Anda di halaman 1dari 5

Geopolitik Populer

Siti hartuti (43117016)

Jika berdasar pada penulisan Jason Dittmer dan Klaus Dodds (2008), geopolitik populer ternyata memiliki
keterkaitan dengan geopolitik kritik. Geopolitik populer menjadi elemen dasar dari perluasan literasi
tentang geopolitik kritik. Hal ini diyakini karena studi yang sudah ada tentang geopolitik, terutama yang
berasal dari sisi akademis, kurang memiliki penjelasan mengenai bagaimana diskursus geopolitik mampu
masuk ke dalam budaya populer.

Geopolitik mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Isu-isu geopolitik yang terjadi kemudian
memunculkan asumsi dan ide baru terhadap studi geopolitik. kondisi pada saat postmodern
berimplikasi pada studi geopolitik, dimana muncul kartografi yang lebih canggih dengan teknologi, ruang
lingkup berubah dari teritori menjadi telemetrikal, hingga kemunculan pendekatan-pendekatan baru
seperti pendekatan marxis dan pendekatan geopolitik lingkungan. Lalu, muncul ide baru untuk
mengembangkan pengaruh sebuah negara ke negara lain dengan cara mempopulerkan budayanya.
Globalisasi yang mendorong komunikasi intens tanpa batas menciptakan budaya populer, yakni budaya
yang dinikmati oleh semua orang di seluruh dunia dan menarik perhatian mereka pada budaya-budaya
yang sama.

Dittmer dan Dodds (2008) menjelaskan pentingnya identifikasi geopolitik populer. Pertama, pertanyaan
tentang audiens sangat penting dan telah ada pengakuan bahwa penelitian geopolitik populer masih
menunjukkan secara mendetail dan bagaimana film, majalah, dan internet tertentu dikonsumsi. Kedua,
ada penekanan berlebihan pada pertanyaan representasi dengan mengorbankan apa yang Nigel Thrift
pernah menyebutkan hal-hal kecil yang Memberikan pemahaman akan bagaimana geo-power
sebenarnya dipraktikan. Kemudian media baru yang terkait dengan internet patut dicermati dan perlu
dikaitkan dengan korpus geopolitik populer dalam kaitan dengan semakin pentingnya kegiatan seperti
itu. Secara umum, geopolitik populer yakni wawasan dari studi budaya dapat membantu dalam
menganalisis proses dimana khalayak menciptakan makna dalam narasi tersebut. Terdapat dua tema
utama geopolitik populer menurut Dodds yaitu militer, industri, media, jaringan hiburan dan peran
konstitutif budaya populer.

O’Thuatail (1998) membagi kajian geopolitik menjadi tiga, yakni pertama adalah geopolitik formal
seperti teori dan pemikiran akademisi. Kedua, geopolitik praktis yakni pemikiran praktis para pemimpin
politik. Terakhir adalah geopolitik populer yakni tidak hanya dalam ruang lingkup para politisi elit, namun
juga di masyarakat luas melalui budaya pop, film, komedi dan lain-lain yang dapat diubah menjadi
wacana geopolitik. Geopolitik populer menurut Dittmer dan Dodds (2008) yakni sebagai “the
vocabularies used by political leaders to help their citizen make sense of the world”. Dalam hal ini,
geopolitik tidak lagi berbicara tentang kaum elit, namun fokus pada bagaimana masyarakat dapat
menerima dan memahami geopolitik. Geopolitik populer ini masyarakat tidak lagi sebagai subjek,
melainkan masyarakat juga turut berperan dalam membuat geopolitik itu sendiri. Dalam geopolitik
populer tidak hanya para elit politik dan akademis saja yang dapat membuat geopolitik. Geopolitik
populer mengembangkan pengaruhnya dikemas melalui budaya-budaya populer maupun isu-isu hangat
yang sedang terjadi saat itu juga.

secara sederhana, geopolitik populer menggambarkan bagaimana geopolitik dan isu-isunya disampaikan
melalui budaya-budaya populer. Para pemikir geopolitik melihat bahwa budaya-budaya populer dapat
digunakan sebagai instrument yang menarik perhatian public terhadap sebuah isu dan mengonstruksi
atau melegetimasi situasi yang ada. Sebuah contoh yang dapat diambil untuk menjelaskan fenomena
demikian adalah majalah-majalah populer yang tersebar pada masa Perang Dingin di kalangan pembaca
Amerika. Majalah-majalah tersebut berkontribusi terhadap reproduksi hegemoni atas identitas national
yang berarti bahwa Amerika Serikat dinyatakan sebagai pihak yang penting untuk melawan
komunismenya Soviet dan rencana Soviet atas dominasi global. Majalah tersebut berusaha
menggambarkan Soviet sebagai ancaman besar yang sangat berbahaya dan harus segera diatasi karena
jika tidak, dunia akan dikuasai oleh Soviet dengan komunismenya yang sangat totalitarian. Salah satu
majalah populer saat itu adalah Reader’s Digest, secara hati-hati mempublikasikan cerita-cerita yang
tidak hanya menyatakan Amerika sebagai pihak yang demokratis, liberal dengan pasar kapitalisnya,
namun juga mengambarkan Soviet sebagai pihak penindas dan totalitarian. Sederhananya, Amerika
digambarkan sebagi the good guy dan Soviet sebagai the bad guy.

Selain majalah, Dittmer dan Dodds (2008) juga menganalisis bagaimana budaya populer lainnya mampu
menyebarkan nilai-nilai geopolitik seperti, film, koran, kartun, komik serta asitektur formal yakni
memorial dan patung. Pada literatur tahun 1990, salah satu penelitian yang berhasil menjelaskan
bagaimana budaya populer menyebarkan nilai-nilai geopolitik adalah pada bidang kartun dan komik
dalam konteks yang bervariasi di Inggris, Denmark, Estonia, Amerika dan Arab. Melalui komik dan kartun,
nilai- nilai geopolitik dapat disebarkan dengan cara yang tidak begitu kontras. Dalam kasus ini
penggambaran retorikal yang dikspresikan melalui kartun dan komik telah di analisis sedemikan rupa
sehingga memungkinkan audience untuk menangkap pemahaman geografis regional dan global. Nilai-
nilai geopolitik disampaikan dengan cara yang lebih menyenangkan daripada artikel, buku atau bahan
bacaan yang sangat ilmiah dengan harapan masyarakat memahami maksud author yang kemudian
menguntungkan author itu sendiri. Terdapat beberapa asumsi popular geopolitik ini. Pertama, bahwa
geopolitik populer bekerja sesuai dengan logika representasi. Penonton diberikan gambaran akan
tempat, orang-orang juga politik sesuai dengan perspektif author. Hal ini tentunya akan menguntungkan
author karena audience akan memandang kasus yang digambarkan sesuai dengan perspektif author.
Kedua, bahwa geopolitik populer juga bekerja sesuai dengan emosi dan afeksi audience. Isu-isu
geopolitik didramatisasi sehingga mengandung rasa takut, harapan, kebanggaan, penderitaan, kesedihan
yang dideskripsikan secara detail yang akan memengaruhi perasaan audience sehingga cara author
memandang isu tersebut melekat di pikiran audience. Ketiga, bahwa geopolitik populer juga bekerja
secara intertekstual, dimana budaya populer yang satu berhubungan dengan budaya populer lainnya
yang memperkuat pesan dibalik budaya tersebut.

Adapun salah satu contoh yang dapat di ambil mengenai geopolitik populer adalah film yang berjudul
Argo. Film ini diangkat berdasarkan dokumen yang telah dideklasifikasi pemerintah Amerika pada tahun
1997. Penggambaran film ini mungkin akan berbeda pada mereka yang mengingat krisis sandera dan
bagaimana krisis terebut merenggut kesadaran Amerika selama 444 hari dimana 52 orang amerika
menjadi sandera di kedutaan Amerik di Iran pada tahun 1979 saat terjadi revolusi Iran. Secara singkat,
film ini bercerita tentang Tony Mendez, seorang agen CIA yang diberikan tugas untuk membawa keluar
diplomat Amerika dari Iran setelah pemerintah Amerika mengetahui bahwa mahasiswa Iran mengambil
ahli kedutaan Amerika disana dan menyandera beberapa orang Amerika. Namun, enam diplomat
Amerika berhasil kabur dan bersembunyi di Tehran di tempat kedutaan Kanada untuk Iran. Untuk
menyelesaikan tugas tersebut, Tony Mendez dan teman-temannya harus menyiapkan identitas palsu,
paspor palsu dan berpura-pura sedang membuat film disana. Tentunya, film ini menuai propaganda
media, dimana orang-orang Iran menolak penggambaran Iran yang demikian karena dianggap
memanipulasi opini public terhadap Republik Islam Iran. Pemerintah Iran sangat sensitif terhadap
penggambaran revolusi Iran, apalagi jika CIA dilibatkan. Orang-orang Iran mengingat betul bagaimana
operasi CIA pada 19 Agustus 1953 menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis pertama
kali di Timur Tengah dan Perdana Manteri Mohammad Mosaddeq. Singkatnya, CIA mendukung Syah
untuk memulai rezim autoritariannya. Selain itu, penggambaran orang-orang Iran pada film tersebut juga
sangat buruk, yakni jelek, miskin, sangat religius dan bodoh. Konstruksi yang kemudian diciptakan adalah
bahwa, orang-orang Iran sendiri yang menonton film tersebut tersadarkan bahwa menyandera diplomat
Amerika pada saat itu bukan aksi perlawanan terhadap Amerika. Aksi menyandera diplomat Amerika
tersebut memang bentuk pengkhianatan sejumlah orang terhadap pemerintah Iran.

Selain film, terdapat bentuk budaya popoler lainnya yakni musik. Adanya peristiwa pemboman 9/11
oleh sekelompok terroris Al-Qaeda mendorong berbagai gerakan dari berbagai kalangan industri musik
untuk menciptakan lagu sebagai media menyampaikan kondisi geopolitik. Salah satu contoh lagu yang
menggambarkan situasi geopolitik yaitu we will not go down, yang mana menjelaskan bahwa keadaan
geopolitik yang penuh konflik di Gaza. Kemudian ada juga munculnya band scorpions yang berasal dari
jerman menciptakan lagu yang berjudul wind of change dalam liriknya terdapat pesan yang disampaikan
untuk presiden Mikhail Gorbachev pada tahun 1991. Pada saat Perdamaian Moskow, tanggal 12 dan 13
Agustus 1989, angin perubahan semakin kuat. Reformasi perestroika Gorbachev berjalan dengan baik,
gerakan oposisi Jerman Timur mulai mengkritik rezim komunis secara publik, dan Hongaria telah
melonggarkan perbatasannya dengan Austria, yang berarti banyak orang Jerman Timur dapat melarikan
diri ke Barat. Dirilisnya lagu wind of change sekaligus memperingati akan peristiwa 20 tahun lalu, yakni
runtuhnya Tembok Berlin yang menjadi tanda kalahnya komunisnya di Eropa Timur. Latarbelakang dari
lagu tersebut terinspirasi oleh adanya perubahan sistem perpolitik di Eropa Timur, termasuk Jerman
Barat dan Jerman Timur. Kemudian, band Scorpions tersebut menunjukan akan rasa patriotisme mereka
sebagai warga Jerman terhadap negaranya melalui musik. Sehingga ditulisnya lirik lagu wind of change
sebagai bentuk reaksi terhadap peristiwa runtuhnya Tembok Berlin dan kondisi politik di Eropa Timur.

Dalam lirik pertama “I follow the Moskva, down to Gorky Park” menceritakan bagaimana perjalanan tur
band Scorpions ke Moscow, Rusia yang mana dulu menjajah Jerman. Hal ini sebagai tanda kedamaian
dengan diizinkannya band Barat untuk pertama kali tampil dalam acara Moscow Music Peace Festival
oleh Rusia. Selanjutnya, dalam lirik ‘on a glory night’ menceritakan Tembok Berlin yang menjadi pemisah
negara Jerman tersebut akhirnya berhasil diruntuhkan dan kembali menyatukan wilayah Jerman. Tembok
Berlin sebagai ikon pemerintahan dan kemiskinan dibawah Tirai Besi. Selain itu Tembok Berlin sebagai
bentuk tamparan akan nyatanya Perang Dingin yang tidak hanya sekedar masalah politik sederhana.
Kemudian dilirik ‘Where the children of tomorrow dream away’ menandakan bahwa runtuhnya Tembok
Berlin membawa masa depan Jerman akan lebih baik. Angin perubahan yang dimaksud adalah adanya
pergeseran komunisme ke kapitalisme oleh negara-negara di bawah Uni Soviet. Dunia telah berubah
selamanya, yang mana tidak ada lagi komunisme. Ketika perbatasan antara Berlin Timur dan Barat secara
resmi ditutup pada 13 Agustus 1961.

Sentuhan liriknya mengandung makna harapan dan kedamaian seperti dalam lirik “the world is closing
in, did you ever think, that we could be so close, like brothers?”. Kemudian lirik “like a storm wind that
will ring, the freedom bell for peace of mind” sebagai cerita runtuhnya Tembok Berlin membawa
kebebasan dan kebahagiaan bagi rakyat Jerman. Selain itu, dalam video clip tersebut menyertakan
rekaman konstruksi berisi runtuhnya Tembok Berlin yang menyebabkan semakin eratnya hubungan
dengan akhir Perang Dingin dan reunifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur. Dapat kita lihat juga bahwa
dengan terobosoan melalui musik, dapat membuat suatu bentuk narasi baru bagaimana peristiwa
runtuhnya Tembok Berlin sekaligus mengenang para generasi sebelumnya yang ikut berperang melawan
Rusia. Singkatnya, lagu “wind of change” ini sebagai lagu narasi baru mengenai revolusi politik dan
budaya dalam Jerman.

Kesimpulannya, bahwa geopolitik populer merupakan perkembangan dari geopolitik kritis yang
melibatkan masyarakat dalam membuat geopolitik melalui budaya populer. Untuk menjelaskan kondisi
politik dan geografi yakni dengan karya visual seperti komik, film, musik, puisi dan lain-lain. Hal tersebut
bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam memahami akan isu-isu geopolitik dan menganalisis
proses dimana khalayak menciptakan makna dalam narasi tersebut. Fokus dalam geopolitik populer
yakni audience dengan mengutamakan bagaimana para audience dapat menerima dan memahami
maksud dari pesan yang disampaikan. Berdasarkan penjelasan mengenai isu film ini dapat disimpulkan
bahwa geopolitik populer merupakan penyebaran nilai-nilai geopolitik dengan budaya populer sebagai
instrumennya, seperti film, music, majalah, kartun, komik dan media lainnya. Hal ini dianggap sebagai
pendekatan yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan bahan bacaan ilmiah. Karena
pendekatannya menarik, geopolitik populer dianggap lebih mudah menjangkau audience dan memenuhi
kepentingan author. Melalui geopolitik populer, author dapat memanipulasi opini publik terhadap suatu
isu dan memperkuat argumennya dengan penggambaran yang disesuaikan dengan perspektif author
memandang isu tersebut. Kemudian penyampaian narasi melalui musik dapat dilihat dari lagu wind of
change sebagaimana menceritakan tentang runtuhnya Tembok Berlin telah membawa perubahan besar
bagi rakyat Jerman. Dengan melihat makna dari setiap lirik menggambarkan adanya kedamaian dan
kebahagaiaan pasca kalahnya rezim komunisme oleh Uni Soviet. Singkatnya, lagu wind of change adalah
sebagai bentuk soundtrack oleh rakyat Jerman yang memperingati runtuhnya Tembok Berlin sebagai
awal mula masa depan yang lebih baik.

Referensi :
http://tamara-shidazhari-fisip16.web.unair.ac.id/artikel_detail-222306-Geopolitik%20dan
%20Geostrategi-Geopolitik%20Populer:%20Pemahamahan%20Geopolitik%20Melalui%20Media.html

http://martin333-fisip15.web.unair.ac.id/artikel_detail-173997-Geopolitik%20dan%20Geostrategi-
Geopolitik%20Populer%20:%20Asumsi%20dan%20Contohnya.html

http://raiyan-anggara-fisip15.web.unair.ac.id/artikel_detail-173978-SOH308%20Geopolitik%20dan
%20Geostrategi-Geopolitik%20Populer:%20Pentingnya%20Kehadiran%20Audience%20dalam
%20Pembentukan%20Stigma.html

Anda mungkin juga menyukai