Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH ERGONOMI

”REDESIGN MEJA DAN KURSI BELAJAR SELAMA KULIAH


DARING”

Dosen : Eka Mahyuni Lestari, S.K.M.,M.Kes.

DISUSUN OLEH :
ADINDA AYU 181000219

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Redesign Meja dan
Kursi Belajar” dengan tepat waktu.
Makalah “Redesign Meja dan Kursi Belajar” disusun guna memenuhi tugas Ibu
Eka Lestari Mahyuni, SKM, M. Kes. Selain itu, saya berharap tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada saya dan pembaca.
Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Eka Lestari
Mahyuni, SKM, M. Kes selaku dosen mata kuliah Ergonomi yang telah membantu
dan membimbing saya dalam mengerjakan tugas makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Medan, 3 Januari 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini, di Indonesia tampak terjadi pengembangan teknologi produksi yang


meningkat cepat, akan tetapi elemen manusia masih saja merupakan komponen kerja
yang signifikan dalam sistem produksi. Kemajuan teknologi secara konkrit membawa
perubahan terhadap rancangan kerja (job design) dari yang bersifat manual menjadi
mekanis (semi automatic) ataupun otomatis penuh (full-automatic). Hal ini dilakukan
dengan jalan menggantikan fungsi dan peran manusia (operator) dengan mesin, baik
sebagai sumber energi maupun kendali kerja. Sekalipun demikian, baik dalam sektor
manufaktur maupun jasa pelayanan (service), peran manusia masih juga lebih
diandalkan sebagai komponen kerja dalam proses produksi.
Dalam langkah perancangan suatu sistem produksi, maka salah satu tugas pokok
yang harus dilaksanakan adalah menetapkan secara rinci dan spesifik langkah-langkah
operasional dalam proses transformasi input menjadi finished goods output yang
dikehendaki. Masing-masing langkah operasi yang diperlukan bisa dilaksanakan oleh
manusia dan mesin yang lazim dikenal sebagai sistem manusia mesin (man-machine-
system), yang artinya kombinasi antara satu atau beberapa manusia dengan satu atau
beberapa mesin (peralatan, perlengkapan dan fasilitas), dimana salah satu dengan
yang lainnya akan saling berinteraksi untuk menghasilkan keluaran-keluaran
berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh. Hal ini secara skematis dapat dilihat
pada gambar dibawah ini :

Perencanaan kerja (work design) bertujuan untuk menentukan metode terbaik


dalam melaksanakan operasi-operasi kerja yang diperlukan dalam proses produksi.
Langkah perencanaan kerja pada hakikatnya merupakan tahapan paling kritis pada
saat perancangan sistem produksi yang baru. Lebih lanjut, pengembangan teknologi –
baik yang perangkat keras maupun lunak – yang dapat mengurangi biaya produksi,
introduksi produk-produk baru, dan kebutuhan untuk bisa mengantisipasi lingkungan
industri yang dinamis serta suasana kompetisi yang semakin ketat; membuat
perancangan kembali tata cara dan prosedur kerja menjadi suatu upaya yang vital,
penting dan bernilai strategis dalam meraih performans sistem produksi yang lebih
baik lagi.
Secara garis besar, maksud dan tujuan melakukan perancangan kerja (work
design ataupun redesign) adalah untuk meningkatkan produktivitas dan performans
kerja dari seluruh sistem produksi yang dicapai melalui :
1. Pengembangan tata cara kerja (work methods) lebih efektif dan efisien, terutama
ditujukan untuk aktivitas operasional yang diperlukan dalam proses produksi. Di
sisi lain, tentu saja harus dihindari aktivitas operasional yang tidak bermanfaat,
non produktif ataupun tidak terkait langsung dengan proses pemberian nilai
tambah.
2. Pengaturan kondisi lingkungan kerja yang lebih ergonomis, sehingga mampu
memberikan kenyamanan dalam arti fisik maupun sosial psikologis.
3. Pemanfaatan dan pendayagunaan secara maksimal semua potensi sumber daya
manusia secara terorganisir melalui analisis jabatan secara tepat. Di sini harus ada
kesesuaian antara kemampuan dam pengalaman seseorang dengan spesifikasi dan
persyaratan jabatan yang menjadi landasan keberhasilan pelaksanaan aktivitas-
aktivitas operaasional lainnya.
Langkah perancangan kerja biasanya dilaksanakan melalui dua tahap, yaitu
langkah studi dan analisa tata cara kerja (methods study atau job design) dan langkah
pengukuran kerja (work measurement atau time study). Dalam studi mengenai tata
cara kerja, di sini aktivitas-aktivitas operasioanl yang diperlukan, akan dianalisa
secara seksama untuk menentukan secara lebih detail lagi komponen tugas-tugasnya.
Proses analisis tugas-tugas ini akan melihat bagaimana pola hubungan kerja antara
manusia-mesin, lingkungan fisik kerja dalam sebuah stasiun kerja yang ada; sehingga
akan diperoleh kondisi kerja yang mau, serta mampu meningkatkan efektifitas
maupun efisiensi kerja. Seberapa jauh tata cara kerja yang sudah dirancang baik dan
seberapa banyak upaya perbaikan sudah dicapai, maka dalam hal ini memerlukan
aktivitas pengukuran kerja (work measurement) dengan langkah maupun tolok ukur
yang sudah ada.
Berkaitan dengan perancangan areal/stasiun kerja, maka ada beberapa aspek
ergonomis yang harus dipertimbangkan sebagai berikut :
a. Sikap dan posisi kerja
Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi berdiri, duduk atau
dalam sikap/posisi kerja yang lain, yang kadang-kadang cenderung membuat pekerja
kelelahan dan membuat banyak kesalahan. Maka, untuk menghindari sikap dan posisi
kerja yang tidak baik ini, hal yang harus dilakukan adalah :
1. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi
membungkuk dengan jangka waktu yang lama, dengan cara stasiun kerjanya
seperti meja kerja, kursi, dan lain-lain harus sesuai dengan data
anthropometri. Ketentuan ini diutamakan sekali pada pekerja dengan posisi
berdiri.
2. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang
bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak
jangkauan normal.
3. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu
yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam posisi miring
4. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau jangka
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level
siku yang normal.
b. Anthropometri dan Dimensi Ruang Kerja
Anthropometri pada dasarnya menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh
manusia termasuk di sini ukuran linier, berat, volume, ruang gerak, dan lain-lain. Data
anthropometri ini akan sangat bermanfaat di dalam perencanaan peralatan kerja atau
fasilitas-fasilitas kerja, yang sesuai dimensinya dengan ukuran tubuh operator maupun
didalam merencanakan dimensi ruang kerja itu sendiri. Biasanya, data anthropometri
yang digunakan antara 5-th dan 95-th percentile.
Dimensi ruang kerja dipengaruhi dua hal pokok, yaitu situasi fisik dan situasi
kerja yang ada. Di dalam menentukan dimensi ruang kerja, perlu diperhatikan antara
lain yaitu, jarak jangau yang bisa dilakukan oleh operator, batasan-batasan ruang yang
enak dan cukup memberikan keleluasaaan gerak operator dan kebutuhan area
minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan tertentu.
c. Kondisi Lingkungan Kerja
Operator diharapkan mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan
fisik kerja, seperti temperatur, kelembaban, getaran, pencahayaan, kebisingan dan
lain-lain; akan tetapi stres akibat kondisi lingkungan fisik kerja akan terus
berakumulasi dan secara tiba-tiba dapat menyebabkan hal yang fatal. Adanya
lingkungan fisik kerja yang bising, panas bergetar atau atmosfir yang tercemar, akan
memberikan dampak negatif terhadap performans maupun moral/motivasi kerja
operator. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempertimbang seluruh aspek
lingkungan fisik kerja yang memiliki potensi bahaya pada saat proses perancangan
stasiun kerja dan sistem pengendaliannya.
d. Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja
Beberapa ketentuan-ketentuan pokok yang berkaitan dengan prinsip ekonomi
gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan stasiun kerja :
1. Organisasi fasilitas kerja sehingga operator mudah menemukan lokasi
penempatan materiil (bahan baku, produk akhir atau limbah buangan/scrap),
spare-parts, peralatan kerja, mekanisme kontrol atau display yang
dibutuhkan tanpa harus mencari-cari.
2. Buat rancangan fasilitas kerja sesuai data antropometri (5-th sampai 95-th
percentile) agar operator bisa bekerja dengan leluasa dan tidak mudah lelah.
3. Atur suplai/pengiriman material ataupun peralatan secara teratur ke stasiun-
stasiun kerja yang membutuhkan
4. Atur tata letak fasilitas pabrik (facilities layout) sesuai dengan aliran proses
produksinya, dengan berdasarkan konsep “machine-after-machine”, yang
artinya meminimalkan jarak perpindahan material selama proses produksi
berlangsung.
5. Kombinasikan dua atau lebih peralatan kerja sehingga akan mempersingkat
proses kerja
Inti utama sebagai dasar pertimbangan untuk perancangan ini adalah memperoleh
kesederhanaan gerakan kerja, mengurangi waktu-waktu yang terbuang untuk kegiatan
yang tidak produktif dan tentu saja mencegah kelelahan kerja yang terlalu cepat.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Duduk memerlukan lebih sedikit tenaga dari pada berdiri, karena hal itu dapat
mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seseorang yang bekerja sambil
duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif. Namun,
sikap duduk yang keliru akan merupakan penyebab adanya masalah masalah
punggung, sebab tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat
duduk, dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Perancangan kursi kerja
harus dikaitkan dengan jenis pekerjaan, postur yang diakibatkan, gaya yang
dibutuhkan, 8 arah visual (pandangan mata), dan kebutuhan akan perlunya mengubah
posisi (postur). Kursi tersebut haruslah terintegrasi dengan bangku atau meja yang
sering dipakai. Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang dengan
metoda ‘floor-up’ yaitu dengan berawal pada permukaan lantai, untuk menghindari
adanya tekanan di bawah paha. Sebaiknya tidak memasang pijakan kaki (foot-rest)
yang juga akan menggangu ruang kerja kaki dan mengurangi fleksibilitas postur atau
posisi. Setelah ketinggian kursi didapat kemudian barulah menentukan ketinggian
meja kerja yang sesuai dan konsisten dengan ruang yang diperlukan untuk paha dan
lutut. Jika meja dirancang untuk tetap (tidak dapat dinaik-turunkan), maka perancanan
kursi hendaklah dapat dinaik turunkan sesuai dengan ketinggian meja, sehingga perlu
adanya pijakan kaki (foot-rest). Menurut Nurmianto, (1998) dalam system
pengembangan produk kursi, terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan,
antara lain :
1) Stabilitas produk; diharapkan suatu kursi mempunyai empat atau lima kaki untuk
menghindari ketidakstabilan produk. Kursi lingkar yang berkaki lima hendaklah
dirancang dengan posisi kaki kursi berada pada bagian luar proyeksi tubuh. Adapun
kursi dengan kaki gelinding (roller-feet) sebaiknya dirancang untuk permukaan yang
berkarpet, karena akan terlalu bebas (mudah) menggelinding pada lantai-vynill.
2) Kekuatan produk; kursi kerja haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga
kompak dan kuat dengan konsentrasi perhatian pada bagiab-bagian yang mudah retak
dilengkapi sistem mur-baut ataupun keling-pasak pada bagian sandaran tangan (arm-
rest) dan sandaran punggung (back-rest). kursi kerja tidak boleh dirancang pada
populasi dengan persentil kecil dan seharusnya cukup kuat untuk menahan beban pria
yang berpersentil 99th.
3) Mudah dinaik-turunkan (adjustable); ketinggian kursi kerja hendaklah mudah
diatur pada saat kita duduk, tanpa harus turun dari kursi.
4) Sandaran punggung; penting untuk menahan beban punggung ke arah belakang
(lumbar spine). Hal itu haruslah dirancang agar dapat digerakkan naik-turun maupun
maju mundur. Selain itu, harus pula dapat diatur fleksibilitasnya sehingga sesuai
dengan bentuk punggung.
5) Fungsional; bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam
alternatif perubahan postur (posisi).
6) Bahan material; tempat dan sandaran punggung harus dilapisi dengan material
yang cukup lunak.
7) Kedalaman kursi sesuai dengan dimensi panjang antara lipatan lutut (popliteal) dan
pantat (buttock);
8) Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 percentil populasi
9) Lebar sandaran punggung sama dengan lebar punggung wanita 5 percentil
populasi;
10) Bangku tinggi harus diberi pijakan kaki yang dapat digerakkan naik-turun.

Dalam perancangan meja kerja tinggi meja kerja harus disesuaikan dengan posisi
kerja yang dilakukan oleh pengguna meja. Untuk mendesain ketinggian landasan
kerja untuk posisi duduk secara prinsip hampir sama dengan desain ketinggian
landasan kerja pada posisi berdiri (Tarwaka, 2010). Untuk mendesain landasan kerja
berupa meja dengan posisi kerja duduk perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:1) Untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian (menulis, membaca, mengetik
dan merakit) dengan maksud untuk mengurangi pembebanan statis pada otot bagian
belakang, maka tinggi landasan kerja adalah 5–10 cm di atas tinggi siku duduk.2)
Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat, maka tinggi landasan
kerja adalah 10–15 cm di bawah tinggi siku duduk.3) Panjang meja Ukuran panjang
meja berpedoman pada panjang jangkauan tangan 5 per centil ukuran terbesar dari
sampel (Al-Saleh, et al., 2013). 4) Lebar mejaUkuran lebar meja
minimumberpedoman pada jangkauan tangan 95 per centil ukuran terkecil dari
sampel (Al-Saleh, et al., 2013).

Lay-Out dalam daerah kerja, untuk menjaga agar pekerjaan tetap berada dalam
wilayah kerja yang normal, maka tidaklah cukup dengan mengoptimasi lay-out
tempat kerja. Namun, lay-out tersebut seharusnya juga menghasilkan posisi anatomi
alami yang baik
Sebelum redesign, dengan ukuran ruangan belajar 4x4 m² dengan tinggi ruangan
4 m. Ukuran meja belajar dengan panjang 40 cm, lebarnya dengan ukuran 91 cm, dan
tingginya berukuran 72 cm. Pada bagian kursi dengan ukuran panjangnya 45 cm,
lebarnya dengan ukuran 42 cm, dan tingginya berukuran 37 cm. Jarak pandangan dari
mata ke layar 51 cm dan tinggi laptop 22,4 cm.

Pada bagian kursi didesign awal tidak memiliki sandaran untuk menahan beban
punggung kearah belakang (lumber spine) dan tidak memiliki penyanggang tangan
untuk menompang beban kedua tangan, yang berakibatkan pegal bagian punggung
dan tangan. Dengan tinggi kursi rendah yang mengakibatkan ketidaknyamaan saat
belajar berlangsung.
Pada bagian meja yang lebih rendah mengakibatkan postur tubuh saat belajar
membungkuk dan menyebabkan pegal pada tungkuk leher serta jangkauan tangan
terhadap computer juga menjadi tidak efisien. Jarak pandang mata terhadap layar
komputer tidak tegak lurus akibatnya kepala menunduk kearah bawah mengikuti
mengikuti arah meja belajar. Pada bagian kanan meja terdapat printer yang
menyebabkan tangan kanan menggerakan mouse tidak leluasa menggunakannya yang
membuat tidak nyaman.
Duduk untuk jangka waktu yang lama menyebabkan peningkatantekanan dari
punggung, leher, lengan dan kaki dan dapat menambahkansejumlah besar tekanan
pada otot punggung dan diskus tulangbelakang. Beberapa struktur anatomis elemen-
elemen tulang punggung bawah antara lain : tulang, ligamen, tendon, diskus, otot dan
saraf diduga memiliki peran yang besar untuk menimbulkan rasa nyeri.
Sesudah redesign, Pada bagian meja belajar sudah berubah ukurannya dengan
panjang 80 cm, lebar dengan ukuran 150 cm, dan tingginya dengan ukuran 77 cm.
Bagian meja juga menambahan laci meja belajar membuat barang-barang diletakan di
dalam laci meja belajar. Pada bagian di atas meja sudah berubah posisi printer dari
sebelumnya bagian kanan yang membuat tangan kanan menggerakan tidak leluasa
menggerak mouse ketika sedang belajar berubah ke bagian sebelah kiri meja, dan
penambahan aroma terapi diatas meja.
Dengan design meja belajar seperti membuat lebih nyaman ketika sedang belajar,
dikarenakan pada bagian kursi sudah lebih tinggi dari sebelumnya dengan ukuran 53
cm, panjangnya dengan ukuran 52 cm, dan lebarnya dengan ukuran 82 cm. Ketika
setelah di design jarak pandangan dari mata ke layar 51 cm.
Pada bagian kursi juga sudah memiliki sandaran punggung membuat menopang
beban punggung, dan memiliki sandaran tangan yang membuat tahan bisa beristirahat
atau menompang beban tangan.
Penambahan catatan kecil dan kalender membuat area meja belajar lebih rapi dan
lebih leluasa serta lebih nyaman saat ingin meletakkan barang seperti buku-buku,
binder dan laptop.
BAB III
SEBELUM REDESIGN DAN SESUDAH REDESIGN

A. Sebelum Redesign

B. Sesudah Redesign
DAFTAR PUSTAKA

Nurmianto, Eko. 2020. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi ke-2.
Surabaya. Prima Printing.
Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Edisi ke-1.
Surabaya. Prima Printing.

Anda mungkin juga menyukai