Anda di halaman 1dari 9

PERANCANGAN FASILITAS KERJA PROSES PENGELASAN

YANG ERGONOMIS

ABSTRACT
The process of electric welding is a welding process using webbed electrodes as
an added source of heat from current power. From the ergonomic aspect that needs to be
improved is the light intensity and airflow in the workplace. The purpose of this study was
to determine the decrease in workload, musculoskeletal complaints and increase work
productivity in students.
This research was conducted with a total sample of 5 people, the experimental
research method used the same subject design (treatment by subjects design). This research
activity aims to increase the knowledge and skills of welders in welding activities based on
welding safety and health standards (WSH).
Keywords: Electric Welding, Light, Air Flow.
Pengelasan menurut Widharto adalah salah satu cara untuk menyambung benda
padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Secara sederhana dapat diartikan
bahwa pengelasan merupakan proses penyambungan dua buah logam sampai titik
rekristalisasi logam baik menggunakan bahan tambah maupun tidak dan menggunakan
energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan sering digunakan untuk
perbaikan dan pemeliharaan dari semua alat-alat yang terbuat dari logam, baik sebagai
proses penambalan retak-retak, penyambungan sementara, maupun pemotongan bagian-
bagian logam (Saputra, Syarief and Maulana, 2014). Personal Protective Equipment (Alat
Pelindung Diri) adalah wajib dipakai oleh operator las saat melakukan pengelasan . Alat
Pelidung Diri adalah merupakan bagian penting dalam penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam laboratorium, kecelakaan kerja bisa terjadi jika tidak memperhatikan
prinsip "Unsave condition dan unsave action (Solichin, Endarto, Farid and Ariwinanti,
2014). Secara umum bahaya pengelasan yang sering terjadi yaitu tersengat aliran listrik,
luka memar, iritasi mata, luka dan cidera tulang, gangguan pernafasan, luka bakar,
peningkatan suhu tubuh yang memicu heat stress, nyeri pinggang dan bahu, serta
kebosanan dan kejenuhan untuk pengelasan busur listrik. Disamping bahaya secara umum
diatas, masih terdapat bahaya bahaya tersembunyi seperti bekerja dengan alat yang tidak
biasa digunakan, bekerja pada ruang terbatas, adanya sambungan listrik atau gas yang
kurang baik, dan lain-lain. Contoh kecelakan kerja di lingkungan pertamina yang dialami
oleh tenaga kontraktor yang meninggal saat melakukan pengelasan di terminal BBM
Surabaya Group, dapat mengganggu citra perusahaan (Sinulingga et al., 2012).
Tukang las dan para pekerja lain harus dilindungi dari mengisap uap dan gas yang
berlebihan akibat pengelasan dan pemotongan. Gas dan uap lebih banyak terjadi pada
pengelasan dan pemotongan dengan gas. Untuk melindungi para pekerja maka penggunaan
ventilasi udara sangatlah vital untuk menurunkan kadar uap dan gas sampai kadar yang
tidak membahayakan. Selain itu penggunakan masker udara sangat
dianjurkan. Ventilasi dapat berupa ventilasi lokal atau ventilasi terpusat (Jokosisworo et
al., 2007).

1
Penyetelan kuat arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Bila kuat arus yang
digunakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik. Busur listrik
yang terjadi menjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan
elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan rigi-rigi las yang kecil dan tidak
rata serta penembusan kurang dalam. Sebaliknya bila kuat arus terlalu tinggi maka
elektroda akan mencair terlalu cepat dan akan menghasilkan permukaan las yang lebih
lebar dan penembusan yang dalam sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang rendah dan
menambah kerapuhan dari hasil pengelasan (Santoso, 2006).
Berdasarkan pengamatan kami dan diskusi yang kami lakukan dengan mitra, saat
melakukan pekerjaan pengelasan belum tertata dengan baik dan tidak bekerja sesuai
dengan standar, termasuk tidak memperhatikan unsur-unsur keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dalam bekerja. Hal ini bisa dilihat pada lingkungan kerjanya yang tidak tertata
dengan baik, dan semrawut.Setelah melakukan eksperimen, perancangan dan perhitungan
pada pompa dan sistem pemipaan akhirnya dihasilkan alat uji karakteristik pompa
sentrifugal dengan sistem tunggal, seri dan paralel yang dilengkapi alat ukur sebagaimana
terlihat pada gambar di bawah ini :

Dari uraian analisis situasi dan hasil diskusi dengan mitra, dirumuskan
permasalahan utama yang akan di tangani secara bersama-sama antara tim pelaksana
dengan mitra ialah sebagai berikut:
a. Bagaimana cara meningkatkan kesadaran pekerja akan pentingnya keselamatan
kesehatan kerja(K3) yang baik dalam proses pengelasan?
b. Bagaimana cara meningkatkan kapasitas peralatan kerja sesuai dengan strandar K3
pengelasan?
Adapun solusi yang akan diberikan pada mitra sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi sebagaimana yang telah dikemukan yaitu:
1) Solusi yang ditawarkan kepada mitra untuk meningkat kesadaran pekerja akan
pentingnya keselamatan kesehatan kerja (K3) yang baik dalam proses pengelasan
yaitu memberikan pelatihan tentang pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
bidang Pengelasan. Kegiatan ini dilengkapi dengan buku panduan dan peragaan
cara menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk pengelasan, dan alat pemadam
api ringan (APAR). Tujuan dari solusi ini yaitu meningkatkannya pengetahuan,
pemahaman, kesadaran dan keterampilan mitra dalam menerapkan APD
pegelasan, dan penggunaan APAR.
2) Bagaimana meningkatkan kapasitas peralatan kerja sesuai dengan standar
pengelasan. Solusi yang ditawarkan kepada mitra untuk meningkatkan kapasitas
peralatan kerja sesuai dengan standar pengelasan yaitu pengadaan peralatan kerja,

2
3) APD, APAR, dan lemari peralatan. Tujuan dari solusi ini yaitu tersedianya
peralatan kerja, APD, APAR, dan lemari peralatan untuk bidang pengelasan.

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tahap survei awal Survey awal dilakukan untuk mengetahui pengelasan


pembuatan part motor serta fasilitas apa saja yang digunakan.
B. Identifikasi masalah Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang
menyebabkan ketidaknyamanan operator pada saat bekerja, yaitu pada stasiun
kerja yang tidak ergonomis
C. Analisa postur kerja dan alat bantu Adapun analisa yang diperlukan dalam
penelitian ini antara lain :
1) Postur kerja
2) Biomekanika
3) Alat bantu
4) Tahap perbaikan Setelah analisa dilakukan maka perlu perbaikan pada posisi
kerja operator agar dapat bekerja dengan posisi kerja yang benar yang sesuai
dengan prinsip-prinsip ergonomis.
D. Tahap Analisa antrhopometri Analisa berikutnya yaitu anthropometri ukuran tubuh
operator pengelasan sebagai dasar perancangan fasilitas kerja.
E. Tahap perancangan. Perancangan dibuat sesuai dengan kebutuhan dari fasilitas
kerja yang dirancang yaitu fasilitas kerja yang dimensinya sesuai dengan prinsip-
prinsip ergonomis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah menyebarkan kuisoner kepada seluruh operator yang berjumlah 15


orang pada bagian pengelasan, dapat terlihat beberapa keluhan yang sering dialami
oleh operator pengelasan. Hasil rekapitulasi perhitungan kuisioner Nordic Body
map dapat dilihat pada Gambar 1.

Dari rekapitulasi kuisoner diatas dapat dilihat bahwa jumlah keluhan


terbesar terdapat pada bagian pinggang yaitu sebesar 43.33%, bagian lain yaitu
pinggul sebesar 40%, kemudian pada bagian leher sebesar 38.33% dan terakhir
pada bagian lengan atas kanan sebesar 38.33%. Berdasarkan hasil kuisioner diatas
dapat dilihat penyebab keluhan tersebut sebagai berikut:
a. Keluhan pada pinggang dan pinggul dikarenakan punggung dalam posisi
membungkuk akibat sering menunduk pada saat proses pengelasan.
b. Keluhan pada leher disebabkan oleh posisi menunduk pada saat melakukan
proses pengelasan karena ingin melihat benda kerja dengan jelas.

3
c. Keluhan pada lengan atas kanan dikarenakan pada saat proses pengelasan lengan
mengangkat beban yaitu brander las.
Dari data biomekanika, posisi kerja proses pengelasan dilakukan dalam 1
(satu) posisi yaitu posisi duduk. Analisa posisi tubuh dilakukan dengan
menggunakan software Mannequin Pro. Software ini dapat menghitung gaya dan
momen yang terjadi pada bagian-bagian tubuh. Posisi tubuh tersebut dapat
menunjukan kondisi kerja yang sebenarnya dan dapat dilihat pada Gambar 2 dan
Gambar 3.

PERBAIKAN POSISI KERJA


Dengan posisi kerja yang kurang nyaman yang dialami oleh operator
pengelasan dan dapat menyebabkan sakit dibeberapa bagian tubuh yaitu rasa sakit
pada leher, lengan atas kanan serta pinggang dan pinggul maka perlu dilakukan
perbaikan posisi kerja dengan mengikuti prinsip-prinsip ergonomi yaitu
berdasarkan BRIEF Survey yaitu :
a. Posisi pada leher menunduk, postur janggal pada leher jika leher
menunduk membentuk sudut ≥ 20° dan garis vertikal dengan ruas tulang
leher. Posisi menunduk dilakukan pekerja jika obyek yang sedang
dikerjakannya berada ≥ 20° di bawah pandangan mata. sehingga pekerja
harus menundukkan kepala untuk melihat obyek tersebut.
b. Posisi punggung kearah depan yaitu badan bagian atas akan mumbungkuk
untuk dapat meraih benda apabila benda berada jauh di depan tubuh. Pada

4
saat peletakan benda kerja di atas meja dan pada saat proses pengelasan,
posisi bagian atas dianjurkan tidak membentuk sudut ≥ 20°.
Dengan menggunakan BRIEF Survey, perbaikan fasilitas kerja yaitu meja
dan kursi pengelasan dapat dilakukan dengan membandingkan ukuran fasilitas
kerja dengan ukuran tubuh operator pengelasan. Perbaikan kedua hal tersebut
diatas menjadikan posisi kerja berubah. Ini dapat digambarkan menggunakan
Software Mannequin Pro. Software ini adalah Software Biomekanika dan dapat
digunakan untuk mengetahui momen yang terjadi seperti terlihat pada Gambar 6.

ANALISIS ANTHROPOMETRI
Data dibawah ini akan digunakan sebagai pertimbangan didalam
perancangan fasilitas kerja khususnya dalam merancang meja dan kursi
pengelasan. Data diambil dari pengukuran langsung dimensi tubuh operator
pengelasan yang bekerja. Tujuan tahap ini adalah untuk mendapatkan dimensi
yang berada dalam suatu batas jangkauan sewajarnya sehingga dapat digunakan
untuk memperbaharui postur kerja pada fasilitas kerja di bagian pengelasan.Tabel
1 Anthropometri operator.

5
PERANCANGAN FASILITAS KERJA

Pada tahap ini akan dilakukan perancangan fasilitas kerja pada bagian
pengelasan berdasarkan analisa beberapa aspek pada kondisi fasilitas awal.
Perancangan fasilitas kerja meliputi perancangan meja pengelasan dan kursi kerja
pengelasan. Perancangan ini didasari atas analisa kondisi fasilitas kerja awal
dimana dari analisa awal diperlukan perbaikan posisi kerja dan beberapa aspek
lainnya. Perancangan fasilitas kerja ini diharapkan dapat mengatasi
keluhankeluhan dibeberapa bagian tubuh yang dialami oleh operator pengelasan.
Dari analisa awal telah diketahui bahwa bagian tubuh yang mengalami rasa
sakit adalah pada leher, lengan atas kanan, pinggang, pinggul. Demikian pula
dengan analisa momen telah diketahui bahwa bagian tubuh yang mengalami
momen terbesar adalah bagian punggung kemudian yang kedua adalah leher. Dari
hasil tersebut maka perlu dilakukan perbaikan yang dapat mengurangi nilai momen
yang terjadi. Masalah ini dapat diatasi dengan melakukan perancangan fasilita
kerja yang memenuhi prinsip-prinsip ergonomi.

PERANCANGAN MEJA

Perancangan meja pengelasan ini menggunakan data anthropometri


operator pengelasan untuk mendapatkan rancangan meja yang ergonomi bagi
operator pengelasan sebagai pengguna.

6
PERANCANGAN KURSI

Rancangan kursi pengelasan yaitu berdasarkan data antropometri operator


pada saat posisi duduk. Dibawah ini adalah gambar kursi yang dirancang.

7
PERANCANGAN JIG AND FIXTURE

Perancangan Jig and Fixture adalah untuk dapat mencekam benda kerja
(matras) untuk pembuatan rangka bagasi agar posisi matras tidak bergeser pada
saat anggota tubuh bersentuhan. Fungsi kedua yaitu pada saat proses pengelasan
untuk menjangkau benda yang terjauh untuk dilas operator hanya memutar Jig and
Fixture karena Jig and Fixture diletakan diatas dongkrak dimana pipa dari Jig and
Fixture masuk kedalam pipa dongkrak dengan suaian pas.

Dengan rancangan Jig and Fixture pembuatan rangka bagasi maka untuk
Jig and Fixture pembuatan arm menyesuaikan saja yaitu dengan menambahkan
pipa pada Jig and Fixture pembuatan arm dengan ukuran yang sama.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut


:
a. Fasilitas kerja yang sesuai dengan dimensi tubuh operator yaitu tinggi
meja 78 cm , tinggi kursi 46 cm, lebar kursi 42 cm. Meja yang dirancang
adalah meja adjustable yaitu meja yang dapat dinaik turunkan.
b. Alat bantu yang digunakan yaitu berupa Jig dimana fungsi Jig sebagai
pemegang landasan benda kerja agar tidak terjadi pergeseran pada
landasan benda kerja.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Dyah Ika Rinawati dkk. (2011) Perancangan alat bantu guna mereduksi
beban otot dan gaya yang ditentukan oleh pekerja Fine Focus Adjusment,
Undip, Semarang
2. Eko Nurmianto (1996) Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasnya , Guna
Widya, Surabaya
3. Fitri Prasetyaningrum dkk. (2010) Perancangan meja cekam dan kursi
guna memperbaiki postur kerja berdasarkan pendektan anthropometri di
Lathan Furniture, UNS, Surakarta.
4. Ketut Agus Sanjaya (2008) Perancangan stasiun kerja yang ergonomis
pada industri Kerajinan perak, ITS, Surabaya
5. Ishak (2011) Desain ergonomic stasiun kerja, STMIK Trigana Dharma
6. Lobe S Herdiman dkk. (2011) Perbaikan rancangan pada disain knee ankle
foot orthosis (KAFO) dengan pendekatan metode Function Analysis
System Technique
7. Mochmad Hatta (2003) Perbaikan alat bantu proses produksi pada
pengrajin setir di kabupaten Pasuruan dengan metode Value Enginering,
ITS, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai