Anda di halaman 1dari 16

Etika dalam Regulasi Kebijakan Komunikasi

Tifani Ningrum Setyo Wati1, Muhammad Nazhif Al-Fikri2, Sona Rahmadea4, Salsa Nabila5

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau1


Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau2
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau3
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau4

tifaniningrum@gmail.com, nazifalfikri071@gmail.com, sona04dea@gmail.com ,


salsanabila300503@gmail.com

ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang penjelasan mengenai etika, komunikasi, dan regulasi
kebijakan komunikasi dan keterkaitan diantar ketiga unsur tersebut. Etika merupakan hakikat
yang mengatur perilaku manusia dalam bertingkah laku di kehidupan sehari-hari. Komunikasi
adalah hubungan interaksi antara komunikan dan komunikator. Regulasi kebijakan komunikasi
dirumuskan oleh beberapa pakar,salah satunya yaitu dari Soomerland (1975), Kebijaksanaan
komunikasi adalah prinsip-prinsip, atuaran-aturan, dan pedoman di mana sistem komunikasi
dibangun secara khusus dalam kerangka yang lebih luas. Keterkaitan ketiga unsur ini saling
mensupport antara satu sama lain diantaranya etika berkaitan dengan berjalannya komunikasi
dengan baik dan regulasi menjadi kontrol atas kesadaran dalam beretika dalam berkomunikasi.

ABSTRACT
This paper discusses the explanation of ethics, communication, and communication
policy regulation and the relationship between the three elements. Ethics are principles that
govern human behavior. Communication is the interaction relationship between message
reception and message delivery. Communication policy regulation is formulated by several
experts, one of which is from Soomerland (1975), Communication policy is the principles, rules,
and guidelines in which communication systems are specifically built within a broader
framework. The relationship between these three elements supports each other, including ethics
related to the running of communication properly and regulation to control awareness of ethics
in communication.

PENDAHULUAN
Dari waktu ke waktu, menurunnya etika manusia dalam berkomunikasi semakin drastis.
Tapi etika tidak bisa diabaikan apalagi dihilangkan. Sebab, fakta terkait penurunan kesadaran etis
umat manusia, tidak boleh diwariskan kepada generasi berikutnya yang akan menjadi penerus
bangsa. Etika komunikasi terkadang diabaikan secara tidak langsung oleh kemajuan teknologi
komunikasi yang mendukung terjadinya pertukaran lintas budaya. Untuk menciptakan
komunikasi yang baik di sekitar kita, kita perlu mengetahui bagaimana etika berkomunikasi yang
tepat dan benar. Semua agama memiliki doktrin yang mengatur hubungan dengan Sang Pencipta,
hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, lingkungan dengan alam semesta.
Mayoritas orang Indonesia memeluk agama Islam. Islam mengajarkan adab dalam kehidupan
sehari-hari.
Kemajuan teknologi informasi saat ini sudah tidak terkendali. Banyak media yang
bermunculan, tidak hanya surat kabar, tetapi juga media lainnya seperti radio, televisi dan media
sosial. Pemakainya, tua maupun muda, tidak ada batasan usia. Televisi dan media sosial
merupakan media yang paling sering digunakan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan
akan informasi dan hiburan. Televisi dan media sosial berfungsi sebagai media komunikasi,
informasi, pendidikan dan hiburan.(Prijana Hadi, n.d.)
Namun, lambat laun semakin banyak tayangan-tayangan negatif yang tidak layak
konsumsi dan penyalahgunaan media yang bisa merusak moral generasi penerus negeri ini, serta
sangat berseberangan dengan etika yang ada. Seperti sinetron, acara televisi selalu menjadi
pemandangan sehari-hari bagi sebagian orang dan sangat berseberangan dengan etika yang ada.
(Dharma Shanti & Arumdhani, 2019)
Selain itu, perkembangan internet saat ini sangatlah pesat. Pada tahun 2019 lalu, di
Indonesia pengguna internet mencapai angka 150 juta jiwa dan mengalami kenaikan sebesar
13% dari tahun sebelumnya. Peningkatan pengguna internet ini juga diiringi dengan
meningkatnya pengguna media sosial, dengan rata-rata penggunaan perharinya menghabiskan
waktu berjam-jam.
Semua orang sependapat bahwa proses pertukaran pesan yang dilakukan dua orang atau
lebih (komunikator dan komunikan) itu disebut dengan komunikasi. Pesan disini terbagi menjadi
berbagai bentuk. Tetapi, definisi proses komunikasi tidak berakhir sampai disini saja. Komponen
lain yang ikut terlibat dalam proses komunikasi yaitu umpan balik, timbal balik, dan reaksi.
Proses komunikasi ini bukan hanya tentang pesan yang disampaikan, tetapi juga tentang dampak
dari pesan tersebut. Maka dari itu, diperlukan suatu aturan yang mengatur dan menetapkan
standar atau batasan agar informasi yang disampaikan dapat dipahami dan tidak merugikan pihak
manapun.
Sistem ini, yang kemudian dikenal sebagai Hukum dan Etika, memberikan batasan yang
nyata terkait komunikasi baik lisan ataupun tertulis. Selain memberikan batasan dan mengatur
urutan komunikasi yang tepat, diperlukannya hukum dan etika ini untuk menjaga komunikasi
dengan baik dan benar serta tidak merugikan siapapun yang terlibat.(Sahan et al., n.d.)
Dengan semua perkembangan yang ada, unsur etika tetap harus diperhatikan untuk
menghindari kerugian yang berakhir dengan pelanggaran hukum. Istilah untuk etika komunikasi
di internet yaitu Netiquette Fahrimal (2018). Netiquette adalah peraturan dan langkah-langkah
menggunakan internet yang dimana merupakan alat berkomunikasi dan media untuk saling
bertukar data dengan sistem perantara. Tidak berbeda jauh dengan aturan etika di kehidupan
sehari-hari, natiquette ini juga memberikam dorongan kepada penggunanya untuk menaati
peraturan etis dan moral, termasuk yang tidak tertulis. Saat ini, banyak terjadi penyimpangan
etika dalam bersosial media, seperti penyebaran kebencian, cyber bullying, pornografi, SARA,
dan lainnya.(Dharma Shanti & Arumdhani, 2019)
Media memiliki dampak yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap, tingkah
laku, dan pola pikir masyarakat luas. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan perilaku, etika, dan
media dengan kepentingan nasional, maka diperlukan sebuah regulasi yang dapat menjamin
keprofesionalan media. Regulasi merupakan sebuah kebijakan yang harus dipatuhi oleh media
dalam melaksanakan peranan serta fungsinya bagi khalayak. Pemerintah (UU Pers) yang
menetapkan regulasi atau bisa juga ditetapkan oleh organisasi profesi yang dikenal dengan kode
etik (Kode Etik Jurnalistik).(Afriani & Azmi, n.d.)
Untuk membangun etika dan regulasi yang menyeluruh dan dari berbagai perspektif
bukanlah suatu hal yang mudah, dimana regulasi selalu terkalahkan oleh perkembangan
teknologi komunikasi yang begitu cepat dan kuat. Kurangnya kemampuan beradaptasi dalam
regulasi teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat ini menimbulkan 3 permasalahan
utama yaitu :(Prijana Hadi, n.d.)
1. Regulasi belum dapat menjawab terkait tantangan dan kebutuhan saat ini di
bidang teknologi komunikasi serta implementasinya.
2. Regulasi belum dapat menjawab terkait kebutuhan riil masyarakat dalam
penggunaan teknologi.
3. Lambatnya proses penyusunan regulasi mengakibatkan ketidakjelasan aturan.

Maka dari itu, penulis mencoba untuk mengulas dan menjabarkan seluruh pemikiran serta
pandangan dari berbagai perspektif atas keterkaitan antara etika, regulasi, dan komunikasi
dengan berpedoman kepada literatur terdahulu.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian dalam penulisan karya tulis ini yaitu menggunakan metode penelitian
kepustakaan atau penelitian kualitatif, yang dimana penelitian ini tidak mengharuskan kita untuk
terjun langsung ke lapangan. Metode ini merupakan metode penelitian yang memperoleh data
penelitian dengan menggunakan sumber perpustakaan, seperti informasi atau data empiris yang
dikumpulkan dari pihak lain dalam bentuk laporan penelitian terdahulu atau laporan resmi dan
buku-buku pustaka.

PEMBAHASAN

Etika
Konsep etika menyiratkan penjelasan yang lebih luas dan lebih dalam daripada definisi.
Istilah “etika” secara etimologis berasal dari kata Yunani “ethos” yang berarti “kebiasaan”.
Kebiasaan yang berhubungan dengan tingkah laku dan tingkah laku manusia dapat juga berarti
“kepribadian”. Manusia (semua percikan perilaku manusia dalam tindakan). Ethos berarti
"tindakan sendiri" atau tindakan yang diambil Miliknya dengan seseorang. Arti "ethos" ini umum
untuk kata Latin "mores". Dari situlah kata "moral" berasal. Oleh karena itu, "etika" dan
"moralitas" adalah sinonim. Etika filosofi moral. Etika adalah akhlak dan budi pekerti. (Sari,
2020) Belajar etika adalah tentang bagaimana berperilaku baik. Etika menyangkut semua
perilaku manusia dan memandu apa yang seharusnya dilakukan orang baik. Oleh karena itu,
etika mengusulkan rasa nilai tentang bagaimana orang dapat hidup baik. Ia juga memberikan
pola etika dan berbagai pertimbangan moral dalam studi perilaku manusia. Selanjutnya, etika
ingin menghidupkan orang dengan memberikan kode hidup yang baik. menjunjung tinggi
perilaku yang baik, sikap bertanggung jawab dan nilai-nilai kehidupan, dan Kemanusiaan.
Kamus Besar Bahasa Indoneisa (KBBI) mengartikan etika ialah :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak serta kewajiban moral;
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (Dewantara,
2017)
Dalam berkomunikasi, selain memerlukan cara berbicara yang efektif, kita juga harus
memahami etika dalam berbicara. Dalam etika komunikasi ada beberapa standar etis yang
digunakan oleh komunikator dan komunikan, berikut 7 perspektifnya.(Implementasi Etika
Komunikasi Dalam Penerapan Regulasi Penyiaran, n.d.)
1. Politik : dalam perspektif ini etika mengkolaborasikan kebiasaan ilmiah dengan praktek
komunikasi, meningkatkan perilaku adil yang didasarkan kepada kebebasan,
mengutamakan motivasi, dan menanamkan sikap saling menghargai perbedaan.
2. Sifat manusia : kecakapan dalam berpikir dan simbol merupakan sifat yang paling
mendasar pada manusia. Rasa rasionalitas (bertindak) dengan sadar atas apa yang
dilakukan dan kebebasan dalam memilih merupakan awal mula dari terjadinya tindakan
manusia yang paling manusiawi.
3. Dialogis : Sikap ini merupakan sikap semua peserta komunikasi yang dapat dilihat dari
kualitas, seperti ketulusan, kesatuan hati, kesungguhan, keterusterangan, dan lain-lain.
4. Situasional : Perspektif ini merupakan keterkaitan untuk setiap penilaian normal, itu
artinya etika mengutamakan peranan dan kegunaan komunikator, standar audiens, tingkat
kesadaran, urgensi dalam melaksanakan komunikator, tujuan dan nilai audiens, standar
audiens untuk komunikasi etis.
5. Religious : Kitab suci dapat digunakan sebagai standar evaluasi etika komunikasi dan
membantu manusia dalam menemukan pedoman berperilaku.
6. Ulititarian : Berfungsi untuk mengevaluasi kegunaan dan kesenangan.
7. Legal : Perilaku yang legal ini disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dan dianggap
etis (Mufid, 2015)

Berikut ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan di etika komunukasi :


● Tidak memberikan informasi pribadi secara berlebihan.
● Komunikasi dengan sopan dan santun.
● Menyampaikan opini yang didasarkan oleh fakta.

Komunikasi
Dalam bahasa Inggris, communication berasal dari bahasa latin yaitu communis. Yang
berarti “sama”, communicatio, communico, atau communicare, artinya “melakukan hal yang
sama” (to do together). Communis merupakan istilah pertama yang sering disebut sebagai
etimologi komunikasi. Komunikasi berarti bahwa ide, makna, atau pesan dibagikan sama.
Karena komunikasi adalah interaksi antara dua organisme atau lebih, para peserta dalam
komunikasi adalah hewan, tumbuhan ataupun jin. Secara luas komunikasi didefinisikan sebagai:
membagikan pengalaman. Komunikasi yaitu ungkapan opini, pikiran, perasaan, dapat dimengerti
oleh orang lain dan kemampuan dalam menyampaikan informasi/pesan melalui saluran/media
dari komunikator ke komunikan dengan tujuan untuk mendapatkan umpan balik. Beberapa unsur
yang terdapat pada komunikasi yaitu sumber, komunikator, pesan, media/saluran, komunikan,
dan efek.(Aritonang, n.d.)
1. Sumber
Sumber ini merupakan dasar dalam menyampaikan pesan dan berfungsi untuk
memperjelas makna pesan yang dipaparkan. Sumber dapat berupa lembaga, buku, orang,
dokumen, dan lain lain.
2. Komunikator
Komunikator merupakan orang yang menyampaikan pesan dan mempunyai peranan
penting sebagai penentu apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan kepada
komunikan.
3. Pesan
Pesan yaitu materi yang dibawa oleh komunikator kepada komunikan. Ada beberapa cara
dalam penyampaian pesan yaitu kata-kata, intonasi suara, bahasa tubuh dan mimik wajah.

4. Media/saluran
Media komunikasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu media komunikasi personal (telepon,
chatting apps, dan skype) dan media komunikasi massa (radio, televisi, dan media sosial).
5. Komunikan
Komunikan adalah orang yang menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator.
6. Efek
Efek adalah sebuah hasil dari suatu komunikasi dan memiliki 3 kategori, yaitu :
● Personal opinion, sikap/pendapat individu terhadap suatu masalah.
● Publik opinion, penilaian khalayak terhadap suatu hal yang didasari oleh proses
pertukaran pikiran.
● Majority opinion, pendapat yang disepakati oleh khalayak.

Regulasi Kebijakan Komunikasi


Pengertian kebijakan komunikasi berhasil dirumuskan oleh beberapa pakar (Cangara, 2013: 12),
di antaranya:

Soomerland (1975), Kebijaksanaan komunikasi adalah prinsip-prinsip, atuaran-aturan,


dan pedoman di mana sistem komunikasi dibangun secara khusus dalam kerangka yang lebih
luas.
Sean McBraid, mengatakan bahwa kebijaksanaan komunikasi adalah prinsip- prinsip,
aturan-aturan, atas pedoman dimana sistem komunikasi dibangun sehingga menjadi kerangka
kerja yang dapat digunakan untuk mengordinasikan kegiatan, memilih pendekatan dengan
melihat kemungkinan alokasi dana, keputusan-keputusan struktural yang berpengaruh terhadap
aktivitas komunikasi, serta berusaha menyisihkan ketidakseimbangan faktor-faktor eksternal dan
internal, serta menetapkan prioritas yang akan diambil.
Allan Hancock (1981), Kebijaksanaan komunikasi adalah perencanaan strategik yang
menetapkan alternatif dalam mencapai tujuan jangka panjang, serta menjadi kerangka dasar
untuk perencanaan operasional jangka pendek, perencanaan strategik diwujudkan dalam target
yang dapat dikuantifikasi dengan pendekatan- pendekatan yang sistematis terhadap tujuan yang
ingin dicapai dari kebijaksanaan-kebijaksanaan komunikasi.
UNESCO (1978), kebijaksanaan komunikasi adalah kumpulan dari prinsip-prinsip dan
norma-norma yang dibuat dan disusun untuk memberikan pedoman terhadap perilaku sistem-
sistem komunikasi. Ia berasal dari ideologi ideologi politik, sosial, ekonomi, budaya, kondisi-
kondisi legal dan nilai-nilai dari suatu bangsa atau negara dengan berusaha mengaitkan
kebutuhan nyata, dan kesepakatan-kesempatan yang bakal ada dalam bidang komunikasi.
SM Ali, Konsultan Komunikasi bekerja di UNESCO berbasis di Bangkok pertanyaan
tentang politik komunikasi itu didasarkan pada Analisis menunjukkan bahwa negara-negara
memiliki kebijakan pendidikan budaya dan kebijaksanaan dalam uang dan keuangan kebijakan
komunikasi harus ada. SM Ali terus menontonnya kebijakan komunikasi tidak dapat dipisahkan
bahkan bagian dari politik nasional. Kebijakan Komunikasi adalah bagian darinya terintegrasi ke
dalam politik perkembangan lain seperti pendidikan, budaya, dll. Populasi dapat berkomunikasi
untuk berkontribusi mendukung pelaksanaan program pembangunan nasional di masing-masing
negara. Komunikasi sebagai sumber daya sama pentingnya dengan industri lainnya dalam
pembangunan bangsa, Bahkan kebijakan nasional yang dibuat Kebijakan sektoral juga berkaitan
erat politik dan perencanaan Komunikasi (Kangara, 2013:10).
Eli D Gomez juga seorang konsultan komunikasi UNESCO Afghanistan juga
menyebutkan ini Komunikasi sebagai sumber daya. Ia berada pada posisi yang sama dengan
sumber daya pembangunan lainnya dalam menentukan kebijakan nasional. Pengembangan tugas
dalam perubahan sosial memiliki potensi yang sangat penting dalam memfasilitasi percepatan
proses transisi pada khususnya.
Sean McBride, (Kangara, 2013:10) Setelah aktivitas komunikasi awal semakin
kompleks dengan kemajuan teknologi khususnya di bidang teknologi komunikasi satelit. Dari
samping Perluasan komunikasi global dan internasional perbatasan menjadi semakin kabur. Oleh
karena itu, kebijaksanaan komunikasi harus diformulasikan untuk memprediksi dan beradaptasi
dengan tren regulasi internasional. Ini dimaksudkan untuk mencegah negara melakukannya
mengalami keterlambatan teknis peraturan. Fungsi teknologi informasi membawa arah baru ke
industri media dengan munculnya teknologi multimedia. Itu perlu diharapkan Persaingan antar
penyedia layanan Informasi yang mengarah ke arah negatif tanpa paksaan etis, perlu perbaikan
profesionalisme pekerja informasi.

UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP


UU ini menjelaskan bahwa tampilan kebijakan komunikasi sebagai salah satu bidang
ilmu komunikasi yaitu Analisis Kebutuhan Teori pada bidang ilmiah. Ada beberapa alasan untuk
hukum kebijakan komunikasi antara lain: Pertama, Buat kebijakan komunikasi dengan tujuan
melancarkan sistem komunikasi. Dalam konteks Indonesia SKI (sistem komunikasi Indonesia)
pada focus of interest komunikasi berdasarkan Informasi dan media. UU No. 14 tahun 2008, KIP
fokus pada tujuannya terutama informasi publik. Kedua, kebijakan komunikasi dibuat dengan
tujuan untuk memperlancar sistem komunikasi. Badan publik adalah sebuah organisasi yang
menjalankan proses komunikasi secara internal dan eksternal. Jadi untuk mempercepat proses
organisasi diperlukan kebijakan atau peraturan informasi kebutuhan akan kebebasan
Mendapatkan informasi dari otoritas publik. Informasi juga dapat dihubungkan sebagai pesan di
Internet proses komunikasi. Ketiga, kebijakan komunikasi terbagi tiga bagian penting: konteks,
domain dan paradigma. Konteks berarti hubungan dengan kebijakan komunikasi sesuatu di
sekitar mereka seperti: ekonomi politik dan kebijakan komunikasi. Yang termasuk dalam tarif
nilai kebijakan komunikasi seperti Globalisasi, ekonomi dunia, dll.(Muhammad et al., n.d.)

Regulasi Kebijakan Media


Komunikasi merupakan hal terpenting dalam kehidupan bermasyarakat, dan di dalamnya
juga termasuk kebijakan komunikasi. Dalam praktik kebijakan masih banyak terjadi peniadaan
terhadap aspek komunikasi publik, dan sehingga memunculkan kesalahpahaman, serta
menurunnya rasa percaya publik kepada pemerintah. Maka dari itu, kesadaran bersama sangatlah
diperlukan antara perumus dan pengambil kebijakan guna mendukung pengimplementasian
kebijakan yang efektif dalam strategi komunikasi. Hal ini ditegaskan oleh direktur Pusat
Pengembangan Analis Kebijakan di Institut Nasional Administrasi Publik. Elly Fatimah, M.Si,
saat membuka Virtual Public Lecture Analisis Kebijakan ke-12.(Mahasiswa Program Doktor
Komunikasi Pembangunan IPB, 2018)
Media adalah industri yang dinamis dan terus berkembang, menciptakan bidang
revitalisasi tenaga kerja, barang dan jasa, serta industri terkait lainnya; media juga
menghubungkan lembaga-lembaga dengan masyarakat dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Media adalah sumber kekuatan, kontrol, pemerintahan, dan inovasi. Media berfungsi sebagai
wahana pengembangan budaya. Serta pemahaman tentang evolusi bentuk dan simbol
seni,Perkembangan peraturan, mode, gaya, gaya hidup dan norma. (Tabroni, n.d.)
Edmund Burke (1729-1797) juga menyebutkan bahwa Media (Pers) sebagai Estate
Keempat. (pilar ke-4), bertindak sebagai Watchdog. Pilar pertama hingga ketiga adalah
Administrasi, legislatif dan yudikatif, pilar keempat adalah industri media.(Pers). Pemerintah
modern tidak dapat berkembang tanpanya partisipasi media. Masyarakat dan media bertentangan
satu sama lain saling mempengaruhi dalam pembangunan negara. Tindakan media tidak lepas
dari kepentingan mereka yang terkena dampak sistem media. Pihak-pihak tersebut adalah:
(Muhammad et al., n.d.)
(1) Pekerja media (Wartawan)
(2) Pemilik media (Pengusaha)
(3) Audiens (masyarakat)
(4) Regulator (pemerintah)
Pihak-pihak yang terkait disebut stakeholder. Kepentingan besar yang pada dasarnya
mempengaruhi media ini mengarah pada dua kekuatan:
1. Kekuatan politik (negara)
2. Kekuatan ekonomi (Pengusaha).
Mufid berpendapat, perjuangan dinamika media dengan partisipasi jurnalis, publik di sisi
satu dan pasar, serta pihak lain di negara adalah pemulihan koneksi-koneksi yang
menghubungkan agensi dan struktur. Penguasa otoritatif mengarahkan media sebagai apartus
ideologis negara untuk kepentingan nasional hegemoni politik. Di sisi lain, pada kapitalisme,
media massa adalah alat produksi untuk kekuatan ekonomi tertentu yang menguntungkan
pemilik modal. Kedua kondisi tersebut menjadikan media tidak berdaya. Dan dapat diingat
bahwa pengaruh kuat yang disebabkan oleh media terhadap pembentukan pola pikir, sikap dan
sikap. perilaku publik .
Konsisten dengan Kepentingan Nasional membutuhkan regulasi untuk memastikan
profesionalisme media. peraturan adalah peraturan Media harus mengikuti dalam menjalankan
peran dan fungsinya dalam masyarakat. Peraturan peraturan pemerintah (seperti undang-undang
pers) atau Kode etik dalam bentuk resolusi oleh badan profesional (misalnya kode etik jurnalis).
tulisan ini membahas 2 regulasi media di Indonesia, yaitu UU No. 40 Tahun 1999. UU
Penyiaran Pers Nomor 32 Tahun 2002.(Tabroni, n.d.)
Ada 3 hal penting dalam Kebijakan Komunikasi, yaitu konteks, domain, dan paradigma.
Konteks adalah keterlibatan kebijakan komunikasi dengan hal yang mecakup politik-ekonomi,
politik komunikasi, dan lain lain. Paradigma merupakan rangka untuk kebijakan komunikasi.
(Aritonang, n.d.)

Ada 5 kriteria dalam pembentukan kebijakan komunikasi, yaitu :


1. Tujuan yang jelas
Setiap regulasi dibuat untuk mempermudah jalannya praktik komunikasi
2. Terdapat aksi petinggi pemerintah
Regulasi komunikasi dibuat oleh pemerintah.
3. Menjabarkan aksi pemerintah
Regulasi harus memperlihatkan apapun yang dilakukan oleh pemerintah.
4. Dapat bersifat negatif atau positif
Sebuah regulasi dapat di nilai positif dan juga negatif oleh khalayak.
5. Bersifat absolut
Semua keputusan yang dibuat oleh pemerintah wajib dijalankan, jika terjadi pelanggaran
maka akan diberikan sebuah sanksi.

Terdapat sekurang-kurangnya 2 tujuan dari kebijakan komunikasi, yaitu :


1. Untuk menjaga dan menjamin dinamika sosial agar bergerak ke arah yang positif
2. Untuk mempermudah jalannya sistem komunikasi
Kebijakan publik dibuat dengan proses yang sangat panjang, dan menurut Dunn (1999) ada
beberapa tahapan dalam proses pembuatan kebijakan publik, yaitu : (Setiawan, 2017)
1. Menyusun agenda/rumusan masalah, pejabat yang terpilih membuat sebuah agenda
permasalahan publik. Tahapan ini membantu dalam menemukan opini tersembunyi,
menemukan penyebab, menganalisis tujuan, dan menyelaraskan pandangan yang
berbeda, serta merumuskan kebijakan baru.
2. Formulasi/peramalan, menemukan alternatif untuk menghindari terjadinya masalah dan
memprediksi akibat dari kebijakan yang ada.
3. Adopsi, kebijakan ini didapat dari dukungan direktur lembaga/peradilan (legislatif) dan
kemudian menghasilkan pengetahuan yang sejalan dengan kebijakan.
4. Implementasi/pemantauan, pada tahap ini kebijakan yang sudah di buat akan
dilaksanakan, dan kemudian akan dilakukan monitoring untuk mengetahui penghambat
dan hal-hal yang tidak diinginkan agar tidak terjadi.
5. Penilaian, pada tahap ini semua kebijakan yang telah dilakukan sebelumnya akan
ditentukan badan eksekutif, legislatif, dan peradilannya dalam mencapai tujuan, serta
dilakukannya evaluasi guna mengetahui menghasilkan kesimpulan tentang lingkup
masalah apa saja yang telah diselesaikan. (Implementasi Etika Komunikasi Dalam Penerapan
Regulasi Penyiaran, n.d.)

Hukum Pers
Ordonansi Pers Indonesia adalah UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers. Hukum ini
menyatakan:
“Pers adalah institusi sosial, sarana media yang melakukan kegiatan jurnalistik, termasuk
pencarian; memperoleh, memiliki, menyimpan, memproses, dan mengirimkan Informasi huruf,
suara, gambar, suara dan gambar, data dan grafik, dan melalui media cetak lainnya, media
elektronik dan semua saluran yang memungkinkan. Secara umum pers adalah seluruh industri
media yang ada, baik cetak maupun elektronik. Namun lebih khusus lagi, konsep pers adalah
media cetak (print media). Undang-undang pers dengan demikian umumnya berlaku untuk
seluruh industri media. Terutama untuk media cetak. (Doly et al., n.d.)
Hukum-hukum ini adalah:
Kebebasan pers merupakan bentuk kekuasaan tertinggi rakyat yang berdasarkan pada
prinsip demokrasi, keadilan, dan otoritas hukum. Surat kabar nasional melayani fungsi informasi,
pendidikan dan hiburan. kontrol sosial. Fungsi pers juga sebagai institusi ekonomi. Kebebasan
pers dijamin sebagai HAM. Surat kabar nasional tidak dikenakan sensor, pelarangan, atau
pelarangan siaran.Untuk menjamin kebebasan pers, pers nasional berhak: menyebarkan ide dan
informasi, wartawan memiliki kebebasan dalam memilih organisasi jurnalistik, wartawan
mematuhi norma etika jurnalistik, wartawan mendapatkan perlindungan profesional hukum,
setiap WNI berhak mendirikan lembaga pers, setiap perusahaan pers harus berbadan hukum di
Indonesia, rumah pers kepemilikan saham dan distribusi pendapatan bersih dan bentuk manfaat
lainnya, tambahan modal asing perdagangan di perusahaan pers berlangsung melalui pasar
modal. Perusahaan media wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab terbuka
melalui media yang relevan, khusus untuk penerbit pers dan nama dan cetak alamatnya, dalam
upaya mengembangkan kebebasan pers dan meningkatkan kehidupan pers, dewan pers
independen didirikan secara nasional.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) juga ditetapkan oleh UU Pers untuk para jurnalis/organisasi
pers KEJ ini diatur dalam Peraturan Dewan Pers No.6/Peraturan-DP/V/2008 yang membahas mengenai
pengesahan SK Dewan Pers tahun 2006, KEJ ini berisi 11 pasal dan ditandatangani oleh 29 organisasi
jurnalis/perusahaan pers Indonesia. Berikut prinsip-prinsip KEJ, antara lain : (Ridwan & Krisnadi, n.d.)
Pasal 1, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat
berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2, Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan
tugas Jurnalistik.
Pasal 3, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga
tak bersalah.
Pasal 8, Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna
kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Regulasi kebijakan Indonesia diatur dalam UU No. 1999 melalui pers. Selain itu,
dikembangkan pula Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Industri jurnalis/media diatur oleh Dewan Pers.
Sementara peraturan penyiaran ada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Media siaran terdiri dari radio atau televisi. Media penyiaran tersebut berbentuk sebagai berikut :
a. Lembaga penyiaran layanan publik.
b. Stasiun komersial.
c. Stasiun komunitas.
d. Lembaga penyiaran berlangganan dengan karakteristik yang berbeda..

Sebagai pembuat undang-undang yang melaksanakan tugas penyiaran, UU Penyiaran,


dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengamanatkan Kode Etik Penyiaran (P3) dan Standar
Program Siaran (SPS). Kedua regulasi ini sangat penting untuk ditegakkan oleh industri media
nasional Indonesia. Di tengah tingginya ekspektasi publik, peran media membantu mengatasi
masalah nasional. Pemenuhan fungsi normatif media ditentukan oleh profesionalisme media,
profesionalisme media terlihat dari ruang lingkupnya.(Ridwan & Krisnadi, n.d.)

Keterkaitan antara Etika, Komunikasi, dan Regulasi Kebijakan Komunikasi


Etika dan komunikasi sangat berkaitan satu sama lain, dari paparan materi di atas etika
secara garis besar adalah prinsip yang mengatur tingkah laku manusia. Sedangkan komunikasi
secara garis besar berarti hubungan interaksi antara penerimaan pesan dan pengiriman pesan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi harus saling beriringan karena tanpa etika,
komunikasi bisa menjadi sebuah konflik manusia dalam berinteraksi satu sama lain. Terkadang
juga, komunikasi tanpa etika bisa menimbulkan kesalahan (komunikan) dalam memahami
makna pesan yang disampaikan oleh komunikator. Etika juga dapat diartikan sebagai norma atau
kesopanan dan hal tersebut dapat memicu seorang komunikator di nilai sebagai orang yang tidak
sopan atau orang yang tidak memiliki norma.
Regulasi kebijakan komunikasi juga dirancang untuk menjadi penunjang dalam
mengarahkan seseorang untuk menggunakan etika dalam berkomunikasi. Regulasi bisa dijadikan
sebuah tuntutan jika terjadi konflik dalam berinteraksi antar sesama. Regulasi kebijakan
komunikasi pun bisa dijadikan acuan sebagai penanaman nilai moral pada diri masing masing
orang untuk tetap menjadi seseorang yang bermoral atau beretika, karena tuntutan dari regulasi
tersebut bisa menyadarkan diri masing masing atas nilai moral dirinya itu sendiri.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa etika, komunikasi, dan regulasi kebijakan komunikasi
ini saling berkaitan antara satu sama lain. Tanpa etika, komunikasi tidak berjalan dengan baik
sesuai apa yang diinginkan kedua belah pihak, dan tanpa regulasi kebijakan komunikasi, etika
komunikasi juga tidak dapat mengontrol kedua belah pihak.

REFERENSI

Afriani, F., & Azmi, A. (n.d.). Penerapan Etika Komunikasi di Media Sosial: Analisis Pada Grup WhatsApps
Mahasiswa PPKn Tahun Masuk 2016 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang. In Journal of
Civic Education (Vol. 3, Issue 3).

Aritonang, A. (n.d.). Kebijakan Komunikasi di Indonesia.

Dharma Shanti, H., & Arumdhani, K. (2019). DAMPAK SINETRON INDONESIA TERHADAP PERILAKU
MASYARAKAT (ANALISIS KASUS: SINETRON ANAK LANGIT DI SCTV). In Journal of Digital
Education, Communication, and Arts Article History (Vol. 2, Issue 2).

Doly, D., Penelitian, P., Keahlian, B., Ri, D., & Ii, N. (n.d.). Denico Doly Politik Hukum Perlindungan Anak
terhadap Program Siaran Televisi LEGAL PROTECTION OF CHILDREN FROM BROADCASTING
PROGRAMS. http://www.kpi.go.id/index.php/,

Implementasi Etika Komunikasi dalam Penerapan Regulasi Penyiaran. (n.d.).

Mahasiswa Program Doktor Komunikasi Pembangunan IPB, S. (2018). komunikasi politik terkait tumpang
tindihnya regulasi di indonesia (analisis wacana pada pemberitaan sejumlah portal berita selama 2017).
Nyimak Journal of Communication, 2(1), 37–57.

Muhammad, O. :, Akil, A., Dakwah, F., Uin, K., & Makassar, A. (n.d.). Regulasi Media di Indonesia (Tinjauan
UU Pers dan UU Penyiaran) (Muhammad Anshar Akil) REGULASI MEDIA DI INDONESIA (Tinjauan
UU Pers dan UU Penyiaran).

Prijana Hadi, I. (n.d.). Tantangan Etika dan Regulasi Media Digital.


Ridwan, W., & Krisnadi, I. (n.d.). Regulatory Impact Analysis Terhadap Rancangan Undang-Undang
Konvergensi Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Sahan, M. Y., Raya, J. C., Utara, P., & Selatan, J. (n.d.). Masalah-Masalah Hukum dan Kode Etik Komunikasi
di Indonesia (Vol. 10, Issue 2).

Sari, A. F. (2020). ETIKA KOMUNIKASI. TANJAK: Journal of Education and Teaching, 1(2), 127–135.
https://doi.org/10.35961/tanjak.v1i2.152

Setiawan, D. (2017). Kebijakan Komunikasi Internasional Indonesia (International Communications Policy


Indonesia). 22 SIMBOLIKA, 3(1). http://ojs.uma.ac.id/index.php/simbolika

Tabroni, R. (n.d.). Etika Komunikasi Politik dalam Ruang Media Massa.


 

Anda mungkin juga menyukai