Anda di halaman 1dari 5

ASAL-USUL AKSARA JAWA

Aksara jawa, juga dikenal sebagai Hanacaraka, Carakan, atau Dentawyanjana,


merupakan bentuk tulisan dari bahasa jawa dan digunakan didaerah jawa dan sekitarnya. Akar
tertua aksara Jawa adalah aksara Brahmi dari India yang berkembang menjadi aksara Pallawa di
Asia Selatan dan Tenggara antara abad ke-6 hingga 8. Aksara Pallawa kemudian berkembang
menjadi aksara Kawi yang digunakan sepanjang periode Hindu-Buddha Indonesia antara abad
ke-8 hingga 15.Dikutip dari Wikipedia ksara ini terutama digunakan untuk menulis bahasa Jawa,
tetapi dalam perkembangannya juga digunakan untuk menulis beberapa bahasa daerah lainnya
seperti bahasa Sunda, Madura, Sasak, dan Melayu, serta bahasa historis seperti Sanskerta dan
Kawi. Aksara Jawa merupakan turunan dari aksara Brahmi India melalui perantara aksara Kawi
dan berkerabat dekat dengan aksara Bali. Aksara Jawa aktif digunakan dalam sastra maupun
tulisan sehari-hari masyarakat Jawa sejak pertengahan abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-
20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih
diajarkan di DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian kecil Jawa Barat sebagai
bagian dari muatan lokal, tetapi dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
Asal usul aksara jawa tidak terlepas dari legenda aji saka, diceritakan ia adalah sosok
yang membangkitkan peradaban tanah jawa, membuat aksara jawa dan pencipta tarikh tahun
saka. Dalam legenda disebutkan bahwa berasal dari negri negri antah-berantah bernama bumi
majeti, akan tetapi ada pula yang menyebutkan bahwa aji saka berasal dari keturunan shaka di
India. Legenda mengatakan bahwa aksara Hanacaraka diciptakan oleh Aji Saka, penguasa
Kerajaan Medang Kamulan, yang mempunyai dua abdi setia bernama Dara dan Sembada. Suatu
ketika, Aji Saka mengutus Dara untuk menemui Sembada dan membawakan pusakanya. Dara
kemudian mendatangi Sembada dan menyampaikan tentang perintah tuannya. Namun, Sembada
menolak karena sesuai perintah Aji Saka sebelumnya, tidak ada yang diperbolehkan untuk
membawa pusaka itu selain Aji Saka sendiri. Alhasil, dua abdi Aji Saka saling mencurigai bahwa
masing-masing bermaksud untuk mencuri pusaka itu. Sembada dan Dara pun bertarung hingga
keduanya meninggal. Ketika Aji Saka menyusul, ia menemukan dua abdinya telah meninggal
akibat kesalahpahaman. Di depan jasad dua abdinya itu, Aji Saka membuat puisi yang
merefleksikan momentum itu, Aji Saka mengungkapkan rasa penyesalan atas kelalaiannya
dengan sebuah kalimat yang akhirnya menjadi gabungan suku kata dalam aksara Jawa.

Ha-Na-Ca-Ra-Ka (ada utusan)


Da-Ta-Sa-Wa-La (Saling berselisih pendapat)
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya (sama-sama sakti)
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga (sama-sama menjadi mayat).

Sedangkan menurut ilmuan aksara jawa sendiri muncul pertama kali setelah orang-orang
India datang ke pulau Jawa. Diperkirakan bahwa sebelum itu etnik Jawa belum mempunyai
aksara ( Poerbatjaraka, 1952 : vii ) sehingga masih berlaku tradisi kelisanan. Dengan munculnya
aksara, mulailah tradisi keberaksaraan untuk menciptakan bahasa ragam tulis, meskipun tradisi
kelisanan tetap berlangsung. Akar paling tua dari aksara Jawa adalah aksara Brahmi di India
yang berkembang menjadi aksara Pallawa di Asia Selatan dan Tenggara antara abad ke-6 hingga
8. Aksara Pallawa kemudian berkembang menjadi aksara Kawi yang digunakan sepanjang
periode Hindu-Buddha Indonesia antara abad ke-8 hingga 15. Di berbagai daerah Nusantara,
aksara Kawi kemudian berkembang menjadi aksara-aksara tradisional Indonesia yang salah
satunya adalah aksara Jawa. Aksara Jawa modern sebagaimana yang kini dikenal berangsur-
angsur muncul dari aksara Kawi pada peralihan abad ke-14 hingga 15 ketika ranah Jawa mulai
menerima pengaruh Islam yang signifikan.

Ada juga Ajaran filsafat hidup berdasarkan aksara Jawa yang sebagai berikut :

Ha-Na-Ca-Ra-Ka berarti ada ”utusan” yakni utusan hidup, berupa nafas yang
berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada
yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia
dan kewajiban manusia(sebagaiciptaan)

Da-Ta-Sa-Wa-La berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ”
tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia
melaksanakan,menerima dan menjalankan kehendak Tuhan

Pa-Dha-Ja-Ya-Nya berarti menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup
( makhluk ). Maksdunya padha ”sama” atau sesuai, jumbuh, cocok tunggal batin yang tercermin
dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ”menang, unggul” sungguh-
sungguh dan bukan menang-menangan ”sekedar menang” atau menang tidak sportif.

Ma-Ga-Ba-Tha-Nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan
Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun
manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
Berikut bentuk aksara jawa:
https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/02/130000379/aji-saka-dan-cerita-bangkitnya-
peradaban-jawa?page=all
https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/01/130000379/hanacaraka--asal-usul-makna-dan-
jenisnya?page=all

https://www.merdeka.com/jateng/kisah-asal-mula-aksara-jawa-berawal-dari-legenda-aji-
saka.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Aksara_Jawa

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5969606/aksara-jawa-lengkap-dengan-pasangan-dan-
contoh-penulisannya

Anda mungkin juga menyukai