Anda di halaman 1dari 14

Andi Adnan

219131061
Diplomasi Publik Amerika Serikat dalam Jazz Diplomacy Terkait Dave Brubeck
sebagai Jazz Ambasador Pada Masa Perang Dingin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Setelah berakhirnya Perang Dunia ke II munculah Perang Dingin pada tahun 1947,
menjadikan Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet menjadi negara superpower di dunia,
kedua negara tersebut menjadi rival besar. Salah satu yang menyebabkan terjadinya
perang tersebut, adanya kekhawatiran AS akan penyebaran ideologi Komunis oleh Uni
Soviet. Selain itu penyebaran ideologi tersebut dapat mengancam keamanan AS
(History.com: 2010. https://www.history.com/topics/cold-war/red-scare). Dalam Perang ini
terjadi persaingan ideologi antar dua negara yang memiliki tujauan utama menyebarkan
ideologi masing-masing agar negara lain menerima dan mengikuti ideologi tersebut.

Pada Era ini, kedua negara tersebut saling menolak penyebaran ideologi satu
sama lain, seperti AS yang menyuarakan gerakan anti Komunisme sehingga muncul
istilah McCartiyism yang merupakan istilah dari Senator AS yang bernama Joseph
Raymond McCharty pada tahun 1950. McCatiyism merupakan istilah yang mengacu
kepada gerakan anti-Komunisme dan menjadi gerakan untuk menyelidiki warga negara
AS yang terindikasi oleh paham Komunisme (Davenport.2009:8-15).

AS dan Uni Soviet berupaya untuk menyebarkan ideologinya kepada negara-


negara lain di dunia terutama negara yang baru merdeka. Pada saat Perang Dingin
berlangsung. Landasan utama politik luar negeri AS adalah Containment Policy,
merupakan gagasan dari diplomat AS George Forst Kennan yang bertujuan untuk
membendung penyebaran Komunisme dengan mencegah lahirnya efek domino (jika
suatu negara menjadi negara Komunis maka negara yang disekitarnya menjadi
Komunis). Kebijakan tersebut menjadi strategi AS terhadap Uni Soviet di era Perang
Dingin dan menjadi kebijakan yang digunakan Presiden Harry S Truman untuk
menghadapi pengaruh Uni Soviet diseluruh negara bagian AS (U.S Department of State
Office of the Historian: https://history.state.gov/milestones/1945-1952/kennan).
1
Dalam Perang Dingin persaingan antara AS dan Uni Soviet saling membendung
pengaruh budaya dan ideologi Uni Soviet di wilyah AS. AS menerapkan program
diplomasi publik dalam kebijakan luar negerinya. Dari pembentukan citra negatif tersebut
terhadap AS oleh Uni Soviet yang dilakukan dengan meluncurkan kampanye bertema
“Hate America" pada tahun 1950 (Davenport.2009:11-12). Dengan adanya hal tersebut
Departemen Luar Negeri AS melalui info buletin pada tahun 1953 menyatakan :

“Where “Hate America” campaign is considered to have been effective, we should


address ourselves to correcting specific misapprehensions created and to component
parts of “Hate” campaign as necessary. We also continue our emphasis on our own
positive themes. While general references to Communist “Hate” techniques may be useful,
misconceptions can best be corrected by specific practical presentation of materials
offsetting Communist charges rather than by general refutations”.
(https://history.state.gov/historicaldocuments/frus1952-54v02p2/d306).

Dengan adanya permasalahan tersebut Uni Soviet melihat bahwa AS adalah


negara yang rasis dengan dengan hanya melindungi hak-hak demokratis untuk orang kulit
putih, namun menolak hak-hak kulit hitam. Permasalhan tersebut membuat AS merasa
perlu menyampaikan pesan kepada dunia dan memperbaiki pandangan yang dianggap
mereka keliru (Davenport.2009:13).

Pada Tahun 1954 Presiden Dwight D Eisenhower meluncurkan program diplomasi


publik mempresentasikan dan mempromosikan budaya AS (Vaughn.2016:1-2). Pada
masa ini juga AS sedang diterpa isu rasisme dan diskriminasi yang samakin
memperburuk citra AS dimata internasional (Berkeley.2018:
https://www.theguardian.com/music/2018/may/03/jazz-ambassadors-america-cold-war-
dizzy-gillespie).

Dalam menghadapi pengaruh Uni Soviet serta mengambalikan nama baik AS,
diperlukan suatu program diplomasi publik yang baru. Pada tahun 1955 Senator AS Adam
Calyton Powell yang merupakan perwakilan dari Harlem mempunyai ide untuk
menghentikan pengiriman orkestra dan tarian balet dalam tur internasional ia
menyampaikan ide tersebut terhadap Departemen Luar negeri AS (Kaplan. 2008.
https://www.nytimes.com/2008/06/29/arts/music/29kapl.html ).

2
Dengan Mengusulkan program yang Senator Adam Calyton Powell lakukan
merupakan sesuatu yang dinilai ‘Real Americana” dengan mempromosikan musik Jazz
yang dinilai sebagai salah satu strategi untuk menghadapi Pengaruh Uni Soviet. Hingga
berlanjut ditahun 1956, dengan dukungan dari Menteri Luar Negeri AS Jhon Foster Duller,
Departemen Luar Negeri AS, membuat program “Jazz Diplomacy” (Diplomasi Jazz).
Program ini bertujuan untuk mencari musisi Jazz dalam negeri untuk menjalankan
berbagai tur baik secara bersama maupun individu. Beberapa musisi ini dikenal dengan
Jazz Ambassador (Dillard.2012:41).

Tur Para musisi Jazz Tersebut memiliki ide menghadapi propanda Uni Soviet yang
membuat citra AS buruk dimana internasional. Powell berpendapat dalam menghadapi
tarian ballet dari Uni Soviet akan terasa sia-sia jiksa harus mengirimkan hal yang sama
denga Uni Soviet, diperlukan bentuk memberikan bentuk kesenian bersifat lokal yang
tidak dapat disaingi oleh Uni Soviet karena dengan adanya penggabungan antara musisi
kulit putih dan juga musisi kulit hitam merupakan simbol yang kuat dari AS (Kaplan. 2008.
https://www.nytimes.com/2008/06/29/arts/music/29kapl.html ).

Pada tahu 1956 Departemen Luar Negeri AS secara resmi menyelenggarakan tur
perdana Jazz secara internasional. Hingga tahun-tahun berikutnya, Departemen Luar
Negeri AS secara aktif menjalankan program diplomasi jazz dengan mengirimkan Jazz
Ambassador melalu tur ke negara-negara lain. Beberapa musisi Jazz terpilih terdiri dari
musisi kulit hitam dan musisi kulit putih seperti Duke Ellington, Dizzy Gillepie, Benny
Goodman, Louis Amstrong, dan Dave Brubeck yang secara aktif menjalankan tur mereka
pada 1956 hingga tahun 1960an ke beberapa wilayah belahan dunia seperti Asia, Eropa,
Timur Tengah, Afrika Hingga Uni Soviet (Dillard.2012:44).

1.2 Identifikasi Masalah

Tujuan dari adanya program Diplomasi Jazz yang dilakukan AS di era Perang
Dingin untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya yang pada saat itu adalah untuk
memenangkan persaingan dengan Uni Soviet dalam perang ideologis. Dalam Diplomasi
Jazznya, Amerika Serikat sebagai negara dominan oleh karena itu, pemilihan musik Jazz
sebagai bagian dari diplomasi publik di era Perang Dingin diharapkan dapat

3
memposisikan diri Amerika Serikat secara lebih baik. Hal ini dilakukan dengan
membentuk citra positif Amerika Serikat di khalayak internasional melalui promosi jazz.

Diplomasi jazz yang dilakukan oleh AS di era Perang Dingin terjadi berdasarkan
upaya melawan citra negatif terhadap Amerika Serikat yang dibuat oleh Uni Soviet. Hal
ini terjadi karena adanya masalah domestik terkait isu diskriminasi ras. Sehingga penulis
berpendapat bahwa upaya diplomasi jazz Amerika Serikat lebih kepada upaya untuk
menegasikan isu negatif yang berdampak pada citra Amerika Serikat.

Strategi Amerika Serikat dalam Diplomasi Jazz merupakan upaya untuk mengelola
citranya di luar negeri, bukan untuk membangun hubungan dengan negara lain. Hal ini
didasarkan bahwa musik jazz sebenarnya sudah berkembang di negara-negara tujuan
tur yang sebelum ada upaya yang direncanakan pemerintah Amerika Serikat. Sementara
itu, Diplomasi Jazz rupanya juga memperhatikan elemen visual dan simbolisnya yang
ditunjukkan dengan pengaturan formasi dari anggota band jazz yang dikirim ke luar
negeri. Dengan fokusnya untuk menanggulangi citra, maka yang ditekankan disana
adalah citra positif dan sebisa mungkin menghindari adanya sisi negatif.

1.3 Rumusan masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:

a. Bagaimana Diplomasi Publik yang dilakukan AS melalui Jazz Diplomacy terhadap


Unisoviet dalam menghadapi dinamika persaingan ideologi pada masa Perang
Dingin ?
b. Bagaimana upaya dilakukan Dave Brubeck sebagai Jazz Ambasador dalam
mendukung kebijakan luar negeri AS?

1.4 Pembatasan Masalah

4
Pembetasan masalah dalam penelitian ini difokuskan kepada era Dave Brubeck
terkait Diplomasi Jazz. Periode waktu kebijakan yang diteliti adalah 1958. Pada tahun
inilah AS mengirimkan Jazz Ambasadornya langsung ke lingkaran Uni Soviet seperti
Polandia, Turki, India Srilangka, Pakistan, Afganistan, Iran, dan Iraq yang terlatak di
kawasan Eropa Timur dan Asia. Dave Brubeck mendapat tugas untuk mempromosikan
kepentingan AS terhadap negara-negara yang berbatasan dengan Uni Soviet dan juga
memberikan citra baik terkait AS melalui pertukaran budaya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian sebelumnya mengenai upaya Amerika Serikat (AS) dalam diplomasi jazz
di era perang dingin sudah pernah diteliti dalam berbagai literature melalui berbagai
macam perspektif seperti sejarah, hingga diplomasi. Literature tersebut diantaranya,
ditulis oleh Lisa E Davenport (2009), Penny Von Eschen (2004), James E Dillard (2013),
Stephen A Crist (2009), James Vaughn (2016), dan Keith Hatschek (2010). Tulisan
tersebut sebagian besar menggambarkan upaya diplomasi jazz yang menjadi
permasalahan dalam negeri seperti rasial dan diskriminasi, untuk memberikan kesan baik
terhadap AS.

Seperti yang ditulis Davenport (2009) dalam bukunya Jazz Diplomacy : Promoting
America In The Cold Era. Secara garis besar buku ini menggambarkan bagaimana
diplomasi jazz dirasa sangat efektif dalam memberikan kesan baik terhadap Uni Soviet
sebagai represntasi budaya AS di luar negeri. Musik Jazz sendiri menggambarkan
sebagai musik kaum minoritas yang berjuang dalam mencapai persamaan hak dan
kebebasan.

Sama halnya dengan Penny Von Eschen (2004) dalam bukunya Satcmo Blow Up
the World: Jazz Ambasador Play Cold War. Menggambarkan bagaimana para pemain
Jazz Afrika Amerika menjadi Jazz Ambasasor dalam mempromosikan musik Jazz melalui
diplomasi Jazz sebagai persamaan ras yang memang menjadi masalah dalam negeri AS.
Dengan membawa pesan Jazz Democracy sebagai idelogi dasar dari AS. Hal ini ditujukan
untuk mempromosikan visi dari AS terhadap persamaan Ras dan golongan dengan

5
mengedepankan para musisi Jazz Afrika Amerika selama Perang Dingin untuk
memproyeksikan citra kebangsaan dari AS.

Adapun beberapa peran negara terhadap diplomasi jazz ini sangat terlihat dari
tulisan James E Dillard (2012) dalam tulisanya All That Jazz: CIA, Voice Of America, and
Jazz Diplomacy In The Early Cold War Years 1955-1965, terdapat keterlibatan negara
selain Departemen Luar Negeri AS seperti CIA dan juga VOA untuk membantu
propaganda AS dalam menyebarkan paham demokrasi melalui diplomasi Jazz. CIA
berperan sebagai intrumen propaganda rahasia AS dan juga mendukung kebjakan
Departemen Luar Negeri AS dan VOA memainkan peran penting dalam kebijakan dan
keamanan AS. Dalam perang ideologi tersebut VOA membantu diplomasi jazz melalui
siaran radio VOA Jazz Show yang memberikan upaya soft power untuk memenangkan
Perang Dingin hati dan pikiran terhadap pendengar diseluruh dunia.

Sementara Keith Hatschenk (2010) dalam tulisannya The Impact of American Jazz
in The Poland During Cold War Era secara terfokus menulis mengenai upaya Amerika
Serikat dalam mempromosikan jazz ke Polandia sebagai bentuk diplomasi di era Perang
Dingin. Dengan harapan Polandia tidak terpapar ideologik Komunis dari Uni Soviet.

Melihat dari beberapa penelitian terdahulu penelitian ini berupaya melihat kembali
upaya diplomasi jazz AS dengan pendekatan yang terbilang relatif baru yaitu National
Branding. Dalam penelitian ini melihat kembali bagaimana upaya yang dilakukan oleh AS
dalam diplomasi jazz di era Perang Dingin dengan menjelaskan beberapa aspek dari
upaya AS dalam mempromosikan music Jazz. Hal yang akan dijelaskan dalam penelitian
ini terdiri latar belakang tujuan pengiriman musisi jazz, peran berbagai aktor yang terlibat
dalam pengiriman musisi jazz, dan strategi yang digunakan Amerika Serikat dalam
mengirimkan musisi jazz nya dalam sudut pandang nation branding.

1.5 Kerangka Pemikiran

6
1.5.1 Soft Power

Soft power menurut Joseph Nye menyatakan, soft power merupakan “the ability to get
what you want through attraction rather than through coercion or payments”, yang dapat
diartikan bahawa soft power merupakan kemampuan untuk meraih tujuan yang diinginkan
negara melalui sesuatu yang disebut dengan daya tarik, hal tersebut lebih dipilih daripada
menggunakan kekerasan atau sangsi ekonomi. Nye berpendapat bahwa soft power bisa
muncul dari daya tarik budaya, cita-cita politik ataupun kebijakan suatu negara
(Nye.2008:94).

Negara yang memiliki soft power akan mampu memberikan pengaruh kepada negara
lain dalam hubungan internasional. Kemampuan tersebut berperan sebagai daya tarik dan
dapat mempengaruhi ide-ide atau ideologi yang dimiliki, negara tersebut, kekuatan soft
power tersebut dapat memberikan dampak terhadap negara lain seperti memberikan
pemikiran yang sama terhadap negara yang memiliki soft power tersebut. Karena tanpa
adanya pengaruh daya tarik terhadap global, suatu negara tidak akan mampu untuk
bertahan di dunia internasional.

Salah satu tujuan soft power adalah mampu untuk menentukan strategi nasional.
Strategi nasional ini merupakan hal yang penting bagi masyarakat untuk bertahan hidup,
membangun negara, ataupun memiliki pengaruh internasional. Selain itu, soft power mampu
untuk memainkan peran kuat dalam politik internasional, karena dapat meningkatkan
kekuatan suatu negara yang dapat berkontribusi dan mempengaruhi negara lain. Pada
umumnya, soft power lebih memakai sistem sosial, gaya hidup, tradisi budaya, nilai-nilai,
ideologi, dan informasi, dalam cara untuk mempengaruhi. Hal tersebut memainkan peran
besar dalam proses pengambilan keputusan antara pemimpin dan masyarakat. Karena
budaya suatu negara akan berbeda dalam mencerminkan suatu nilai.

Salah satu bentuk soft power yang dapat dilakukan sebuah negara dalam mencapai
tujuan dan kepentingan nasionalnya melalui bentuk diplomasi budaya. Diplomasi budaya
merupakan bentuk diplomasi yang memberi penekanan pada penggunaan budaya sebagai
unsur utama dan akan memberikan kemungkinan partisipasi yang lebih luas. Yang dimaksud
dengan budaya atau kultur sendiri adalah lebih merujuk pada karakteristik masyarakat, yang

7
dapat mencakup hal-hal seperti bahasa, agama, nilai-nilai adat, perilaku, keyakinan, serta
kesenian (Nye.2008:95)

Diplomasi publik yang digunakan AS mengunakan soft power yang bertujuan untuk
mempengaruhi negara lain melalui aktor selain negara itu sendiri untuk merubah
pandangan negara tersebut menjadi positif. Menurut Jan Meliisen diplomasi publik
merupakan usaha untuk mempengaruhi orang atau organisasi diluar negaranya dengan
cara positif sehingga dapat merubah cara panda seseorang terhadap negaranya
(Melissen.2005:4-5).

1.5.2 Diplomasi Publik

Nicholas J.Cull juga menyatakan diplomasi Publik sebagai usaha aktor internasional
untuk mengendalikan lingkungan internasional melalui perhatian terhadap publik
intenasional, dimana aktor internasional tersebut tidak hanya negara akan tetapi juga
perusaahaan multinasional, organisasi non pemerintahan, organisasi internasional dan
pemain-pemain lain pada panggung dunia. Menurut Cull (2009) diplomasi publik tidak
selalu mengarah kepada target massanya secara langsung. Sering kali diplomasi publik
dikerahkan kepada individu-individu didalam target audiens yang memiliki pengaruh pada
komunitas yang lebih luas (Cull. 2009: 12-13).

Diplomasi Publik yang ditujuakan untuk mendapatkan citra positif dari public
internasional Oleh karena itu Nicholas J. Cull dalam tulisannya,yang berjudul Public
Diplomacy: Lessons From The Past mengelompokan aktifitas diplomasi publik ke dalam
enam bentuk yaitu (Cull. 2009 : 17-20) :

1. Listening
Listening merupakan usaha yang dilakukan oleh negara dalam upaya menberikan
pengaruh terhadap publik internasional dengan cara menyusun maupun
mengumpulkan data mengenai persepsi public internasional terhadap negara
tersebut Data yang sudah dikumpulkan oleh negara tadi nantinya akan menjadi
tolak ukur dalam menentukan kebijakan yang sesuai dengan data yang di dapat,
sehingga persepsi dari masyarakat internasional tersebut di jadikan tolak ukur
dalam menerapkan diplomasi publik apakah yang cocok untuk diimplementasikan.

8
Listening ini merupakan tahap awal dalam klasifikasinya, karena kelima klasifikasi
selanjutnya akan didasarkan pada aktifitas listening terlebih dahulu.
2. Advocacy
Advocay merupak upaya yang dilakukan negara untuk memberikan ide-ide dan
kepentingan yang telah dibentuk oleh sebuah negara kepada public internasional.
Advocacy dapat meliputi beberapa bentuk praktek langsung seperti adanya
cultural diplomacy, exchange diplomacy, dan international broadcasting. diplomasi
publik dalam ranah advocacy ini lebih dkenal dalam bentuk tulisan ataupun artikel
yang dikeluarkan secara legal oleh kedutaan, sehingga tulisan tersebut dapat
dikenal oleh masyarakat internasional dengan lebih cepat
3. Cultural Diplomacy
Cultural Diplomacy merupakan upaya yang dilakukan oleh sebuah negara dalam
menyebarkan sumber dan situs kebudayaanya yang dikenal luas oleh publik
internasional yang nantinya akan dijadikan oleh negara tersebut sebagai alat untuk
mempengaruhi negara lain dengan keunikan budaya yang dimiliki oleh negara
tersebut. Menurut Cull salah satu bentuk praktek dalam cultural diplomacy adalah
dengan didirikannya pusat kebudayaan suatu negara di negara lain yang akan
mempermudah masyarakat untuk mengenali kebudayaannya.
4. International Brodcasting
International broadcasting merupakan sebuah upaya dengan memanfaatkan
teknologi melalui penggunaan radio, televisi, media cetak, dan juga internet untuk
dapat mempengaruhi publik internasional secara tidak langsung. Dengan
menggunakan media tersebut dinilai menjadi sebuah cara yang saat ini menjadi
solusi yang efektif dan efisien dalam memberikan pengaruh kepada masyarakat
internasional. Sebab dalam prakteknya, yang memiliki hak untuk menyiarkan
sebuah berita tidak hanya media yang didukdung oleh pemerintah saja, namun
pihak komersilpun secara tidak langsung menjadi agen diplomasi publik yang juga
membagikan informasi suatu negara ke masyarakat internasional

Dari aktifitas diplomasi publik yang diklasifikasikan oleh Cull akan menjadi tolak ukur
bagi penulis dalam menganalisa bentuk diplomasi publik yang dilakukan oleh AS dalam
memperbaiki citra positif negara mereka di publik internasional. Masing-masing kategori
9
tersebut mengambarkan bagaimana upaya diplomasi publik yaang akan dilakukan oleh
AS melalui Diplomasi Jazz dalam memberikan citra positif di kancah internasional.

Dengan adanya diplomasi publik maka akan terjadi aktivitas seperti pertukaran
informasi dan hubungan dengan publik asing. Melalui hubungan yang terjalin dengan
publik asing maka disetiap negara-negara yang berperan dan berkepentingan akan
menyebarkan informasi yang meliputi sejarah negaranya dan karakteristik kebudayaan.
Diplomasi publik ini dalam setiap kegiatan internasional akan memberikan pengaruh
terhadap kebudayaan yang berbeda dan dapat dilakukan secara tersembunyi maupun
terang-terangan.

Dalam membentuk Citra nasional dilakukan sebagai upaya dari aktor-aktor tersebut
dalam membentuk atau mengatur reputasi mereka untuk menciptakan kesetiaan dan
kesatuan domestik, juga untuk mempromosikan kekuatan dan pengaruh mereka di
negara-negara lain (Melissen 2005: 20). Dalam hal ini, tujuan dari pencitraan tidak hanya
ditujukan untuk elit-elit politik, tetapi juga untuk target massa yang lebih besar. Selain itu,
diplomasi publik tidak lagi sekedar merupakan distribusi informasi yang disaring untuk
kepentingan nasional suatu negara kepada publik asing, tetapi juga mencakup pertukaran
informasi, pembentukan kolaborasi, dan dialog dengan aktor-aktor lain

Dalam hal ini Nation branding merupakan salah satu konsep yang dapat digunakan
dengan menanfaatkan soft power negara. Nation branding dapat didefinisikan sebagai
pengaplikasian strategi branding dan teknik komunikasi pemasaran dalam
mempromosikan citra negara (Fan, dalam Szondi 2008). Branding dipandang memiliki
relevansi terhadap negara, utamanya mengenai bagaimana suatu negara
mempresentasikan diri kepada dunia (Anholt,2013).

Upaya yang dilakukan oleh AS dalam Jazz Diplomacy merupakan dapat juga dilihat
dari nation branding sebagai upaya untuk mempromosikan citra positif menjadi penting
karena apabila negara memiliki citra yang buruk, maka hal tersebut merupakan hambatan
serius bagi negara yang ingin tetap kompetitif di kancah internasional (van Ham, 2001:
2). Negara yang tidak memiliki reputasi atau citra yang baik akan sulit menarik perhatian
ekonomi dan politik. Oleh karenanya, citra dan reputasi menjadi bagian penting dari
strategi negara (van Ham, 2001: 3). Citra sendiri dapat dipahami sebagai diproyeksikan
10
suatu pihak ke pihak lain (Whetten dan Mackey, 2002: 401). Dalam hal ini, nation branding
muncul sebagai hal yang dapat dilakukan.

Szondi (2008) menyatakan bahwa kegiatan nation branding didorong oleh upaya
pemasaran dan konsumerisme. Menurut Benjamin Barber (dalam Al Jazeera, 2014), cara
kerja sebuah teknik pemasaran sendiri bukanlah dengan menjual barang-barang yang
seseorang butuhkan melainkan dengan mengasosiasikan hal-hal yang ingin
dipromosikan dengan sebuah kepribadian, atau gaya hidup. Dalam hal ini, Amerika
Serikat ingin mencitrakan dirinya sendiri sebagai negara yang demokratis dengan
mengasosiasikannya dengan jazz. Dalam kaitannya dengan konsumerisme, praktiknya
dapat dilihat setelah Dave Brubeck melakukan rangkaian tur ke berbagai negara seperti
Polandia, Turki, India, Sri Lanka, Pakistan, Afghanistan, Iran, dan Irak pada tahun 1958
dan membuat album bertajuk Jazz Impression of Eurasia (Crist, 2009: 133). Besarnya
rangkaian tur jazz dan daya tarik album Brubeck membuat Departemen Luar Negeri
menyadari bahwa pemasaran seputar tur jazz juga memiliki potensi bisnis yang signifikan
dan menganggap bahwa tur tersebut harus dieksploitasi dengan baik, sehingga
memberikan imbalan keuangan tambahan dalam penampilan komersial berikutnya (Crist,
2009: 156).

Dapat dikatakan bahwa promosi jazz oleh Amerika Serikat di era Perang Dingin
terjadi berdasarkan upaya melawan citra negatif terhadap Amerika Serikat yang dibuat
oleh Uni Soviet. Hal ini terjadi karena adanya masalah domestik terkait isu diskriminasi
ras. Sehingga penulis berpendapat bahwa upaya promosi jazz Amerika Serikat lebih
kepada upaya untuk menegasikan isu negatif yang berdampak pada citra Amerika
Serikat.

Tujuan promosi jazz oleh Amerika Serikat di era Perang Dingin lekat dengan
promosi kepentingan politik yang pada saat itu adalah untuk memenangkan persaingan
dengan Uni Soviet dalam perang ideologis. Dalam mempromosikan jazznya, Amerika
Serikat sebagai negara dominan pada saat itu tidak terlihat memiliki kepentingan ekonomi
untuk dipromosikan. Oleh karenanya, pemilihan musik jazz sebagai alat yang
dipromosikan di era Perang Dingin diharapkan dapat memposisikan diri Amerika Serikat

11
secara lebih baik. Hal ini dilakukan dengan membentuk citra positif Amerika Serikat di
khalayak internasional melalui promosi jazz

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Penelitian ini


bersifat desriptif dan analitis. Sesuai dengan penelitian karakteristik rancanagan
penelitian kualitatif, penelitian ini bersifat deskriptif yang bersumber dari dokumentasi
yang pernah ditulis sebelumnya. Focus dari penelian ini adalah memberikan makna
terhadap sejarah diplomasi yang dilakukan AS terhadap Uni Soviet dan lokus
penelitiannya adalah diplomasi AS dengan menggunakan musik Jazz sebagai upaya
Nasional Branding terhadap Uni Soviet.

1.8.1 Metode pengumpulan data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data premier dan data
sekunder. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

Metode Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai laporan tertulis dari


suatu peristiwa yang berisi penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa tersebut dan
ditulis dengan sengaja untuk disimpan atau meneruskan keterangan tentang peristiwa
tersebut. Dalam penelitian tersebut mempelajari dan menganalisis berbagai dokumen
resmi dari Laporan Pemerintah AS terkait Diplomasi Jazz, khususnya era Dave Brubeck.
Dokumen lainnya yang dipelajari adalah dokumen yang ditulis oleh beberapa akademis
lainnya seperti artikel-artikel jurnal ilmiah yang relevan dengan topik yang dipilih.

1.8.2 Metode Analisa Data

Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan perspektif Soft Power, Diplomasi
Publik dan juga National Branding terkait upaya yang dilakukan AS untuk
mempromosikan citra positif menjadi penting karena apabila negara memiliki citra yang
buruk maka hal tersebut merupakan hambatan serius bagi negara yang ingin tetap berada
di dunia internasional.

12
Proses analisis data dilakukan dengan mencari pernyataan resmi pemerintah AS
dan dokumentasi berupa dokumentasi resmi AS dan juga jurnal ilmiah. Kemudian
hasilnya akan dianalisis untuk membuat bagaimana pemerintah AS berupaya untuk tetap
terlihat baik dari national branding. Proses terakhir dari analisis data ini adalah penilaian
tentang keabsahan data dan selanjutnya akan dilakukan evaluasi.

1.10 Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari beberapa bab beserta masing-masing isinya dengan
penjabaran sebagai berikut:

a. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi masalah,


pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan
pustakan dan kerangka teori, metode penelitian, dan teknik pengumpulan data.
b. Bab II merupakan gambaran mengenai Dinamika Perang dingin dan Diplomasi
Publik yang dilakukan oleh AS dalam mengirimkan Jazz Ambasador
c. Bab III merupakan penjelasan mengenai upaya Jazz Ambasador Dave Brubeck
dalam menjalankan diplomasi publik yang dijalankan oleh AS dalam Pandangan
Uni Soviet sebagai bagian dari kebijakan luar negeri AS terhadap Uni Soviet,
dalam kepentingan AS dalam perang Ideologi pada masa perang dingin, dan
upaya pengimplementasiannya.
d. Bab IV merupakan pembahasan mengenai penerapan Pandangan AS terhadap
Uni Soviet pada tinjauan historis yang melatarbelakanginya dan upaya apa saja
yang telah diambil dalam penggunaanya.
e. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

13
Daftar Pustaka

Davenport. Lisa E.2009. Jazz Diplomacy : Promoting America In The Coldwar Era.
University Press of Missisippi.

Crist, Stephen. 2009. “Jazz as Democracy? Dave Brubeck and Cold War Politics”.
University of California Press.

Szondi, Gyorgy. 2008 “Public Diplomacy and Nation Branding: Conceptual Similarities
and Differences”. Netherland Institute of International Relations

Anholt, Simon. 2007. “Competitive identity: The new brand management for nations,
cities and regions”, Palgrave

Berkeley.2018, When America’s Hosttes Jazz Star Were Sent to Cool Cold-War
Tension https://www.theguardian.com/music/2018/may/03/jazz-ambassadors-america-
cold-war-dizzy-gillespie (diakses pada 12 Desember 2021).

Dillard. James E. 2012. All That Jazz: CIA, Voice of America, and Jazz Diplomacy in
the Early Cold War Years, 1955-1965. American Intelligence Journal , Vol. 30, No. 2.
Published by: National Military Intelligence Foundation

Von Eschen, Penny. 2004. Satchmo Blows Up the World: Jazz Ambassadors Play the
Cold War. Boston: Harvard University Press.

Vaughn, James. 2016. “All That Jazz: Federal Cultural Exchanges and Jazz Diplomacy,
1956-1964”. Theses, Dissertations, Professional Papers. Paper 10659.

Van Ham, Peter. 2001. “The Rise of the Brand State: The Postmodern Politics of Image
and Reputation”. Foreign Affairs, Vol. 80, No. 5.
Whetten, David. dan Mackey, Alison. 2002, “A social actor conception of organizational
identity and its implications for the study of organizational reputation”, Business &
Society. Sage Publications
Kaplan, Fred. 2008. When Ambassador Had Rhythm Dalam
https://www.nytimes.com/2008/06/29/arts/music/29kapl.html (diakses pada 12 April
2022)
Melisen, Jan. 2005. The New Public Diplomacy Soft Power in International Relations.
Palgrave Macmillan.
Cull, J. Nicholas. 2008. Public Diplomacy Lesson From the Past. Figueroa Press.
Nye, J. 2008. Public Diplomacy and Soft Power. SAGE Journals

14

Anda mungkin juga menyukai