Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN ERGONOMI DALAM PERANCANGAN ALAT BANTU

PROSES PENYETELAN DAN PENGELASAN PRODUK TANGKI TRAVO

Oleh :
Sritomo W.Soebroto, Arief Rahman, dan Elfino Jovianto
Laboratorium Ergonomi, Aplikasi dan Perancangan Sistem Kerja
Jurusan Teknik Industri – Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember – Surabaya
Ph/Fax : (031) – 5939361, 5939362; e-mail: msritomo@rad.net.id

ABSTRAK

PT BD-Surabaya adalah sebuah industri manufaktur yang menghasilkan produk travo yang
fungsi utamanya untuk menaik/turunkan tegangan listrik. Ada dua bagian utama dari produk
ini yaitu bagian dalam (inner part) dan bagian luar (outer part). Bagian dalam lebih
merupakan komponen-komponen rangkaian listrik yang akan menentukan fungsi-guna utama
produk ini, sedangkan bagian luar --- tangki travo dan radiator --- merupakan bagian
penunjangnya. Fokus penelitian akan lebih ditujukan terhadap proses pengerjaan komponen
tangki travo khususnya untuk proses penyetelan dan pengelasannya. Proses penyetelan dan
pengelasan tangki travo selama ini dilakukan dengan metode kerja yang cenderung
konvensional, mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis dan tidak produktif. Kondisi
tersebut bisa dilihat dari lamanya waktu proses pengerjaan, terutama untuk proses penyetelan
(setting-up) sebelum proses pengelasan tangki.

Dengan memperhatikan kondisi dan cara kerja yang tidak produktif serta berlangsung berulang
kali seperti ini; maka penelitian akan mengembangkan solusi alternatif berupa perancangan
alat bantu (semacam ”fixture”) yang akan mampu mempercepat proses penyetelan dan
memperingan beban kerja operator pengelasan. Evaluasi dan pertimbangan ergonomis dalam
perancangan alat bantu ini ditunjukkan dengan diaplikasikannya data antropometeri dan
pengukuran kinerja operator yang bisa dilihat dari waktu/output kerja yang jauh lebih produktif.
Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam proses penyetelan dimana sebelum dilakukan intervensi
ergonomis memerlukan waktu proses sebesar 58,3 menit/unit dan konsumsi enersi kerja 5,832
kcal/menit; sedangkan setelah dilakukan solusi ergonomis terjadi penurunan waktu proses kerja
yaitu menjadi 42,8 menit/unit dengan konsumsi enersi kerja sebesar 5,064 kcal/menit.
Selanjutnya dengan aplikasi Nordic Body Map dapat pula diketahui adanya penurunan keluhan
sakit pada 27 titik anggota tubuh.

Kata Kunci : Proses Penyetelan dan Pengelasan, Perancangan Alat Bantu (Fixture),
Ergonomi-Antropometri, dan Pengukuran Kinerja Operator.

1. Pendahuluan

PT BD-Surabaya adalah sebuah industri manufaktur yang menghasilkan produk travo yang fungsi
utamanya untuk menaik/turunkan tegangan listrik. Ada dua bagian utama dari produk ini yaitu
bagian dalam (inner part) dan bagian luar (outer part). Bagian dalam lebih merupakan
komponen-komponen rangkaian listrik yang akan menentukan fungsi-guna utama produk ini,
sedangkan bagian luar --- tangki travo dan radiator --- merupakan bagian penunjangnya. Dari
aliran proses pembuatan travo ini, fokus penelitian akan lebih ditujukan terhadap proses
pengerjaan komponen tangki travo khususnya untuk proses penyetelan dan pengelasannya. Proses
penyetelan dalam hal ini merupakan aktivitas kerja yang harus dilakukan operator yang terdiri
atas elemen-elemen aktivitas pengukuran, penyesuaian dan penyatuan/perakitan bagian-bagian
yang membentuk tangki travo. Sedangkan proses pengelasan merupakan langkah akhir yang
akan membuat bagian-bagian tangki travo tadi akan menyatu secara permanen.

Proses penyetelan dan pengelasan tangki travo di PT. BD-Surabaya masih dilakukan secara
konvensional dan cenderung mengabaikan prinsip maupun kaidah ergonomi. Aktivitas kerja
berlangsung secara manual dan kurang memperhatikan faktor kenyamanan, kesehatan maupun
keselamatan kerja manusia. Tanpa disadari hal tersebut akan mempengaruhi efektivitas, efisiensi
dan produktivitas kerja (Jovianto, 2005). Sebagaimana lazimnya yang terjadi di industri acapkali
posisi dan tata cara kerja operator tidak dirancang dengan baik, sehingga akan membawa kinerja
operasional menjadi tidak optimal; dan disisi lain kondisi kerja tersebut akan mempercepat
kelelahan dan menimbulkan banyak keluhan, rasa sakit maupun cedera pada anggota tubuh
operator pada jangka pendek maupun panjang. Gambar tersebut dibawah ini akan menunjukkan
situasi dan kondisi kerja yang sedang berlangsung sebelum dan selama penelitian dilakukan.

Gambar 1. Kondisi dan Posisi Kerja Proses Penyetelan dan Pengelasan Tangki Travo

Sikap/posisi dan tata cara kerja selama proses penyetelan dan pengelasan tangki travo yang
cenderung mengabaikan prinsip-prinsip kerja ergonomis akan berakibat pada rendahnya tingkat
produktivitas operator. Hal tersebut bisa dilihat dari lamanya waktu proses pengerjaan, terutama
untuk proses penyetelan (setting-up) sebelum proses pengelasan tangki. Dengan memperhatikan
kondisi dan cara kerja yang tidak produktif yang berlangsung berulang kali seperti ini; maka
penelitian akan mengembangkan sebuah solusi alternatif berupa perancangan alat bantu
(semacam ”fixture”). Perancangan alat bantu bertujuan untuk mempercepat proses kerja,
memperingan beban kerja dan meningkatkan kinerja operator penyetelan dan pengelasan.

Dengan adanya alat bantu penyetelan/pengelasan yang dirancang secara khusus; maka posisi
kerja operator akan dirubah yaitu dari posisi kerja duduk/jongkok menjadi berdiri. Sebuah posisi
kerja natural yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan oleh operator yang melaksanakan kerja
penyetelan maupun pengelasan. Evaluasi dan pertimbangan ergonomis dalam perancangan alat
bantu ini ditunjukkan melalui aplikasi data antropometri yang relevan untuk perancangan alat
bantu yang diperlukan operator di stasiun kerja penyetelan dan pengelasan. Sedangkan untuk
melihat azas manfaat yang mampu dicapai dari hasil rancangan dan modifikasi tata cara kerja bisa
dilihat dari tolok ukur waktu ataupun output (standar) yang dicapai, dan juga enersi kerja fisik
(energy costs of work) yang dikonsumsikan selama melakukan aktivitas (Tayyari, 1982;
Wignjosoebroto, 2003).
2. Pendekatan Pemecahan Masalah

2.1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah diuraikan maka pokok permasalahan yang
dihadapi adalah bagaimana meningkatkan kinerja operator dengan melakukan modifikasi posisi
dan tata cara kerja melalui pendekatan ergonomi. Untuk maksud tersebut penelitian akan
menghasilkan rancangan fasilitas bantu agar proses kerja di Stasiun Kerja Penyetelan dan
Pengelasan di PT BD-Surabaya bisa lebih produktif. Rancangan fasilitas bantu dibuat dengan
mengikuti kaidah-kaidah teknis dan sekaligus ergonomis. Terutama dalam hal penentuan dimensi
ukuran-ukurannya yang akan mengaplikasikan data antropometri operator/pekerja yang relevan.
Selain peningkatan produktivitas, implementasi dari data antropometri operator didalam
perancangan diharapkan akan mampu meningkatkan kenyamanan maupun keamanan/
keselamatan selama proses kerja berlangsung.

2.2. Perancangan Stasiun Kerja


Stasiun kerja merupakan area 3 (tiga) dimensi yang mengelilingi seorang pekerja (operator) yang
batas-batas dimensi ruangnya akan ditentukan oleh titik-titik singgung yang dapat dicapai dengan
mudah oleh bagian-bagian tubuh (terutama anggota tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan
kerja, seperti kaki maupun lengan/tangan) dan lokasi untuk penempatan mesin, perkakas kerja,
dan fasilitas bantu kerja lainnya yang akan dioperasikan oleh pekerja. Stasiun kerja yang
dirancang secara benar akan mampu memberikan keselamatan dan kenyamanan kerja bagi
operator yang selanjutnya akan berpengaruh secara signifikan didalam menentukan tingkat
kinerjanya. Dalam hal ini ada hubungan yang erat antara kenyamanan dan produktivitas kerja
yang mampu dicapai oleh seorang pekerja; meskipun masih banyak orang yang berasumsi bahwa
produktivitas dan kualitas kerja (quality of work life) merupakan fungsi linier dari tingkatan upah
maupun insentif yang bisa diberikan pada pekerja (Barnes, 1980; Wignjosoebroto, 2000).
Begitu pula banyak orang kurang menyadari kalau ketidak-nyamanan kerja yang dirasakan oleh
seorang pekerja ternyata diakibatkan kesalahan-kesalahan didalam perancangan fasilitas kerja
yang harus dioperasikan maupun stasiun kerja dimana operator akan menghabiskan sebagian
besar waktunya dalam area kerja (work envelope) yang sempit dan terbatas. Ketidak-nyamanan
kerja bisa juga disebabkan oleh posisi kerja yang tidak benar (misalkan terlalu lama duduk,
jongkok maupun berdiri) dan memerlukan energi tambahan yang akhirnya bisa mempercepat
datangnya kelelahan, penurunan kinerja dan produktivitas. Stasiun kerja haruslah dirancang
sedemikian rupa sehingga pekerja akan mampu melaksanakan aktivitasnya secara efektif, leluasa
dan nyaman.
Spesifikasi rancangan stasiun kerja akan terkait erat dengan karakteristik fisik manusia (data
antropometri) yang diukur baik melalui metode pengukuran statik maupun dinamik yang akan
berinteraksi dengan sistem kerja yang ada. Menurut Stevenson (1987, 1989) dan Wignjosoebroto
(2000, 2001, 2003) antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk
penanganan masalah desain (perancangan). Agar rancangan suatu produk atau fasilitas kerja
nantinya sesuai dengan tubuh manusia yang mengoperasikannya, maka harus diperhatikan
prinsip-prinsip dalam aplikasi data anthropometri. Untuk mencapai kondisi tersebut, maka ada 2
(dua) faktor penentu yang harus diperhitungkan dalam proses perancangan sebuah stasiun
kerja, yaitu (a) harus selalu diingat bahwa populasi pekerja akan sangat bervariasi dan berbeda-
beda baik dalam bentuk maupun ukuran tubuh (antropometri)-nya; dan (b) harus dipahami
benar tentang karakteristik dari populasi pemakai produk ataupun fasilitas kerja seperti
pendidikan, kultur, skill, attitude, kemampuan fisik maupun mental, dan lain-lain. Kesalahan
pokok yang sering dilakukan oleh seorang perancang adalah menempatkan karakteristik dan
spesifikasi ukuran yang ada pada dirinya sendiri kedalam rancangan yang akan dibuatnya.
Prinsip yang ingin diterapkan disini adalah “if I can use it, it must be designed well” . Kesalahan
mendasar semacam ini hanya dapat dieliminir dengan cara menerapkan data antropometri yang
tepat dan relevan dengan populasi terbesar pemakainya.
2.3. Pendekatan Ergonomi dalam Perancangan Stasiun/Fasilitas Kerja
Ergonomi yang secara umum diartikan sebagai ”the study of work” telah mampu membawa
perubahan yang signifikan dalam mengimplementasikan konsep peningkatan produktivitas
melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan pembagian kerja berdasarkan spesialisasi-keahlian
kerja manusia (Bridger, 1995; Sanders & McCormick, 1992). Konsep produktivitas yang terjadi
dalam lini produksi di industri telah menggeser struktur ekonomi agraris yang berbasis pada
kekayaan sumber daya alam untuk kemudian beranjak menuju ke struktur ekonomi produksi
(industri) yang menekankan arti pentingnya nilai tambah (added value). Fokus dari apa yang
telah diteliti, dikaji dan direkomendasikan oleh para pionir studi tentang kerja di industri ini ---
yang selanjutnya dicatat sebagai awal dari era “scientific management” --- telah memberikan
landasan kuat untuk menempatkan ”engineer as economist” didalam perancangan sistem produksi.
Dalam hal ini implementasi ergonomi industri berkisar pada 2 (dua) tema pokok yaitu (a) telaah
mengenai“interfaces” manusia dan di mesin dalam sebuah sistem kerja, dan (b) analisa sistem
produksi (industri) untuk memperbaiki serta meningkatkan performans kerja yang ada.

Pendekatan ergonomi dalam perancangan stasiun dan/atau fasilitas kerja di industri telah
menempatkan rancangan sistem kerja manusia-mesin yang awalnya serba rasional-mekanistik
menjadi tampak lebih manusiawi. Disini faktor yang terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun
perilaku (psikologi) manusia baik secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam
sebuah rancangan sistim manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan
utama. Persoalan perancangan tata cara kerja di lini aktivitas produksi nampaknya juga akan
terus terarah pada segala upaya untuk mengimplementasikan konsep “human-centered
engineered systems” dalam perancangan teknologi produk maupun proses dengan mengkaitkan
faktor manusia didalamnya. Pendekatan ergonomi yang dilakukan dalam perancangan sistem
produksi di lantai produksi akan mampu menghasilkan sebuah rancangan sistem manusia-mesin
yang sesuai dengan ekspektasi manusia pekerja atau tanpa menyebabkan beban kerja yang
melebihi ambang batas (fisik maupun psikologis) manusia untuk menahannya. Dalam hal ini
akan diaplikasikan segala macam informasi yang berkaitan dengan faktor manusia (kekuatan,
kelemahan/keterbatasan) dalam perancangan sistem kerja yang meliputi perancangan produk
(man-made objects), mesin & fasilitas kerja dan/atau lingkungan kerja fisik yang lebih efektif,
aman, nyaman, sehat dan efisien (ENASE). Rekayasa manusia (human engineering) yang
dilakukan terhadap sistem kerja tersebut diharapkan akan mampu (a) memperbaiki performans
kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, ketelitian, keselamatan, kenyamanan dan
mengurangi penggunaan enersi kerja yang berlebihan dan mengurangi kelelahan; (b) mengurangi
waktu yang terbuang sia-sia untuk pelatihan dan meminimalkan kerusakan fasilitas kerja karena
human errors; dan (c) meningkatkan “functional effectiveness” dan produktivitas kerja manusia
dengan memperhatikan karakteristik manusia dalam desain sistem kerja (Suyatno, 1985;
Wignjosoebroto, 2001).

3. Metode Penelitian

Langkah-langkah pemecahan masalah dalam penelitian ini diawali dengan identifikasi


permasalahan. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan, pengolahan, pengujian dan analisa
data yang relevan dengan kondisi lapangan yang ada. Data diperoleh melalui studi lapangan studi
lapangan dengan cara pengamatan langsung dan sekaligus mencoba melakukan wawancara
dengan operator maupun supervisor yang terlibat dalam aktivitas kerja yang diteliti. Selanjutnya
mengembangkan konsep rancangan fasilitas kerja yang bisa dipergunakan untuk membantu
memperbaiki sikap/posisi kerja operator pada saat melakukan aktivitas penyetelan maupun
pengelasan tangki travo. Pertimbangan aspek ergonomi didalam rancangan (design) fasilitas
kerja bantu akan merubah sikap/posisi kerja operator dari duduk-jongkok menjadi sikap/posisi
kerja berdiri. Sebagai acuan untuk penetapan dimensi ukuran rancangan fasilitas kerja bantu
digunakan data antropometri yang relevan dengan operator. Rancangan kemudian direalisasikan
dengan langkah pembuatan “prototipe”; sedangkan pengujian seberapa signifikan kinerja
rancangan diperoleh dengan menggunakan tolok ukur kelayakan ergonomis (waktu/output
standard, penggunaan enersi kerja fisik dan keluhan subyektif). Selanjutnya gambar 2 berikut
secara sistematis akan menunjukkan langkah-langkah penelitian yang dilakukan.

Identifikasi Permasalahan
(Kondisi Existing)

Pengumpulan, Pengolahan
dan Pengujian Data

Sikap/Posisi Data Waktu/ Data Konsumsi Data


Kerja dan Data Output Std Enersi Kerja Keluhan
Antropometri (Produktivitas) Fisik Subyektif

Ergonomis?

Perancangan Alat Bantu &


Prototyping

Implementasi

Gambar 2. Langkah-Langkah Penelitian dan Perancangan


Alat Bantu Penyetelan dan Pengelasan Tangki Travo

4. Rancangan Alat Bantu Kerja Penyetelan dan Pengelasan

Langkah awal sebelum dilakukan perancangan alat bantu adalah mengidentifikasikan kondisi-
kondisi kerja yang tidak ergonomis dan produktif. Konsep dasar yang dipergunakan untuk
perancangan adalah dengan menerapkan beberapa prinsip ekonomi gerakan (motion economy)
seperti (a) menghilangkan gerakan-gerakan kerja yang tidak perlu dan justru memboroskan
tenaga, (b) meng kombinasikan beberapa aktivitas menjadi sebuah aktivitas yang memungkinkan
dilaksanakan secara bersamaan, (c) menghilangkan atau mengurangi aktivitas manual manakala
hal tersebut dapat dilaksanakan dengan menggunakan peralatan kerja (mekanisasi kerja), serta (d)
mengupayakan penggunaan peralatan kerja untuk melakukan berbagai macam aktivitas (multi-
purpose). Berdasarkan prinsip ekonomi gerakan tersebut, maka rancangan peralatan kerja (alat
bantu) dibuat dengan maksud untuk menghilangkan ataupun mengurangi kondisi kerja yang tidak
produktif. Data berikut merupakan hasil analisa dan pengukuran kondisi kerja awal untuk
aktivitas penyetelan dan pengelasan tangki travo yang berhasil diperoleh sebelum dilakukan
perbaikan tata cara kerja-nya :
 Waktu standar untuk proses penyetelan sebesar 58,3 menit per unit; sedangkan output standar
sebesar 1 unit travo per jam atau 8 unit per hari (8 jam kerja). Untuk proses pengelasan
sebesar 78,4 menit per unit dengan output standar sebesar 6 unit per hari (8 jam kerja).
 Konsumsi enersi untuk aktivitas penyetelan sekitar 5,832 kcal/menit dengan denyut nadi
sekitar 111 detak/menit; sedangkan untuk proses pengelasan sekitar 5,5 kcal/menit dan
denyut nadi sekitar 107 detak/menit.
Dengan mengacu pada standar konsumsi enersi untuk pekerjaan yang kualifikasi berat berkisar
5,2 kcal/menit (Christensen, 1964; Tayyari, 1985; dan Wignjosoebroto, 2000); maka dapat ditarik
kesimpulan kalau kondisi kerja awal tersebut kurang ergonomis. Dalam hal ini konsumsi enersi
dirasakan terlalu besar (kualifikasi kerja manual berat) dan melelahkan. Kondisi ini bisa
menyebabkan rendahnya produktivitas kerja, selain juga menyebabkan tingginya keluhan
subyektif rasa sakit di 27 titik anggota tubuh yang terdeteksi melalui kuestioner yang
mengaplikasikan Nordic Body Map (NBM). Melalui NBM dapat diketahui kemudian bagian-
bagian anggota tubuh (otot) yang mengalami rasa sakit dengan tingkat keluhan mulai dari tidak
nyaman sampai sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisa NBM, maka dapat diestimasi jenis
dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Bagian otot skeletal yang dimaksud
disini adalah bagian-bagian tubuh mulai dari leher sampai ke kaki yang terbagi menjadi 27
titik/bagian. Dari analisa awal aktivitas penyetelan maupun pengelasan tersebut tergolong kerja
berat, karena selama melakukan aktivitas operator harus bekerja dengan cara menahan,
memposisikan dan menekan material dengan secara manual yang kesemuanya memerlukan
tenaga maupun enersi fisik besar. Untuk mengatasi hal tersebut, solusi alternatif diberikan
dengan cara mengembangkan rancangan alat bantu (fixture) yang berfungsi mengeliminasi
ataupun mengurangi beban kerja fisik operator selama melakukan aktivitas penyetelan maupun
pengelasan tangki travo (Jovianto, 2005). Rancangan alat bantu akan mengeliminir elemen-
elemen kerja tidak produktif yang dalam proses penyetelan bisa dijumpai dalam elemen kerja
mengukur dan memposisikan benda kerja (tangki travo) yang keduanya dilakukan secara manual.

Agar bisa mencapai tujuan yang dikehendaki, maka ada beberapa atribut/kriteria teknis dari
rancangan alat bantu yang harus dijadikan sebagai bahan pertimbangan, antara lain sebagai
berikut :

 Efektif
- Ukuran pada alat bantu harus tepat secara teknis dan sesuai dengan antropometri.
- Alat bantu harus dapat membantu memberikan tekanan pada bagian–bagian yang memer
lukan penyetelan/pengelasan, yaitu side plate dan upper plate.
- Alat bantu mampu menahan benda kerja dengan stabil pada bagian ground base dan base
plate.
 Efisien
- Alat bantu harus dapat mengukur sekaligus memposisikan serta menahan bagian - bagian
yang akan di las sehingga dapat menggabungkan beberapa elemen kerja menjadi satu sehi-
ngga kerja menjadi lebih produktif.
- Dibuat stopper pada alat bantu yang dapat membantu memposisikan komponen dengan
cepat dan tepat sehingga mengurangi kerja yang berulang-ulang.
- Untuk operasi kerja dibuat sederhana dengan urutan proses kerja tetap seperti metode
existing namun dengan elemen kerja yang teleh disesuaikan dengan alat bantu yang memper
timbangkan faktor teknis dan prinsip-prinsip ergonomi.
- Alat bantu dibuat sederhana dan tidak terlalu besar mengingat terbatasnya area stasiun
kerja dan layout mesin.
 Kenyamanan, Keamanan dan Kesehatan
- Diperlukan holder agar dapat menahan dan menekan bagian-bagian travo dengan stabil sehi
ngga beban kerja operator berkurang dan tidak mempercepat datangnya kelelahan.
- Untuk posisi kerja, sebaiknya dirubah menjadi posisi kerja berdiri. Hal ini disebabkan pada
saat bekerja, operator banyak bergerak-pindah untuk mengambil komponen-komponen mau
berubah posisi kerja terutama pada saat proses pengelasan.
- Dengan perubahan posisi kerja dari duduk/jongkok menjadi berdiri, maka dimensi ukuran
alat bantu penyetelan dan pengelasan tangki travo dibuat berdasarkan data anthropometri
yang relevan dengan ukuran tubuh (antropometri) operator. Dimensi ukuran yang diambil
adalah :
D5 (tinggi tangan dari lantai pada posisi berdiri) dimaksudkan sebagai batasan
minimum dari tinggi meja alat bantu. Diambil persentil 95 % yaitu 75,6 cm, dengan
panjang alat las adalah 25cm dan tinggi sepatu sekitar 5cm maka batasan minimumnya
adalah 75,6cm-20cm=55,6cm
D3 (Tinggi bahu pada posisi tegak) dimaksudkan sebagai acuan perancangan tinggi
handle. Diambil persentil 50% yaitu 140cm, maka batasannya (tinggi bahu +/-
jangkauan) adalah 78 cm dan 202 cm. Hal ini berarti handle harus berada di dalam range
tersebut.
D26 (panjang tangan) dimaksudkan sebagai batasan maksimum jangkauan (panjang
tangan + panjang alat las) yang nantinya akan menjadi radius jangkauan. Persentil
panjang yang diambil adalah persentil 5%. Maka batasannya adalah 62cm+25cm=87cm
- Dibuat holder pada alat bantu sehingga dapat menahan bagian-bagian travo dengan stabil
sehingga pada saat dikerjakan tidak ada resiko jatuh dan mengenai operator.
- Untuk keselamatan dan kesehatan kerja, maka pada saat bekerja operator diwajibkan
memakai celemek tahan api, bersepatu, memakai sarung tangan, dan memakai pelindung
wajah dan mata serta memakai masker (perlengkapan K3).

Dengan menggunakan kriteria rancangan alat bantu maka dibuatlah desain akhir dari alat bantu
pada departemen penyetelan seperti pada gambar dibawah ini.

2
7

9 1

10

Gambar 3. Alat Bantu untuk Proses Penyetelan


Keterangan:
1. kaki penyangga (70 cm ; memenuhi tinggi minimum)
2. holder untuk menahan upper (back) plate
3. stopper dan holder side plate untuk maemposisikan dan memberi penekanan pada side plate
dan juga untuk memposisikan lifting lug.
4. holder untuk menahan upper (front) plate
5. penekan untuk menekan side plate dari dalam dan untuk menjaga ukuran diagonal tetap
sesuai (tinggi 130cm ; memenuhi jangkauan handle)
6. penekan unuk menekan upper plate (tinggi 150cm ; memenuhi jangkauan handle)
7. penekan untuk menekan side plate(tinggi 150cm ; memenuhi jangkauan handle)
8. stopper ground base untuk memposisikan ground base
9. stopper dan holder untuk memposisikan base plate dan side plate dengan benar.
10. stopper base plate untuk memposisikan base plate dengan tepat.

Gambar 4. Alat Bantu dalam Kondisi Digunakan untuk Proses Penyetelan


Untuk rancangan alat bantu pengelasan dibuat dengan prinsip hampir sama dengan alat bantu
penyetelan. Disini ada semacam alat/poros pemutar yang akan memudahkan operator pada saat
mengelas tanpa harus menghadapi kendala bergerak memutar ataupun memindahkan mesin las
terlalu sering akibat kabel las yang terlalu pendek. Gambar 5 berikut menunjukkan rancangan
rancangan alat bantu untuk proses pengelasan.

1
Keterangan :
2
1. Holder ground base untuk memegang
tangki travo agar tetap stabil walaupun
digerakkan berputar.
3
2. Poros pemutar untuk memudahkan ge-
rakan kerja operator tanpa harus berpin
dah posisinya.
3. Kursi kerja ergonomis yang dirancang
sesuai dengan antropometri operator.

Gambar 5. Alat Bantu untuk Proses Pengelasan


5. Implementasi, Analisa dan Evaluasi Ergonomi Hasil Rancangan

Adanya alat bantu akan menyebabkan berubahnya posisi maupun tata cara (metode) kerja yang
harus dilakukan oleh operator. Dengan memberikan pelatihan dan sosialisasi penggunaan
peralatan bantu, maka diharapkan operator akan bisa memahami dan menerima tata cara kerja
yang baru yang lebih ergonomis dan produktif. Gambar berikut menunjukkan prototipe dari
rancangan alat bantu untuk proses penyetelan dan posisi kerja operator pada saat melaksanakan
aktivitas penyetelan/pengelasan.

Gambar 6. Proses Penyetelan dan Pengelasan dengan Menggunakan Alat Bantu

Seberapa jauh kondisi kerja yang baru mampu memberikan perubahan tata cara kerja dan
perbaikan efisiensi/produktivitas kinerja operasional yang mampu dihasilkan di stasiun kerja
penyetelan dapat dilihat dalam tabel 2 berikut ini.

Tabel Perbandingan Kondisi Kerja Sebelum dan Sesudah Menggunakan Alat Bantu
(Stasiun Kerja Proses Penyetelan)

Parameter Sebelum Sesudah Catatan


Elemen kerja mengukur, mem - Elemen-elemen kerja tersebut bisa
posisikan, menekan serta digabung jadi satu dengan bantuan
Elemen Kerja
menahan dilakukan berulang kali alat bantu (mempercepat proses dan
-
(aktivitas tidak produktif) meringankan beban kerja)
Jumlah Elemen kerja tertentu memerlu Dengan alat bantu pekerjaan dapat
Operator kan dua tenaga operator dilakukan oleh satu orang operator
-
Memerlukan peralatan material
Aktivitas dilakukan secara
Material handling (forklift) manual untuk
Handling
manual dan tidak memerlukan
menaik-turunkan benda kerja dari
-
peralatan material handling.
atas alat bantu
Mengharuskan untuk memakai
Belum memakai perlengkapan K3
Safety
sesuai dengan aturan
perlengkapan K3 dengan benar dan -
sesuai aturan
Kualitas Kurang presisi, variasi besar, dan Lebih presisi, mengurangi variasi,
Hasil Kerja hasil pengelasan kurang baik hasil pengelasan lebih baik
-

Waktu Standar 58,3 menit/unit 42,8 menit/unit Kenaikan


Produktivi
Output Standar 8 unit Travo/hari 11 unit Travo/hari tas 37,5 %
Konsumsi Efisiensi
5,832 Kcal/menit 5,064 kcal/menit
Enersi Kerja 13,16%
Selanjutnya dengan menggunakan kuestioner (check point) Peta “Nordic” Anggota Tubuh
Manusia (Nordic Body Map) secara subyektif dapat diketahui adanya perubahan berupa
penurunan tingkat keluhan rasa sakit (nyeri otot) ataupun ketidak-nyamanan 27 titik dari bagian-
bagian tubuh mulai dari kepala/leher (titik nomor 1) sampai dengan kaki (titik nomor 27).
Tingkat keluhan diekspresikan secara subyektif oleh operator pada saat bekerja mulai dari rasa
tidak/kurang nyaman (point 1) sampai dengan rasa amat sangat sakit (point 4). Gambar 7
menunjukkan gambaran tingkat keluhan subyektif rasa sakit untuk 27 bagian tubuh sesuai dengan
kuestioner NBM pada kondisi eksisting dan kondisi saat dioperasikannya rancangan alat kerja
bantu. Rancangan alat bantu yang mengimplementasikan data antropometri operator dan
perubahan posisi kerja dari duduk-jongkok menjadi berdiri ternyata mampu menekan tingkat
keluhan subyektif pada beberapa anggota tubuh tertentu seperti ditunjukkan dalam gambar grafik
dari dua orang operator berikut ini :

5
4
3
2
1

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

5
4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

sebelum redesain
setelah redesain

Gambar 7. Grafik Perbandingan Tingkat Keluhan Subyektif Sebelum dan Sesudah


Digunakannya Alat Bantu Proses Penyetelan Tangki Travo untuk Dua Operator Berbeda

5. Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan interpretasi data penelitian yang ada dapat disimpulkan bahwa rancangan
alat bantu kerja yang berfungsi seperti fixture telah mampu meningkatkan kinerja operator di
Stasiun Kerja Penyetelan dan Pengelasan Tangki Travo secara lebih produktif lagi. Rancangan
alat bantu penyetelan dan pengelasan yang dibuat berdasarkan dimensi antropometri operator
yang relevan telah memberikan perubahan dalam hal sikap/posisi kerja dari duduk-jongkok
menjadi berdiri dan menyebabkan gerakan-gerakan kerja operator menjadi lebih bebas, nyaman,
efektif dan efisien. Evaluasi ergonomi-antropometri terhadap perbaikan tata cara kerja dan
penggunaan rancangan alat bantu di Stasiun Kerja Penyetelan menunjukkan adanya penurunan
waktu standar operasi penyetelan dari 58,3 menit/unit menjadi 42,8 menit/unit, atau peningkatan
output kerja dari 8 unit travo/hari menjadi 11 unit travo/hari. Peningkatan produktivitas sebesar
37,5% ini memberikan hasil perubahan yang cukup signifikan ditinjau dari aspek teknis maupun
ekonomisnya.

Selain mampu meningkatkan produktivitas kerja, perbaikan tata cara kerja dan penggunaan alat
bantu juga memberikan dampak positif yang lain berupa penurunan konsumsi enersi fisik kerja
dari 5.832 kcal/menit menjadi 5,064 kcal/menit. Penurunan konsumsi enersi atau efisiensi
sebesar 13,16% ini jelas akan mampu membuat beban kerja-fisik operator menjadi berkurang dan
pekerjaan menjadi lebih ringan, nyaman serta tidak membuat cepat lelah. Hal tersebut diperkuat
dengan data penurunan tingkat keluhan subjektif rasa sakit seperti yang ditampilkan di gambar
grafik Nordic Body Map untuk beberapa titik dari total 27 titik bagian anggota tubuh akibat
sebagai konsekuensi logis dari aktivitas kerja manual-fisik dan sikap/posisi kerja yang tidak
memenuhi kaidah ergonomis. Berdasarkan parameter-parameter kinerja operator seperti yang
telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa perancangan metode kerja dan alat bantu yang
telah diterapkan telah mampu mengurangi kondisi kerja yang tidak ergonomis.

6. Daftar Pustaka
1. Barness, Ralph M. Motion and Time Study: Design and Measurement of Work. New York :
John Wiley & Sons, 1980.
2. Bridger, R.S. Introduction to Ergonomics. New York : McGraw-Hill Inc., 1995
3. Christensen, E.H. L’Homme du Travial: Serie, Securite, Hygiene et Medicine du Travial. no 4.
Geneva : Burreau International du Travial, 1964.
4. Fariborz, Tayyari dan J.L. Smith. Occupational Ergonomics : Principles and
Applications. London : Chapman & Hall, 1985.
5. Grandjean, E. Fitting the Taks to the Man : An Ergonomics Approach. Philadelphia: Taylor
& Francis, 1986.
6. Jovianto, Elfino. Perancangan Metode Kerja Berbasis Ergonomi pada Bagian Penyetelan
dan Pengelasan Tangki Travo di PT. BD-Surabaya. Tugas Akhir Mahasiswa (S-1) – Jurusan
Teknik Industri FTI-ITS, 2005.
7. Sanders, Mark S. and Ernest McCormick. Human Factors in Engineering and Design. New
York : McGraw Hill Publishing Company Ltd, 1992.
8. Sastrowinoto, Suyatno. Meningkatkan Produktivitas Dengan Ergonomi. Jakarta : Pustaka
Binaman Presindo, 1985.
9. Stevenson, M.G. The Ergonomic Approach to Repertion Strain Injuries. Sydney : UNSW
Press, 1987.
10. Stevenson, M.G. Principles Of Ergonomics. NSW : Center for Safety Science-University Of
New South Wales - Australia , 1989.
11. Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu : Teknik Analisis untuk
Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta : PT. Gunawidya, 2000.
12. Wignjosoebroto, Sritomo. Evaluasi Ergonomis dalam Proses Perancangan Produk.
Proceeding Seminar Nasional Ergonomi 2000, Surabaya 6-7 Desember 2000.
13. Wignjosoebroto, Sritomo. Prinsip-Prinsip Perancangan Berbasiskan Dimensi Tubuh
(Antropometri) dan Perancangan Stasiun Kerja. Paper disampaikan sebagai pengantar
diskusi dalam Lokakarya IV “Methods Engineering: Adaptasi ISO/TC159 (Ergonomics)
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)” pada tanggal 17-19 Oktober 2000 di Laboratorium
Perancangan Sistem Kerja & Ergonomi – Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung
(ITB) - Bandung.
14. Wignjosoebroto, Sritomo, Sri Gunani Partiwi, dan Denik Putri Perdani. Evaluasi
Ergonomi dalam Perancangan Fasilitas dan Tata Cara Kerja di Sektor Industri-Kecil
Menengah Tradisional. Jurnal Ergonomika – Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan
Ergonomi – Institut Teknologi Bandung, Edisi 6 Juli 2001.
15. Wignjosoebroto, Sritomo, Sri Gunani Partiwi dan Achmad Hanafi. Modifikasi Rancangan
Mesin Perontok Padi dengan Pendekatan Ergonomi-Antropometri. Proseding Seminar
Nasional Ergonomi – Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI) dan Fakultas Teknologi
Pertanian UGM, Tanggal 13 September 2003.

Anda mungkin juga menyukai