Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH TEORI AKUNTANSI

“AKUNTANSI SYARIAH”

Disusun Oleh:
Cantika Eriza Putri 1802111903
Maysarah 1802111031

Dosen Pembimbing :
Dr. Taufeni Taufik,SE.,M.Si.,Ak.,CA

Mata Kuliah :
Teori Akuntasi Keuangan

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan YME, karena atas rahmat dan karunianya,
makalah yang berjudul “Akuntansi Syariah” dapat kami selesaikan dengan baik. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah Teori Akuntansi
Keuangan di Universitas Riau.
Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya,tapi kami
berhasil dalam menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dalam penulisan makalah
ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi,
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah memberi kontribusi
dan partisipasinya baik secara langsung maupun tidak langsung, dan kami juga berterima
kasih kepada dosen kami Ibu Dr. Taufeni Taufik,SE.,M.Si.,Ak.,Ca. yang telah memberi
kesempatan dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Pekanbaru, 26 Februari 2021

Kelompok 12

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................4


1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................4
1.3 TUJUAN PENULISAN......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................5

2.1 AKUNTANSI DALAM ISLAM.........................................................................5


2.2 TEORI DAN KONSEP AKUNTANSI ISLAM.................................................6
2.3 STANDAR AKUNTANSI SYARIAH DI INDONESIA...................................7
2.4 AAOIFI.... ........................................................................................................20
2.5 STANDAR AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH AAOIFI.....................24
BAB III PENUTUP.....................................................................................................29

3.1 KESIMPULAN.................................................................................................29
3.2 SARAN ........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................30

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pemikiran mengenai akuntansi syari’ah yang merupakan akuntansi berbasis Islam
telah berkembang pesat dan semakin meluas baik dikalangan masyarakat umum maupun
pemerintah. Dan sampai saat ini, perkembangan ekonomi islam telah berkembang dengan
cepat, sistem ekonomi islam mulai diakui diberbagai negara. Sistem  ekonomi yang
menerapkan nilai-nilai syari’ah dalam konsep maupun prakteknya selama beberapa tahun
terakhir mampu menunjukan dampak positif bagi perekonomian diberbagai negara.      
Dalam perekonomiannya  Pakistan, Arab Saudi, Bahrain, Malaysia dan negara-negara
yang ada dikawasan Timur Tengah telah menjadikan Ekonomi Islam sebagai sistem
perekonomiannya. Dalam perkembangan praktik  lembaga keuangan syari’ah saat ini telah
berjalan cukup cepat baik di level Internasional maupun level nasional. Hal ini terbukti dari
kenaikan aset berbagai lembaga keuangan syariah seperti perbankan, asuransi dan pasar
modal berkembang dengan pesat.
      Akuntansi syari’ah pada dasarnya sama saja dengan akuntansi  pada umumnya, hanya
saja dalam akuntansi syari’ah terdapat beberapa hal yang membedakannya  dengan akuntansi
konvensional. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari segi modal, prinsip, konsep,  karakteristik
serta tujuannya. Dengan lahirnya akuntansi syari’ah sebagai salah satu cabang ilmu dari
akuntansi sangat baik karena banyak membawa dampak positif khususnya dalam bidang
perekonomian dalam suatu negara yang menganutnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a) Bagaimana akuntansi dalam islam?
b) Bagaimana teori dan konsep akuntansi islam?
c) Bagaiaman standar akuntansi syariah di Indonesia?
d) Apa itu AAOIFI?
e) Bagaimana standar akuntansi perbankan syariah AAOIFI?

1.3 TUJUAN PENULISAN


a) Kita dapat mengetahui bagaimana akuntansi dalam islam
b) Kita dapat mengetahui teori dan konsep akuntansi islam
c) Kita dapat mengetahui standar akuntansi syariah di Indonesia
d) Kita dapat mengetahui apa itu AAOIFI
e) Kita dapat mengetahu standar akuntansi perbankan syariah menurut AAOIFI

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 AKUNTANSI DALAM ISLAM


Islam adalah kata bahasa arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai,
tunduk, pasrah dan berserah diri. Obyek penyerahan diri ini adalah pencipta seluruh alam
semesta, yakni Allah swt. Dengan demikian, Islam berarti penyerahan diri kepada Allah
Swt.
Ajaran islam itu sebenarnya tidak hanya terbatas pada masalah hubungan pribadi antara
seorang individu dengan penciptanya, namun juga mencakup masalah hubungan anatara
sesama manusia, bahkan juga hubungan antara manusia dengan makhluk kalinnya
termasuk dengan alam dan lingkungannya. jadi, islam adalah suatu cara hidup yang
membimbing seluruh aspek kehidupan manusia.
Para ulama telah merumuskan suatu kaidah dasar dalam syariat, yang disebut dengan
dua hukum asal, yakni hukum asal ibadat dan hukum asal muamalat. Hukum asal ibadat
menyatakan bahwa segara sesuatunya dilarang dikerjakan, kecuali yang ada petunjuknya
dalam Alqurran atau sunnah. Sedangkan hukum asal muamalat menyatakan bahwa segala
sesuatunya diperbolehkan kecuali ada larangan dalam Alqur’an dan sunnah. Jadi dalam
hukum muamalah ini yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi hal-hal apa saja yang
dilarang atau haram, kemudian menghindarinya. Terlepas dari hal-hal haram tersebut kita
boleh melakukan apa saja seperti menambah, menciptakan, mengembangkan, dan lain
lain. Jadi bidang politik, sosial, ekonomi, termasukan didalamnya adalah instrumen-
instrumen bidang tersebut seperti manajemen, akuntansi, dan lainnya merupakan bagian
dalam muamalah yang bersumber pada syariat islam.
Dalam menghadapi masalah-masalah kontemporer yang harus dilakukan hanyalah
mengidentifikasi prinsip-prinsip dan filosofi dasar ajaran islam dalam bidang akuntansi
dan kemudian mengidentifikasi semua hal yang dilarang. Setelah kedua hal ini dilakukan
maka dapat dilakukan inovasi dan kreativitas seluas-luasnya untuk memecahkan segala
persoalan muamalah kontemporer, termasuk persoalan akuntansi.
Kata akuntansi dalam bahasa arab yaitu muhasabah atau hisab yang berarti
perhitungan. Kata ini muncul 48 kali dalam Alquran. Istilah lain yang memiliki makna
sama dengan kata muhasaba adalah Al-hisba, namun kata al-hisbah menunjuk pada
penerapan atau operasi suatu lembaga. Kegiatan lemaga ini mencakup tugas yang luas,
yaitu mulai dari hal-hal yang bersifat ekonomi sampai yang bersifat etika.
Berkaitan dengan lembaga tadi ada personil yang mengelola lembaga hisba tadi yang
disebut muhtasib. Tugas dari muhtasib tadi adalah sebagai berikut :
1. Memastikan masyarakat mendapat hak atas timbangan dari ukuran yang benar
2. Untuk mencek kecurangan bisnis. Dilarang menyembunyikan kerusakan dan
menyebutkan informasi yangs alah tentang barang yang dijual
3. Mengaudit kontrak-kontrak yang tidak benar, seperti kontrak tentang riba, judi, atau
aktivitas yang dilarang Allah dan Rasulnya

5
4. Menjaga terlaksananya pasar bebas, juga dianggap melawan hukum, membeli barang
dengan dagangan harga murah dari pedagang karena ketidaktahuan situasi harga
dipasar.
5. Mencegah penimbunan barang kebutuhan masyarakat. Dia berwenang memaksa
seseorang menjual kebutuhan masyarakat seperti roti, dalam harga wajar jika sangat
dibutuhkan.
Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa kata hisab atau muhasaba dan
pelaku muhasab atau muhtasib adalah kata dan fungsi yang berkaitan dengan upaya
menghitung, mengukur dan mengendalikan seluruh aktivitas manusia selama hidup
didunia untuk dapat mempertanggungjawabkan diakhirat. Dan upaya-upaya tadi sama
halnya dengan kegiatan akuntansi pada masa saat sekarang ini.

2.2 TEORI DAN KONSEP AKUNTANSI ISLAM


Harahap 1992 dalam Batubara 2019 mengemukakan bahwa akuntansi islam itu
menggunakan metode perbandingan antara konsep syariat islam yang relevan dengan
akuntansi dan ciri akuntansi kontemporer (dalam nuansa komprehensif) itu sendiri .
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai islam ada dalam akuntansi, dan akuntansi
ada dalam struktur hukum, muamalat dan sejarah islam. Menurutnya keduanya mengacu
pada kebenaran kadar kualitas dan dimensi serta bobot pertanggung jawabannya bisa
berbeda. Dan juga penekanan pada aspek tanggung jawab dan aspek pengambilan
keputusan berbeda islam mengayomi semua stakeholder sedangkan akuntansi kapitalis
memenuhi kepentingan pemilik modal dan ideologi kapitalis sekuler.
(Harahap 1992) dalam batubara mengemukakan bahwa dalam akuntansi islam ada
mera rule yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhinya yaitu hukum
syariah yang berasal dari tuhan bukan ciptaan manusia. Menurutnya akuntansi islam
sesuai dengan kecendrungan manusia yaitu hanief yang mana menuntut agar perusahaan
juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial.
Akuntansi Syariah adalah suatu sistem atau teknik dari suatu pencatatan,
penggolongan dan peringkasan, pelaporan dan menganalisa data keuangan yang dilakukan
dengan cara tertentu yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi atau
perusahaan dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah yang terkandung dalam nilai-
nilai islam.
Harahap yang dikutip oleh batubara 2019 merumuskan sifat akuntansi islam sebagai
berikut:
1. Penentuan laba rugi yang tepat
2. Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan
3. Ketaatan kepada hukum syariah
4. Keterikatan pada keadilan
5. Melaporkan dengan baik
6. Perubahan dalam praktik akuntansi
Hameed mengemukakan dari pandangan makro tujuan akuntansi syariah adalah :
1. Merupakan dasar dalam perhitungan zakat
2. Memberikan dasar dalam pembagian keuntungan, distribusi kesejahteran dan
pengungkapan terhadap kejadian dan nilai-nilai

6
3. Untuk meyakinkan bahwa usaha yang dilakukan perusahaan bersifat islami dan
hasil (laba) yang diperoleh tidak merugikan masyarakat.
Menurut Triwiyono ciri akuntansi syariah adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan nilai-nilai etika sebagai dasar penggunaan akuntansi
2. Memberikan arah pada menstimulasi timbulnya perilaku etis
3. Bersikap adil terhadap semua pihak
4. Menyeimbangkan sifat egoistik dan alturistik
5. Mempunyai kepedulian terhadap lingkungan.

Perbedaan karakteristik akuntansi konvensional dengan Akuntansi Syariah

Karakteristik Akuntansi Konvensional Sistem Akuntansi Syariah


sistem
Sistem Akuntansi Ekonomi yang rasionalism Ketauhidan
Prinsip Sekuler Syariah
Individualis Kepentingan umat
Memaksimalkan keuntungan Keuntungan yang wajar
Survival of teh fittest Persamaan
Ditekankan pada proses Rahmatan lil alamin
Kriteria Berdasarkan pada hukum Berdasarkan pada etika
perdagangan masyarakat yang besumber pada hukum
Kapitalis modern dari pada etika Al-quran dan hadis
Penyajian informasi yang sangat Full disclosure
terbatas Pertanggung jawaban
Informasi yang ditujukan atau kepada umat/masyarakat
bertanggung jawab kepada pemilik luas

Akuntansi dan penyajian laporan keuangan pada bank syariah bertanggung jawab
kepada Allah YME, stakeholders, dan lingkungan sosial. Sistem pencatatan dan
pelaporan mengacu kepada pedoman akuntansi perbankan syariah Indonesia 2003 yang
telah dipublikasikan oleh IAI dan Biro perbankan syariah BI
Pada bank Konvensional, akuntansi dan penyajian laporan keuangan beriorientasi
kepada kepentingan para pemegang saham dan tidak dikenal konsep pertanggungjawaban
sosial dan keadilan. Walapun dmikian dalam satu dekade terakhir ada kecendrungan
akuntansi konvensional mengarah kepada konsep yang sejalan dengan islam seperti
berkembangnya konsep akuntansi pertanggungjawaban, akuntansi sosial, akuntansi SDM,
dsb.

2.3 STANDAR AKUNTANSI SYARIAH DIINDONESIA


Standar Akuntansi Syariah (SAS) adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) Syariah yang ditujukan untuk entitas yang melakukan transaksi syariah baik
entitas lembaga syariah maupun lembaga non syariah. Pengembangan SAS dilakukan
dengan mengikuti model SAK umum namun berbasis syariah dengan mengacu
kepada fatwa MUI.

7
SAS ini terdiri dari PSAK 100 sampai dengan PSAK 110 yang mencakup kerangka
konseptual; penyajian laporan keuangan syariah; akuntansi murabahah; musyarakah;
mudharabah; salam; istishna; transaksi asuransi syariah;zakat dan
infak/sedekah;sukuk

Berikut ini adalah daftar standar akuntansi keuangan syariah yang berlaku efektif per
1 januari 2017

NO Standar Akuntansi Keuangan Tanggal Pengesahan Tanggal Efektif


Syariah
1 PSAK 100 Kerangka dasar 27 Juni 2007 1 Januari 2008
penyusunan dan penyajian laporan
keuangan syariah
2 PSAK 59 Akuntansi Perbankan 1 Mei 2002 1 Januari 2003
Syariah
3 PSAK 101 Penyajian Laporan 25 Mei 2016 1 Januari 2017
keuangan Syariah (Revisi 2016)
4 PSAK 102 Akuntansi Murabahah 25 mei 2016 1 Januari 2017
(amandemen 2016)
5 PSAK 103 Akuntansi salam 6 Januari 2016 1 Januari 2017
(amandemen 2016)
6 PSAK 104 Akuntansi Istishna’ 6 Januari 2016 1 Januari 2017
(amandemen 2016)
7 PSAK 105 Akuntansi Mudharabah 27 Juni 2007 1 Januari 2008
8 PSAK 106 Akuntansi Musyarakah 27 Juni 2007 1 Januari 2008
9 PSAK 107 Akuntansi Ijarah 6 Januari 2016 1 Januari 2017
(amandemen 2016)
10 PSAK 108 Akuntansi Transaksi 25 Mei 2016 1 Januari 2017
Asuransi Syariah
11 PSAK 109 Akuntansi Zakat dan 6 April 2010 1 Januari 2012
infak/sedekah
12 PSAK 110 Akuntansi Sukuk (revisi 25 Februari 2015 1 Januari 2016
2015)

1. PSAK 100 : KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN


KEUANGAN SYARIAH
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK
Syariah) merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari
penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah.
Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum
yang mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar
paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah.

Berdasarkan KDPPLK Syariah, transaksi syariah berasaskan pada prinsip:

8
a) Persaudaraan (ukhuwah);
b) Keadilan (‘adalah);
c) Kemaslahatan (maslahah);
d) Keseimbangan (tawazun);
e) Unversalisme (syumuliyah);

Beberapa karakteristik transaksi syariah yang disebutkan dalam KDPPLK Syariah


diantaranya:
a) Tidak mengandung unsur riba;
b) Tidak mengandung unsur kezaliman;
c) Tidak mengandung unsur maysir;
d) Tidak mengandung unsur gharar;
e) Tidak mengandung unsur haram

Sejarah KDPPLK Syariah


KDPPLK ini pertama kali disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007 dan masih berlaku hingga saat ini.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan
oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS)
IAI.

2. PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah


PSAK telah disahkan pada tahun 2009 mengatur perlakuan akuntansi (pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas
bank syariah, termasuk prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna, ijarah,
penyisihan kerugian aset produktif, wadiah, qardh, sharf, dan kegiatan bank syariah berbasis
imbalan.
Dalam perkembangannya, pengaturan akuntansi di dalam PSAK 59 ini sudah diatur di
PSAK lain, baik di dalam PSAK non-syariah, maupun PSAK Syariah mulai dari PSAK 101:
Penyajian Laporan Keuangan Syariah hingga PSAK 110: Akuntansi Sukuk. Hal ini karena
pada dasarnya PSAK syariah tidak mengatur transaksi spesifik yang sudah diatur di PSAK
lain.
Standar Akuntansi Keuangan pun kini tidak lagi disusun berdasarkan industri atau
jenis entitas tertentu, namun berdasarkan pada jenis transaksi pada laporan keuangan. Selain
itu, terdapat pengaturan transaksi pada PSAK 59 yang sudah tidak sesuai dengan regulasi
perbankan syariah saat ini, seperti penyisihan kerugian aset produktif. Dengan dasar
pertimbangan tersebut, DSAS IAI memutuskan untuk mencabut PSAK 59.

3. PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 101: PENYAJIAN
LAPORAN KEUANGAN SYARIAH

SEJARAH

9
PSAK 101 pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan
terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah
yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan
oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS)
IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 101 mengalami amandemen dan revisi
sebagai berikut:
1. 16 Desember 2011 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1: Penyajian
Laporan Keuangan.
2. 15 Oktober 2014 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1 terkait penyajian
laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.
3. 25 Mei 2016 terkait penyajian laporan keuangan asuransi syariah pada Lampiran B.
Perubahan ini merupakan dampak dari revisi PSAK 108: Akuntansi Transaksi
Asuransi Syariah. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017.

IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah
(selanjutnya disebut PSAK 101) menetapkan dasar penyajian laporan keuangan bertujuan
umum untuk entitas syariah. Pernyataan ini mengatur persyaratan penyajian laporan
keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan atas
transaksi syariah.
PSAK 101 memberikan penjelasan atas karakteristik umum pada laporan keuangan
syariah, antara lain terkait:
• Penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap SAK;
• Dasar akrual;
• Materialitas dan penggabungan;
• Saling hapus;
• Frekuensi pelaporan;
• Informasi komparatif; dan
• Konsistensi Penyajian
PSAK 101 juga memberikan penjabaran struktur dan isi pada laporan keuangan
syariah, mencakup:
• Laporan Posisi Keuangan
• Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
• Laporan Perubahan Ekuitas
• Laporan Arus Kas
• Catatan atas Laporan Keuangan
Untuk memudahkan pengguna dalam menerapkan ketentuan penyajian laporan keuangan
syariah berdasarkan PSAK 101, PSAK 101 dilengkapi dengan contoh ilustrasi laporan
keuangan bank syariah, entitas asuransi syariah, dan amil. Lampiran yang terdapat pada
PSAK 101 tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari PSAK 101.

10
4. PSAK 102: Akuntansi Murabahah
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 102: AKUNTANSI MURABAHAH

SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102: Akuntansi Murabahah (PSAK 102)
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27
Juni 2007. PSAK 102 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi murabahah dalam PSAK 59:
Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/ XI/2013
maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 102 mengalami perubahan sebagai berikut:
1. 13 November 2013 sehubungan dengan keluarnya Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN MUI) No. 84/DSNMUI/ XII/2012 tentang Metode Pengakuan
Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan
Syariah.
2. 06 Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68:
Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif.
Pengaturan yang terkait dengan PSAK 102 adalah Bultek 5: Pendapatan dan Biaya Terkait
Murabahah.

IKHTISAR RINGKAS
PSAK 102: Akuntansi Murabahah mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi murabahah.
PSAK 102 diterapkan untuk:
a) Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik
sebagai penjual maupun pembeli; dan
b) Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabhah dengan lembaga keuangan syariah atau
koperasi syariah.

Akuntansi untuk Penjual


Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.

Akuntansi untuk Pembeli Akhir


Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai.
Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban
murabahah tangguhan.

Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai neto yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
Marjin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang murabahah.

5. PSAK 103: Akuntansi Salam


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 103: AKUNTANSI SALAM

11
SEJARAH
PSAK 103: Akuntansi Salam (PSAK 103) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 103
menggantikan pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan
Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan
oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS)
IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 103 mengalami perubahan pada 06
Januari 2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68:
Pengukuran Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif.

IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai
penjual atau pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas
obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam. Salam adalah akad jual beli barang
pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat
tertentu.

Akuntansi untuk Pembeli


Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada
penjual. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang
salam.Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.

Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:


a. besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai
secara bersama-sama dengan pihak lain;
b. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

Akuntansi untuk Penjual


Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar
modal usaha salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya
(derecognation) pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal
usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.

Penjual dalam transaksi salam mengungkapkan:


a. piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan
istimewa;
b. jenis dan kuantitas barang pesanan; dan

12
c. pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

6. PSAK 104: Akuntansi Istishna’


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 104: AKUNTANSI
ISTISHNA’

SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 104: Akuntansi Istishna’ (PSAK 104)
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI)
pada 27 Juni 2007. PSAK 104 menggantikan pengaturan mengenai akuntansi istishna’ dalam
PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan
oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS)
IAI.
PSAK 104 mengalami penyesuaian pada 6 Januari 2016 terkait definisi nilai wajar
yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.

IKHTISAR RINGKAS
PSAK 104 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
istishna’. Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah
yang melakukan transaksi istishna’, baik sebagai penjual maupun pembeli.
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli,
mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).

Akuntansi untuk Penjual


Pendapatan istishna’ diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian
atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai
dan diserahkan kepada pembeli.
Penjual menyajikan:
a. Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum
dilunasi oleh pembeli akhir.
b. Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin
penjual kepada pembeli akhir.
Akuntansi untuk Pembeli
Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang
ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada penjual. Beban istishna’
tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan utang istishna’.
Pembeli menyajikan:
a. Utang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
b. Aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar:
i. persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir,
jika istishna’ paralel; atau

13
ii. kapitalisasi biaya perolehan, jika istishna’ (bukan istishna’ paralel).

PSAK ini juga memberikan pengungkapan minimum bagi penjual dan pembeli,
termasuk metode akuntansi yang digunakan dalam pencatatan akuntansi istishna’.
Selain mengatur transaksi istishna’, PSAK ini mengatur ketentuan akuntansi transaksi
istishna’ paralel.

7. PSAK 105: Akuntansi Mudharabah


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 105: AKUNTANSI MUDHARABAH

SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 105: Akuntansi Mudharabah (PSAK 105) pertama
kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI)
pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan syariah
dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 105 belum ada perubahan atau revisi apapun.

IKHTISAR RINGKAS
PSAK 105 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
mudharabah. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik
sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk)
yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola
dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah
pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi,
dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
PSAK 105 juga memberikan ketentuan penyajian dan pengungkapan bagi pemilik dana dan
pengelola dana mudharabah.

8. PSAK 106: Akuntansi Musyarakah


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 106: AKUNTANSI
MUSYARAKAH

SEJARAH

14
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106: Akuntansi Musyarakah (PSAK 106)
pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia
(DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan
keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1
Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan
oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS)
IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 106 belum ada perubahan atau revisi
apapun.

IKHTISAR RINGKAS
PSAK 106 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
musyarakah, tetapi tidak me tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi
syariah (sukuk) yang menggunakan akad musyarakah.
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar
penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus
membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi
dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.
PSAK 106 juga memberikan ketentuan pengakuan akuntansi untuk mitra aktif dan
mitra pasif, pada saat akad, selama akad, dan saat akhir akad.
Pernyataan ini juga memberikan ketentuan minimum penyajian bagi mitra aktif dan
mitra pasif. Untuk mendukung transparansi pelaporan transaksi Mitra mengungkapkan hal-
hal yang terkait transaksi musyarakah, seperti isi kesepakatan utama usaha musyarakah,
pengelola usaha, dan pengungkapan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan.

9. PSAK 107: Akuntansi Ijarah


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 107: AKUNTANSI IJARAH

SEJARAH
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107: Akuntansi Ijarah (PSAK 107) pertama kali
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 21
April 2009. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam
PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 107 mengalami penyesuaian pada 06 Januari
2016 terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.

15
Perubahan tersebut berlaku efektif secara prospektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau
setelah 1 Januari 2017.

IKHTISAR RINGKAS
PSAK 107 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan. Aset ijarah adalah aset baik berwujud
maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakan.
PSAK 107 memberikan pengaturan akuntansi baik dari sisi pemilik (mu’jir) dan penyewa (Musta’jir).

Akuntansi Pemilik (Mu’jir) Akuntansi Penyewa (Musta’jir)

Biaya Perolehan Objek ijarah diakui pada saat


objek ijarah diperoleh sebesar
biaya perolehan.

Penyusutan dan Amortisasi Objek ijarah disusutkan atau


diamortisasi, jika berupa aset
yang dapat disusutkan atau
diamortisasi, sesuai dengan
kebijakan penyusutan atau
amortisasi untuk aset sejenis
selama umur manfaatnya (umur
ekonomis).

Pendapatan dan Beban Pendapatan sewa selama masa Beban sewa diakui selama masa
akad diakui pada saat manfaat akad pada saat manfaat atas aset
atas aset telah diserahkan telah diterima.
kepada penyewa.

Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban
penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

10. PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 108: AKUNTANSI
TRANSAKSI ASURANSI SYARIAH

SEJARAH

16
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
(PSAK 108) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 28 April 2009.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan
oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS)
IAI.
Setelah pertama kali disahkan di tahun 2009, PSAK 108 mengalami revisi pada 25
Mei 2016 terkait kontribusi peserta, dana investasi wakalah, dan penyisihan teknis.

IKHTISAR RINGKAS
PSAK 108 mengatur mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi asuransi syariah.
Transaksi asuransi syariah yang dimaksud dalam Pernyataan ini adalah transaksi yang
terkait dengan kontribusi peserta, surplus dan defisit underwriting, penyisihan teknis, dan
saldo dana tabarru’.
Berbeda dengan PSAK 108 yang disahkan di tahun 2009, PSAK 108 (revisi 2016)
memberikan definisi asuransi jangka pendek dan jangka panjang. Klasifikasi tersebut
mengacu ke PSAK 28: Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian dan PSAK 36: Akuntansi
Kontrak Asuransi Jiwa.
Akad asuransi syariah jangka pendek adalah akad asuransi syariah yang memberi
proteksi untuk periode sampai dengan dua belas bulan, atau memberi proteksi untuk periode
lebih dari dua belas bulan dan memungkinkan penyesuaian persyaratan akad pada ulang
tahun polis.
Akad asuransi syariah jangka panjang adalah akad asuransi syariah selain akad
asuransi syariah jangka pendek.
Dalam hal pengakuan awal, kontribusi peserta diakui sebagai pendapatan dari dana
tabarru’ dengan ketentuan sebagai berikut:
a) untuk akad asuransi syariah jangka pendek, kontribusi peserta diakui sebagai
pendapatan dari dana tabarru’ sesuai periode akad asuransi;
b) untuk akad asuransi syariah jangka panjang, kontribusi peserta diakui sebagai
pendapatan dari dana tabarru’ pada saat jatuh tempo pembayaran dari peserta.

Penyisihan Teknis
Penyisihan teknis diukur sebagai berikut:
a) Kontribusi yang belum menjadi hak dihitung secara individual dari setiap
pertanggungan dan besarnya penyisihan ditetapkan secara proporsional dengan
jumlah proteksi yang diberikan.
b) Manfaat polis masa depan dihitung dengan mencerminkan estimasi pembayaran
seluruh manfaat yang diperjanjikan dan penerimaan kontribusi peserta di masa
mendatang, dengan mempertimbangkan estimasi tingkat imbal hasil investasi dana
tabbaru’.

17
c) Klaim yang masih dalam proses diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang masih dalam
proses oleh entitas pengelola. Jumlah perkiraan tersebut harus mencukupi untuk mampu
memenuhi klaim yang terjadi dan dilaporkan sampai dengan akhir periode pelaporan.

d) Klaim yang terjadi tetapi belum dilaporkan diukur sebesar estimasi jumlah klaim yang
akan dibayarkan pada tanggal pelaporan berdasarkan pada pengalaman masa lalu yang terkait
dengan klaim paling kini yang dilaporkan.

e) Perhitungan penyisihan teknis tersebut memasukan bagian reasuransi atas klaim.

Dari sisi pengungkapan, revisi PSAK 108 menambah persyaratan pengungkapan yang
mengacu ke PSAK 36.

11. PSAK 109 Akuntansi Zakat dan infak/Sedekah

12. PSAK 110: Akuntansi Sukuk


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 110: AKUNTANSI SUKUK

 SEJARAH
Pernyataan Standar AkuntansiKeuangan 110: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah (PSAK
110) pertamakali dikeluarkanoleh Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAS IAI) pada26 Oktober 2011.
Setelah pertama kali disahkan di tahun 2011, PSAK 110 direvisi pada 24Februari 2015
terutama terkait klasifikasi investasi sukuk yang mengacu padarevisi atas International
Financial Reporting Standards 9: FinancialInstruments.
 
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 110 mengatur mengaturpengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi sukuk ijarah dansukuk mudharabah.
Pernyataan iniditerapkan untuk entitas yang melakukan transaksi sukuk ijarah dan
sukukmudharabah, baik sebagai penerbit sukuk maupun investor sukuk.
Sukuk adalah efek syariahberupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan
mewakili bagianyang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi) atas:
a.     aset berwujud tertentu;
b.    manfaat atas asetberwujud tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
c.     jasa yang sudah adamaupun yang akan ada;
d.    aset proyek tertentu;atau
e.    kegiatan investasi yangtelah ditentukan.
 
  Akuntansi Penerbit Akuntansi Investor
Pengakuan awal Sukuk ijarah diakui pada saat entitas Entitas mengakui investas pada sukuk
menjadi pihak yang terikat dengan ijarah dan sukuk mudharabah sebesar
ketentuan penerbitan sukuk ijarah. biaya perolehan.
Sukuk ijarah diakui sebesar nilai

18
nominal, disesuaikan dengan premium
atau diskonto, dan biaya transaksi
terkait dengan penerbitannya.
Penyajian Sukuk ijarah disajikan sebagai liabilitas. Pendapatan investasi dan beban
amortisasi disajikan secara neto dalam
laba rugi.
Pengungkapan Untuk sukuk ijarah, entitas Entitas mengungkapkan hal-hal berikut
mengungkapkan hal-hal berikut: ini:
a)    Uraian tentang persyaratan utama d)    Klasifikasi investasi berdasarkan
dalam penerbitan sukuk ijarah, jumlah investasi;
termasuk: e)    Tujuan model usaha yang
i. ringkasan akad syariah digunakan;
yang digunakan; f)     Jumlah investasi yang
ii. aset atau manfaat yang direklasifikasikan, jika ada, dan
mendasari; penyebabnya;
iii. besaran imbalan; g)    Nilai wajar untuk investasi yang
iv. nilai nominal; diukur pada biaya perolehan; dan
v. jangka waktu; h)    Lain-lain.
vi. persyaratan penting lain.

b)    Penjelasan mengenai aset atau


manfaat yang mendasari penerbitan
sukuk ijarah, termasuk jenis dan umur
ekonomik; dan
c)    Lain-lain.
 
Berbeda dengan PSAK 110 yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2011, PSAK 110 (revisi
2015)memberikan perubahan terkait klasifikasi sukuk pada laporan keuangan
investor.Investasi sukuk kini diklasifikasikan berdasarkan model usaha dan arus
kaskontraktual.
Pada sisi investor,investasi sukuk diklasifikasikan sebagai diukur pada biaya perolehan jika:
a.     investasi tersebutdimiliki dalam suatu model usaha yang bertujuan utama untuk
memperoleh arus kaskontraktual; dan
b.    persyaratan kontraktualmenentukan tanggal tertentu pembayaran pokok dan/atau
hasilnya.

2.4 AAOIFI
Dibidang akuntansi dikenal beberapa organisasi standar akuntansi skala internasional.
Organisasi Standar akuntansi keuangan internasional dikenal IASB (International
Accounting Standard Board) yang menerbitkan IFRS. Standar akuntansi sektor publik ada
IPSASB (International Public Sector Accounting Standards Board) yang menerbitkan
IPSAS.

19
Dibidang audit ada IAASB (International Auditing and Assurance Standards Board)  yang
menerbitkan ISAs. Lantas apakah ada organisasi standar akuntansi syariah internasional.
Dibidang akuntansi syariah juga ada organisasi standar akuntansi syariah
internasional yang berfungsi untuk penyeragamaan perlakuan akuntansi lembaga keuangan
syariah global. Organisasi standar akuntansi syariah internasional dikenal AAOIFI.
AAOIFI kepanjangan dari Accounting and Auditing Organizations for Islamic
Financial Institutions merupakan organisasi   didirikan pada tahun 1991 dan berkedudukan di
Bahrain. AAOIFI merupakan organisasi non profit yang konsen pada pengembangan dan
penerbitan standar akuntansi bagi industri keuangan syariah global.
The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutiions
(AAOIFI) menjadi organisasi nirlaba internasional yang memiliki kompetensi untuk
menyusun standar-standar akuntansi keuangan dan auditing untuk Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah di dunia. Organisasi ini memiliki tujuan antara lain:
1. Mengembangkan pemikiran akuntansi dan auditing yang relevan dengan lembaga
keuangan;
2. Menyamakan pemikiran di bidang akuntansi dan auditing yang relevan bagi lembaga
keuangan dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, publikasi jurnal yang
merupakan hasil riset;
3. Menyajikan, mengumumkan, dan menginterpretasikan standar-standar akuntansi dan
auditing bagi lembaga-lembaga keuangan syariah;
4. Mereview dan mengamandemen standar-standar akuntansi dan auditing bagi
lembaga-lembaga keuangan syariah.
AOIFI menyusun tujuan-tujuan tersebut disesuaikan dengan ketentuanketentuan Syariah
Islam yang mencerminkan sebuah sistem yang komprehensif bagi semua aspek kehidupan
manusia, dan juga diselaraskan dengan lingkungan tempat Lembaga Keuangan Syariah
dibangun. Kegiatan ini difokuskan untuk meningkatkan kepercayaan pengguna-pengguna
laporan keuangan Lembaga Keuangan Syariah serta mendorong masyarakat untuk
menginvestasikan dan menitipkan dananya melalui Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.
Sejak pendirian AAOIFI pada tahun 1411 H (1991) sampai dengan 1415 H (1995), struktur
organisasi AAOIFI terdiri atas Komite Pengawas (Supervisory Committe) yang terdiri atas
17 orang anggota, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (Financial Accounting Standards
Board) yang terdiri atas 21 orang anggota, dan seorang Executive Committee yang dipilih
dari salah satu anggota Dewan Standar, serta sebuah Komite Syariah (Shari’a Committee)
terdiri atas 4 orang anggota. Setelah 4 tahun bekerja, Komite Pengawas memutuskan untuk
membentuk sebuah Komite Review untuk melihat bentuk struktur organisasi AAOIFI.
Komite Review akhirnya melakukan perubahan terhadap bagan struktur organisasi yang
kemudian disetujui oleh Komite Pengawas, meliputi juga perubahan nama organisasi dan
struktur organisasinya. Perubahan struktur organisasi terdiri atas Majelis Umum (General
Assembly), Dewan Perwalian (Board of Trustees) yang menggantikan Dewan Pengawas,
sebuah Dewan Standar Akuntansi dan Auditing yang menggantikan keberadaan dewan
terdahulu yang dibatasi untuk menangani standar-standar akuntansi saja, sebuah Executive
Committee, dan Sebuah Komite Syariah, dan Sekretariat Umum yang diurusi oleh seorang
Sekretariat Jenderal. Perubahan struktur ini juga meliputi perubahan metode pembiayaan
kelembagaan AAOIFI. Sebelumnya, AAOIFI didanai oleh hasil kontribusi dari beberapa

20
anggota pendiri (Islamic Development Bank, Dar Al Maal Al Islami Group, Al Rajhi
Banking and Investment Corporation, Dallah Albaraka dan Kuwait Finance House).
Selanjutnya, pembiayaan kegiatan kelembagaan diperoleh dari hasil wakaf dan
sumbangan yang dibayarkan secara sukarela dari anggota-anggotanya, iuran tahunan anggota,
hibah, donasi, dan sumber lain yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan
AAOIFI. Amandemen bentuk kelembagaan AAOIFI juga meliputi status keanggotaan
AAOIFI yang terdiri atas:
1. Anggota Pendiri (Founding members)
2. Anggota Non Pendiri (Non-Founding members)
3. Anggota Peninjau (Observer members). Pada tahun 1419 H/1998, beberapa
amandemen juga dibuat oleh AAOIFI.
Amandemen meliputi perluasan tujuan AAOIFI. Pasal 4 amandemen tahun 1419 H
mengharuskan:
1. Membangun pemikiran praktik akuntansi dan auditing yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan Lembaga-lembaga Keuangan Syariah.
2. Menjabarkan pemikiran tentang akuntansi dan auditing yang berkaitan dengan
kegiatan Lembaga-lembaga Keuangan Syariah serta praktiknya melalui kegiatan
pelatihan, seminar-seminar, publikasi ilmiah berkala, penelitian-penelitian, dan
sarana-sarana lainnya.
3. Mempersiapkan, mengumumkan, dan menginterpretasikan standar-standar akuntansi
dan auditing bagi Lembaga-lembaga Keuangan Syariah untuk melakukan
penyelarasan praktik-praktik akuntansi yang diadopsi oleh lembaga keuangan ini
dalam mempersiapkan laporan keuangan, sebagaimana juga penyelarasan prosedur
audit yang diadopsi dalam pelaksanaan audit laporan keuangan yang dipersiapkan
Lembaga-lembaga Keuangan Syariah.
4. Mereview dan mengamandemen standar-standar akuntansi dan auditing bagi
Lembaga-lembaga Keuangan Syariah untuk merespons dan menyelaraskan dengan
perkembangan praktik dan pemikiran di bidang akuntansi dan auditing.
5. Mempersiapkan, mengeluarkan, mereview, serta menyesuaikan pernyataanpernyataan
dan panduan-panduan dalam praktik-praktik perbankan, investasi, dan asuransi pada
Lembaga-lembaga Keuangan Syariah.
6. Melakukan pendekatan terhadap penentu kebijakan, lembaga-lembaga keuangan
syariah, dan lembaga keuangan lain yang memberikan jasa keuangan syariah, dan
firma-firma penyedia jasa akuntansi dan auditing untuk mengimplementasikan
standar-standar akuntansi dan auditing, serta pernyataan-pernyataan dan panduan-
panduan praktik-praktik perbankan, investasi, dan asuransi pada Lembaga-lembaga
Keuangan Syariah.
Amandemen-amandemen juga meliputi perubahan nama ”Non-Founding members”
menjadi ”Associate members”. Pasal 4 amandemen berkaitan dengan perubahan menjadi
”Associate members” harus meliputi beberapa unsur, seperti:
1. Lembaga-lembaga Keuangan Syariah yang mematuhi ketentuan dan prinsip Syariah
Islam dalam semua transaksi yang dijalankannya.

21
2. Otoritas penentu kebijakan dan pengawas berhak untuk mengawasi Lembaga-lembaga
Keuangan Syariah. Otoritas tersebut meliputi Bank Sentral, Otoritas Moneter, dan
otoritas-otoritas penentu kebijakan lainnya.
3. Para akademisi fikih Islam dan otoritas yang memiliki entitas korporasi.

Anggota Peninjau (Observer mambers) harus meliputi beberapa unsur, seperti:


1. Organisasi-organisasi dan asosiasi-asosiasi yang bertanggungjawab untuk mengatur
profesi di bidang akuntansi dan auditing dan/mereka yang bertanggung jawab untuk
mempersiapkan standar-standar akuntansi dan auditing;
2. Praktisi di firma-firma penyedia jasa akuntansi dan auditing yang memiliki
kompetensi dalam bidang praktik akuntansi dan auditing Lembaga-lembaga
Keuangan Syariah
3. Lembaga keuangan yang terlibat dan praktik penyedia jasa keuangan dengan prinsip
Syariah;
4. Pengguna laporan keuangan dari Lembaga-lembaga Keuangan Syariah baik bersifat
individu maupun korporasi. Pengaturan mengenai keanggotaan selanjutnya diatur
pada Pasal 8 yang menjelaskan bahwa setiap anggota diharapkan untuk membayar
iuran pokok keanggotaan dan iuran tahunan. Setiap anggota AAOIFI juga wajib
mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur oleh AAOIFI. Amandemen kelembagaan
juga meliputi pembentukan Dewan Syariah sebagai ganti Komite Syariah.
Struktur organisasi AAOIFI saat ini terdiri atas General Assembly (Majelis Umum),
Board of Trustees, Accounting and Auditing Standards Board (Dewan Standar Akuntansi dan
Auditing), Shari’a Board (Dewan Syariah), Executive Committee (Komite Eksekutif), dan
General Secretary (Sekretaris Jenderal). Adapun tugas dan komposisi masing-masing fungsi
antara lain sebagai berikut.
1. General Assembly. General Assembly beranggotakan seluruh anggota pendiri,
anggota-anggota terafiliasi, dan anggota-anggota peninjau. Anggota-anggota peninjau
memiliki hak untuk mengikuti rapat General Assembly, namun tidak memiliki hak
suara. Majelis ini merupkan majelis tertinggi dalam struktur AAOIFI. Majelis ini akan
melakukan sidang minimal setahun sekali.
2. Board of Trustees Board of Trustees beranggotakan 15 orang yang berstatus paruh
waktu yang dipilih dalam forum General Assembly untuk periode 3 tahun. Anggota
Board of Trustees terdiri atas: Badan Pengatur Kebijakan dan Pengawas,
Lembagalembaga Keuangan Syariah, Dewan Pengawas Syariah, profesor dari
beberapa universitas terkemuka yang memiliki kompetensi, organisasi dan asosiasi
yangbertugas untuk menyusun standar-standar akuntansi dan auditing, Akuntan
Bersertifikat, dan para pengguna laporan keuangan Lembaga-lembaga Keuangan
Syariah. Board of Trustees minimal bertemu setahun sekali kecuali diperlukan untuk
menetapkan standar akuntansi dan auditing. Keputusan diambil dari jumlah terbanyak
(suara mayoritas) dari jumlah voting anggota sebanyak ¾ dari anggota Board of
Trustees. Jika suara yang diperoleh berimbang maka suara chairman yang akan
menentukan.
Adapun kewenangan dari Board of Trustees antara lain:

22
a. menunjuk dan memberhentikan chairman, wakil chairman, dan anggota
Dewan Standar Akuntansi dan Auditing (Accounting and Auditing Standards
Board);
b. mengatur sumber dana AAOIFI dan menginvestasikan sumber dana tersebut;
c. menunjuk 2 anggota Board of Trustees untuk menjadi Komite Eksekutif;
d. menunjuk Sekretaris Jenderal. Dalam hal ini, Board of Trustees tidak berhak
untuk mengarahkan atau mempengaruhi Dewan Standar Akuntansi dan
Auditing dalam merumuskan standar akuntansi dan auditing, pengembangan
teori akuntansi, dan auditing dalam bentuk apapun.
3. Accounting and Auditing Standards Board Dewan ini beranggotakan 15 orang yang
berstatus paruh waktu yang ditunjuk oleh Board of Trustees selama jangka waktu 4
tahun. Anggota dewan ini terdiri dari pihak yang sama dengan anggota Board of
Trustees, yaitu: Badan Pengatur Kebijakan dan Pengawas, Lembaga-lembaga
Keuangan Syariah, Dewan Pengawas Syariah, Profesor dari beberapa universitas
terkemuka yang memiliki kompetensi, organisasi dan asosiasi yang bertugas untuk
menyusun standar-standar akuntansi dan auditing, Akuntan Bersertifikat, dan para
pengguna laporan keuangan Lembaga-lembaga Keuangan Syariah.
Dewan ini mempunyai wewenang untuk:
a. mengadopsi, memublikasikan, dan menafsirkan pernyataan, standar dan
pedoman akuntansi serta auditing;
b. menyiapkan dan menetapkan kode etik dan standar-standar akademik
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan Lembaga-lembaga Keuangan Syariah;
c. mereview beberapa tambahan tujuan, penghapusan atau amandemen beberapa
pernyataan, standar, dan pedoman akuntansi dan auditing;
d. menyiapkan, menetapkan, dan merumuskan proses untuk menyajikan standar
akuntansi dan auditing dan juga peraturan dewan standar.
Dewan standar ini akan bertemu paling tidak dua kali dalam satu tahun dan
pengambilan keputusan dihasilkan dengan menetapkan suara yang terbanyak (voting).

4. Shari’a Board Dewan Syariah ini terdiri dari tidak lebih dari 15 orang anggota yang
dipilih oleh Board of Trustees selama 4 tahun dari beberapa pakar fikih yang
mencerminkan komposisi Dewan Pengawas Syariah pada Lembaga-lembaga
Keuangan Syariah yang tergabung dalam AAOIFI serta Dewan Pengawas Syariah
yang terdapat pada Bank-bank Sentral.
Wewenang dari Shari’a Board meliputi hal berikut.
a. Menghasilkan suatu harmonisasi dan kesatuan pendapat dalam konsepkonsep
serta aplikasi di antara Dewan Pengawas Syariah Lembaga-lembaga Keuangan
Syariah untuk menghindari adanya ketidaksesuaian dan ketidakkonsistenan
antara fatwa-fatwa dan aplikasi yang terjadi sebenarnya, Dengan demikian,
menghasilkan adanya sikap pro aktif dari para Dewan Pengawas Syariah
Lembaga-lembaga Keuangan Syariah dan Bank Sentral.
b. Membantu dalam pengembangan instrumen Syariah yang disepakati, dengan
demikian membuka peluang Lembaga-lembaga Keuangan Syariah untuk

23
menyesuaikan dengan perkembangan instrumen keuangan kontemporer dan
formula-formula dalam bidang keuangan, investasi, dan jasa perbankan.
c. Memeriksa beberapa hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas
Syariah Lembaga-lembaga Keuangan Syariah berdasarkan fatwa atau ijtihad
yang telah disepakati. d. Melakukan review terhadap standar-standar yang
dikeluarkan oleh AAOIFI baik standar akuntansi, auditing, dan kode etik serta
pernyataan-pernyataan yang terkait melalui beberapa tahapan pengujian, untuk
memberikan keyakinan bahwa standar, pedoman, dan pernyataan yang
dikeluarkan telah sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah.
5. Executive Committee Komite Eksekutif terdiri atas 6 orang anggota. Seorang ketua
dan 2 orang anggota dari Board of Trustees, Sekretaris Jenderal, Ketua Dewan
Standar Akuntansi dan Auditing serta Ketua dari Dewan Syariah. Komite Eksekutif
memiliki wewenang untuk melakukan review rencana jangka panjang dan jangka
pendek, anggaran tahunan AAOIFI, aturan yang menyangkut pembentukan komite,
gugus tugas, dan konsultan. Komite Eksekutif mengadakan pertemuan minimal 2 kali
setiap tahun atau dengan adanya permintaan dari Sekretaris Jenderal dan atau Ketua
Komite Eksekutif.
6. General Secretariat Sekretariat Jenderal terdiri dari seorang Sekretaris Jenderal yang
dibantu oleh beberapa tenaga teknis dan administrasi. Sekretaris Jenderal AAOIFI
merupakan Direktur Eksekutif AAOIFI yang bertugas untuk mengoordinir kegiatan
badan-badan yang terdapat dalam AAOIFI, antara lain: Board of Trustees, The
Standard Board, The Executive Committee, Shari’a Board, dan sub-sub komite
lainnya. Sekretaris Jenderal menjalankan kegiatan operasi harian dan mengoordinir
serta mengawasi kajian-kajian yang berhubungan dengan pernyataan, standar, dan
pedoman akuntansi dan auditing. Tanggung jawab Sekretaris Jenderal juga
memperkuat hubungan antara AAOIFI dengan organisasi lainnya serta mewakili
AAOIFI dalam berbagai kegiatan konferensi, seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya

2.5 STANDAR AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH AAOIFI


[Standar AAOIFI Sebagai Acuan Kepatuhan Bank Syariah]
Di tengah rentannya kondisi keuangan global, sejauh ini perbankan syariah
telah mencatatkan kinerja yang cukup bagus, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Karena setiap tahunnya perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah cukup
fantastis dan signifikan.
Bank syariah memiliki tanggung jawab kepada stakeholder untuk menjelaskan
dan meyakinkan bahwa produk, jasa & operasional kegiatannya telah sesuai dengan
prinsip syariah. Tidak terpenuhinya prinsip sharia complience akan menghadapkan
bank syariah pada risiko reputasi (Sharing, 2012). Oleh karena itu proses pengawasan
syariah sangatlah penting untuk menilai apakah kinerja industri perbankan syariah
sudah sesuai atau belum dengan standar yang berlaku umum.
Proses pengawasan yang dilakukan seperti melakukan penilaian,
perbandingan, dan koreksi atau perbaikan terhadap kinerja dari aktivitas yang diawasi
(Al Amin, 2006). Menurut Al Amin (2006) proses pengawasan harus melalui 4 tahap,

24
yaitu: menentukan standar, pengukuran hasil kinerja, melakukan perbandingan, dan
perbaikan serta koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan
Peran Dewan Pengawas Syariah (SSB) menjadi sangat urgent keberadaannya
karena memiliki tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan prinsip syariah. Alasan
penting kenapa DPS memiliki peran dalam mengembangkan bank syariah karena
untuk menentukan tingkat kredibilitas bank syariah dalam menciptakan jaminan
sharia compliance dan juga sebagai bentuk implementasi salah satu pilar Good
Corporate Governance (GCG) Bank syariah.
Mayoritas Perbankan Syariah mengadopsi standar AAOIFI sebagai acuan
kepatuhan terhadap prinsip syariah.Tujuan dari AAOIFI salah satunya adalah untuk
menyebarluaskan standar akuntansi dan audit yang relevan dalam Lembaga keuangan
Islam yang penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan surat kabar berkala,
melaksanakan penelitian dan sarana lainnya. AAOIFI melaksanakan tujuan tersebut
untuk menyesuaikan dengan ajaran syariat Islam yang komprehensif dalam semua
aspek kehidupan dan sesuai dengan lingkungan dimana institusi keuangan Islam
berada.
Di dalam lembaga keuangan Islam pertanggungjawaban atas kegiatan CSR
harus dikomunikasikan secara jujur, transparan dan dipahami oleh pemangku
kepentingan terkait. Serta pengungkapan dalam informasi laporan keuangan pun harus
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan tanpa mengurangi ataupun melanggar
prinsip-prinsip syariah yang berlaku.
Banyak variasi dalam mengukur tingkat kepatuhan bank syariah terkait
konsistensi standar AAOIFI, apakah sejauh ini sudah konsisten atau belum dengan
standar AAOIFI? kita dapat melihat dari segi laporan keuangan yang diungkapkan.
Serta kita juga harus melihat apakah peran Dewan Pengawas Syariah (SSB) sudah
atau belum memenuhi tanggungjawabnya untuk melakukan pengawasan terhadap
prinsip-prinsip syariah, kemudian pertanggungjawaban CSR dan pengungkapan
laporan keuangan sudah sesuai atau belum dengan standar?Semua ini termasuk dalam
mekanisme tata kelola perusahaan yang langsung berkaitan dengan Direksi dan
Dewan Pengawas Syariah.
Berdasarkan hasil penelitian dari (Hussainey, 2016) menggambarkan bahwa
tingkat kepatuhan rata-rata berdasarkan standar AAOIFI dari segi Dewan Pengawas
syariah (SSB) itu sekitar 68%, sedangkan tingkat kepatuhan untuk CSR adalah 27%,
dan tingkat kepatuhan untuk akuntabilitas keuangan 73 %. Kemudian terdapat 65%
dari Bank syariah yang memilih diaudit oleh KAP Big 4 : Ernst and Young, KPMG,
PricewaterhouseCoopers, Deloitte Touche Tohmatsu, dan 67% dari bank lainnya
memiliki Syariah Department Audit (SAD).
Mekanisme dalam tata kelola perusahaan yang terkait dengan Dewan
Pengawas Syariah (SSB) memiliki peran yang sangat penting dibandingkan dengan
mekanisme tata kelola perusahaan yang terkait dengan direksi.Kenapa bisa begitu?
Faktanya bahwa standar AAOIFI dalam institusi perbankan syariah yang dijalankan
cuma sekedar perintah, sedangkan direksi itu tidak memiliki peran langsung dalam
memastikan kepatuhan standar, Dewan Pengawas syariah lah yang memiliki peranan
penting dalam melakukan pengawasan secara komprehensif, selain itu juga berperan

25
dalam pembuatan laporan terkait tingkat kepatuhan syariah dalam lembaga keuangan
syariah.
Dewan Pengawas Syariah (SSB) menjadi ujung tombak dalam pertumbuhan
ekonomi Islam,tidak hanya memberikan opini terkait kepercayaan terhadap lembaga
keuangan syariah. Tetapi juga melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga
keuangan syari’ah yang berada di bawah pengawasannya, berkewajiban mengajukan
usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang
bersangkutan dan kepada dewan pengawas nasional, melaporkan perkembangan
produk dan operasional lembaga keuangan syari’ah yang diawasinya, merumuskan
permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan lebih lanjut.
empiris telah menunjukan bahwa ukuran dewan itu dapat mempengaruhi
tingkat pengungkapan (Akhatruddin et al., 2009). Pada umumnya jumlah anggota
Dewan Pengawas Syariah (SSB) di bank syariah kisaran tiga sampai lima anggota
berdasarkan standar AAOIFI No. 7 (Chen and Jaggi, 2000) . Mengapa jumlah
anggotanya sedikit? Karena jika jumlah anggotanya lebih banyak akan berdampak
pada menurunnya kemungkinan asimetri informasi.
Sebaiknya anggota Dewan Pengawas syariah itu terdiri dari ulama yang
memiliki pengetahuan yang mumpuni dan wawasan yang luas tentang hukum Islam,
khususnya terkait fiqh muamalah.serta memiliki reputasi yang sangat baik di
komunitas mereka. Karena menurut (farook et al., 2011) bahwa reputasi adalah hal
yang penting dalam mengukur tingkat pengungkapan di bank syariah.

Berikut ini standar yang telah diterbitkan oleh AAOIFI:


Standar Syariah (Sharia Standard)
1 Trading in Currencies 25 Combination of Contracts
2  Debit Card, Charge Card and Credit Card 26 Islamic Insurance
3 Default in Payment by a Debtor 27 Indicates
4 Settlement of Debt by Set-Off 28 Banking Services
5 Guarantees 29 Ethics and Stipulations for Fatwa
6 Conversion of a Conventional Bank to an Islamic Bank 30 Monetization (Tawarruq)
Gharar (Uncertainty) Stipulations in Financial
7  Hawala 31 Transactions
8  Murabahah to the Purchase Orderer 32 Arbitration
9 Ijarah and Ijarah Muntahia Bittamleek 33 Waqf
10 Salam and Parallel Salam 34 Ijarah on Labour (Individuals)
11 Istisna’a and Parallel Istisna’a 35 Zakah
12 Sharikah (Musharakah) and Modern Corporations 36 Contingent Obligations
13 Mudaraba 37 Credit Facilities
14 Documentary Credit 38 Online Financial Transactions
15 Jua’la 39 Rahn (Pledge)
16 Commercial Papers 40 Investment Accounts and Profit Distribution
17 Investment Sukuk 41 Reinsurance
18 Possession (Qabd) 42 Disposal of Rights
19 Loan (Qard) 43 Bankruptcy
20 Commodities in Organised Markets 44 Liquidity Management

26
21 Financial Papers (Shares and Bonds) 45 Capital Protection (in Investment Product)
22 Concession Contracts 46 Investment Agency
Stipulations on Income and Profit (in Financial
23 Agency 47 Transactions)
24 Syndicated Financing 48 Options in Legal Contracts

Standar Akuntansi (Accounting Standards)


Financial Accounting
SFA 1 – Conceptual Framework for Financial Reporting by Islamic Financial Institutions
Statements
FAS 1 – General Presentation and Disclosure in the Financial Statements of Islamic Banks and
Financial Institutions
FAS 2 – Murabaha and Murabaha to the Purchase Orderer
FAS 3 – Mudaraba Financing
FAS 4 – Musharaka Financing
FAS 5 – Disclosure of Bases for Profit Allocation between Owners’ Equity and Investment Account
Holders
FAS 6 – Equity of Investment Account Holders and Their Equivalent
FAS 7 – Salam and Parallel Salam
FAS 8 – Ijarah and Ijarah Muntahia Bittamleek
FAS 9 – Zakah
FAS 10 – Istisna’a and Parallel Istisna’a
FAS 11 – Provisions and Reserves
FAS 12 – General Presentation and Disclosure in the Financial Statements of Islamic Insurance
Financial Accounting
Companies
Standards (FAS)
FAS 13 – Disclosure of Bases for Determining and Allocating Surplus or Deficit in Islamic Insurance
Companies
FAS 14 – Investment Funds
FAS 15 – Provisions and Reserves in Islamic Insurance Companies
FAS 16 – Foreign Currency Transactions and Foreign Operations
FAS 17 – Investment for Real Estates
FAS 18 – Islamic Financial Services offered by Conventional Financial Institutions
FAS 19 – Contributions in Islamic Insurance Companies
FAS 20 – Deferred Payment Sale
FAS 21 – Disclosure on Transfer of Assets
FAS 22 – Segment Reporting
FAS 23 – Consolidation
FAS 24 – Investments in Associates
FAS 25 – Investment in Sukuk, shares and similar instruments
1.      Objectivie and Principles of Auditing
2.      The Auditor’s Report
Standar Audit (Auditing
3.      Terms of Audit Engagement
Standards)
4. Testing for Compliance with Shari’a Rules and Principles by an External Auditor
5.      The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud and Error in an Audit of Financial Statement
Standar Tata Kelola 1.      Shari’ah Supervisory Board: Appointment, Composition and Report
Perusahaan 2.      Shari’ah Review
(Governance Standard) 3.      Internal Shari’ah Review

27
4.      Audit and Governance Committee for Islamic Financial Institutions
5.      Independence of Shari’ah Supervisory Board
6.      Statement on Governance Principles for Islamic Financial Institutions
7.      Corporate Social Responsibility Conduct and Disclosure for Islamic Financial Institutions
Standar Kode Etik 1.      Codes of Ethics for Accountants and Auditors of Islamic Financial Institutions
(Codes of Ethic) 2.      Codes of Ethics for the Employees of Islamic Financial Institutions

BAB III
PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan materi pada bab sebelumnya maka dapat di simpulkan
bahwa akuntansi syari’ah pada dasarnya sama saja dengan akuntansi kovensional,
namun tetap ada beberapa hal yang membedakan keduanya. Perbedaan tersebut dapat
ditinjau dari segi pengertian, konsep, prinsip, dan modal.

28
1.2 SARAN
 Adapun saran penulis adalah mengenai paradigma pemikiran teori dan konsep
akuntansi syari’ah ini ke depannya harus lebih terbuka luas dan berkembang baik
dalam lingkungan masyarakat umum serta pemerintah baik itu seorang muslim
maupun non muslim Karena sudah sudah dipraktekkan di beberapa negara di dunia
dengan menganut sistem akuntansi ini banyak membawa dampak posistif bagi negara
tersebut.  Dan bukan hanya berpikiran bahwa karena berbasis Islam maka hanya
kalangan muslim saja yang mengembangkan tentang akuntansi syari’ah.

DAFTAR PUSTAKA

Batubara Zakaria. 2019. Akuntansi dalam pandangan islam. Jurnal Akuntansi Syariah.
3(1):66-77

http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/syariah diakses pada


tanggal 27 Februari 2021 pukul 13.00

http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sas-efektif-10-sak-efektif-per-1-januari-
2017# diakses pada tanggal 27 februari pukul 15.00

29
(https://akuntansikeuangan.com/organisasi-standar-akuntansi-syariah-internasional-aaoifi/ )
diakses pada tanggal 26 Februari 2021

(https://akuntansikeuangan.com/organisasi-standar-akuntansi-syariah-internasional-aaoifi/ )
diakses pada tanggal 26 februari 2021

(http://repository.ut.ac.id/4576/1/EKMA4482-M1.pdf ) diakses pada tanggal 27 Februari


2021

30

Anda mungkin juga menyukai