Anda di halaman 1dari 14

LICHEN DAN KUPU KUPU SEBAGAI INDIKATOR

KUALITAS LINGKUNGAN DI AREA GWW DAN TAMAN


INOVASI IPB UNIVERSITY

Tubagus Muhammad Daffa Ramadhan (E3401201016), Rafihanif Dimas


Aprianza (E3401201023), Hafiz Syah Kautsar Rais (E3401201054), Indira
Ramayanda (E3401201086), Nanda Faradilla Putri Fahira (E3401201107), Ria
Risyanti (3401201135)

Kelompok 9

*Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Tbgs12daffa@apps.ipb.ac.id

ABSTRAK
Kawasan perkotaan yang semakin padat menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas lingkungan khususnya udara. Potensi peningkatan pencemaran udara yang
terjadi di perkotaan tersebut dapat diukur dengan menggunakan agen bioindikator
alami seperti kupu-kupu dan liken. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
kelimpahan jenis kupu-kupu dan liken di GWW dan Taman Inovasi serta kaitannya
dengan kualitas lingkungan. Penelitian dilakukan pada 17 Februari 2023
menggunakan metode transek jalur dengan panjang dan lebar jalur pengamatan
sebesar 100 m dan 20 m, kemudian melakukan pengamatan spesies lichen dan
kupu-kupu. Hasil menunjukkan kelimpahan tertinggi terdapat pada jenis Bicylus
vulgaris dan Ypthima philomela sebesar 40% dengan nilai kekayaan jenis kupu-
kupu sebesar 1,24. Keanekaragaman kupu-kupu yang rendah dipengaruhi oleh
dekatnya jarak lokasi pengamatan dengan sumber polusi dan tegakan pohon yang
minim serta rendahnya jumlah tumbuhan sumber pakan kupu-kupu. Jenis liken
yang ditemukan di lokasi diantaranya tipe morfologi Crustose seperti Rhizocarpon
geographicum dan Haematomma persooni dengan persentase 54,16% menghadap
ke lokasi tercemar dan 65,41% menghadap ke lokasi yang tidak tercemar serta liken
jenis Pseudocyphellaria rainierensi dan Xanthoparmelia coloradoensis pada tipe
morfologi Foliose dengan persentase 45,85% menghadap ke lokasi tercemar dan
34,59% menghadap ke lokasi yang tidak tercemar. Keberadaan liken sebagai
bioindikator kualitas udara menunjukkan bahwa liken yang ditemukan sebagian
besar berada pada pohon yang membelakangi sumber pencemar dibandingkan
dengan pohon yang menghadap sumber pencemar, ditandai dengan jumlahnya yang
banyak, berukuran besar, dan hampir menutupi seluruh bagian pohon. Jumlah
perjumpaan liken ini dipengaruhi oleh sumber pencemar yang sebagian besar
merupakan polutan dari senyawa kendaraan bermotor.
Kata kunci: pencemaran, bioindikator, liken, kupu-kupu

ABSTRACT
Increasingly dense urban areas cause a decrease in environmental quality,
especially air. The potential increase in air pollution in urban areas can be
measured using natural bioindicator agents such as butterflies and lichens. This

1
study aims to identify the abundance of butterfly and lichen species in GWW and
Innovation Parks and their relation to environmental quality. The research was
conducted on February 17, 2023, using the line transect method with a length and
width of the observation path of 100 m and 20 m, then observing lichen and butterfly
species. The results showed that the highest abundance was in the species Bicylus
vulgaris and Ypthima philomela by 40%, with a species richness value of 1.24 for
butterflies. The low diversity of butterflies was influenced by the proximity of the
observation location to the source of pollution, minimal tree stands, and the low
number of plants for feeding the butterflies. Lichen types found at the location
included Crustose morphology types such as Rhizocarpon geographicum and
Haematomma personii, with a percentage of 54.16% facing polluted locations and
65.41% facing unpolluted locations as well as lichen types Pseudocyphellaria
rainierensi and Xanthoparmelia coloradoensis on the Foliose morphology type
with the percentage of 45.85% facing polluted locations and 34.59% facing
unpolluted locations. The existence of lichen as a bioindicator of air quality shows
that the lichen found was mostly in trees facing away from the pollutant source
compared to trees facing the pollutant source, characterized by their large number,
large size, and almost covering all parts of the tree. The number of lichen
encounters is influenced by pollutant sources, most of which are pollutants from
motor vehicle compounds.
Keywords: pollution, bioindicator, lichen, butterfly

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan


pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi (UU No.26 2007). Pembangunan kawasan perkotaan yang
semakin banyak tentunya berdampak pada penurunan kualitas lingkungan
khususnya udara. Pencemaran udara akan semakin meningkat apabila
pembangunan kawasan perkotaan tidak diiringi dengan optimalisasi ruang terbuka
hijau.
Potensi peningkatan polusi udara di daerah perkotaan dapat diukur
menggunakan bioindikator biologis seperti kupu-kupu dan lichen. Kupu-kupu
dikenal sebagai indikator ekologis yang baik karena sensitif terhadap
degradasi habitat dan perubahan iklim (Tiple 2012). Selain kupu-kupu, lichen
juga termasuk sebagai bioindikator yang baik karena termasuk organisme yang
sensitif terhadap polutan (Roziaty et al. 2021). Praktikum ini mengidentifikasi
keanekaragaman dan jumlah kupu-kupu dan lichen yang ditemukan untuk
dimanfaatkan sebagai indikator pencemaran udara khususnya di Kampus IPB
Darmaga.

Tujuan
1. Mengidentifikasi kelimpahan, keanekaragaman, dan kekayaan jenis kupu
kupu di area GWW dan Taman Inovasi

2
2. Mengidentifikasi keterkaitan hubungan antara keanekaragaman dan
populasi kupu-kupu terhadap kualitas lingkungan di area GWW dan
Taman Inovasi
3. Mengidentifikasi lichen berdasarkan tipe morfologi di area GWW dan
Taman Inovasi
4. mengidentifikasi frekuensi perjumpaan berdasarkan jenis lichen dan tipe
morfologi di di area GWW dan Taman Inovasi
5. membandingkan individu lichen yang hidup pada kulit pohon menghadap
sumber pencemar dengan membelakangi sumber pencemar

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Praktikum


Pengambilan data lichen dan kupu-kupu dilakukan pada tanggal 17
Februari 2023 di sepanjang jalanan Koin IPB Darmaga sampai Graha Widya
Wisuda. Pengambilan data dilakukan pada sore hari pukul 16.00-18.00 WIB.

B. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode transek jalur
dengan panjang dan lebar jalur pengamatan sebesar 100 m dan 20 m. Setelah
itu, dilakukan pengamatan spesies lichen pada 25 individu pohon dan
pengambilan data kupu-kupu di sepanjang jalur transek.

C. Analisis Data
1. Kelimpahan Relatif
Kelimpahan relatif merupakan proporsi yang direpresentasikan oleh
masing-masing spesies dari seluruh individu dalam suatu komunitas (Campbell
et al. 2010). Data kupu-kupu dianalisis dengan menggunakan rumus berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠 (𝑛𝑖)
IKR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 (𝑁) 𝑥100%

Nilai Indeks Kelimpahan Relatif digolongkan dalam tiga kategori, yaitu


tinggi (>20%), sedang (15-20%), dan rendah (<15%) (Asrianny et al. 2018).

2. Keanekaragaman Jenis

Analisis tingkat keanekaragaman jenis kupu-kupu dihitung dengan


menggunakan Indeks Keanekaragaman (H’) jenis Shannon-Wiener (Odum
1996) dengen menggunakan rumus berikut:
𝑛𝑖 𝑛𝑖
H’ = −Σ 𝑁 𝑙𝑛 𝑁

Nilai Indeks Keanekaragaman jenis digolongkan dalam tiga kategori, yaitu


tinggi (H’>3), sedang (1<H’<3), dan rendah (H’<1).

3. Kekayaan Jenis

3
Analisis tingkat kekayaan jenis kupu-kupu dihitung dengan
Indeks Kekayaan (R) menggunakan rumus berikut:
𝑆−1
R = 𝐿𝑛 𝑁

Nilai Indeks Kekayaan jenis digolongkan dalam tiga kategori, yaitu tinggi
(R>4), sedang (2.5<R<4), dan rendah (R<2.5).

4. Frekuensi Perjumpaan Lichen

Data jenis lichen yang diambil merupakan sampel yang berasal dari pohon
yang menghadap sumber pencemar dan membelakangi sumber pencemar.
Analisis data lichen dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠/𝑚𝑜𝑟𝑓𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖 𝑙𝑖𝑐ℎ𝑒𝑛


𝑥100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Kelimpahan, keanekaragaman, dan kekayaan jenis kupu-kupu di area


GWW dan Taman Inovasi

Kelimpahan spesies diartikan sebagai jumlah individu tiap spesies yang


ditemukan pada suatu habitat. Pada pengamatan menunjukkan jumlah kupu-kupu
yang ditemukan sebanyak tiga jenis diantaranya Bicylus vulgaris, Ypthima
philomela, dan Cyllopsis tomemmeli. Kupu-kupu jenis Bicylus vulgaris dan
Ypthima philomela masing-masing ditemukan sebanyak individu, sedangkan
Cyllopsis tomemmeli hanya ditemukan satu individu saja. Besarnya kelimpahan
relatif pada tiap jenis kupu-kupu yang ditemukan dapat dilihat pada gambar (1)
berikut ini,
Cyllopsis
tomemmeli
20%

Junonia iphita
40%

Faunis gracilis
40%

Gambar 1 Diagram persentase kelimpahan relatif kupu-kupu

4
Keanekaragaman jenis kupu-kupu yang berada di lokasi tentu berkaitan pula
dengan kelimpahan setiap jenis kupu-kupu yang hadir. Kelimpahan ini dipengaruhi
oleh kelimpahan tumbuhan inang dan bunga serta kondisi lingkungan (Sulistyani et
al. 2014). Kondisi lingkungan tersebut dapat berupa intensitas cahaya, suhu,
kelembapan udara, dan keecpatan angin yang berada di lokasi. Keanekaragaman
jenis kupu-kupu Bicylus vulgaris dan Ypthima philomela memiliki nilai yang serupa
yakni (H’ = 0,37), lebih tinggi dibandingkan dengan kupu-kupu jenis Cyllopsis
tomemmeli (H’ = 0,32). Secara keseluruhan kekayaan jenis kupu-kupu yang berada
di lokasi pengamatan didominasi oleh famili Nymphalidae dengan nilai kekayaan
sebesar 1,24.

b. Keterkaitan hubungan antara keanekaragaman dan populasi kupu-kupu


terhadap kualitas lingkungan di area GWW dan Taman Inovasi

Perjumpaan kupu-kupu pada saat pengamatan berlangsung sangat terbatas.


Hal tersebut dikarenakan larea lokasi pengamatan berseberangan dengan sumber
polusi yaitu jalan raya, tegakan di kawasan dominan pohon besar dan jumlah
tumbuhan berbunga atau menghasilkan nektar sangat sedikit. Pada umumnya kupu-
kupu menyukai habitat yang mempunyai kelembaban tinggi, seperti lokasi-lokasi
yang berada di pinggir sungai yang jernih atau di bawah tegakan pohon, sekitar gua
yang lembab karena berair (Handayani et al 2012). Kupu-kupu sangat sensitif
dengan kondisi udara dan sangat peka dengan polusi, hal tersebut yang menjadi
salah satu faktor perjumpaan kupu-kupu di area pengamatan sangat jarang.
Terdapat beberapa faktor lain diantaranya karena cuaca pada saat pengamatan
hujan, kondisi cuaca tersebut mempengaruhi perjumpaan kupu-kupu di area
pengamatan karena kupu-kupu cenderung tidak mau terbang saat kondisi basah.

c. Identifikasi jenis lichen dan frekuensi perjumpaan berdasarkan jenis lichen


dan tipe morfologi di area GWW dan Taman Inovasi

Ragam morfologi lichen yang ditemukan di lokasi pengamatan yaitu Foliose


dan Crustose. Adapun bentuk lichen yang ditemukan cukup beragam seperti
membulat, lonjong (memanjang) dan tidak beraturan. Dari data di atas tipe lichen
Foliose dan Crustose di kawasan taman koin IPB memiliki bentuk cenderung
membulat, memanjang vertikal dan tidak beraturan. Secara umum perkembangan
bentuk lichen akan cenderung membulat. Bentuk talus lichen dipengaruhi oleh
faktor substrat yaitu umur dan jenis tanaman (Pratiwi, 2006). Pada kulit pohon yang
pecah-pecah perkembangan bentuk lichen cenderung akan mengikuti pola pecahan
permukaan kulit batang pohon tersebut. Lichen akan berkembang dengan baik
apabila tumbuh pada tempat tumbuh yang kokoh. Sedangkan pada tempat tumbuh
yang retak dan pecah-pecah pertumbuhan lichen akan terlihat lambat
(Swinscow,1965 Weber,1997 dalam Januardania,1995).

Persentase penutupan lichen merupakan banyaknya lichen yang menutupi


setiap kulit pohon yang diambil dari ketinggian 100-200 cm dari permukaan tanah.
Tanaman yang dijumpai sebagai substrat tempat hidup lichen di kawasan taman
koin IPB lichen yang ditemukan lebih banyak yang memiliki bark (kulit batang)

5
pada batang pohon. Tumbuhan yang memiliki permukaan kulit halus jarang
ditemukan adanya lichen. Lichen yang ditemukan di lokasi pengamatan memiliki
frekuensi yang cukup banyak dengan 2 tipe morfologi berbeda, yaitu foliase dan
crustose. Lichen dengan tipe morfologi foliase ditemukan dengan persentase
45,85% menghadap ke lokasi tercemar, dan 34,59% menghadap ke lokasi yang
tidak tercemar. Lichen dengan tipe morfologi crustose ditemukan dengan
persentase 54,16% menghadap ke lokasi tercemar dan 65,41% menghadap ke lokasi
yang tidak tercemar. Frekuensi morfologi lichen tersebut dapat dilihat pada tabel 1
serta pada Gambar 2 dan 3.

Tabel 1 Frekuensi ditemukannya morfologi lichen pada area pengamatan

% Tidak
Morfologi Lichen % Tercemar
Tercemar
Foliose 45.84 34.59
Crustose 54.16 65.41

foliose
46%
crustose
54%

Gambar 2. Presentase morfologi lichen pada area tercemar

foliose
crustose 35%
65%

Gambar 3. Persentase morfologi lichen pada area tidak tercemar

6
Faktor lingkungan yang meliputi suhu, kelembaban udara, dan intensitas
cahaya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan lichen. Lichen
memiliki kisaran toleransi suhu yang cukup luas. Artinya, lichen dapat hidup baik
pada suhu yang sangat rendah atau pada suhu yang sangat tinggi (Nasriyati &
Utami, 2018). Menurut Marianingsih et al. (2017), lichen dapat hidup optimal pada
suhu antara 18ºC-28ºC. Menurut Nurjanah et al. (2003), suhu yang tinggi akan
meningkatkan laju respirasi pada talus lichen. Jika hal tersebut terus berlangsung
secara terus menerus maka akan menyebabkan kematian pada lichen.

Pada lokasi pengamatan ditemukan sebanyak 4 jenis lichen dengan dua tipe
morfologi lichen diantaranya Rhizocarpon geographicum dan Haematomma
persooni yang termasuk dalam morfologi Crustose serta Pseudocyphellaria
rainierensi dan Xanthoparmelia coloradoensis pada tipe morfologi Foliose. Tipe
morfologi Foliose dan Crustose paling banyak dijumpai di lokasi penelitian. Hal ini
dapat dilihat dari perjumpaan lichen di setiap plot yang diamati dan juga persentase
penutupan lichen pada jenis tumbuhan yang dijadikan substrat. Tipe Fruticose dan
Squamulose tidak ditemukan karena pengamatan lichen hanya pada bagian batang
pohon dengan ketinggian 0-1 meter di atas permukaan tanah, sedangkan untuk tipe
Fruticose ini merupakan talus lichen yang hanya berkembang pada cabang-cabang
pohon serta batu batuan (Vahishta,1982 diacu dalam Januardania,1995). Frekuensi
jenis lichen yang ditemukan dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 3 dan 4.

Tabel 2 Frekuensi ditemukannya jenis lichen pada area pengamatan

Jenis Lichen % Tercemar % Tidak Tercemar


Haematomma personii 25.51 38.05
Rhizocarpon geographicum 28.65 27.36
Pseudocyphellaria
rainierensis 24.40 20.13
Xanthoparmelia
coloradoensis 21.44 14.47

Xanthopar Haematom
melia ma
coloradoe personii,
nsis, 21% 26%

Pseudocyp
hellaria Rhizocarp
rainierensi on
s, 24% geographi
cum, 29%

Gambar 3. Persentase jenis lichen pada area tercemar

7
Haemato
Xanthoparmelia mma
coloradoensis personii
15% 38%

Pseudocy
phellaria
rainierensi Rhizocarpon
s geographicum
20% 27%

Gambar 5. Persentase jenis lichen pada area tidak tercemar

d. Lichens sebagai bioindikator pencemaran lingkungan

Pemantauan kualitas udara dapat menggunakan lichen sebagai


bioindikatornya. Menurut Kovac (1992), keberadaan lichen dalam suatu
lingkungan dapat digunakan sebagai indikator terhadap berbagai pencemaran
udara. Tingginya tingkat pencemaran dalam suatu lingkungan dapat merusak
klorofil dan menghambat pertumbuhan tumbuhan dan lichen sehingga dapat
menyebabkan permasalahan dalam proses fotosintesis (Kozlowski 1991). Thallus
lichen tidak memiliki kutikula sehingga lichen dapat menyerap seluruh senyawa di
udara. Kemampuan tersebut merupakan landasan dasar lichen dapat berperan
sebagai bioindikator pencemaran lingkungan (Hadiyati et al. 2013).

Berdasarkan pengamatan di sepanjang jalur transek, lichen pada bagian


pohon yang menghadap sumber pencemar jumlahnya lebih sedikit daripada bagian
yang membelakangi sumber pencemar. Kondisi lichen pada bagian yang
menghadapi sumber pencemar jumlahnya sedikit, berukuran kecil, dan mengalami
fragmentasi dari lichen yang berukuran besar. Sedangkan, kondisi lichen pada
bagian pohon yang membelakangi sumber pencemar jumlahnya banyak, berukuran
besar, dan hampir menutupi seluruh bagian pohon. Hal tersebut disebabkan oleh
adanya kuantitasi jumlah polutan di udara yang menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan lichen dan keanekaragaman jenisnya (Treshow 1989). Sumber
pencemar sebagian besar merupakan polutan yang berasal dari senyawa kendaraan
bermotor. Oleh karena itu, pertumbuhan dan keanekaragaman jenis lichen pada
pada bagian pohon yang menghadap sumber pencemar menunjukkan respon yang
kurang baik dibandingkan pada bagian pohon yang membelakangi sumber
pencemar.

SIMPULAN

Lichen yang ditemukan di kawasan taman koin IPB memilki tipe morfologi
talus Crustose dan Foliose dengan bentuk yang beragam. Pada lokasi penelitian
tingkat kelembaban udara berpengaruh pada lichen, ini dapat dilihat dari persentase
penutupan lichen, warna lichen, suhu dan kelembapan udara. Sedangkan pada saat

8
pengamatan ditemukan sebanyak tiga spesies kupu-kupu yang hidup di vegetasi
taman koin IPB yaitu kupu-kupu banci coklat (Junonia iphita), kupu-kupu belang
sempit (Faunis gracilis), dan kupu-kupu pelompat (Cyllopsis tomemmeli).
Berdasarkan hasil penelitian bahwa lichen dan kupu-kupu dapat dijadikan sebagai
indikatir kualitas lingkungan dan sebagai bioindikator pencemaran udara.

SARAN

Saran untuk pengambilan data atau pengamatan khususnya pengamatan


kupu-kupu, alat harus dipersiapkan jauh hari karena adanya kesulitan peminjaman
jaring untuk menangkap spesies kupu-kupu. Dengan keterbatasan alat, setiap
kelompok harus bergantian memakai alat tersebut yang menyebabkan harus
mengambil data di hari yang telah disepakati walaupun cuaca dihari tersebut tidak
mendukung dalam pengambilan data yang menyebabkan hasil data terdapat
ketimpangan. Koordinasi antara asisten praktikum dengan penanggung jawab kelas
terutama koordinasi terkait alat-alat yang seharusnya dipersiapkan oleh praktikan
lebih ditingkatkan, untuk mendukung lancarnya kegiatan praktikum kedepannya
dan harapannya dengan pemberitahuan jauh hari praktikan akan mempersiapkan
dengan baik secara teknis dan lain lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asrianny, Saputra H., Achmad, A. 2018. Identifikasi keanekaragaman dan sebaran


jenis burung untuk pengembangan ekowisata bird watching di Taman
Nasional Bantimurung Bulusarang. Jurnal Perennial. 14(1): 17- 23.

Campbell, Neil A, Reece JB. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta:
Erlangga

Hadiyati M, Setyawati TR, Mukarlina. 2013. Kandungan sulfur dan klorofil thallus
lichen Parmelia sp. dan Graphis sp. pada pohon peneduh jalan di Kecamatan
Pontianak Utara. Jurnal Protobiont. 2(1): 12-17.

Handayani D V. I Gede S. Zulkarnain. 2014. Deskripsi habitat kupu-kupu di taman


kupu-kupu gita persada kelurahan kedaung kecamatan kemiling kota bandar
lampung. Kota bandar Lampung

Januardania, D. 1995. Jenis-jenis Lumut Kerak yang Berkembang pada Tegakan


Pinus dan Karet di Kampus IPB Darmaga Bogor [Skripsi]. Bogor : Jurusan
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Januardania, D. 1995. Jenis-jenis Lumut Kerak yang Berkembang pada Tegakan


Pinus dan Karet di Kampus IPB Darmaga Bogor [Skripsi]. Bogor : Jurusan
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Kovacs M. 1992. Biological Indicators in Environmental Protection. New York


(USA): Ellis Horwood

9
Kozlowski TT. 1991. The Physiological Ecology of Woody Plants. San Diego
(USA): Academic Press Inc.

Marianingsih, P., Amelia, E., & Nurhayati, N. (2017). Keanekaragaman Liken


Pulau Tunda Banten sebagai Konten Pembelajaran Keanekaragaman Hayati
Berbasis Potensi Lokal. BIODIDAKTIKA: Jurnal Biologi Dan
Pembelajarannya, 12(1).

Nasriyati, T., & Utami, S. (2018). Morfologi Talus Lichen Dirinaria Picta ( Sw .)
Schaer . Ex Clem pada Tingkat Kepadatan Lalu Lintas yang Berbeda di Kota
Semarang. 7(4), 20–27.

Odum EP. 1996 . Dasar – Dasar Ekologi : edisi ketiga. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Prees

Pratiwi, M. E. (2006). Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas Udara


(Studi Kasus: Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan
Tegakan Mahoni Cikabayan) [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Ryadi, S. 1982. Pencemaran Udara.

Roziaty E, Santhyami, Kusumadhani AI, Asari MIB. 2021. Keanekaragaman lichen


sebagai bioindikator kualitas udara di Kawasan Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Bioeksperimen. 7(2): 66-73.

Sulistyani TH, Rahayuningsih M, Partaya. 2014. Keanekaragaman jenis kupu-kupu


(Lepidoptera: Rhopalocera di Cagar Alam Ulolanang Kecubung, Kabupaten
Batang. Unnes Journal of Life Science. 3(1): 9-17.

Tiple AD. 2012. Butterfly species diversity, relative abundance and status
in Tropical Forest Research Institute, Jabalpur, Madhya Pradesh, Central
India. Journal of Threatene d Taxa. 4(7): 2713.

Treshow M. 198. Plant Stess From Air Pollution. Inggris (UK): John Wiley and
Sons Ltd.

[UU] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan


Ruang. 2007

10
LAMPIRAN
Rekapan data lapangan
Tabel 3 Tallysheet Lichens.
Jumlah Individu
Morfologi
No Jenis Pohon Diameter Jenis Lichen
Lichen A B
A. Haematomma
Crustose 10 17 personii
1 Bintaro 24.84
B. Rhizocarpon
Crustose 12 16 geographicum
A. Haematomma
Crustose 9 16 personii
2 Bintaro 29.30
B. Rhizocarpon
Crustose 17 25 geographicum
A. Haematomma
Crustose 7 22 personii
3 Kaliandra 50.00
B. Rhizocarpon
Crustose 7 10 geographicum
Haematomma
4 Bunga Kupu Kupu 22.93
Crustose 5 17 personii
Haematomma
5 Bunga Kupu Kupu 28.66
Crustose 4 11 personii
Haematomma
6 Ki Acret 50.00
Crustose 12 19 personii
A. Rhizocarpon
Crustose 20 26 geographicum
7 Palem Ekor Tupai 40.76
Pseudocyphellaria
B.Foliose 2 7 rainierensis
Haematomma
8 Kaliandra 74.20
Crustose 5 6 personii
Rhizocarpon
9 Asoka 19.43
Crustose 22 30 geographicum
Rhizocarpon
10 Bintaro 23.57
Crustose 20 28 geographicum
Haematomma
11 Ki Acret 47.77
Crustose 23 50 personii
A. Haematomma
Crustose 1 11 personii
12 Ki Acret 26.75
B. Rhizocarpon
Crustose 4 13 geographicum
Pseudocyphellaria
13 Bintaro 28.34
Foliose 9 5 rainierensis
A. Haematomma
Crustose 14 9 personii
14 Bintaro 41.08
Xanthoparmelia
B. Foliose 17 10 coloradoensis
Pseudocyphellaria
15 Bintaro 27.39
Foliose 9 22 rainierensis
Xanthoparmelia
16 Bunga Kupu Kupu 21.66
Foliose 9 5 coloradoensis
Pseudocyphellaria
A. Foliose 18 15 rainierensis
17 Bunga Kupu Kupu 38.85
B. Rhizocarpon
Crustose 30 4 geographicum
Xanthoparmelia
18 Bintaro 35.99
A. Foliose 34 23 coloradoensis

11
B. Haematomma
Crustose 11 15 personii
Pseudocyphellaria
A. Foliose 30 26 rainierensis
19 Karet Kerbau 33.76
B. Rhizocarpon
Crustose 17 16 geographicum
Pseudocyphellaria
20 Karet Kerbau 27.07
Foliose 20 14 rainierensis
Xanthoparmelia
21 Sawo Duren 15.92
Foliose 18 15 coloradoensis
Pseudocyphellaria
A. Foliose 9 19 rainierensis
22 Bintaro 32.80
B. Haematomma
Crustose 17 32 personii
Pseudocyphellaria
A. Foliose 35 20 rainierensis
23 Bintaro 39.81
B. Haematomma
Crustose 20 17 personii
Xanthoparmelia
A. Foliose 6 11 coloradoensis
24 Bintaro 28.03
B. Rhizocarpon
Crustose 6 6 geographicum
Xanthoparmelia
25 Bintaro 42.99
Foliose 32 28 coloradoensis

Tabel 4. Tallysheet Kupu-Kupu

No Nama Jenis Famili Jumlah


1 Junonia iphita Nymphalidae 2
2 Faunis gracilis Nymphalidae 2
3 Cyllopsis tomemmeli Nymphalidae 1

Dokumentasi

Gambar 6 dan 7. Dokumentasi Kupu-kupu

12
Gambar 8 dan 9. Dokumentasi Kelompok

Pembagian tugas kelompok


Nama NIM Jobdesk
Tubagus M. Daffa. R E3401201016 - Membuat metode
penelitian
- Mengambil data
(menghitung lichen,
mengidentifikasi
jenis lichen)
- Membahas
perbandingan
individual lichen
yang hidup
menghadap sumber
pencemar dan
membelakangi
sumber pencemar
Rafihanif Dimas A E3401201023 - Membahas
mengidentifikasi
kelimpahan,
keanekaragaman
dan kekayaan jenis
kupu kupu
- Membuat abstrak
- Mengambil data
(mengukur keliling
pohon dan
menghitung lichen)
Hafiz Syah Kautsar R. E3401201064 - Membahas
identifikasi
frekuensi
perjumpaan
berdasarkan jenis

13
lichen dilokasi
pengamatan
- Mengambil data
(menangkap dan
mengidentifikasi
kupu kupu)
- Membuat simpulan
Indira Ramayanda E3401201086 - Mengolah data
- Mengambil data
(mengkur keliling
pohon dan
mengidentifikasi
jenis pohon)
- Merapikan format
- Membuat tujuan
Nanda Faradilla Putri F E3401201107 - Mengambil data
(menangkap kupu
kupu dan
mengidentifikasi
jenis pohon)
- Membahas
identifikasi jenis
lichen berdasarkan
tipe morfologi di
lokasi pengamatan
- Membuat latar
belakang
Ria Risyanti E3401201135 - Mengambil data
(mengidentifikasi
jenis pohon lichen)
- Membuat saran
- Membahas
identifikasi
keterkaitan
hubungan antara
keanekaragaman
dan populasi kupu
kupu terhadap
kualitas lingkungan
di lokasi
pengamatan

14

Anda mungkin juga menyukai