adalah manfaat penggunaan aset berwujud atau


tidak berwujud.

Sewa operasi adalah sewa yang itdak mengalihkan secara


substansional seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan aset.

Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan

( 285 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

akan digunakan atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan


akan diperoleh dari aset.

Wa’d adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk
melaksanakan sesuatu.

Karakteristik

05. Ijarah merupakan sewa menyewa objek ijarah tanpa


perpindahan risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait,
dengan atau tanpa wa’d untuk memindahkan kepemilikan dari
pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.

06. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari


pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik,
dilakukan jika akad ijarah telah berakhir atau diakhiri dan aset ijarah
telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah
secara:
(a) hibah;
(b) penjualan sebelum akhir masa akad;
(c) penjualan pada akhir masa akad;
(d) penjualan secara bertahap.

07. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan


atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian.

08. Spesifikasi objek ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis,


harus dijelas diketahui dan dicantum dalam akad.

( 286 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

Akuntansi Pemilik (Mu’jir)

Biaya Perolehan

09. Objek ijarah diakui pada saat objek ijarah diperoleh sebesar
biaya perolehan.

10. Biaya perolehan objek ijarah yang berupa aset tetap mengacu
pada PSAK 16: Aset Tetap dan aset tidak berwujud mengacu ke
PSAK 19: Aset Takberwujud.

Penyusutan dan Amortisasi

11. Objek ijarah disusutkan atau diamortisasi, jika berupa aset


yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan
penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur
manfaatnya (umur ekonomis).

12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus


mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi
di masa depan dari objek ijarah. Umur ekonomis dpat berbeda dengan
umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selaam 10 tahun di-
ijarah-kan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun.
Dengan demikian, umur ekonomisnya adalah 5 tahun.

13. Pengaturan penyusutan objek ijarah yang berupa aset tetap


sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap dan amortisasi aset tidak

( 287 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Takberwujud.

Pendapatan dan Beban

14. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat


manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa.

15. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat


direalisasikan pada akhir periode pelaporan.

16. Pengakuan biaya perbaikan objek ijarah adalah sebagai


berikut:
(a) biaya perbaikan tidak rutin objek ijarah diakui pada saat
terjadinya; dan
(b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin objek ijarah diakui
dengan persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan
kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

17. Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan


secara bertahap, biaya perbaikan objek ijarah yang dimaksud
dalam paragraf 16 huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun
penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing
atas objek ijarah.

18. Biaya perbaikan objek ijarah merupakan tanggungan


pemilik. Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara
langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.
Perpindahan Kepemilikan

( 288 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik


kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
(a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
(b) penjualan sebelum akhirnya masa akad, maka selisih antara
harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai
keuntungan atau kerugian;
(c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga
jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan
atau kerugian;
(d) penjualan secara bertahap, maka:
(i) Selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
sebagian objek ijarah yang telah dijual akui
sebagai keuntungan atau kerugian; dan
(ii) Bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa
diakui sebagai aset tidak lancar atau aset lancar
sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.

Akuntansi Penyewa (Musta’jir)

Beban

20. Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat
atau aset telah diterima.

21. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas
manfaat yang telah diterima.

22. Biaya pemeliharaan objek ijarah yang disepakati dalam


akad menjadi tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat

( 289 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

terjadinya.

23. Biaya pemeliharaan objek ijarah, dalam ijarah muntahiyah


bittamlik melalui penjualan objek ijarah secara bertahap, akan
meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan objek ijarah.

Perpindahan Kepemilikan

24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik


kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
(a) hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar
nilai wajar objek ijarah yang diterima;
(b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui
aset sebesar nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
(c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui
aset sebesar nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati;
(d) pembelian secara bertahap, maka penyewa mengakui aset
sebesar nilai wajar.

Jual-dan-Ijarah

25. Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi


yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga
harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.

26. Jika suatu entitas menjual objek ijarah kepada pihak lain
dan kemudian menyewanya kembali, maka entitas tersebut mengakui
keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam
laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa.

( 290 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

27. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual


dan ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah
beban ijarah.

Ijarah-Lanjut

28. Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak


lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas
tersebut menerapkan perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi
penyewa dalam Pernyataan ini.

29. Jika suatu entitas menyewa objek ijarah (sewa) untuk disewa-
lanjutkan, maka entitas mengakui sebagai beban ijarah (sewa)
tangguhan untuk pembayaran ijarah jangka panjang dan sebagai
beban ijarah (sewa) untuk sewa jangka pendek.

30. Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi


antara entitas (sebagai penyewa) dengan pemilik dan perlakuan
akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai
pemilik) dengan pihak penyewa-lanjut.

PENYAJIAN

31. Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi


beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan
dan perbaikan, dan sebagainya.

( 291 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PENGUNGKAPAN

32. Pemilik mengungkapan dalam laporan keuangan terkait


transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak
terbatas, pada:
(a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi
tidak terbatas pada:
(i) keberadaan wa’d pengalihan kepemilikan dan mekanisme
yang digunakan (jika ada wa’d pengalihan kepemilikan);
(ii) pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut;
(iii)agunan yang digunakan (jika ada);
(b) nilai perolehan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk
setiap kelompok aset ijarah;
(c) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada).

33. Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait


transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak
terbatas, pada:
(a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tidak
terbatas pada:
(i) total pembayaran;
(ii) keberadaan wa’d pemilik untuk pengalihan kepemilikan
dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa’d pemilik
untuk pengalihan kepemilikan);
(iii)pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut;
(iv) agunan yang digunakan (jika ada);
(b) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau
kerugian yang diakui (jika ada transaksi jual-dan-ijarah).

( 292 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

KETENTUAN TRANSISI

34. Pernyataan ini diterapkan secara prospektif. Penerapan


secara retrospektif diperkenankan, tetapi tidak disyaratkan.

TANGGAL EFEKTIF

35. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian


laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1
Januari 2010. Penerapan dini dianjurkan. Jika entitas menerapkan
Pernyataan ini untuk periode yang dimulai sebelum 1 Januari 2010,
maka fakta tersebut diungkapkan.

35A. Entitas menerapkan penyesuaian definisi nilai wajar dalam


paragraf 04 secara prospektif untuk periode tahun buku yang dimulai
pada atau setelah 1 Januari 2017.

PENARIKAN

36. Pernyataan ini mengungkapkan PSAK 59: Akuntansi


Perbankan Syariah yang berhubungan dengan perlakuan akuntansi
untuk pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan atas
transaksi ijarah.

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 108


AKUNTANSI TRANSAKSI ASURANSI SYARIAH

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 108: Akuntansi

( 293 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Transaksi Asuransi Syariah terdiri dari paragraf 1-43. Seluruh


paragraf dalam Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur yang
sama. Paragraf yang dicetak tebal dan miring mengatur prinsip-
prinsip utama. Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Pernyataan ini tidak wajib diterapkan pada unsur-unsur yang tidak
material.

PENDAHULUAN

Tujuan

01. Pernyataan ini bertujuan untuk menggatur pengakuan,


pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi asuransi syariah.

Ruang Lingkup

02. Pernyataan ini diterapkan pada transaksi asuransi syariah.

03. Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam Pernyataan


ini adalah transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, surplus
dan deifisit underwriting, penyisihan teknis, dan saldo dana tabarru’.

04. Transaksi asuransi syariah lazimnya dilakukan oleh entitas


asuransi syariah. Entitas asuransi syariah yang dimaksud adalah
sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-perundangan
yang berlaku. Entitas asuransi syariah terdiri atas, antara lain,
asuransi umum syariah, asuransi jiwa syariah, resuransi syariah, dan
unit syariah dari entitas asuransi dan resuransi konvensional.

( 294 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

05. Selanjutnya dalam konteks pengaturan dalam Pernyataan


ini akan digunakan istilah “entitas pengelola” bagi entitas yang
melakukan transaksi asuransi syariah sebagai pengelola dan tabarru’.

06. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian


laporan keuangan untuk tujuan khusus (statutory), misalnya untuk
regulator asuransi syariah atau lembaga pengawas asuransi syariah.

07. Berikut ini pengertian istilah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:

Akad asuransi syariah jangka panjang adalah akad asuransi syariah


selain akad asuransi syariah jangka pendek.

Akad asuransi syariah jangka pendek adalah akad asuransi syariah


yang memberi proteksi untuk periode sampai dengan dua belas
bulan, atau memberi proteksi untuk periode lebih dari dua belas
bulan dan memungkinkan penyesuaian persyaratan akad pada ulang
tahun polis.

Dana peserta adalah semua dana milik peserta secara individual


dan kolektif berupa dana tabarru’ dan dana investasi.

Kontribusi peserta adalah jumlah bruto yang menjadi kewajiban


peserta untuk porsi risiko dan ujrah.

Surplus dan defisit underwriting dana tabarru’ adalah selisih antara


pendapatan dan beban underwriting dari dana tabarru’.

( 295 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Surplus dan defisit dana tabarru’ adalah selisih antara pendapatan


underwriting dan investasi dari dana tabarru’ dengan beban
underwriting dan investasinya.

Karakteristik

08. Asuransi syariah adalah sistem menyeluruh yang pesertanya


mendonasikan (men-tabarru’-kan) sebagian atau seluruh
kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas risiko
tertentu akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami
oleh peserta yang berhak. Donasi tersebut merupakan donasi dengan
syarat tertentu (kontribusi) dan merupaka milik peserta secara
kolektif, bukan merupakan pendapatan dari entitas pengelola.

09. Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling menolong


(ta’awuni) dan saling menanggung (takafuli) antar sesama peserta.

10. Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad


tabarru’ dan akad tijari. Akad tabarru’ digunakan di antara para
peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta dengan
entitas pengelola.

11. Penerimaan dari peserta dapat meliputi kontribusi, atau


kontribusi dan investasi.

12. Dikosongkan.

13. Pembayaran manfaat atau klaim asuransi berasal dari dana

( 296 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

peserta kolektif (dana tabarru’) yang mana risiko ditanggung secara


bersama antar peserta.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

Pengakuan Awal

14. Kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dari dana


tabarru’ dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) untuk akad asuransi syariah jangka pendek, kontribusi peserta
diakui sebagai pendapatan dari dana tabarru’ sesuai periode
akad asuransi;
(b) untuk akad asuransi syariah jangka panjang, kontribusi peserta
diakui sebagai pendapatan dari dana tabarru’ pada saat jath
tempo pembayaran dari peserta.

15. Kontribusi peserta yang diterima bukan merupakan pendapatan


dari entitas pengelola, karena entitas pengelola merupakan wakil para
peserta untuk mengelola dana tabarru’. Kontribusi peserta tersebut
merupakan milik para peserta secara kolektif dalam dana tabarru’.

16. Selain dari kontribusi peserta, perubahan saldo dana tabarru’


juga berasal dari hasil investasi dana tabarru’ dan surplus atau defisit
underwriting dana tabarru’. Entitas mengelola melakukan investasi
dari dana tabarru’ dana kedudukannya sebagai wakil para peserta (jika
menggunakan akad wakalah) atau penglola dana (jika menggunakan
akad mudharabah atau mudharabah musytarakah).

17. Bagian penerimaan dari peserta untuk investasi diakui

( 297 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

sebagai dana investasi mudharabah, dana investasi mudharabah


msytarakah, dan dana investasi wakalah.

17A. Bagian penerimaan dari peserta tersebut bukan merupakan


pendapatan dari entitas pengelola, karena milik peserta secara
individual.

18. Dikosongkan.

19. Perlakuan akuntansi untuk investasi dengan menggunakan


akad mudharabah, mudharabah musytarakah, dan wakalah mengacu
pada PSAK yang relevan.

20. Bagian kontribusi untuk ujrah entitas pengelola diakui


sebagai pendapatan dari entitas pengelola secara garis lurus selama
masa akad dan menjadi beban dari dana tabarru’. Biaya akuisisi
entitas pengelola diakui sebagai beban dari entitas pengelola
selaras dengan pengakuan pendapatan ujrah tersebut.

Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

Surplus dan Defisit Underwriting

21. Penetapan besaran alokasi aats surplus underwriting


bergantung pada peserta secara kolektif, regulator, atau kebijakan
manajemen. Alokasi surplus underwriting adalah sebagai berikut:
(a) seluruh surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo
dana tabarru’.
(b) sebagian surplus underwriting tersebut sebagai penambah saldo

( 298 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dana tabarru’ dan sebagian lainnya didistribusikan ke peserta


secara individual; atau
(c) sebagian surplus underwriting tersebut sebagai penambah
saldo dana tabarru’, sebagian didistribusikan ke peserta secara
individual, dan sebagian lainnya didistribusikan ke entitas
pengelola.

22. Bagian surplus underwriting yang dialokasikan ke peserta


secara individual dan entitas pengelola diakui sebagai pengurang
surplus underwriting.

23. Surplus underwriting yang dialokasikan ke entitas pengelola


diakui sebagai pendapatan dari entitas pengelola.

24. Ketika dana tabarru’ mengalami kekurangan kas dan


setara kas untuk membayar klaim, maka entitas pengelola wajib
menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh).

25. Dikosongkan.

26. Penyisihan teknis untuk asuransi syariah terdiri atas;


(a) Kontribusi yang belum menjadi hak (unearned contribution)
yaitu jumlah penyisihan untuk memenuhi entimasi klaim yang
timbul pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad
asuransi syariah jangka pendek.
(b) Manfaat polis masa depan yaitu jumlah penyisihan untuk
memenuhi estimasi klaim yang timbul pada periode mendatang.
Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka panjang.
(c) Klaim yang masih dalam proses (outstanding claims) yaitu

( 299 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

jumlah penyisihan atas estimasi klaim yang telah terjadi dan


telah dilaporkan sampai dengan akhir periode berjalan yang
kaan dibayar pada periode mendatang. Penyisihan ini untuk akad
asuransi syariah jangka pendek dan panjang.
(d) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan (incurred but not
reported claims) yaitu jumlah penyisihan atas kalim yang telah
terjadi tetapi belum dilaporkan sampai dengan akhir periode
berjalan. Penyisihan ini untuk akad asuransi syariah jangka
pendek dan panjang.
27. Penyisihan teknis diakui pada saat akhir periode pelaporan
sebagai beban dari dana tabarru’.

28. Penyisihan teknis diukur sebagai berikut;


(a) Kontribusi yang belum menjadi hak dihitung secara individual
dari setiap pertanggungan dan besarnya penyisihan diterapkan
secara proporsional dengan jumlah proteksi yang dberikan.
(b) Manfaat polis masa depan dihitung dengan mencermnkan
estimasi pembayaran seluruh manfaat yang dierjanjikan dan
penerimaan kontribusi peserta di masa mendatang, dengan
mempertimbangkan estimasi tingkat imbal hasil investasi dana
tabarru’.
(c) Kalim yang masih dalam proses diukur sebesar estimasi jumlah
klaim yang masih dalam proses oleh entitas pengelola. Jumlah
perkiraan tersebut harus mencukupi untuk memenuhi klaim
yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode
pelaporan.
(d) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar
estimasi jumlah klaim yang kaan dibayarkan pada tanggal
pelaporan berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang

( 300 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

terkait fengan klaim paling kini yang dilaporkan.


Perhitungan penyisihan teknis tersebut memasukan bagian
reasuransi atas klaim.

28A. Tes kecukupan dilakukan terhadap penyisihan teknis


yang dibentuk dengan menggunakan estimasi paling kini aats arus
kas masa depan berdasarkan akad asuransi syariah. Ketika terjadi
kekurangan maka diakui sebagai beban dari dana tabarru’.

29. Dikosongkan.

30. Dikosongkan.

31. Dikosongkan.

PENYAJIAN

32. Dikosongkan.

33. Penyisihan teknis disajikan secara terpisah di liabilitas


dalam laporan posisi keuangan.

34. Saldo dana tabarru’ dan saldo dana investasi peserta


disajikan di dana peserta yang terpisah dari liabilitas dan ekuitas
dalam laporan posisi keuangan.

35. Dikosongkan.

( 301 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PENGUNGKAPAN

36. Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait


kontribusi peserta meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Kebijakan akuntansi atas:
(i) Kontribusi yang diterima dan perubahannya;
(ii) Pembatalan polis asuransi dan konsekuensinya.
(b) Piutang kontribusi peserta;
(c) Rincian kontribusi peserta berdasarkan jenis asuransi;
(d) Jumlah dan persentase komponen kontribusi peserta untuk
bagian risiko dan ujrah dari total kontribusi peserta per jenis
asuransi;
(e) Kebijakan alokasi atas surplus underwriting;
(f) Jumlah pinjaman kepada dana tabarru’, jika ada.

36A. Entitas pengelola mengungkapkan informasi yang


memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi
sifat dan luas risiko yang timbul dari akad asuransi syariah terhadap
dana tabarru’ meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Tujuan, kebijakan, dan proses dalam pengelolaan risiko yang
timbul dari akad asuransi syariah, serta metode yang digunakan
untuk mengelola risiko tersebut;
(b) Informasi tentang risiko asuransi (baik sebelum dan sesudah
mitigasi risiko melalui reasuransi), termasuk informasi tentang:
(i) analisis sensitivitas risiko asuransi terhadap surplus dan
defisit underwriting dana tabarru’ dan saldo dana tabarru’
jika terdapat perubahan variabel risiko yang paling
mungkin terjadi pada akhir periode pelaporan, serta

( 302 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

metode dan asumsi yang digunakan dalam menyiapkan


analisisi sensitivitas;
(ii) informasi kualitatif tentang sensitivitas, serta informasi
tentang persyaratan dan ketentuan akad asransi syariah
yang memiliki dampak material terhadap jumlah, waktu,
dan ketidakpastian arus kas masa depan dari dana
tabarru’.
(iii)konsentrasi risiko asuransi, termasuk penjelasan cara
manajemen menentukan konsentrasi dan penjelasan
dari kesamaan karakteristik yang menandakan masing-
masing konsentrasi (contohnya jenis kejadian yang
diasuransikan, area geografis, atau mata uang);
(iv) klaim aktual dibandingkan dengan estimasi sebelumnya
(claim development).

37. Entitas pengelola mengungpkapkan informasi terkait dengan


dana investasi meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Kebijakan akuntansi untuk pengelolaan dana investasi yang
berasal dari peserta;
(b) Rincian junlah investasi berdasarkan akad yang digunakan
dalam pengumpulan dan pengelolaan dana investasi.

38. Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait


penyisihan teknis meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Jenis penyisihan teknis (saldo awal, jumlah yang ditambahkan
dan digunakan selama periode berjalan, dan saldo akhir);
(b) Dasar yang digunakan dalam penentuan jumlah untuk setiap
penyisihan teknis dan perubahan dasar penentuan yang
digunakan.

( 303 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

39. Entitas pengelola mengungkapkan informasi terkait saldo


dana tabarru’ meliputi, tetapi tidak terbatas pada:
(a) Dikosongkan.
(b) Dikosongkan.
(c) Pihak yang menerima pengalihan saldo dana tabarru’ jika
terjadi likuidasiatas produk atau entitas pengelola;
(d) Jumlah yang dijadikan sebagai dasar penenuana alokasi
surplus underwriting.

40. Entitas pengelola mengungkapkan rincian aset dari dana


tabarru’, dana investasi, dan entitas pengelola.

KETENTUAN TRANSISI

41. PSAK 108 (yang diterbitkan pada tahun 2009) diterapkan


secara retrpspektif.

41A. Revisi atas paragraf 07, 11, 14, 17, 20, 21, 22, 23, 24, 26,
27, 28, dan 40; penghapusan paragraf 12, 18, 25, 29, 30, 31, 32,
35, dan 39 (a)-(b); serta penambahan paragraf 17A, 28A, dan 36A
(revisi tahun 2016) diterapkan secar prospektif atas akad asuransi
syariah yang ada pada awal penerapan revisi Pernyataan ini,
dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) Saldo dana ivestasi peserta yang mengunakan akat wakalah
disajikan di dana peserta secara komparatif sejak awal periode
sajian.
(b) Dampak perubahan pengaturan tersebut terhadap dana
tabarru’ diakui di sald dana tabarru’ awal periode penerapan

( 304 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

revisi Pernyataan ini.


(c) Bampak perubahan pengaturan tersebut terhadap entitas
pengelola diakui di saldo laab awal periode penerapan revisi
Pernyataan ini.

TANGGAL EFEKTIF

42. Pernyataan ini berlaku efektif untuk laporan keuangan yang


mencakup periode laporan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari
2010. Penerapan lebih dini dianjurkan.

43. Revisi atas Pernyataan ini pada 2016 berlaku efektif untuk
periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2017.
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 109

AKUNTANSI ZAKAT DAN INFAK/SEDEKAH

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 109: Akuntansi


Zakat dan Infak/Sedekah terdiri dari paragraf 1-43. Seluruh
paragraf dalam Pernyataan ini memiliki kekuatan mengatur
yang sama. Paragraf yang dicetak tebal dan miring mengatur
prinsip-prinsip utama. Pernyataan ini harus dibaca dalam konteks
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah. Pernyataan ini tidak wajib diterapkan pada unsur-unsur
yang tidak material.

PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,

( 305 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

pengukuruan, penyajian, dan pengungkapan transaksi zakat dan


infak/sedekah.

Ruang Lingkup
02. Pernyataan ini berlaku untuk amil yang menerima dan
menyalurkan zakat dan infak/sedekah.

03. Amil yang menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah,


yang selanjutnya disebut “amil”, merupakan organisasi pengelola
zakat yang pembentukannya dimaksudkan untukmengumpulkan
dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah. Pernyataan ini wajib
diterapkan oleh amil yang mendapat izin dari regulator. Amil yang
tidak memiliki izin dari regulator dapat menerapkan Pernyataan ini.

04. Pernyataan ini tidak berlaku untuk entitas syariah yang


menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah tetapi bukan
sebagai kegiatan utamanya. Entitas syariah tersebut mengacu
kepada PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

Definisi

05. Berikut ini pengertian istilah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:

Amil adalah entitas pengelola zakat yang pembetukannya dan


atau pengukuhannya diatur berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan
menyalurkan zakat dan infak/sedekah.
Data amil adalah bagian amil atas dana zakat dan infak/sedekah

( 306 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

serta dana lain yang oleh pemberinya diperuntukkan bagi amil.


Dana amil digunakan untuk pengeolaan amil.

Dana infak/sedekah adalah dana yang berasal dari penerimaan


infak/sedekah.

Dana zakat adalah dana yang berasal dari penerimaan zakat.

Infak/sedekah adalah harta yang diberikan secara sukarela oleh


pemiliknya, baik yang peruntukkannya ditetntukan maupun tidak
ditentukan.

Mustahik (mustahiq) adalah orang atau entitas yang berhak


menerima zakat. Mustahik terdiri dari:
(a) fakir;
(b) miskin;
(c) riqab;
(d) orang yang terlilit utang (gharim);
(e) mualaf;
(f) fisabilillah;
(g) orang dalam perjalanan (ibnu sabil); dan
(h) amil.

Muzaki (muzakki) adalah individu muslim yang secara syariah


wajib membayar atau menunaikan zakat.

Nisab adalah batas minimum harta yang wajib dikeluarkan


zakatnya.

( 307 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzaki sesuai


dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya (mustahik).

Karakteristik

06. zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan


oleh muzaki kepada mustahik, baik melalui amil maupun secara
langsung. Ketentuan zakat mengatur mengenai persyaratan nisab,
haul periodik, tarif zakat (qadar), dan peruntukannya.

07. Infak/sedekah merupakan donasi sukarela, baik ditentukan


maupun tidak ditentukan peruntukannya oleh pemberi infak/sedekah.

08. Zakat dan infak/sedekah yang diterima oleh amil harus


dikelola sesuai dengan prinsip syariah dan tata kelola yang baik.

09. Dalam hal mustahik yang sangat memerlukan kebutuhan


dasarnya, misalnya fakir miskin, sudah tidak ada lagi, dana zakat
dapat diinvestasikan atau ditangguhkan untuk tidak segera disalurkan.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

Zakat

Penerimaan Zakat
10. Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset nonkas
diterima.

( 308 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

11. Zakat yang diterima dari muzaki diakui sebagai penambah


dana zakat sebesar:
(a) jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas;
(b) nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.

12. Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan


harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan
metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan SAK yang
relevan.

13. Jika muzaki menentukan mustahik yang menerima penyaluran


zakat melalui amil, maka tidak ada bagian amil atas zakat yang
diterima. Amil dapat memperoleh ujrah atas kegiatan penyaluran
tersebut. Ujrah ini berasal dari muzaki, di luar dana zakat. Ujrah
tersebut diakui sebagai penambah dana amil.

14. Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, maka jumlah
kerugian yang ditanggung diperlakukan sebagai pengurang dana
zakat atau pengurang dana amil bergantung pada penyebab kerugian
tersebut.

15. Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai:


(a) pengurang dana zakat, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil;
(b) kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh
kelalaian amil.

Penyaluran Zakat

16. Zakat yang disalurkan kepada mustahik, termasuk amil,

( 309 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

diakui sebagai pengurang dana zakat sebagai:


(a) jumlah yang diserhakan, jika dalam bentuk kas;
(b) jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.
17. Efektivitas dan efisiensi pengelolaan zakat bergantung pada
profesionalisme amil. Dalam konteks ini, amil berhak mengambil
bagian dari zakat untuk menutup biaya operasional dalam rangka
melaksanakan fungsinya sesuai dengan kaidah atau prinsip syariah
dan tata kelola organisasi yang baik.

18. Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk masing-


masing mustahik ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah,
kewajaran, etika, dan ketentuan yang berlaku yang dituangkan dalam
bentuk kebijakan amil.

19. Beban penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari


porsi amil. Amil dimungkinkan untuk meminjam dana zakat dalam
rangka menghimpun zakat. Pinjaman ini sifatnya jangka pendek dan
tidak boleh melebbihi satu periode (haul).

20. Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui


sebagai penambah dana amil.

21. Zakat telah disalurkan kepada mustahik nonamil jika sudah


diterima oleh mustahik nonamil tersebut. Zakat yang disalurkan
melalui amil lain, tetapi belum diterima oleh mustahik nonamil, beban
memenuhi pengertian zakat telah disalurkan. Amil lain tersebut tidak
berhak mengambil bagian dari dana zakat, namun dapat memperoleh
ujrah dari amil sebelumnya. Dalam keadaan tersebut, zakat yang
dislaurkan diakui sebagai piutang penyaluran, sedangkan bagi

( 310 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

amil yang menerima diakui sebagai liabilitas penyaluran. Piutang


penyaluran dan liabilitas penyaluran tersebut akan berkurang ketika
zakat disalurkan secara langsung kepada mustahik nonamil.

22. Dana zakat yang diserahkan kepada mustahik nonamil


dengan keharusan untuk mengembalikannya kepada amil, belum
diakui sebagai penyaluran zakat.

23. Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan


aset tetap (aset kelolaan), misalnya rumah sakit, sekolah, mobil
ambulan, fasilitas umum lain, diiakui sebagai:
(a) penyaluran zakat seluruhnya jika aset tetap tersebut diserahkan
untuk dikelola kepada pihak lain yang tidak dikendalikan amil.
(b) Penyaluran zakat secara bertahap jika aset tetap tersebut masih
dalam pengendalian amil atau pihak lain yang dikendalikan
amil. Penyaluran secara bertahap diukur sebesar penyusutan
aset tetap tersebut sesuai dengan pola pemanfaatannya.

Infak/Sedekah

Penerimaan Infak/Sedekah

24. Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai penambah


dana infak/sedekah terikat atau tidak terikat sesuai dengan tujuan
pemberi infak/sedekah sebesar:
(a) jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas;
(b) nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.

25. Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan

( 311 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

harga pasar, jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan
metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan PSAK yang
relevan.

26. Infak/sedekah yang diterima dapar berupa kas atau aset


nonkas. Aset nonkas dapat berupa aset lancar atau tidak lancar.

27. Aset tidak lancar yang diterima dan diamanahkan untuk


dikelola oleh amil diukur sebesar nilai wajar saat penerimaan dan
diakui sebagai aset tidak lancar infak/sedekah. Penyusutan dari aset
tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana infak/sedekah terikat
jika penggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan
oleh pemberi.

28. Amil dapat pula menerima aset nonkas yang dimaksudkan


oleh pemberi untuk segera disalurkan. Aset seperti ini diakui sebgaai
aset lancar. Aset ini dapat berupa bahan habis pakai, seperti bahan
makanan; atau aset yang memiliki umur ekonomi panjang, seperti
mobil untuk ambulan.

29. Aset lancar nonkas dinilai sebesar nilai perolehan, sedangkan


aset nonkas tidak lancar dinilai sebesar nilai wajar sesuai dengan
SAK yang relevan.

30. Penurunan nilai aset infak/sedekah tidak lancar diakui


sebagai:
(a) pengurang dana infak/sedekah, jika tidak disebabkan oleh
kelalaian amil;
(b) kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh

( 312 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

kelalaian amil.

31. Dalam hal amil menerima infak/sedekah dalam bentuk aset


nonkas tidak lancar yang dikelola oleh amil, maka aset tersebut
dinilai sesuai dengan SAK yang relevan.

32. Dana infak/sedekah sebelum disalurkan dpaat dikelola dalam


jangka waktu smentara untuk mendpaatkan hasil yang optimal. Hasil
dana pengelolaan diakui sebgaai penambah dana infak/sedekah.

Penyaluran Infak/Sedekah

33. Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang


dana infak/sedekah sebesar:
(a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;
(b) nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset
nonkas.

34. Bagian dana infak/sedekah yang disalurkan untuk amil diakui


sebagai penambah dana amil.

35. Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk para


penerima infak/sedekah ditentukan oleh amil sesuai dengan
prinsip syariah, kewajaran, dan etika yang dituangkan dalam
bentuk kebijakan amil.

36. Penyaluran infak/sedekah oleh amil kepada amil lain


merupakan penyaluran yang mengurangi dana infak/sedekah jika
ami tidak akan menerima kembali aset infak/sedekah yang disalurkan

( 313 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

tersebut.

37. Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam


skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir
dan tidak mengurangi dana infak/sedekah.

PENYAJIAN

38. Amil menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dan dana


amil secar terpisah dalam laporan posisi keuangan.

PENGUNGKAPAN

Zakat

39. Amil mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi


zakat, tetapi tidak terbatas pada:
(a) kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas
penyaluran zakat dan mustahik nonamil;
(b) kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahik nonamil,
seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;
(c) metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan
zakat berupa aset nonkas;
(d) rincian jumlah penyaluran dana zakat untuk masing-masing
mustahik;
(e) penggunaan dana zakat dalam bentuk aset kelolaan yang masih
dikendalikan oleh amil atau pihak lain yang dikendalikan amil,
jika ada, diungkapkan jumlah dan persentase terhadap seluruh
penyaluran dana zakat serta alasannya; dan

( 314 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(f) hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dna mustahik yang


meliputi:

(i) jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan


(ii) presentase dari setiap aset yang disalurkan tersebut dari
total penyaluran zakat selama periode.

Infak/Sedekah

40. Amil mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan infak/


sedekah, tetapi tidak terbatas pada:
(a) kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan pada
skala prioritas penyaluran infak/sedekah dan penerima infak/
sedekah.
(b) kebijakan penyaluran infak/sedekah untuk amil dan nonamil,
seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;
(c) metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan
infak/sedekah berupa aset nonkas;
(d) keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan
tetapi dikelola terlebih dahulu, jika ada, diungkapkan jumlah
dan persentase dari seluruh penerimaan infak/sedekah selama
periode pelaporan serta alasannya;
(e) hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di huruf
(d) diungkapkan secara terpisah;
(f) penggunaan dana infak/sedekah menjadi aset kelolaan, jika
ada, diungkapkan jumlah dan persentase terhadap seluruh
penggunaan dana infak/sedekah serta alasannya;
(g) rincian dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya,
terikat dan tidak terikat; dan

( 315 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

(h) hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dan penerima infak/


sedekah yang meliputi:
(i) sifat hubungan;
(ii) jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan
(iii)persentase dari setiap aset yang disalurkan tersebut dari
total penyaluran infak/sedekah selama periode;

41. Selain membuat pengungkapan di paragraf 39 dan 40, amil


mengungkapkan hal-hal berikut:
(a) keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai
kebijakan atas penerimaan dana penyaluran dana, alasan, dan
jumlahnya; dan
(b) kinerja amil aats penerimaan dan penyaluran dana zakat dan
dana infak/sedekah.

KETENTUAN TRANSISI

42. Pernyataan ini diterapkan secara prospektif. Penerapan


secara retrospektif diperkenankan, tetapi tidak disyaratkan.

TANGGAL EFEKTIF
43. Pernyataan ini berlaku untuk tahun buku yang dimulai pada
atau setelah 1 januari 2012. Penerapan dini diperkenankan.

( 316 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 110


AKUNTANSI SUKUK

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 110: Akuntansi Sukuk


terdiri dari paragraf 1-54. Seluruh paragraf dalam Pernyataan ini
memiliki kekuatan mengatur yang sama. Paragraf yang dicetak
tebal dan miring mengatur prinsip-prinsip utama. Pernyataan ini
harus dibaca dalam konteks Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pernyataan ini tidak wajib
diterapkan pada unsur-unsur yang tidak material.

PENDAHULUAN

Tujuan

01. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,


pengukuruan, penyajian, dan pengungkapan transaksi sukuk ijarah
dan sukuk mudharabah.

Ruang Lingkup
02. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas untuk yang
melakukan transaksi sukuk ijarah dan sukuk mudharabah, baik
sebagai penerbit sukuk maupun investor sukuk.

03. Entitas yang menerbitkan sukuk dan entitas yang memiliki


sukuk dapat terdiri dari entitas swasta ataupun entitas sektor publik.
Pernyataan ini diterapkan oleh entitas swasta. Namun, entitas sektor
publik dapat menerapkan Pernyataan ini sepanjang tidak dilarang

( 317 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

oleh regulasi yang berlaku.

04. Pernyataan ini hanya mengatur sukuk ijarah dan sukuk


mudharabah. Jika entitas menerbitkan dan memiliki sukuk dengan
akad selain akad ijarah dan mudharabah, maka entitas dapat
menerapkan Pernyataan ini sepanjang subtnasi transaksinya serupa
dan PSAK lain yang mengatur akad yang mendasari sukuk.

05. Pernyataan ini diterapkan untuk efek yang mempunyai


karakteristik yang serupa dengan sukuk.

06. Beberapa instrumen keuangan memiliki karakteristik sukuk


namun diberi nama yang berbeda dalam akadnya (misal surat
berharga syariah atau medium term notes syariah).

07. Hal-hal yang tidak diatur secara spesifik dalam Pernyataan ini
mengacu pada ketentuan PSAK lain yang relevan.

Definisi

08. Berikut ini adalah pengetian istlah yang digunakan dalam


Pernyataan ini:

Beban ijarah adalah imbal hasil yang diberikan oleh penerbit


sukuk kepada pemilik sukuk ijarah.

Biaya transaksi adalah biaya tambahan yang dapat diatribusikan


secara langsung dengan penerbitan atau perolehan sukuk.

( 318 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Pasar yang lazim adalah pasar yang mana pembelian atau


penjualan sukuk berdasarkan kontrak yang mensyaratkan penyerahan
sukuk dalam suatu kurun waktu yang umumnya ditetapkan dengan
peraturan atau kebiasaan yang berlaku di pasar.

Sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan


yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak
terpisahkan atau tidak terbagi) atas;
(a) aset berwujud tertentu;
(b) manfaat atas aset berwujud tertentu baik yang sudah ada maupun
yang akan ada;
(c) jasa yang sudah ada maupun yang akan ada;
(d) aset proyek tertentu; atau
(e) kegiatan investasi yang telah ditentukan.

Sukuk ijarah adalah sukuk yang menggunakan akad ijarah.

Sukuk mudharabah adalah sukuk yang menggunakan akad


mudharabah.

Karakteristik

09. Sukuk merupakan sertifikat yang bernilai sama yang


merepresentasikan hak pemilik (investor) atas kepemilikan fisik aset,
manfaat atas aset, proyek tertentu, atau jasa tertentu.

10. Sukuk mewakili kepemilikan bersama dalam kepemilikan


aset yang tersedia untuk diinvestasikan, baik aset nonmoneter,
manfaat, jasa, atau kombinasi ketiganya, ditambah aset takberwujud

( 319 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

atau aset moneter.

11. Penerbitan dan perdangan sukuk harus berdasarkan akad


syariah, termasuk adanya aset/aktivitas yang mendasari (underlyng
assets/activies).

12. Perdagangan sukuk tunduk kepada ketentuan yang mengatur


perdagangan hak-hak yang diwakilinya.

13. Pemilik sukuk memperoleh hasil dan menanggung kerugian


sebagaimana dinyatakan dalam akad.

14. Penerbitan sukuk ijarah dan sukuk mudhrabah umunya


tidak hanya menggunakan akad ijarah atau mudharabah, tetapi
dapat dikombinasikan dengan akad lain (multi akad). Untuk tujuan
pengaturan dalam Pernyataan ini, semua akad tersebut diperlakukan
sebagai satu kesatuan akad dalam penerbitan sukuk.

AKUNTANSI PENERBIT

Pengakuan dan Pengukuran

Sukuk Ijarah

15. Sukuk ijarah diakui pada ssat entitas menjadi pihak yang
terikat dengan ketentuan penerbitan sukuk ijarah. Sukuk ijarah
diakui sebesar nilai nominal, disesuaikan dengan premium atau
diskonto, dan biaya transaksi terkait dengan penerbitannya.

( 320 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

16. Pengakuan awal sukuk ijarah dilakukan pada saat sukuk


ijarah diterbitkan.

17. Setelah pengakuan awal, jika jumlah tercatat berbeda


dengan nilai nominal disebakan penyesuian seperti di paragraf 15,
maka perbedaan tersebut diamortisasi secara garis lurus selama
jangka waktu sukuk ijarah.

18. Beban ijarah diakui pada saat terutang.

19. Amortisasi di paragraf 17 tidak diakui sebagai beban ijarah,


tetapi diakui sebagai beban penerbitan sukuk ijarah.

Sukuk Mudharabah

20. Sukuk mudharabah diakui pada saat entitas menjadi pihak


yang terkait dengan ketentuan penerbitan sukuk mudharabah.
Sukuk mudharabah diakui sebesar nilai nominal. Biaya transaksi
diakui secara terpisah dari sukuk mudharabah.

21. Pengakuan awal sukuk mudharabah dilakukan pada saat


untuk mudharabah diterbitkan.

22. Biaya transaksi diamortisasi secara garis lurus selama


jangka waktu sukuk mudharabah.

23. Amortisasi di paragraf 22 diakui sebagai beban penerbitan


sukuk mudharabah.

( 321 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

24. Bagi hasil yang menjadi hak pemilik sukuk mudharabah


diakui sebagai pengurang pendapatan, bukan sebagai beban.

Penyajian

25. Sukuk ijarah disajikan sebagai liabilitas.

26. Untuk entitas yang menyajikan liabilitas menjadi liabilitas


jangka pendek dan laibilitas jangka panjang, maka sukuk ijarah
disajikan sesuai dengan klasifikasi liabilitas tersebut.

27. Sukuk ijarah disajikan secara neto setelah premium atau


diskonto dan biaya transaksi yang belum diamortisasi.

28. Sukuk mudharabah disajikan sebagai dana syirkah


temporer.

29. Untuk entitas yang menyajikan dana syirkah temporer secara


terpisah dari liabilitas dan ekuitas (entitas syariah), maka sukuk
mudharabah disajikan dalam dana syirkah temporer.

30. Untuk entitas yang tidak menyajikan dana syirkah temporer


secara terpisah dari liabilitas dan ekuitas (bukan entitas syariah),
maka sukuk mudharabah disajikan dalam liabilitas yang terpisah
dari liabilitas lain. Sukuk mudharabah disajikan dalam urutan paling
akhir dalam liabilitas.

31. Biaya transaksi untuk penerbitan sukuk mudharabah disajikan


dalam aset sebagai beban tangguhan, bukan sebagai pos lawan dari

( 322 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

sukuk mudharabah.

Pengungkapan

32. Untuk sukuk ijarah, entitas mengungkapkan hal-hal berikut:


(a) Uraian tentang persyaratan utama dalam penerbitan sukuk
ijarah, termasuk;
(i) ringkasan akad syariah yang digunakan;
(ii) aset atau manfaat yang mendasari;
(iii)besaran imbalan;
(iv) nilai nominal;
(v) jangka waktu;
(vi) persyaratan penting lain.
(b) Penjelasan mengenai aset atau manfaat yang mendasari
penerbitan sukuk ijarah, termasuk jenis dan umur ekonomik; dan
(c) Lain-lain.

33. Untuk sukuk mudharabah, entitas mengungkapkan hal-hal


berikut:
(a) Uraian tentang persyaratan utama dalam penerbitan sukuk
mudhrabah, termasuk:
(i) ringkasan akad syariah yang digunakan;
(ii) aktivitas yang mendasari;
(iii)nilai nominal;
(iv) prinsip pembagian hasil usaha, dasar bagi hasil, dan
besaran nisbah bagi hasil;
(v) jangka waktu;
(vi) persyaratan penting lain.
(b) Penjelasan mengenai aktivitas yang mendasari penerbitan sukuk

( 323 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

mudharabah, termasuk jenis usaha, kecenderungan (tren) usaha,


pihak yang mengelola usaha (jika dilakukan pihak lain); dan
(c) Lain-lain.

AKUNTANSI INVESTOR

Pengakuan dan Pengukuran

Pengakuan Awal

34. Entitas mengakui investasi pada sukuk ijarah dan sukuk


mudharabah sebesar biaya perolehan.

35. Biaya perlehan sukuk ijarah dan sukuk mudharabah yang


diukur pada biaya perolehan dan pada nilai wajar melalui penghasilan
komprehensif lain termasuk biaya transaksi. Sedangkan biaya
perolehan sukuk ijarah dan sukuk mudharabah yang diukur pada
nilai wajar melalui laba rugi tidak termasuk biaya transaksi.

36. Entitas mengakui investasi pada sukuk ijarah dan sukuk


mudharabah pada saat tanggal perdagangan atau penyelesaian
transaksi dalam pasar yang lazim.

Klasifikasi dan Reklasifikasi

37. Sebelum pengakuan awal, entitas menentukan klasifikasi


investasi pada sukuk ijarah dan sukuk mudharabah sebagai diukur
biaya perolehan, diukur pada nilai wajar melalui penghasilan
komprehensif lain atau diukur pada nilai wajar melalui laba rugi.

( 324 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

38. Investasi diklasifikasikan sebagai diukur sebagai biaya


perolehan jika:
(a) investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang
bertujuan utama untuk memperoleh arus kas kontraktual; dan
(b) persyaratan kontraktual menetukan tanggal tertentu pembayaran
pokok dan/atau hasilnya.

39. Model usaha yang bertujuan untuk memperoleh arus kas


kontraktual didasarkan pada tujuan investasi yang ditentukan oleh
entitas. Arus kas yang dikontraktual yang dimaksud adalah arus kas
bagi hasil dan pokok dari sukuk mudharabah; atau arus kas imbalan
(consideration/ujrah) dari sukuk ijarah. Setelah pengakuan awal, jika
aktual berbeda dengan tujuan investasi yang telah ditetapkan, maka
entitas menelaah kembali konsistensi tujuan investasinya.

40. Investasi diklasifikasikan sebagai diukur sebagai nilai wajar


melalui penghasilan komprehensif lain jika;
(a) investasi tersebut dimiliki dalam suatu model usaha yang
bertujuan utama untuk memperoleh arus kas kontraktual dan
melakukan penjualan sukuk; dan
(b) persyaratan kontraktual menetukan tangga tertentu pembayaran
pokok dan/atau hasilnya.

41. Entitas tidak dapat mengubah klasifikasi investasi, kecuali


terjadi perubahan tujuan model usaha sebagaimana dijelaskan di
paragraf 39.

Setelah Pengakuan Awal

( 325 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

42. Untuk investasi pada sukuk yang diukur pada biaya


perolehan, selisih antara biaya perolehan dan nilai nominal
diamortisasi dijelaskan di paragraf 39.

43. Untuk investasi pada sukuk yang diukur pada nilai wajar
melalui penghasilan komprehensif lain, selisih antara biaya
perolehan dan nilai nominal diamortisasi secara garis lurus selama
jangka waktu sukuk dan diakui dalam laba rugi. Keuntungan atau
kerugian dari perubahan nilai wajar diakui dalam penghasilan
komprehensif lain setelah memperhitungkan saldo selisih biaya
perolehan dan nilai nominal yang belum diamortisasi dan saldo
akumulasi keuntungan atau kerugian nilai wajar yang telah diakui
dalam penghasilan komprehensif lain sebelumnya, kecuali untuk
kerugian penurunan nilai dan keuntungan atau kerugian selisih
kurs, sampai dengan investasi sukuk itu dihentikan pengakuannya
atau direkalsifikasi. Ketika investasi sukuk dihentikan pengakuannya
akumulasi keuntungan atau kerugian yang sebelumnya diakui dalam
penghasilan komprehensif lain direklasifikasikan ke laba rugi sebagai
penyesuaian reklasifikasi (lihat PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah).

44. Untuk investasi pada sukuk diukur pada nilai wajar melaui
laba rugi, selisih antara nilai wajar dan jumlah tercatat diakui dalam
laba rugi. Perubahan nilai wajar diakui dalam laba rugi.

45. Nilai wajar investasi ditentukan dengan mengacu pada urutan


sebagai berikut:
(a) harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif, atau
(b) input selain harga kuotasian yang termasuk dalam huruf (a) yang

( 326 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

dapat diobservasi.

46. Untuk investasi pada sukuk yang diukur pada biaya


perolehan dan nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain,
jika terdapat indikasi penurunan nilai, maka entitas mengukur
jumlah terpulihkannya. Jika jumlah terpulihkan lebih kecil daripada
jumlah tercatat, maka entitas mengakui rugi penurunan nilai. Untuk
investasi sukuk pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif
lain, rugi penurunan nilai yang diakui pada laba rugi adalah jumlah
setelah memperhitungkan saldo dalam penghasilan komprehensif
lain. Jumlah terpulihkan merupakan jumlah yang akan diperoleh dari
pengembalian pokok tanpa memperhitungkan nilai kininya.

Penyajian

47. Pendapatan investasi dan beban amortisasi disajikan secara


neto dalam laba rugi.

Pengungkapan

48. Entitas mengungkapkan hal-hal berikut ini:


(a) Klasifikasi investasi berdasarkan jumlah investasi;
(b) Tujuan model usaha yang digunakan;
(c) Jumlah investasi yang direklasifikasikan, jika ada, dan
penyebabnya;
(d) Nilai wajar untuk investasi yang diukur pada biaya perolehan;
dan
(e) Lain-lain.

( 327 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

TANGGAL EFEKTIF

49. Entitas menerapkan Pernyataan ini untuk periode tahun buku


yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2012 dengan opsi penerapan
dini diperkenankan.

50. Entitas menerapkan paragraf 35, 37, 40, 41, 43, 45, dan 46
untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari
2016. Penerapan dini diperkenankan.

KETENTUAN TRANSISI

51. Pernyataan ini diterapkan secara prospektif.


52. Untuk sukuk yang telah diterbitkan sebelum tanggal efektif
Pernyataan ini pada 1 Januari 2012, jumlah tercatat pada saat
penerapan awal Pernyataan ini merupakan jumlah tercatat awal
dan Pernyataan ini diterapkan atas sukuk tersebut. Untuk sukuk
mudharabah yang diterbitkan tersebut jika jumlah tercatat berbeda
dengan nilai nominal maka selisih pada saat penerapan awal diakui
sebagai beban tangguhan dan diamortisasi selama sisa jangka waktu
sukuk.

53. Pada saat penerapan awal Pernyataan ini pada 1 Januari 2012,
entitas (investor) menentukan kembali klasifikasi investasi pada
sukuk sesuai dengan ketentuan dalam Pernyataan ini. Jumlah tercatat
pada saat penerapan awal Pernyataan ini merupakan jumlah tercatat
awal:
(a) Untuk investasi yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai diukur
pada nilai wajar melalui laba rugi dan tersedia untuk dijual,

( 328 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

kemudian diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan,


maka selisih antara jumlah tercatat tersebut dan nilai nominal
diamortisasi selama sisa jangka waktu sukuk. Selanjutnya untuk
investasi yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai tersedia untuk
dijual, saldo perubahan nilai wajar yang diakui dipenghasilan
komprehensif lain direklasifikasi ke saldo laba.
(b) Untuk investasi yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai
dimiliki hingga jatuh tempo dan pinjaman yang diberikan dan
piutang, kemudian diklasifikasikan sebagai diukur pada nilai
wajar, maka perubahan nilai wajar pada saat penerapan awal
Pernyataan ini diakui di saldo laba.
(c) Untuk investasi yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai
tersedia untuk dijual, kemudian diklasifikasikan sebagai diukur
pada nilai wajar, saldo perubahan nilai wajar yang diakui di
penghasilan komprehensif lain direklasifikasi ke saldo laba.

54. Pada awal penerapan paragraf 50, entitas menentukan kembali


klasifikasi investasi pada sukuk:
(a) Untuk investasi yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai diukur
pada nilai wajar melalui laba rugi, kemudian diklasifikasikan
sebagai diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif
lain, maka jumlah tercatat pada awal penerapan paragraf 50
merupakan jumlah tercatat awal.
(b) Untuk investasi yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai diukur
pada biaya perolehan diamortisasi, kemudian diklasifikasikan
sebagai diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif
lain, maka investasi tersebut diukur pada nilai wajar dan selisih
antara nilai wajar dan jumlah tercatat diakui dalam penghasilan
komprehensif lain.

( 329 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

( 330 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahra ,Muhammad(1999). Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus

Abdullah, Daud Vicary dan Keon Chee,(2002). Buku Pintar Keuangan


Syari’ah. Jakarta:Zaman.

Adnan, Mohammad Akhyar dan Michael Gafikkin,(1997). the


syariah,Islamic bank and accounting Concept and practices
dalam Proceedings of International Conference I: accounting
Commerce and finance: the Islamic persfektif. Sydney:Faculity
of Bussiness and Technologi University of Western Sydney
Macarthur.

Alwi, Hasan dkk. (1997). Soal Jawab tentang berbagai soal agama.
Bandung: CV Diponegoro

A.Karim, Adiwarman (2006). Bank Islam: Analisis Fiqh dan


Keuangan, edisi 3. Jakarta :PT Raja Grafindo Persada.

Departemen Agama, AlQur’anul Karim.

Ghufron A. Mas’adi,(2002). Fiqh Muamalah Kontekstual,edisi I.


Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

( 331 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Harahap, Sofyan Syafri.(1997). Akuntansi Islam. Jakarta : Bumi


Aksara.

Hery, S.E., M.Si., CRP., RSA., CFRM. (2018) Akuntansi syari’ah,


jakarta : PT. Grasindo, Anggota IKAPI

http://akuntansikeuangan.com/generally-accepted-sharia-
accounting-principles-gasap/

Ikatan Akuntan Indonesia institute of indonesia chartered accountants


(2016) standar akuntansi keuangan syari’ah. Jakarta Grha
akuntan

Kuntowidjoyo,(1991). Paradigm Islam: interpretasi untuk aksi.


Bandung:Mizan

Kusumawati, Zaidi (2005). Menghitung Laba Perusahaan Aplikasi


Akuntansi Syari’ah. Yogyakarta : Magistra Insania Press.

Muhammad ,(2000). Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al Qur’an.


Yogyakarta:UII

--------------, (2013). Akuntansi Syari’ah Teori dan Praktek Untuk


Perbankan Syari’ah. Yogyakarta:UPP STIM YKPN.

---- ---------,(2002). Pengantar Akuntansi Syari’ah. Jakarta: Salemba


4.

Nurhayati, Sri (2013). Akuntansi Syari’ah di Indonesia. Jakarta


:Salemba empat

Qardawi, Yusuf (2002). Halal dan Haram.Jakarta: Mizan

Rifqy, Muhammad,. (2008) Akuntansi Keuangan Syariah.


Yogyakarta: P3EI Press

( 332 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Rosjidi,(1999). Teori Akuntansi ,tinjauan,konsep dan struktur.


Jakarta: FE UI.

Syakir Sulam, Muhammad (2004). Asuransi Syari’ah. Jakarta:Gema


insane.

Sudarsono, Heri (2012). Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah.


Yogyakarta:Ekonosia.

Shahatah, Husein (2001). Pokok-pokok Pikiran Akuntansi Islam.


Jakarta:Akbar Media Eka Sarana.

Takatera, Sadao (1998). Posibility Of Accounting (Kanoseu no keikei


gaku). Tokyo: Sanrel-Shobo

Tuanakotta, Theodorus M (1998). Teori Akuntansi,Edisi I. Jakarta


:Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Triyuwono, Iwan (1996). Organisasi Akuntansi dan Spriritualisme,


makalah stadium general mahasiswa syari’ah Banking
Institute. Yogyakarta.-

-------------------,(1997). Akuntansi Syari’ah: Implementasi


Nilain Keadilan dalam Metafora Amanah,makalah kuliah
Umum,Fakultas Syari’ah,IAIN Surakarta.

Yusanto , Muhammad Ismail dkk,(2001). Dinar Emas Solusi Krisis


Moneter. Jakarta :Pirac SEM Institut

( 333 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

( 334 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

NAME :
Dr. H. Fachrurazi, S.Ag. MM
BIRTH PLACE & DAY :
Putussibau, July 23th 1970
GENDER :
Male
CURRENT ACTIVITY :
Researcher-Reviewer-Lecturer-Trainer
IAIN Pontianak
CATEGORY : Civil Servant (PNS)
LAST EDUCATION : Doctor (45 Years Old)
UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jawa
Barat
E – MAIL : ferry.7co.@gmail.com
NIP : 197007231999031002
NIDN : 2023077001
SINTA ID : 6667094
RESEARCH ID : 202307700102879
SCOPUS ID : 57216589513
PANGKAT DAN GOL : III d / Lektor Kepala
GOOGLE SCHOOLAR : https://scholar.google.co.id/
citations?user=29mvn9oAAAAJ&hl=id
PHONE NUMBER : 0813-4542-9314
ADDRESS : Jl. Apel Gang Apel Dalam No. 5 Pontianak

( 335 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

FORMAL EDUCATIONAL BACKGROUND :

No Institution Year Level


1 UIN Sunan Gunung 2016 Doctorate Program
Djati Bandung
2 UNIV. Satya Gama 1999 Graduate Program
Jakarta
3 IAIN Syarif Hi- 1995 Undergraduate Pro-
dayatullah gram
4 P.M. Darussalam 1989 Senior High School
Gontor Ponorogo

PUBLICATION OF RESEARCH :

No Title Type Year Brief Remark


Internasional Juornal
Of Science dan Re-
search
Your e-Presentation is
now online at this link:
https://www.ijsr.net/
get_abstract.php?pa-
Educational Values
1 per_id=ART2017831.
in the QUR'AN Jurnal 2020 No. Sertifikat: ID:
ART20178317
Direct link to the
e-Presentation video is:
https://www.youtube.
com/watch?v=ZlOjD-
m7oXjo&feature=you-
tu.be

( 336 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

International Journal of
Psychosocial Rehabil-
itation
volume 24 - issue 9
page/halaman 1320 -
1329.
issn no. 1475-7192.
Adoption Of E-Com- https://www.psycho-
merce By Smes: In- social.com/article/
2 Journal 2020
ternal Readiness And PR290156/22980/
Government Support Hampstead Psycholog-
ical Associates,
Suite B19, 110
Gloucester Road,
London, NW1 8JA.
United Kingdom (In-
ggris)
Q4
International Jounal Of
Factors Affecting Advanced Science And
Customers’ Satisfac- Technology Vol. 29
tion And Loyalty In No. 06
3 Journal 2020 - IJAST
Sharia Financing For
Small And Medium http://sersc.org/jour-
Enterprises” nals/index.php/IJAST/
article/view/11871
- (Q4)
Jurnal Khatulistiwa
The Involvement and Vol 10, No 1
Resistance of Islam- IAIN Pontianak
ic Defence Action https://jurnaliainponti-
4 Journal 2020
(ABI) at Islamic Stu- anak.or.id/index.php/
dent Orgaization in khatulistiwa/article/
Ponitanak City view/1404
(Sinta 5
Peningka-
tan Keterampilan
Menulis Karangan
Deskripsi Melalui Jurnal Kependidikan,
Metode Discovery Vol 6, No 2.
dengan Menggu- IKIP Mataram
nakan Media Gam- http://ojs.ikipmataram.
5 Journal 2020
bar pada Mahasiswa ac.id/index.php/jur-
Program Studi Pen- nalkependidikan/arti-
didikan Bahasa dan cle/view/2491
Sastra Indonesia ST- (Sinta 3)
KIP Pontianak.
Bersama dengan Fitri
Jayanti

( 337 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Strategi Baitul Maal - IAIN Press Ponti-


6 Wat Tamwil (Teori Book 2020 anak
Ke Praktek)
- Shirkah Journal. Vol-
Muslim Business- ume 4, No. 2.
men and Chinese - IAIN Surakarta
7 Journal 2019 http://shirkah.or.id/
Economics in Sing-
kawang new-ojs/index.php/
home/article/view/270
(Sinta 2)
- Jurnal AL-Mashrafi-
Metode Kuadrat Ter- yah, Vol 3, No 1.
kecil Untuk Mera- - UIN Alauddin
malkan Tingkat Li- Makasar
8 kuiditas Pada BMT Journal 2019 http://journal.
Kapuas Mandiri Se- uin-alauddin.ac.id/in-
jahtera Di Kota Pon- dex.php/almashrafiyah/
tianak article/view/7518
(Sinta 3)
Preservation - Jurnal I-Economics
Of Status Quo Or Vol. 5. No 1
Inter-Ethnicity Rela- - UIN Raden Patah
tion The Dynamics Palembang
9 of Malay-Chinese Journal 2019 http://jurnal.radenfa-
Economic Relation tah.ac.id/index.php/
in the Northern ieconomics/article/
Coast Area of West view/3690
Kalimantan (Sinta 4)
- IAIN Press Ponti-
A Portrait Of Chi- anak
10 nese Diaspora In Ci- Book 2019 - ISBN: 978-623-
dayu Area 7167-80-8

Good Corporate - IAIN Press Ponti-


11 Governance Bank Book 2019 anak
Syariah

( 338 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Preservation of status
quo or inter-ethnicity
relation The dynam-
ics of malay-chinese
economic relation - LP2M
12 In the northern coast Research 2019 - IAIN Pontianak
area of west Kali-
mantan

Escalating Threats
On Chinese-Malay
Interaction (Accep- - LP2M
13 tance And Resistance Research 2018 - IAIN Pontianak
Towards Chinese
In Northen Of West
Kalimantan)
The Examining Of - IAIN Press Ponti-
14 Islamic Banking Re- Book 2018 anak
silience
Strategi Pendekatan - IAIN Press Ponti-
Silaturahim: Senyum anak
Salam Sapa Dalam - ISBN : 978602-
15 Peningkatan Pro- Book 2018 5510-81-6
duktivitas Pelayanan
Dan Profesionalitas
Kerja Karyawan
- Jurnal AL-Mashrafi-
Manajemen Strate- yah, Vol 3, No 2.
gi Galeri Investasi - UIN Alauddin
Syariah Dalam Makasar
16 Meningkatkan Minat Journal 2018 http://journal.
Mahasiswa Untuk uin-alauddin.ac.id/in-
Berinvestasi Di Pas- dex.php/almashrafiyah/
ar Modal Syariah article/view/10037
(Sinta 3)
- Jurnal Al Maslahah
IAIN Pontiamak
Fatwa Satwa (Kajian - (ISSN: 1907-0233,
Fiqh dan Hukum E.ISSN: 2502-8367)
17 Positif Tentang Per- Journal 20017 - Volum 3, No.1
buruan Satwa) (Ber- (2017)
sama Yusuf) https://jurnaliainponti-
anak.or.id/index.php/
Almaslahah/index
Sinta 4

( 339 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Strategi Pendekatan
Silaturahim: Senyum
Salam Sapa Dalam - LP2M
18 Peningkatan Pro- Research 2017 - IAIN Pontianak
duktivitas Pelayanan
Dan Profesionalitas
KerjaKaryawan
- International Of Sci-
entific & Technolo-
gy, Research .Vol 6
– Issue 12.
- IJSTR
Examining The http://www.ijstr.
Expression Of org/paper-refer-
19 Globalization And Journal 2017 ences.php?ref=I-
Commodification Of JSTR-1217-18384
Islam In Indonesia. (Q3)

- International Jour-
nal of Science and
Research Volume 6
Issue 11
Educational Values - IJSR
20 Journal 2017
in the QUR'AN https://www.ijsr.
net/archive/v6i11/
ART20178317.pdf
(Index Copernicus Val-
ue (2016)
- International Journal
for Innovative Re-
search in Multidisci-
plinary Field, Vol 3,
Education Values In Issue 11
21 Journal 2017
Rural Society - IJIRMF
https://www.ijirmf.
com/wp-content/up-
loads/201711013.pdf
Index Copernicus (ICI)

( 340 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

Jurnal At Turats, Vol


11, No 1
Peningkatan IAIN Pontianak
Moralitas Peserta https://jurnaliainpon-
Didik Berkaitan tianak.or.id/index.
22 Dengan Profesinali- Journal 2017 php/atturats/article/
tas Dan Kompetensi view/868
Kepribadian Guru ISSN: 1978-418X,
E-ISSN: 2502-8359
Sinta 4
Jurnal Khatulistiwa
Manajemen Evaluasi Vol 7, No 1
Pendidikan Dalam IAIN Pontianak
23 Apilikasi Kegiatan Journal 2017 https://jurnaliainponti-
Belajar Mengajar anak.or.id/index.php/
Dikelas. khatulistiwa/article/
view/948
(Sinta 5)
Jurnal At Turats, Vol
10, No 2
Pembaharuan IAIN Pontianak
Sistem Pembelajaran https://jurnaliainpon-
Pondok Pesantren tianak.or.id/index.
24 Journal 2016
(Traditional Versus php/atturats/article/
Modern) view/665
- ISSN: 1978-418X,
E-ISSN: 2502-8359
- Sinta 4

BOOK EDITOR :

No Book Publisher Year


1 Studi Eksplorasi Perubahan IAIN Press Pontianak 2020
IAIN Pontiank Ke UIN Den- ISBN:
gan Pendekatan Manajemen HAKI: EC002020037210
Perubahan Strategi Budaya 2 Oktober 2020
Organisasi Persepektif Pendi-
dikan Tinggi Islam
2 Pengelolaan Inverstasi Dana IAIN Press Pontianak 2019
Pensiun Pada PT. Bank Pem- ISBN: 978-623-7167-
bangunan Daerah Kalimantan 75-4
Barat ( Dr. Syaifullah dkk)
3 A Portrait Of Chinese Diaspora - IAIN Press Pontianak 2019
In Cidayu Area - ISBN: 978-623-7167-
80-8

( 341 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

4 Escalating Threats On Chi- IAIN Press Pontianak 21 De-


nese-Malay Interaction (Accep- HAKI No. sember
tance and Resistance Towards EC00201860486 2018
Chinese in Northen of West 21 Desember 2018 (HAKI)
Kalimantan
5 Manajememen Pemasaran IAIN Press Pontianak 2018
(Ita Nurcholifah, SE, MM) ISBN: 978-602-5510-82-3
https://drive.google.com/
file/d/1Dj5IKTKrsPwn4K-
fqyes_Ih13EapK2AeB/
view?usp=sharing
6 Mengenal Diri dan Allah IAIN Press Pontianak 2018
(Drs. Zuldafrial, M.Si) ISBN: 978-60-5510-69-4
7 Komptensi Sosial Guru di IAIN Press Pontianak 2018
Sekolah (Drs. Zuldafrial, M.Si) ISBN: 978-60-5510-66
8 Asimilasi Muallaf Tionghoa IAIN Press Pontianak 2017
Kota Pontianak (Baharuddin, ISBN: 978-602-7942-80-6
M.Si) https://drive.google.com/
file/d/0B1cDLyUssz-
J1OUs4aWttSVVkL-
WVMYlp6YnFPck95UE-
VxRi1V/view?usp=shar-
ing
9 Matahari Sosiologi (Baharud- IAIN Press Pontianak 2017
din, M.Si) ISBN: 978-602-7942-81-3
https://drive.google.
com/open?id=0B1cD-
LyUsszJ1cDhqdDlFLX-
hZUHYyUFlNV25w-
ZGNDR3d4d2pV
10 Dunia Sosiologi (Baharuddin, IAIN Press Pontianak 2017
M.Si) ISBN: 978-602-7942-77-6
https://drive.google.com/
file/d/0B1cDLyUssz-
J1RFJJQ01GekZIMnZ-
BekRpbTh2d1NxWkdBe-
nE0/view?usp=sharing
11 Kompetensi Kepribadian IAIN Press Pontianak 2017
Guru (Drs. Zuldafrial, M.Si) ISBN: 978-602-0868-58-5
https://drive.google.com/
file/d/0B1cDLyUssz-
J1SVd6Z0VNVjZhaF-
9wTTJTLWZWQWtpeW-
ZJaktV/view?usp=sharing

( 342 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

12 Kompetensi Profesional Guru IAIN Press Pontianak 2017


Mata Pelajaran (Drs. Zuldafri- ISBN: 978-602-5510-6-7
al, M.Si) https://drive.google.com/
file/d/0B1cDLyUsszJ1d-
FZOdWNnY3lWVENJU-
VRLbTUzc2NfWWJPRn-
hV/view?usp=sharing

( 343 )
Paradigma Akuntansi Syari’ah

NURMA SARI,S.Ag,M.S.I lahir di Pontianak 15 Maret 1978.


Pada saat itu sempat menyelesaikan SD di pulau Bangka,dan MTS
dipulau yang sama. Melanjutkan MAS Syahid Pontianak. Jenjang
S1 pada STAIN Pontianak Program Studi Ekonomi Islam,kemudian
meneruskan ke jenjang pendidikan S2 di UIN SUNAN KALIJAGA
Yogyakarta program studi Keuangan dan Perbankan Syari’ah.
Mengabdi sebagai dosen luar biasa,dan menjadi dosen tetap
pada program studi Perbankan Syari’ah STAIN Pontianak.
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran diantaranya sebagai
dosen Prodi Ekonomi Islam mata kuliah yang diampu; Akuntansi
Perbankan Syari’ah, Aplikasi Akuntansi Syari’ah, Akuntansi
Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah. Di Prodi Perbankan Syari’ah;
mata kuliah yang di ampu; Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah.
Tulisan yang pernah di terbitkan diantaranya; pada jurnal
syari’ah 2006 Harta dalam Persfektif Islam, Pola Kemitraan
Petani Kerambah Apung dengan Pemilik Modal ditepian sungai
Kapuas kecamatan Pontianak timur keluarahan parit mayor 2007.
Pola investasi dan pembiayaan dalam Islam 2010. Investasi dan
pembiayaan dalam Islam . Melakukan penelitian pada tahun 2012
Implementasi Produk Pembiayaan pada BMT Mujahidin Pontianak
tahun buku 2009-2011, perbandingan Pembiayaan KPR pada bank
BRI Syari’ah dan mandiri konvensional 2016.
Contact person: 081352586242,085345279000.

( 344 )
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai