Anda di halaman 1dari 4

PENGADAAN BARANG DAN JASA

ARTIKEL TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA


PEMERINTAH

OLEH:
GEDE PANJI SUAMBARA
2015124122
18/6B D4 MPK

KEMENTRIAN PENDIDIKAN KEBUDAYAAN RISET


DANTEKNOLOGI
POLITEKNIK NEGERI BALI
MANAJEMEN PROYEK KONTRUKSI

2023
Artikel yang di bahas mengenai Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Yang
Kredibel. Di artiker tersebut membahas tentang Pelaksanaan APBN tahun 2022
sudah di ambang pintu. Pemerintah dengan persetujuan DPR telah menetapkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2022 pada tanggal 27 Oktober 2021. Belanja Negara
direncanakan sebesar Rp2.714,1 triliun, yang terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat
sebesar Rp1.944,5 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar
Rp769,6 triliun. Di tingkat regional tempat saya bekerja saat ini, Kalimantan Barat
akan kebagian “kue” APBN tersebut sebesar Rp28,2 triliun, yang terdiri dari
Belanja Pemerintah Pusat untuk 511 Satuan Kerja instansi vertikal maupun
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebesar Rp9,8 triliun dan TKDD untuk 15
Pemerintah Daerah (Provinsi/Kab/Kota) sebesar Rp18,3 triliun.

Belanja Negara yang sudah dialokasikan anggarannya tersebut selanjutnya


harus “dieksekusi” program/kegiatannya melalui pembuatan komitmen, yang dapat
berupa perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa dan/atau penetapan
keputusan oleh pejabat yang berwenang. Pembuatan komitmen melalui
perjanjian/kontrak merupakan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara
sebagai konsekuensi dari proses pengadaan baik berupa barang, jasa lainnya, jasa
konsultansi, maupun pekerjaan konstruksi. Sedangkan pembuatan komitmen
melalui penetapan keputusan antara lain untuk pelaksanaan belanja pegawai,
pelaksanaan perjalanan dinas yang dilaksanakan secara swakelola, pelaksanaan
kegiatan swakelola, pembayaran honorarium tim/kegiatan, belanja bantuan sosial
dalam bentuk uang, dan belanja bantuan pemerintah dalam bentuk uang. Kondisi
ini tentu saja sangat memprihatinkan. Jika korupsi merajelela tidak terkontrol, maka
berapapun besaran anggaran belanja negara, tidak akan mampu memberikan
dampak yang signifikan bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Jika kita sepakat
anti korupsi dalam ucapan maupun tindakan khususnya dalam pengadaan
barang/jasa, maka salah satu yang harus kita lakukan adalah secara konsisten
melaksanakan prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah yang efisien, efektif,
transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel.
Selain itu, seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa
harus mematuhi etika dalam proses pengadaan barang/jasa sebagaimana ditetapkan
pada Pasal 7 ayat (1) Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo Perpres Nomor 12 Tahun
2021. Etika pengadaan barang/jasa tersebut di antaranya adalah: (a) menghindari
dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat
dalam pengadaan barang/jasa; (b) menghindari dan mencegah pemborosan dan
kebocoran keuangan negara; (c) menghindari dan mencegah penyalahgunaan
wewenang dan/atau kolusi; dan (d) tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa
saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan
pengadaan barang/jasa

Hikmah yang dapat di pelajari dari kasus artikel di atas adalah mengetahui
potensi terjadinya penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah
dapat terjadi pada tahap persiapan pengadaan, tahap proses pengadaan, tahap
penyusunan kontrak dan tahap pelaksanaan kontrak. Dan kepastian dalam
pembuatan kontrak harus di pastikan agar tidak terjadi penyalah gunaan dana
APBN pemerintah ,dan mengetahui dampak negative dari penyalahgunaan dana
atau pengadaan barang /jasa ,di samping itu ada juga terdapat pasal-pasal yang
mengatur tentang pengadaan barang/jasa

Prinsip yang di terapkan dalam artikel pengadaan bbarang/jasa adalah


terpaku dengan adanya pembuatan komitmen melalui penetapan keputusan untuk
menggunakan dana APBN.
Adapula penyimpangan yang disinyalir terjadi : tender dilakukan tidak transparan,
pemecahan paket-paket pekerjaan (yang seharusnya disatukan) menjadi bernilai
kecil (maksimal Rp200 juta per paket) untuk menghindari kewajiban dilakukan
tender, penunjukan penyedia barang/jasa melalui pengadaan langsung dan/atau
penunjukan langsung tidak sesuai prosedur, penggelembungan volume pekerjaan
dan harga (mark up), barang/jasa yang diserahkan tidak sesuai dengan spesifikasi
yang ditentukan dalam kontrak dan penandatangan berita acara serah terima
meskipun sebenarnya pekerjaan belum selesai 100% sesuai kontrak. Potensi
penyalahgunaan ini dapat meningkat pada akhir tahun anggaran. Dan jika pola
penyimpangan dimaksud benar-benar terjadi, maka ujungnya adalah maraknya
praktek suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
proses pengadaan barang/jasa. Akibatnya, dana APBN yang terbatas, menjadi
semakin tidak maksimal output maupun outcome-nya karena pelaksanaannya
“bocor” di tengah jalan.

Sumber artikel : https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/singkawang/id/data-


publikasi/artikel/2865-pelaksanaan-pengadaan-barang-jasa-pemerintah-yang-
kredibel.html

Anda mungkin juga menyukai