Anda di halaman 1dari 7

Menurut Eberhard Demm dan Christopher H.

Sterling:

Propaganda dapat digunakan untuk membangkitkan kebencian terhadap musuh,


memperingatkan konsekuensi kekalahan, dan mengidealkan tujuan perangnya sendiri untuk
memobilisasi suatu bangsa, mempertahankan moralnya, dan membuatnya berjuang sampai
akhir. Itu bisa menjelaskan kemunduran dengan menyalahkan kambing hitam seperti pencatut
perang, penimbun, pecundang, pembangkang, pasifis, sosialis sayap kiri, mata-mata, lalai,
pemogok, dan kadang-kadang alien musuh sehingga publik tidak mempertanyakan perang itu
sendiri atau sosial yang ada dan sistem politik.

Propaganda kuno[sunting | sunting sumber]

Propaganda sudah ada sejak awal terdokumentasinya sejarah manusia. Inskrpsi


Behistun (515 SM) yang menggambarkan kenaikan Darius I ke tahta Persia merupakan
contoh propaganda awal. Arthashastra yang ditulis oleh Chanakya (350 - 283 SM), profesor
di Universitas Takshashila, membahas propaganda secara detail, termasuk cara menyebarkan
propaganda dan pemakaiannya dalam peperangan. Muridnya, Chandragupta Maurya (340 -
293 SM), menggunakan cara-cara ini untuk mendirikan dan menjadi pemimpin Kekaisaran
Maurya.[19] Tulisan karya penulis Romawi Kuno seperti Livy (59 SM - 17 M) dianggap
propaganda pro-Romawi yang hebat. Contoh lain adalah The War of the Irish with the
Foreigners abad ke-12, oleh para Dál gCais yang menggambarkan mereka sebagai penguasa
sejati Irlandia.

Pada tahun 1863 di Jawa ditemukan sebuah prasasti peninggalan pemerintahan


Kerajaan Tarumanegara yaitu Prasasti Ciaruteun yang mengungkap adanya tradisi
propaganda kerajaan kuno dengan agama dengan menggunakan kultus individu terhadap
Raja Purnawarman. Pada prasasti tersebut terukir pahatan stempel kaki sang raja dengan
tulisan Sansekerta beraksara Pallawa yang menyatakan: "Inilah (tanda) sepasang telapak
kaki yang seperti kaki Dewa  Vishnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia
sang Purnnavarmmana, raja di  negara Taruma, raja yang gagah berani di dunia".[20]

Pergeseran makna[sunting | sunting sumber]

Pada abad ke-17 Gereja Katolik Roma mendirikan Perkumpulan Propaganda Suci


(Sacred Congregation of Propaganda) di bawah kemimpinan Paus Gregorius XIII. Ia
mengemukakan propaganda sebagai suatu hal yang harus disebarkan. Tujuan dari
perkumpulan itu adalah pembentukan komisi untuk mengelola lembaga pendidikan Katolik
mengenai penyebaran keyakinan. Aktivitas komisi berhenti setelah kematian Gregorius XIII.
Kemudian Paus Gregorius XV pada masa jabatan pada 1621-1623, ia melakukan
penyebarluasan terhadap keyakinan dari perkumpulan suci "de Propaganda Fide" yang
dibentuknya berlokasi di dekat Spanyol dan Roma, tepatnya di jalan Via di Propaganda.
Usaha yang dilakukan berlangsung bertahun-tahun dalam melakukan propaganda atau
"pemasaran" yang menjangkau masyarakat melalui percetakan dan ahli bahasa.[21] Beberapa
hal yang dianggap memiliki kedekatan hubungan dengan propaganda adalah kesalahan
informasi seperti inflasi bahasa dan penggelembungan bahasa yang disebarluaskan.

Pada abad ke-20 istilah propaganda menjadi berkonotasi negatif (bermakna negatif)
menakutkan, karena propaganda yang dilakukan oleh kaum Nazi Jerman dengan paham
Fasisme dan juga oleh Uni Soviet dalam menyebarkan doktrin komunisme.[22] Dalam
penyebarannya, gerakan propaganda politik berpidato melalui media massa yang pada saat itu
dipandang suatu kegiatan kontroversial bersifat persuasif.

Media dan sensor [ sunting ]

Media diharapkan memihak, tidak tetap netral, selama Perang


Dunia I. Ketika Wilhelm II mendeklarasikan keadaan perang di Jerman pada tanggal 31 Juli,
para komandan korps tentara ( Jerman : Stellvertretende Generalkommandos ) mengambil
alih pemerintahan, termasuk menerapkan kebijakan sensor pers, yang dilakukan di
bawah Walter Nicolai . [6]
Peraturan sensor diberlakukan di Berlin, dengan Kantor Pers Perang dikendalikan
sepenuhnya oleh Komando Tinggi Angkatan Darat. Wartawan diizinkan meliput dari depan
hanya jika mereka adalah perwira berpengalaman yang "mengakui pandangan
patriotik". Pengarahan kepada pers menciptakan tingkat keseragaman yang tinggi dalam
pelaporan masa perang. Kontak antara jurnalis dan pasukan tempur dilarang, dan jurnalis
hanya berbicara kepada perwira tinggi dan komandan. [7]
Kedua belah pihak awalnya melarang fotografi atau pembuatan film apa
pun. Representasi visual utama mengandalkan lukisan perang, tetapi Jerman menggunakan
beberapa film berita yang difilmkan dengan sensor ketat. Orang Prancis lebih suka lukisan
daripada fotografi, tetapi beberapa pihak menggunakan foto untuk mendokumentasikan
akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh artileri di kota-kota. Namun, foto-foto adegan
pertempuran diperagakan ulang karena kebutuhan. [7]
Ketika Perang Dunia I dimulai, Amerika Serikat telah menjadi pemimpin dalam
seni pembuatan film dan profesi baru periklanan komersial . [8] Teknologi yang baru
ditemukan tersebut memainkan peran penting dalam membentuk pemikiran Amerika dan
mengubah opini publik untuk mendukung perang. Setiap negara menggunakan newsreels
yang diedit dengan hati-hati untuk menggabungkan laporan berita langsung dan propaganda.

Propaganda Pada Perang Dunia I

SEJARAH munculnya propaganda dapat dimulai dengan membahas operasi


propaganda pertama yang dilakukan oleh pemerintahan modern, yaitu pemerintahan Wodrow
Wilson. Dia memenangkan pemilihan presiden tahun 1916 dengan platform "Perdamaian
Tanpa Penaklukan". Itu terjadi ditengah berkecamuknya Perang Dunia I. Rakyat Amerika
waktu itu sa- ngat anti-perang dan merasa tak ada alasan untuk terlibat da- lam 'Perang Eropa'
yang sedang berkecamuk. Padahal, saat itu pemerintahan Wilson sebenarnya terlibat dan
punya andil da- lam perang itu. Mereka kemudian membentuk komisi propa- ganda resmi
pemerintah, Creel Committee. Komisi ini meraih kesuksesan, dalam waktu 6 bulan mereka
berhasil mengubah populasi anti-perang itu menjadi massa yang histeris dan haus perang,
yang bernafsu untuk menghancurkan semua yang ber- bau Jerman. Mereka ingin segera
terjun ke medan tempur dan menyelamatkan dunia. Sebuah keberhasilan yang spektakuler
dan membuka jalan untuk kesuksesan selanjutnya.

Mulai saat itu dan setelah perang, teknik yang sama digu- nakan untuk
membangkitkan histeria ketakutan terhadap ko- munisme (Red Scare), yang juga mencapai
keberhasilan dalam menghancurkan serikat-serikat burah, dan menghapus an- caman-
ancaman sejenis seperti kebebasan pers dan pemikiran politik. Ini tercapai dengan dukungan
media dan kalangan bis- nis yang merancang dan mendesakkan pengoperasiannya.

Di antara mereka yang secara aktif dan antusias terlibar dalam perang Wilson' ini
adalah kaum intelektual progresif orang-orang yang berada dalam lingkaran John Dewey.
Mereka menepuk dada lewat tulisan-tulisan, melukiskan bahwa mere ka adalah anggota
masyarakat yang lebih intelek, yang dapat membuat massa anti perang berputar haluan untuk
melibat kan diri di medan perang dengan menakut-nakuti dan mem bangkitkan fanatisme
kebangsaan yang berlebih-lebihan. Alat yang mereka gunakan bermacam-macam, Misalnya
dengan menghembuskan desas-desus tentang kekejaman banga Jer- man (Hun), dan anak-
anak Belgia tanpa lengan. Cerita-cerita mengerikan yang jejaknya masih dapat kita lacak di
buku-buku sejarah. Kebanyakan cerita-cerita itu dibuat oleh kementerian propaganda Inggris
yang mempunyai keinginan tersembunyi untuk "mengatur pemikiran dunia". Namun yang
sebenarnya krusial di balik itu, mereka ingin mengontrol pemikiran ma- syarakat intelek
Amerika, yang kemudian akan merembeskan propaganda Inggris dan mengubah masyarakat
anti-perang itu menjadi masyarakat yang tersihir oleh histeria masa perang. Dan usaha ini
sangat berhasil. Dari sinilah satu pelajaran di- tarik: Propaganda pemerintah, jika didukung
oleh kelas ber- pendidikan dan tak terjadi penyimpangan, maka pengaruhnya akan sangat
besar. Ini juga dipelajari oleh Hitler dan masih ba nyak lagi, hingga cara-cara itu terus
berjalan hingga kini.

RUSIA
Selama Perang Dunia I, Kekaisaran Rusia juga menggunakan propaganda sebagai alat
untuk mempengaruhi opini publik dalam negeri dan luar negeri. Propaganda Rusia pada
periode ini berfokus pada mempertahankan dukungan untuk perang, memobilisasi
masyarakat, dan memperkuat persatuan di dalam negara.
Salah satu tujuan utama propaganda Rusia adalah untuk membangkitkan semangat
nasionalisme dan patriotisme di kalangan rakyat. Mereka berusaha menggambarkan Rusia
sebagai pahlawan yang berjuang melawan musuh-musuhnya yang jahat, terutama Jerman dan
Austria-Hongaria. Gambaran ini ditujukan untuk memperkuat kepercayaan rakyat pada
kekuatan militer Rusia dan memotivasi mereka untuk mendukung perang.
Pemerintah Rusia juga menggunakan propaganda untuk memobilisasi massa. Mereka
menyebarkan pesan-pesan yang menekankan pentingnya kontribusi individu dalam perang
dan mengajak warga negara untuk bergabung dengan tentara atau bekerja di industri
pertahanan. Propaganda ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah personel militer dan
memperkuat kapasitas produksi negara untuk mendukung upaya perang.
Selain itu, propaganda Rusia juga mencoba menggambarkan musuh-musuhnya
sebagai kekuatan yang kejam dan barbar. Mereka menyoroti kejahatan yang dilakukan oleh
tentara Jerman atau Austria-Hongaria, seperti penghancuran desa-desa atau penyalahgunaan
terhadap penduduk sipil. Hal ini bertujuan untuk memicu kemarahan dan kebencian terhadap
musuh-musuh Rusia serta menggalang dukungan internasional dalam konflik tersebut.
Secara keseluruhan, propaganda Rusia selama Perang Dunia I bertujuan untuk
mempengaruhi opini publik di dalam dan di luar negeri, meningkatkan semangat perang,
memobilisasi sumber daya, dan memperkuat persatuan di dalam negara. Propaganda ini
menggunakan berbagai alat seperti poster, surat kabar, majalah, dan pidato publik untuk
menyebarkan pesan-pesan yang diinginkan oleh pemerintah Rusia pada waktu itu.

Propaganda Gender

Propaganda dan dampak ideologisnya terhadap perempuan dan kehidupan keluarga di


era tersebut berbeda-beda di setiap negara. Propaganda Inggris sering mempromosikan
gagasan bahwa wanita dan keluarganya diancam oleh musuh, khususnya Angkatan Darat
Jerman . [48] Propaganda Inggris mempermainkan ketakutan warga negara dengan
menggambarkan Angkatan Darat Jerman sebagai kekuatan rakus yang membuat ngeri kota-
kota besar, memperkosa wanita, dan mencabik-cabik keluarga. [48] Teror yang diakibatkan
oleh propaganda gender memengaruhi kebijakan perang Inggris, dan kekerasan terhadap
ranah domestik di masa perang dipandang sebagai kejahatan perang yang tidak dapat
dimaafkan. [48]
Di Kesultanan Utsmaniyah , Amerika Serikat, dan negara-negara lain, perempuan
didorong untuk memasuki dunia kerja karena jumlah laki-laki terus menyusut selama
perang. [49] Pemerintah Utsmaniyah sudah memiliki sistem yang memasukkan partisipasi
wanita dalam komite pemerintahan yang didirikan pada tahun 1912 dan 1913. [49] Jadi, ketika
perang dimulai, pemerintah menyebarkan propaganda patriotik kepada wanita di seluruh
kekaisaran melalui komite wanita. [49] Propaganda mendorong perempuan untuk memasuki
dunia kerja, baik untuk mendukung Kekaisaran maupun untuk menjadi mandiri dengan
pekerjaan yang disetujui negara yang dikhususkan untuk perempuan. [49]
Propaganda perang Amerika sering menampilkan gambar wanita tetapi biasanya
mencerminkan norma gender tradisional. [4] Sementara semakin banyak panggilan untuk
mempekerjakan wanita untuk menggantikan pria yang berperang, propaganda Amerika juga
menekankan moralitas seksual . [50] Klub wanita sering menunjukkan sikap menentang
perjudian dan prostitusi. [50]

Penggunaan Media Massa sebagai Alat Propaganda pada Masa Perang Dunia II
Penggunaan media massa sebagai alat propaganda pada masa Perang Dunia II
memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi opini publik, memobilisasi
dukungan, dan mengendalikan informasi yang tersebar. Pada periode ini, media massa
menjadi salah satu instrumen utama yang digunakan oleh pemerintah, rezim totalitarian, dan
kelompok politik untuk memperkuat narasi mereka, memanipulasi persepsi, dan mengontrol
aliran informasi.
Salah satu contoh paling menonjol dalam penggunaan media massa sebagai alat
propaganda adalah rezim Nazi di Jerman di bawah Adolf Hitler.. Menteri Reich Paul Joseph
Goebbels dianggap arsitek mesin propaganda Nazi jerman dan bapak dari propaganda
modern pada umumnya. Ia termasuk di antara orang-orang pertama yang menyadari potensi
di balik kendali media dan kesanggupannya untuk mempengaruhi pikiran bangsanya.
Pengaruh propagandanya sangat besar dan besar, hingga hari-hari terakhir perang, sebagian
besar orang jerman percaya akan kemenangan yang sudah dekat dan terus berjuang untuk
penyebab yang sudah hilang.
Tujuan propaganda Goebbels' berubah sebagai perang berlangsung dan sangat
terhubung ke agenda partai Nazi secara keseluruhan serta situasi di garis depan. Tujuan
propagandanya secara keseluruhan adalah empat:
a) Untuk meningkatkan moral pasukan.
b) Untuk menanamkan disiplin serta mengilhami loyalitas, tidak
mementingkan diri sendiri, dan dedikasi pada perkara di rumah.
c) Untuk memperkenalkan doktrin perang Total.
d) Untuk menumbuhkan kebencian terhadap musuh Reich berdasarkan
ras dan pandangan politik.
Meskipun propaganda jerman dengan antusias menggunakan semua saluran informasi
untuk menyampaikan beritanya kepada massa; Alat utamanya adalah bioskop dan radio. Pada
awal perang itu, jerman sudah menjadi bangsa yang sangat maju dan kaya, karena kekayaan
dari negeri-negeri taklukan dicurahkan ke jerman. Kompleks militer di negeri itu juga
menghasilkan banyak peralatan rumah tangga. Hampir setiap rumah di jerman memiliki
radio, yang terekspos ke propaganda Goebbels secara teratur.
Sinema juga sangat penting dalam upaya propagandanya, karena film itu
memungkinkan untuk menyampaikan pesan lisan di samping visual yang mencolok dan
patriotik. Setiap film yang ditayangkan di bioskop jerman dimulai dengan sebuah foto
propaganda wajib selama 15-30 menit, jerman Wochenschau. Secara keseluruhan, dari 1300
film jerman yang diproduksi antara tahun 1941-1945, hampir 200 film dibuat dengan satu
tujuan propaganda.
Pada awal perang, propaganda jerman sebagian besar dimotivasi oleh doktrin Nazi
yang berjudul "Lebensraum," yang diterjemahkan ke dalam "ruang hidup," yang menyiratkan
suatu dorongan militer ke arah timur untuk membebaskan negeri-negeri itu bagi jerman.
Selanjutnya, membebaskan negeri-negeri itu berarti pembantaian atas lebih dari 70%
penduduk slavia yang menempatinya dan perbudakan selebihnya di kamp-kamp konsentrasi.
Untuk mencapai tujuan tidak manusiawi ini, Goebbels perlu untuk membentuk dan
mempersiapkan psyche jerman menerima perang sebagai tak terelakkan dan bersedia untuk
melakukan kekejaman atas nama Reich. Persiapan ini dimulai setidaknya satu dekade
sebelum perang. Soviet digambarkan sebagai ancaman bagi jerman dan gaya hidup barat
secara keseluruhan. Para prajurit diajarkan untuk tidak memandang tentara musuh dan warga
sipil sebagai manusia, dengan kejahatan dan kekejaman terhadap penduduk sipil dan tahanan
perang yang diizinkan oleh perintah dan dokumen resmi komando tinggi jerman. Para prajurit
yakin akan kemenangan yang cepat dan mudah, membuat kesamaan dengan prancis.
Akan tetapi, seraya perang berlanjut, tampak jelas bahwa uni soviet tidak akan kalah
dengan cepat dan mudah, nada propaganda jerman mulai berubah. Teknik-teknik obfuskasi
dan melebih-lebihkan digunakan untuk memberikan pengaruh yang besar guna meyakinkan
jerman bahwa perang masih berjalan sesuai rencana. Pada saat yang sama, patriotisme dan
sikap tidak mementingkan diri terhadap penyebabnya tersebar luas sebagai sarana
peningkatan angka perekrutan dan memperketat produksi dengan melibatkan wanita dan
anak-anak.
Menjelang akhir perang, ketika situasi putus asa, propaganda Goebbels' mulai
bertujuan pada anak-anak sebagai pengganti sementara untuk tentara yang hilang di front
timur. Pemuda Hitler dan Volksturm banyak digunakan dalam upaya sia-sia untuk menahan
serangan Soviet. Karena betapa efektifnya mesin propaganda Goebbels, banyak orang jerman
hidup dalam ketidaktahuan perang sampai tiba di depan pintu mereka.
Namun, propaganda Goebbels tidak ditujukan pada jerman dan sekutunya saja.
Bekerja sama dengan penduduk di daerah-daerah pendudukan merupakan hal terpenting bagi
upaya perang jerman juga. Orang jerman menggunakan pengeras suara dan menjatuhkan
selebaran di posisi Soviet untuk meyakinkan para prajurit pihak lawan agar beralih haluan
atau menyerah. Sementara teknik ini efektif pada awal perang, sebagai kejahatan yang
dilakukan terhadap tawanan perang dan warga sipil di belakang garis musuh ditemukan,
efektivitas upaya propaganda jerman terhadap tentara merah menurun drastis
Karena pemerintah Soviet tidak populer di beberapa daerah yang diduduki seperti
ukraina, polandia, dan Belarus, berbagai upaya dilakukan untuk memisahkan dan
menghancurkan masyarakat dengan menciptakan tak satu sama lain faksi yang seharusnya
saling bermusuhan. Selain itu, Goebbels memicu kecenderungan nasionalistis di daerah-
daerah itu, sehingga berbagai pasukan paramiliter yang bekerja sama seperti tentara
pembebasan rusia, legiun SS polandia, DLL. Berbagai upaya dibuat untuk membuat
penduduk mendukung pasukan pendudukan dan menolak ikut perang gerilya yang
merongrong garis pertahanan jerman. Di kawasan, selebaran, gambar, dan pengeras suara
yang diduduki menjadi sarana utama propaganda, karena rumah tangga rakyat tidak memiliki
radio.
Amerika Serikat: Amerika Serikat juga menggunakan propaganda untuk mendukung
perang dan memobilisasi masyarakat. Pemerintah AS meluncurkan kampanye propaganda
yang mencakup poster, film, kartun, dan iklan yang mendorong patriotisme, partisipasi dalam
perang, dan dukungan terhadap tentara. Pesan-pesan propagandis ini menekankan kebebasan,
demokrasi, dan nilai-nilai Amerika yang kontras dengan ideologi musuh, terutama Jerman
Nazi dan Jepang. Salah satu contoh yang terkenal adalah kampanye "Rosie the Riveter" yang
mendorong perempuan untuk bekerja dalam industri pertahanan.
Inggris: Propaganda Inggris, yang dikenal dengan sebutan "propaganda perang,"
dioperasikan oleh Kementerian Informasi. Mereka menggunakan berbagai media seperti
poster, film, radio, dan surat kabar untuk membangkitkan semangat juang dan menggalang
dukungan publik. Propaganda Inggris menekankan keberanian dan ketahanan nasional, dan
menyebarkan narasi yang mengecam agresi musuh, terutama Jerman Nazi. Perdana Menteri
Winston Churchill sering kali menggunakan pidato inspirasionalnya untuk memobilisasi dan
menguatkan semangat rakyat Inggris dalam menghadapi ancaman perang.
Uni Soviet: Propaganda di Uni Soviet dipimpin oleh Departemen Agitprop
(Departemen Agitasi dan Propaganda) yang bertujuan untuk membangun semangat perang,
memobilisasi massa, dan memperkuat ideologi komunis. Propaganda Soviet menggambarkan
perang sebagai perjuangan melawan imperialisme kapitalis dan menekankan keberanian dan
pengorbanan para pejuang Soviet. Pemerintah menggunakan media seperti poster, surat
kabar, radio, dan film untuk menyebarkan pesan-pesan revolusioner dan membangkitkan
semangat patriotik.
Setiap negara yang terlibat dalam Perang Dunia II menggunakan propaganda dengan
tujuan yang berbeda, tetapi secara umum, mereka semua bertujuan untuk mempengaruhi
opini publik, memotivasi rakyat, dan memperkuat persatuan dalam perang. Propaganda ini
memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat tentang konflik dan
memobilisasi sumber daya nasional untuk mendukung upaya perang.

Anda mungkin juga menyukai