Anda di halaman 1dari 2

Filosofi Tersembunyi Hanacaraka atau Aksara Bali

Hanacaraka adalah salah satu aksara tradisional Nusantarayang berkembang di Bali, Indonesia.
Aksara ini umum digunakan untuk menulis bahasa Bali dan bahasa Sanskerta. Dengan sedikit
perubahan, aksara ini juga digunakan untuk menulis bahasa Sasak yang digunakan di Lombok. Aksara
ini berkerabat dekat dengan dengan aksara Jawa.
Aksara Bali masih diajarkan di sekolah-sekolah Bali sebagai muatan lokal, namun
penggunaannya terbatas pada lingkup yang sempit. Dalam penggunaan sehari-hari, sebagian besar
aksara Bali telah tergantikan dengan huruf Latin.

Namun tahukah anda bahwa Aksara Bali atau Hanacaraka memiliki Filosofi Tersembunyi dan
dapat di jadikan Mantra yang kuat? Berikut adalah ulasan dari hasil team Mantra Hindu dot com.
 
Bagian I Filosofi Tersembunyi Hanacaraka atau Aksara Bali
Dengan menggunakan referensi aksara jawa. Agar lebih lengkap dan mudah dipahami. Ke-20 aksara
itu menggambarkan suatu proses penciptaan Tuhan, yang dilewatkan kepada manusia.
Ha Na Ca Ra Ka                  = ada utusan
Da Ta Sa Wa La                  = padha peperangan
Pa Dha Ja Ya Nya               = sama saktinya
Ma Ga Bha Tha Nga           = sama-sama mati
Maka penjelasannya menjadi sebagai berikut :
Ha Na Ca Ra Ka ;
Ada utusan, utusan dari Hyang Widhi, dua orang manusia, laki dan erempuan. Yang dalam mitos
certita Aji Saka bernama Dora dan Sembada.

Da Ta Sa Wa La ;
Membawa pesan atau tugas yang tidak boleh tidak, harus dilaksanakan. Tugas Dora adalah
mempertahankan keris, yang dititipkan Aji Saka kepadanya. Sedangkan tugas Sembada kembali
meminta keris tersebut.
Pa Dha Ja Ya Nya ;
Perintahnya pasti, “Dora kutitip keris ini kepadamu, dan tidak boleh siapapun mengambil kembali,
selain aku,” kata Aji Saka. Dan setelah itu, Sembada pun diperintah. “Sembada ambillah keris yang
kutitipkan pada Dora, jangan pernah kembali tanpa keris tersebut,” kata Aji Saka.

Ma Ga Bha Tha Nga ;


Itulah alasannya, kenapa kedua utusan itu lalu bertempur. Namanya juga murid Aji Saka, pastilah
bukan manusia sembarangan. Karena sama-sama saktinya, maka keduanya pun akhirnya sama-sama
mengalami kematian.

Aji Saka melambangkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Dora adalah manusia
laki-laki dewasa, dan Sembada adalah manusia perempuan dewasa. Keris ini adalah simbol purusha =
purus = kemaluan laki-laki. Sedangkan saung keris yang dibawa Sembada, sebagai bukti ia utusan AJi
Saka, adalah simbol predana = vagina = kemaluan wanita. Bertempur adalah simbol persetubuhan,
senggama antara laki-laki dan perempuan. Kematian adalah simbol dari berakhirnya persetubuhan.
Sama-sama lelah, karena api asmara yang tadi telah membakar dirinya telah padam (telah  mati).
Karena itulah kerajaan Aji Saka bernama Medang Kemulan, yang berarti Medal Kemulan atau
keluar dari kemaluan lewat pergumulan, persetubuhan.
Dan karena itu pula, ada seseorang wanita remaja ataupun dewasa kedapatan hamil dan tidak
ada yang mengaku bertanggungjawab, maka agar anaknya tidak menjadi anak bebijat, dia bisa
dikawinkan atau dinikahkan dengan sebuah keris. Karena keris dianggap simbol purusha.
Selanjutnya dikatakan ; ha na ca ra ka, unggwanya Wetan (Timur) adalah kawitan atau wiwitan
(permulaan) adanya wujud manusia, pa dha ja ya nya, unggwanya Kulon (Barat) berarti bapak-ibu
kelonan (tidur bersama), da ta sa wa la, unggwanya Kidul (Selatan) berarti kemaluan bapak nduldul
(menerobos kemaluan ibu), kemudian si ibu menjadi bunting, hamil dan ma ga ba tha nga, unggwanya
Lor (Utara) artinya lahir, melahirkan anak. Dengan adanya kelahiran manusia inilah ajaran Kanda Pat
menjadi ada. Bila tidak ada kelahiran ini, maka ajaran Kanda Pat pun takkan pernah ada.

Anda mungkin juga menyukai