Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi
Ergonomi tentunya menjadi keinginan semua pegawai. Selain memberikan rasa
aman dan nyaman, ergonomi akan berdampak pada psikologis positif para pegawai
dalam bekerja. Berikut penjelasan lebih lengkap mengenai ergonomi.

2.1.1 Pengertian Ergonomi


Menurut Odgers dalam Sukoco (2007:207) ergonomi adalah ilmu terapan
yang digunakan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tingkat
kenyamanan, efisiensi dan keamanan dalam mendesain tempat kerja demi
memuaskan kebutuhan fisik dan psikologis pegawai di kantor. Selain itu pengertian
lain dari ergonomi dapat juga dikatakan sebagai usaha mengintegrasikan
penggunaan ruang, perabot kantor, peralatan, mesin kantor dan faktor lain-lain yang
dapat memengaruhi psychologics seseorang seperti: warna, cahaya, suara, udara
(temperatur) dan budaya (Quible dalam Chaniago, 2013: 70).
Istilah ergonomi lebih populer diguakan oleh beberapa negara Eropa Barat,
sedangkan di Amerika istilah ergonomi dikenal dengan human factors engineering
atau human engineering. International Ergonomics Association (2002) ergonomi
adalah disiplin ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan elemen-
elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang menerapkan teori, prinsip, data
dan metode untuk merancang agar dapat mengoptimalkan kesejahteraan manusia
dan keseluruhan sistem kerja. Ergonomi berkontribusi pada perancangan dan
evaluasi tugas, pekerja, produk, lingkungan dan sistem agar sesuai dengan
kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia. Adapun pengertian lain dari
ergonomi menurut Chaniago (2013: 70) yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
menciptakan kenyamanan dan keamanan (tidak membahayakan) bagi orang yang
bekerja di lingkungan kerja tersebut.

8
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ergonomi
ini mengenai tingkat keamanan, kenyamanan, serta efisiensi tempat kerja dengan
menerapkan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang serta menyediakan
kebutuhan fisik dan psikologis pegawai di tempat kerja (Odgers, 2005; Quible,
1996; International Ergonomics Asociation, 2002).

2.1.2 Manfaat Ergonomi


Jika perusahaan menerapkan ergonomi pada lingkungan kerja pegawainya,
maka perusahaan akan mendapatkan manfaat. Adapun manfaat yang dapat
diperoleh perusahaan jika mampu mengimplementasikan ergonomi dengan optimal
menurut Priansa dan Damayanti (2015:111-112), diantaranya:

1. Meningkatkan semangat kerja, seperti menambah kecepatan kerja, ketepatan,


keselamatan kerja, mengurangi energi serta kelelahan yang berlebihan;
2. Mengurangi waktu, biaya pelatihan dan pendidikan;
3. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan
keterampilan yang diperlukan;
4. Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan
peralatan yang disebabkan kesalahan manusia;
5. Meningkatkan kenyamanan pegawai dalam bekerja.

Di samping banyaknya manfaat yang didapatkan oleh perusahaan jika


menerapkan ergonomi terhadap lingkungan kerjanya, ada pula dampak
negatifnya yaitu pengeluaran perusahaan akan semakin besar (Chaniago, 2013).
Tentunya demi menerapkan lingkungan kerja yang nyaman dan aman, kebutuhan
perusahaan akan semakin bertambah dan pengeluaran pun akan semakin besar.
Namun, untuk mencapai keamanan dan kenyamanan pegawai pada lingkungan
kerjanya dibutuhkan upaya yang tinggi.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang


menerapkan office ergonomics akan memiliki banyak keuntungan, namun ini
dikembalikan kepada perusahaan akan menerapkannya berapa persen. Semakin
tinggi penerapan yang dilakukan tentu semakin tinggi pula keuntungan yang
didapatkan perusahaan, begitupun sebaliknya. Namun, dari penerapan ergonomis
ini terdapat dampak negatifnya yaitu perusahaan harus mengeluarkan biaya yang
lebih tinggi. (Priansa dan Damayanti, 2015; Chaniago, 2013)

2.1.3 Faktor-faktor Ergonomi


Suatu perusahaan yang akan mengimplementasikan ergonomi terhadap
lingkungan kerjanya tentu membutuhkan faktor-faktor yang harus dipenuhi.
Faktor-faktor ini bisa dijadikan tolak ukur serta pedoman dalam pelaksanaan
ergonomi lingkungan kerja. Adapun faktor-faktor ergonomi yang perlu
dipertimbangkan menurut Wignjosoebroto (dalam Priansa dan Damayanti,
2015:122-124) sebagai berikut:

1. Sikap dan Posisi Kerja.


Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang baik, pertimbangan-
pertimbangan ergonomi menyarankan:
a. Mengurangi keharusan pegawai untuk bekerja dengan sikap dan posisi
membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu
lama dengan merancang fasilitas kerja, seperti meja kerja, kursi, dll.;
sesuai dengna data antropometri agar pegawai dapat menjaga sikap dan
posisi kerjanya tetap tegak dan normal;
b. Pegawai diharuskan menggunakan jarak jangkauan normal
(konsep/prinsip ekonomi gerakan), sehingga memberikan sikap dan
posisi kerja yang nyaman;
c. Pegawai tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk
waktu yang lama dengan kepala, leher, dada, atau kaki berada dalam
sikap atau posisi miring dan posisi terlentang/tengkurap;
d. Pegawai tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi di atas
level siku yang normal.
2. Antropometri dan Dimensi Ruang Kerja
Antropometri pada dasarnya menyangkut ukuran fisik atau fungsi ruang gerak,
dan lain-lain. Persyaratan ergonomi mensyaratkan agar peralatan dan fasilitas
kerja disesuaikan dengan orang yang menggunakan khususnya yang
menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dimensi ruang kerja akan dipengaruhi oleh
dua hal pokok yaitu situasi fisik dan situasi kerja yang ada.
Pada saat menentukan dimensi ruang kerja yang perlu diperhatikan adalah
jarak jangkau yang bisa dilakukan oleh pegawai, batasan-batasan ruang yang
enak dan cukup memberikan keleluasaan gerak pegawai dan kebutuhan area
minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan tertentu.
a. Kondisi Lingkungan Fisik.
Dalam ergonomi sangat mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan
fisik kerja yang memiliki potensi bahaya pada saat proses perancangan
ruang kerja. Dengan demikian kondisi-kondisi bahaya tersebut bisa
diantisipasi dan diberi tindakan-tindakan preventif sebelumnya.
b. Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja.
Prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam
perancangan ruang kerja, adalah:
a) Organisasi fasilitas kerja, sehingga pegawai secara mudah akan
mengetahui lokasi penempatan materiil, spare-part, peralatan
kerja, mekanisme kontrol dan lain-lain;
b) Buat rancangan fasilitas kerja dengan dimensi yang sesuai
dengan data antropometri dalam range 5 sampai 95-th percentile
agar pegawai bisa bekerja dengan leluasa dan tidak cepat lelah;
c) Atur suplay/pengiriman material ataupun peralatan secara
teratur ke ruang kerja yng membutuhkan;
d) Bakukan rancangan lokasi dari peralatan kerja untuk model atau
tipe yang sama;
e) Buat rancangan kegiatan kerja sedemikian rupa sehingga akan
terjad keseimbangan kerja antara tangan kanan dan tangan kiri;
f) Atur tata letask fasilitas ruang kerja sesuai dengan aliran proses
produksinya;
g) Kombinaksikan dua atau lebih peralatan kerja sehingga akan
memperkuat proses kerja.
c. Energi Kerja yang Dikonsumsikan
Aplikasi prinsip-prinsip ergonomi dan ekonomi gerakan dalam tahap
perancangan dan pengembangan sisitem kerja secara umum dapat
meminimalkan energi yang harus dikonsumsikan dan meningkatkan
efisiensi output kerja itu sendiri.

Selain itu menurut Chaniago (2013: 72-74) faktor-faktor yang dapat dipenuhi
untuk mencapai lingkungan fisik yang ergonomi antara lain meja kerja, kursi,
ruang kerja, komputer, mesin-mesin, tangga, koridor, toilet, ruang tamu dan tempat
parkir (Tabel 2.1). Ada beberapa indikator untuk melihat apakah faktor-faktor
tersebut ergonomi atau tidak, antara lain:
Tabel 2.1 Faktor-faktor Ergonomi beserta Indikatornya
Faktor-faktor Indikator Ergonomi
Meja Kantor 1. Kesesuaian dengan ukuran tubuh manusia (tinggi dan
besarnya)
2. Kesesuaian bentuk meja dengan tubuh
3. Kemudahan gerak dalam bekerja
4. Terbuat dari bahan yang kuat, sehingga memberikan rasa
tenang saat menggunakannya
5. Memiliki warna yang memberikan rasa nyaman saat
menggunakan meja
Kursi 1. Kesesuaian dengan ukuran pinggul
2. Kemudahan gerak kursi kantor (vertical dan horizontal
dan berputar)
3. Flexibilitas/kesesuaian penyangga punggung denga
punggung pengguna
4. Terbuat dari bahan yang kuat, sehingga memberikan rasa
aman saat menggunakannya
5. Bahan jok terbuat dari bahan yang memudahkan sirkulasi
udara, seperti kain.
Ruang Kerja 1. Memiliki cahaya yang cukup terang, tidak menyilaukan
mata
2. Memiliki pintu dan jendela yang cukup
3. Surkulasi udara bersih, tidak pengab dan tidak berbau
4. Udara tidak lembab
5. Tidak bising dan menimbulkan suara bergema
6. Warna dinding dan lantai memberikan kesan nyaman
Faktor-faktor Indikator Ergonomi
7. Lantai dan dinding bersih
8. Lantai tidak berkilat dan tidak licin
9. Kabel-kabel listrik tertata, sehingga kemungkinan
konsleting listrik kecil
10. Fiting listrik tertata dan dekat dengan meja kerja
11. Luas ruang kerja memadai
Komputer 1. Radiasi layar monitor rendah
2. Tampilan teks dimonitor mudah dilihat
3. Tidak menimbulkan suara berdenging
4. Keyboard cuup empuk/menggunakannya cukup dengan
sentuhan ringan
Mesin kantor 1. Menimbulkan rasa aman dan nyaman saat
lainnya menggunakannya
2. Memiliki pengaman dari kemungkinan timbulnya suara
gaduh, konsleting listrik, getaran dan lainnya
3. Terbuat dari bahan yang kuat
4. Terbuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan
pemakainya
5. Memiliki tombol pengendali dan mematikan secara
otomatis bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
6. Memiliki tanda-tanda tertentu (teks, lambang-lambang)
yang mudah dimengerti untuk mengoperasikannya.
Tangga 1. Terbuat dari bahan yang kuat
2. Tidak licin
3. Tidak terlalu curam (miring), ketinggian antar tangga 25
cm – 30 cm
4. Memiliki pagar pengaman untuk pegangan tangan
menaiki/tangga
Koridor 1. Lantai tidak licin
2. Lebar minimal dapat dilewati dua orang yang berpapasan
3. Cahaya cukup terang
4. Ventilasi dan sirkulasi yang baik
Toilet 1. Lantai tidak licin
2. WC terbuat dari bahankuat dan mudah digunakan
3. Cahaya cukup
4. Ventilasi dan sirkulasi udara yang baik
5. Air dari keran berfungsi
6. Tersedia tisu dan kaca
Faktor-faktor Indikator Ergonomi
7. Tersedia sabun pembersih tangan
Ruang Tamu 1.Cahaya cukup
2.Ventilasi dan sirkulasi udara bagus
3.Tidak bising
4.Bersih dari debu, bau dan kotoran lainnya
5.Kursi dan meja tamu terbuat dari bahan yang kuat dan
nyaman untuk diduduki
6. Mempunyai luas yang cukup
7. Terdapat asesoris lainnya berupa TV, Tempat Koran,
tempat minum
Tempat 1. Contour tanah tidak miring
Parkir 2. Lantai terbuat dari bahan yang padat dan rata
3. Memiliki pagar dan pintu pengaman (tidak bisa masuk dari
sembarang tempat)
4. Memiliki luas yang memadai untuk tamu dan karyawan
kantor yang bersangkutas
5. Terdapat alat-alat pengaman K3 (Keamanan dan
Keselamatan kerja) berupa tabung api, obat-obat ringan
dan lainnya
Sumber: modifikasi Chaniago, 2013: 72-74

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor dari


ergonomi antara lain meja kerja, kursi, ruang kerja, komputer, mesin-mesin, tangga,
koridor, toilet, ruang tamu dan tempat parkir (Chaniago, 2013).

2.2 Lingkungan Kerja Fisik


Lingkungan kerja fisik menurut Nitisemito (2005:142) adalah segala sesuatu
yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Misalnya kebersihan, musik
dan lain-lain. Lingkungan kerja merupakan suatu tempat baik tertutup maupun
terbuka, juga sangat dipengaruhi oleh berbagai jenis proses dan bentuk layanan
pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi perusahaan (Kuswana S.W, 2014: 164).
Lingkungan fisik dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu: (Sedarmayanti,
2009:26)
a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai (seperti: pusat
kerja, kursi, meja, dan sebagainya)
b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum (seperti kantor, pabrik, kota,
sistem raya). Lingkungan perantara juga disebut lingkungan kerja yang
mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembapan,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, warna dan lain-lain.
Menurut Robbins (2006) lingkungan kerja adalah lembaga-lembaga atau
kekuatan-kekuatan di luar yang berpotensi mempengaruhi kinerja organisasi,
lingkungan dirumuskan menjadi dua yaitu lingkungan umum dan khusus.
Lingkungan umum adalah segala sesuatu di luar organisasi yang memiliki potensi
untuk mempengaruhi organisasi. Sedangkan lingkungan khusus adalah bagian
lingkungan yang secara langsung berkaitan dengan pencapaian sasaran-sasaran
sebuah organisasi.
Menurut Nuraida (2014: 174) faktor-faktor yang termasuk dalam lingkungan
kerja fisik diantaranya adalah cahaya, warna, udara, suara dan musik. Sedangkan
menurut Sukoco (2007: 206) lingkungan perkantoran terdiri dari lingkungan yang
sehat, sistem pencahayaan, warna, kontrol suara, udara, musik, konservasi energi
dan keamanan kantor.
Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan kerja
fisik adalah semua hal yang ada di sekitar pegawai, serta dapat dirasakan oleh
anggota tubuh pegawai pada saat menjalankan pekerjaannya. Lingkungan fisik
terbagi menjadi dua yaitu lingkungan yang langsung dan lingkungan perantara.
Lingkungan yang langsung ini seperti kursi, meja, komputer, mesin-mesin dan
sebagainya. Sedangakan lingkungan perantara merupakan lingkungan kerja yang
dapat mempengaruhi kondisi manusia, seperti cahaya, tata warna, udara,
bunyi/suara, keamanan kantor dan sebagainya. (Nitisemito, 2002; Sedarmayanti,
2009)

Berikut ini adalah faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi


kondisi pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya:
2.2.1 Cahaya
Menurut McShane dalam Sukoco (2007: 208) mendeskripsikan bahwa 80
sampai 85 persen informasi yang diteriam pegawai dikantor adalah menggunakan
indera penglihatan (mata). Hal ini yang menjadikan kenyamanan visual bagi
pegawai di kantor sangat penting karena akan mempengaruhi produktivitas
pegawai. Oleh karena itu, sisitem pencahayaan yang efektif harus
memperhitungkan kualitas dan kuantitas cahaya yang sesuai dengan tugas, ruangan,
serta pegawai itu sendiri.
Menurut Rahmawati (2014: 72) karakteristik yang harus dipenuhi oleh
sistem penerangan kantor adalah:
1. Equivalent Spherical Illumination (ESI): mengukur tingkat efisiensi sistem
penrangan, yaitu tingkat silau dan pemantulan. Maks 60, min 40.
2. Visual Comfort Probability (VCP): rasio tingkat terang langsung dan lebih
dari 0,70 nilai VCP 0,80 berarti 80% pegawai yang duduk pada area yang
tidak diinginkan tidak merasa terganggu atau silau dengan sistem
pencahayaan.
3. Task Illumination (TI): ukuran foot candle, mengukur jumlah cahaya pada
area kerja. Nilai TI 100-159 foot candle.
Foot candle adalah banyaknya cahaya yang dipancarkan dari lilin ukuran
biasa pada sebuah benda yang berjarak satu kaki (30,84 cm) dari lilin
tersebut (Sedarmayanti dalam Nuraida, 2014: 175).
Tabel 2.2 Saran-saran Mengenai Besarnya Cahaya (Foot Candle)
Macam Pekerjaan Foot Candle
Pekerjaan yang memerlukan penglihatan tajam. 50
Contoh: memeriksa perhitungan, pembukuan, menggambar.
Pekerjaan yang memerlukan penglihatan biasa. 30
Contoh: surat menyurat, mengurus arsip, rapat, pengiriman dan
penerimaan surat.
Pekerjaan yang membutuhkan penglihatan sepintas lalu. 10
Contoh: aktivitas dalam ruang resepsi, tangga gedung, kamar
mandi.
Pekerjaan yang memerlukan penglihatan sederhana. 5
Contoh: untuk lorong atau jalan/gang di dalam gedung.
Sumber: Gie, 2009: 215
Mcshane (dalam Sukoco, 2007: 209) menjelaskan, bahwa ada empat jenis
pencahayaan yang digunakan di kantor, antara lain:
1. Ambient lighting, yang digunakan untuk memberikan pencahayaan
keseluruhan ruangan dan biasanya dipasang pada langit-langit ruang kantor.
2. Task lighting, yang digunakan untuk menerangi area kerja seorang pegawai,
misalnya meja kerja. Meskipun menawarkan lebih banyak kontrol bagi
pegawai, namun jenis cahaya ini jaang digunakan kantor-kantor di
Indonesia karena alasan kepraktisan. Jenis pencahayaan ini digunakan
untuk pekerjaan yang membutuhakan tingkat ketelitian tinggi.
3. Accent lighting, yang digunakan untuk memberikan cahaya pada area yang
akan dituju. Biasanya jenis lampu ini dirancang pada lorong sebuah kantor
atau area lain yang membutuhkan penerangan.
4. Natural lighting, biasanya berasal dari jendela, pintu kaca, dinding, serta
cahaya langit. Jenis cahaya ini akan memberikan dampak positif bagi
pegawai, namun cahaya ini tidak selalu tersedia.
Dari teori-teori di atas dapat dilihat bahwa cahaya di suatu lingkungan kerja
sangat penting. Cahaya yang sesuai dengan jenis pekerjaan pegawai akan
memberikan kenyamanan pada mata agar tidak cepat lelah. Misalnya untuk
pekerjaan yang membutuhkan konsenterasi serta detail yang tinggi maka cahaya
lebih terang dari pegawai biasa yang bekerja menggunakan komputer atau
menambah lampu khusus. (McShane, 1997; Gie, 2009)
1.2.2 Tata Warna
Warna juga merupakan faktor penting utuk meningkatkan efisiensi kerja
pegawai. Warna mempunyai pengaruh penting terhadap penerangan kantor.
Perusahaan dapat menggunakan warna-warna muda apabila ingin menghemat biaya
penerangan. Penggunaan tata warna dalam kantor berpengaruh besar terhadap
keadaan psikologis atau perasaan seseorang. Setiap warna mempunyai pengaruh
yang berlainan terhadap orang, atau setiap orang akan menunjukkan reaksi yang
berbeda terhadap warna-warna tertentu (Nuraida, 2014: 176). Akan tetapi, secara
umum pengaruh warna dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Pengaruh Warna
Warna Jarak Temperatur Efek Psikis
Putih Netral Dingin Ketenangan
Biru Jauh Dingin/sejuk Keleluasaan,
ketenteraman
Hijau Jauh Sangat dingin Menyenangkan
atau netral
Merah Dekat Panas Merangsang
kegembiraan dan
kegiatan kerja,
tetapi juga bisa
mengganggu
Oranye Sangat dekat Sangat hangat Merangsang
Kuning Dekat Hangat Merangsang
kegembiraan,
melenyapkan
perasaan tertekan
Cokelat Sangat dekat Netral Merangsang
Ungu Sangat dekat Dingin Agresif
Hitam Sangat dekat Panas (menyerap Agresif,
cahaya besar) menakutkan,
menolak,
mengganggu
Sumber: Nuraida, 2014: 176

Efek warna-warna ini dapat digunakan dalam pemilihan warna pada dinding
kantor, langit-langit, lantai, karpet, tirai, perabotan kantor, dan lain-lain. Ruangan
kantor sebaiknya menggunakan bermacam-macam warna. Indonesia yang
tergolong memiliki iklim panas, sebaiknya digunakan warna biru, hijau dan abu-
abu untuk memberi suasana sejuk (Gie, 2009:217).

Dalam mendesain warna kantor dilakukan berdasarkan sifat pekerjaan yang


dilakukan di dalam ruang kerja tersebut. Misalnya, ruang pimpinan atau ruang
manajerial membutuhkan konsentrasi tinggi dalam bekerja sehingga perlu desain
ruangan yang bisa menimbulkan efek tenang. Untuk ruang karyawan operasional
atau pekerjaan yang bersifat monoton, warna yang sesuai adalah warna-warna cerah
yang dapat menimbulkan semangat. Misalnya memberi kesan warna cerah atau
menyala pada tiang, pintu atau benda-benda tertentu yang ada di dalam ruangan
kantor tersebut (Rahmawati, 2014: 75).
Dapat disimpulkan bahwa warna-warna dari dinding ruangan tempat kerja,
langit-langit, lantai, karpet, tirai, perabotan kantor dan sebagainya dapat
menimbulkan efek psikologis bagi pegawai yang bekerja di ruangan tersebut. Maka
memilih warna untuk elemen-elemen terebut sangat penting. Dengan menggunakan
warna terang atau netral selain menimbulkan kesan ceria atau ketenangan tetapi
juga dapat memberikan pantulan cahaya yang baik. Sedangkan untuk warna yang
gelap dapat menimbulkan kesan sempit serta drama yang lebih kuat, selain itu
cahaya akan menyerap dan pantulan cahaya yang diberikan menjadi berkurang.
(Gie, 2009; Nuraida, 2014; Rahmawati, 2014)

2.2.3 Udara
Faktor udara yang sangat penting adalah suhu udara dan banyaknya uap air
pada udara itu sendiri. Tubuh manusia secara terus-menerus mengeluarkan panas
agar dapat terus hidup. Untuk dapat memancarkan panas itu perlu udara yang lebih
rendah daripada suhu badan manusia. Badan manusia yang normal mempunyai
suhu 37 derajat Celcius.Cara lain untuk mengeluarkan panas dari tubuh manusia
adalah dengan menguapkan peluh. Agar peluh dari badan manusia dapat menguap
sepenuhnya, perlu udara yang cukup kering untuk menerima uap baru.
Udara di Indonesia terlampau panas dan lembab, sehingga orang tidak dapat
memancarkan panas dari tubuhnya dengan sebaik-baiknya. Udara tropis yang panas
dan lembab mempunyai pengaruh menekan terhadap perkembangan tenaga dan
daya cipta seseorang. Udara yang panas membuat orang mudah mengantuk, cepat
lelah dan kurang bersemangat (Gie, 2009: 219).
Soetarman mengemukakan beberapa hal sebagai usaha yang dapat mengatasi
udara yang panas-lembab tersebut, yaitu.
1. Mengatur suhu udara dalam ruang kerja dengan alat Air Conditioning.
Walaupun alat tersebut mahal harganya, tetapi bagi pekerjaan-pekerjaan
yang membutuhkan ketelitian yang tinggi, alat ini merupakan keharusan
jika ingin mutu pekerjaan yang tinggi.
2. Mengusahakan peredaran udara yang cukup dalam ruang kerja. Hal ini
dapat tercapai dengan membuat lubang-lubang udara yang cukup banyak
pada dinding-dinding ruangan kerja. Demikian pula sewaktu bekerja
jendela-jendela di buka sebanyak mungkin.
3. Mengatur pakaian kerja yang baik dipakai oleh pegawai. Untuk bekerja di
Indonesia, mengenakan pakaian jas lengkap dengan dasi secara Barat adalah
kurang tepat. (dalam Gie, 2009: 220)

Terpenuhinya kualitas dan kuantitas udara yang baik akan memberikan


banyak keuntungan bagi perusahaan, antara lain:
1. meningkatkan produktivitas kerja;
2. meningkatkan mutu kerja kantor;
3. menjaga kesehatan pegawai;
4. meningkatakan semangat kerja; dan
5. menimbulkan kesan yang menyenangkan bagi para tamu (Nuraida, 2014:
178)
Bisa dibayangkan jika pegawai bekerja di dalam ruang kerja yang panas dan
pengab karena sirkulasi udara buruk, tentu tidak akan betah dalam bekerja. Udara
yang segar atau bersih harus diusahakan ada dalam ruangan tempat kerja. Menurut
American Society of Heating and Ventilating Engineering (dalam Gie, 2009:219),
suhu udara yang nyaman bagi sebagian besar pekerja adalah 25,6oC, dengna nilai
kelembapan 45%.
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan udara yang berada di tempat
kerja harus sangat diperhatikan. Sirkulasi udara harus baik, dengan begitu udara
yang ada di tempat kerja akan bersih dan tidak pengab. Di era yang semakin
canggih, teknologi dapat membantu menjaga udara selalu bersih yaitu dengan
menggunakan AC (Air Conditioning). Dengan udara yang selalu bersih, pegawai
akan merasa nyaman selama bekerja yaitu delapan jam dalam sehari. (Gie, 2009)
2.2.4 Bunyi/Suara
Untuk pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi, faktor suara dapat
memengaruhi efisiensi pegawai karena suara yang bising dapat mengganggu dan
dapat berpengaruh pada kesehatan pekerja. Menurut Moekijat (dalam Nuraida,
2014: 178-179), pengaruh suara yang gadung adalah sebagai berikut.
1. Menimbulkan gangguan mental dan saraf pegawai.
2. Menimbulkan kesulitan berkonsentrasi, mengurangi hasil, menigkatkan
kesalahan, menimbulkan kesulitas menggunakan telepon dan menciptakan
lebih banyak ketidakhadiran.
3. Menambah kelelahan dan mengurangi semangat kerja pegawai.
Berikut adalah beberapa sumber kebisingan hasil dari penelitian Ayr, Cirillo,
Fato dan Martellotta (dalam Sukoco, 2007:217):
Tabel 2.4 Sumber Kebisingan
Orang Telepon Suara dari HVAC Peralatan
berbicara berbunyi luar kantor system* kantor
Seluruh sampel 31% 8% 11% 34% 16%
Ruang baca 47% 9% 14% 26% 4%
Kantor tunggal 7% 18% 21% 27% 27%
Kantor tanpa AC 14% 33% 13% - 40%
Kantor ber-AC 21% 10% 12% 41% 16%
*HVAC systems: heating, ventilating, and air conditioning system (sistem pemanas,
ventilasi dan AC)
Sumber kebisingan suara bisa berasal dari dalam kantor maupun dari luar
kantor. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebisingan
antara lain:
1. Membuat teknik konstruksi bangunan yang efektif.
2. Menggunakan peralatan kantor yang tidak menimbulkan suara bising,
seperti mesin dengan suara yang halus, mesin tik yang tidak bising dan
sebagainya.
3. Mengunakan material penyerap suara di dinding, jendela atau lantai yang
bisa menyerap dan mengisolasi suara. Material yang paling efisien
digunakan adalah karpet.
4. Menjauhkan peralatan yang menimbulkan suara bising. Misalnya
menempatkan generator di ruangan yang jauh/tersendiri. (Nuraida,
2014:179)
Maka dapat disimpulkan polusi suara dapat mengurangi konsentrasi pegawai.
Polusi suara dapat timbul dari berbagai macam kegiatan seperti orang berbicara,
bunyi telepon, suara yang dikeluarkan oleh mesin/peralatan kantor dan sebagainya.
Adanya polusi suara ini tentu dapat mengganggu pekerjaan pegawai. Perusahaan
harus meminimalisasikan polusi suara tersebut dengan menggunakan material
penyerap suara seperti karpet. (Ayr, Cirillo, Fato dan Martellotta, 2003; Nuraida,
2014)
2.2.5 Keamanan Kantor
Menurut Dewi (2011:194-195) keamanan kantor dapat dikelompokkan dalam
dua golongan yaitu keamanan fisik dan keamanan hasil pengolahan.
1. Keamanan fisik
Keamanan fisik merupakan keamanan terhadap kemungkinan gangguan fisik
seperti pencurian, perusakan fisik, kebakaran, banjir dan lain-lain yang sejenis.
Bahaya pencurian atau perusakan fisik dapat dilakukan dengan menggunakan
penjaga dan keamanan konstruksi bangunan yang dapat mencegah
kemungkinan gangguan fisik tersebut terjadi. Salah satu pencegahan untuk
mengurangi bahaya kebakaran yaitu dengan menerapkan peraturan larangan
merokok/pembakaran sesuatu pada daerah tertentu. Namun tetap tersedia alat
pemadam kebakaran (sebaiknya CO2 karena sifatnya merusak komponen
elektronik). Untuk terhindar dari hilang/rusaknya arsip atau dokumen yang
disebabkan oleh kemungkinan gangguan fisik di atas dapat digunakan berbagai
cara, antara lain:
a. Penggunaan lemari tahan air, tahan ledakan dan radiasi radio.
b. Penggunaan arsip dengan sistem non father-grandfather, dimana yang
tidak aktif disimpan di tempat lain yang lebih aman.
2. Keamanan hasil pengolahan
Hasil pengolahan tidak luput dari kemunginan terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan. Sebagai contoh seperti:
a. Program yang dinilai telah benar, pada waktu pelaksanaannya
dimanipulasi sehingga menguntungkan orang tertentu.
b. Data tertentu dapat diubah ketika proses pengerjaan data.
c. Dokumen input dipalsukan
d. Serta tindakan lainnya yang sejenis.

Hal-hal berikut dapat dilakukan agar hasil pengolahan data terhindar dari hal-
hal yang tidak diinginkan, diantaranya:
a. Sebelum program digunakan, sekali lagi diperiksa dengan menggunakan
tes data yang telah diketahui.
b. Setiap kali di run, dibuat listing program.
c. Setiap kali run, dituliskan output total tertentu
d. Melakukan pencatatan terhadap penggunaan komputer dan arsip yang ada
e. Seleksi tenaga kerja untuk komputer/IT lebih selektif
f. Adakan monitoring terhadap pelaksanaan serta hasil yang telah
dikirimkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, keamanan baik fisik pegawai maupun hasil


pengolahan data sama pentingnya. Perusahaan tidak dapat mencapai tujuan
organisasinya jika keamanan fisik pegawai tidak diperhatikan, dampak yang akan
timbul adalah kecelakaan dalam bekerja dan jika terus terjadi perusahaan akan
merugi. Begitu pula jika hasil pengolahan data tidak diamankan dengan baik, data-
data penting perusahaan bisa hilang dan dapat mengganggu pegawai dalam bekerja.
Pegawai serta data merupakan aset penting perusahaan, oleh karena itu perusahaan
harus menjaga keamanan aset tersebut demi tercapainya tujuan organisasi. (Dewi,
2011)

Setiap kantor mempunyai persyaratan lingkungan fisik yang harus


diperhatikan dan diatur sebaik-baiknya. Sebagai contoh di negara Inggris tahun
1963 telah ditetapkan sebuah undang-undang tentang kantor-kantor (the offices act)
antara lain menetapkan persyaratan lingkungan fisik (physical conditions) yang
harus diusahakan pada setiap kantor. Persyaratan itu meliputi hal-hal berikut:

a. Kebersihan: bangunan, perlengkapan dan perabotan kantor harus dipelihara


kebersihannya.
b. Luas Ruang Kantor: ruang kerja harus menyediakan luas lantai 40 square
feet (3,7 m2) untuk setiap pegawai.
c. Suhu Udara: temperatur yang harus dipertahankan dalam ruang kerja
minimum 16oC.
d. Ventilasi: sirkulasi udara segar atau udara yang telah bersih harus
diusahakan dalam ruang kerja.
e. Penerangan Cahaya: cahaya alam atau lampu yang cocok dan cukup harus
diusahakan, sedangkan perlengkapan perangan dirawat dengan semestinya.
f. Fasilitas Kesehatan: kamar kecil, toilet dan sebagainya harus disediakan
untuk para pegawai serta dipelihara kebersihannya.
g. Fasilitas Cuci: ruang cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan tisu.
h. Air Minum: air bersih untuk keperluan minum pegawai harus disediakan.
i. Tampat Pakaian: dalam kantor harus disediakan tempat untuk
menggantungkan pakaian yang tidak dipakai petugas sewaktu kerja dan
fasilitas untuk mengeringkan pakaian yang basah.
j. Tempat Duduk: pegawai harus disediakan tempat duduk untuk keperluan
bekerja dengan sandaran kaki bila perlu.
k. Lantai, Lorong dan Tangga: lantai harus dijaga agar tidak licin, tangga
diberi pegangan untuk tangan dan bagian-bagian yang terbuka diberi pagar.
l. Mesin: bagian mesin yang berbahaya harus diberi pelindungan dan pegawai
yang memakainya harus cukup terlatih. (Gie, 2009: 211)

Berdasarkan pemaparan teori di atas mengenai lingkungan kerja fisik serta


indikator-indikatornya yaitu cahaya, tata warna, udara, bunyi/suara dan keamanan,
dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan fisik di tempat kerja harus selalu
diperhatikan. Jika perusahaan telah memberikan kebutuhan serta hak pegawai,
maka pegawai dapat melakukan kewajibannya dengan baik dan menjalankan tujuan
perusahaan.( the offices act di Inggris, 1963)
2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan salah satu referensi berupa penelitian terdahulu.
Berikut ini penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan:

Tabel 2.5 Penelitian terdahulu


No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan
1. Meutia Analisis Persepsi Menggunakan Tidak
(2016) Lingkungan indikator yang menggunakan
Kerja Fisik dan sama pada indikator penataan
Non Fisik PT. lingkungan kerja ruang
Astra fisik yaitu udara,
Internasional kebisingan dan
Tbk. AUTO 2000 cahaya
Soekarno Hatta
Bandung
2. Setiawan Pengaruh Menganalisis salah Tidak
dan Dewi Kompensasi dan satu variabel yang menggunakan
(2013) Lingkungan sama yaitu indikator ruang
Kerja terhadap lingkungan kerja gerak
Kinerja Karyawa dengan indikator
pada CV. Berkat suhu udara,
Anugrah ruangan kerja dan
penerangan
ruangan
Sumber: Olahan Data, 2017

2.4 Kerangka Pemikiran


Melihat pentingnya lingkungan kerja fisik ini dan berdasarkan teori-teori yang
telah dijelaskan sebelumnya, faktor dari ergonomis lingkungan kerja fisik umum
ini adalah ruang kerja, meja kerja dan kursi, tangga dan elevator serta toilet
(Gambar 2.1). Dari dimensi tersebut, dipersempit dengan menggunakan indikator
lingkungan kerja fisik seperti cahaya, udara, suara, keamanan, kebersihan,
kesehatan dan kenyamanan. Indikator tersebut pun digunakan dalam penelitian
terdahulu yaitu oleh Meutia (2016) menggunakan indikator udara, kebisingan, tata
ruang dan cahaya serta Setiawan dan Dewi (2013) menggunakan indikator suhu
udara, ruangan kerja, ruang gerak dan penerangan ruangan.
Faktor-faktor yang dapat dipenuhi untuk mencapai lingkungan fisik yang
ergonomi menurut Chaniago (2013: 72-74) antara lain meja kerja, kursi, ruang
kerja, komputer, mesin-mesin, tangga, koridor, toilet, ruang tamu dan tempat parkir.
Dalam penelitian ini hanya menggunakan faktor ruang kerja, faktor meja kerja dan
kursi, faktor tangga dan elevator, serta faktor toilet, mengapa tidak menggunakan
seluruh faktor menurut Chaniago, karena tidak semua responden menggunakan
komputer serta mesin-mesin. Selain itu, PT DI memiliki luas wilayah kurang lebih
50 hektare, maka tempat parkir untuk di dalam perusahaan pun sudah baik dan
terdapat tempat parkir sebelum pintu masuk yang dapat menampung seluruh
kendaraan para pegawainya. Sementara koridor dan ruang tamu tidak digunakan
dalam penelitian ini karena koridor yang ada di Hanggar Rotary Wing sudah baik,
sedangkan ruang tamu tidak semua ruang kerja memiliki ruang tamu, ruang tamu
hanya terdapat pada ruang kepala divisi dan manajer sementara pada penelitian ini
responden merupakan staf dan anggota (pegawai yang bekerja di lantai dasar
hanggar) saja.
Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini terdapat pada Gambar 2.1.

Meja Kerja
Ruang Kerja dan Kursi

Tangga dan
Toilet
Elevator

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penerapan Ergonomi Lingkungan Kerja Fisik


Sumber: Olahan Data, 2017
Keempat faktor ini dipilih karena faktor-faktor tersebut selalu digunakan oleh
pegawai saat bekerja setiap harinya. Faktor-faktor ini dapat mencerminkan
lingkungan kerja fisik yang dirasakan oleh pegawai saat bekerja. Dengan
menganalisis penerapan ergonomis lingkungan kerja fisik umum ini perusahaan
dapat mengetahui sejauh mana perusahaan telah menerapkan keamanan dan
kenyamanan lingkungan kerja untuk para pegawainya.
27

Anda mungkin juga menyukai