Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. TINJAUAN UMUM PENGERTIAN JALAN REL

1. Pengertian Jalan Rel

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2007 pasal 1

(satu) mengatakan bahwa, perkeretaapian merupakan satu kesatuan sistem yang

terdiri dari sarana, prasarana (jalur kereta api, stasiun kereta api, fasilitas operasi

kereta api), sumber daya manusia dan termasuk di dalamnya ada sebuah prosedur,

norma, persyaratan, serta kriteria dalam penyelennggaraan transportasi kereta api

(UU. 23, 2007). Satu kesatuan system yang dimaksud dalam perkeretaapian adalah

jalur kereta api yang saling berhubungan dan dapat menjangkau berbagai tempat.

Jalur kereta api sendiri merupakan rangkaian petak jalan rel yang termasuk di

dalamnya ada ruang milik jalur kereta api, ruang manfaat jalur kereta api, dan juga

bagian atas bawah yang diperuntukan untuk lalu lintas kereta api (Ditjen

Perkeretaapian, 2011: 62). Jalan rel yang merupakan jalur kereta api merupakan

sebuah konstruksi dalam satu kesatuan yang dapat terbuat dari beton, baja,

maupun bahan konstruksi lain di suatu permukaan (di atas atau di bawah tanah)

tergantung area dan arahnya (UU. 23, 2007: 3).

Peraturan Menteri Perhubungan nomor 60 Tahun 2012 menjelaskan bahwa

jalan rel merupakan satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton atau

konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah dan di atas tanah atau

bergantung beserta perangkatnya yang fungsinya mengarahkan jalannya kereta

api. Secara teknis diartikan bahwa konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui

oleh kereta api dengan aman dan nyaman selama umur konstruksinya.

1
Selain itu rel juga mempunyai fungsi sebagai pijakan mengelindingnya roda

kereta api dan meneruskan beban dari roda kereta api kepada bantalan. Sedangkan

jalur rel kereta api merupakan jalur yang terdiri atas rangkaian petak.

jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur

kereta api dan ruang pengawasan jalur kereta api termasuk bagian atas dan

bawahnya yang diperuntukan bagi lalu lintas kereta api.

2. Struktur Jalan Rel Kereta Api

Struktur jalan rel kereta api merupakan konstruksi yang termasuk dalam

infrastruktur perjalanan kereta api. Dalam konstruksi, struktur jalan rel kereta api

dibagi menjadi dua bentuk konstruksi, jalan rel dalam konstruksi galian, umumnya

terdapat di daerah pegunungan, dan jalan rel dalam konstruksi timbunan, yang

biasanya terdapat pada areal persawahan atau rawa (Rosyidi, 2012: 21).

Komponen struktur jalan rel dibagi menjadi dua bagian, yaitu;

a. Struktur bagian atas (superstructure) tersusun atas beberapa komponen,

misalnya bantalan (sleeper, tie, crosstie), penambat (fastening), dan

komponen rel (rail) yang termasuk plat penyambung didalamnya.

Struktur bagian atas langsung menerima beban dari gerbong dan

lokomotif lalu di distribusikan secara merata beban yang diterima ke

struktur bagian bawah.

b. Struktur bagian bawah (substructure) tersusun juga atas beberapa

komponen, diantaranya adalah tanah asli (natural ground), tanah dasar

(improve subgrade), sub balas (subballast), dan juga komponen balas

(ballast) (Rosyidi, 2012: 22). Adapun komponen penyusun jalan rel

menurut Rosyidi (2012) dapat dijelaskan sebagai berikut;


2
2.1 Struktur Bagian Atas

Struktur bagian atas jalur rel kereta api terdiri dari ;


1. Rel (rail)

Rel ini disebut juga batang baja longitudinal (PM. 60, 2012: 5).

Rel harus memiliki nilai kekakuan tertentu karena rel berfungsi untuk

memberikan tumpuan terhadap pergerakan roda kereta api yang

dipasang berhubungan secara langsung untuk menerima dan juga

mendistribusikan beban roda kereta api dengan baik (Rosyidi, 2012:

23). Kelas jalan rel terbagi menjadi 2 jenis, yaitu dengan jenis lebar

rel 1067 mm dan lebar jalan rel 1435 mm, tergantung pada beban

gandar. Beban gandar merupakan beban yang diterima oleh jalan rel

dari satu gandar (PM. 60, 2012: 2-3). Beban untuk lebar jalan rel

1067 mm, maksimum sebesar 18 ton, sedangkan untuk jenis lebar

jalan rel 1435 mm 22,5 ton pada setiap kelas. Berikut tabel yang akan

menjelaskan tentang kelas jalan rel dan karakteristik penampang rel ;

3
Tabel 2.1
Lebar Jalan Rel 1067 mm
(sumber: PM NO. 60, 2012)

Tabel 2.2
Lebar Jalan Rel 1435 mm
(sumber: PM NO. 60, 2012)

4
Tabel 2.3
Karakteristik Penampang Rel
(sumber: Utomo, 1997)

2. Bantalan (Sleeper)
Bantalan memiliki beberapa fungsi penting diantaranya
menerima beban dari rel dan mendistribusikannya kepada lapisan
balas dengan tingkat tekanan kecil, mempertahankan sistem penambat
untuk mengikat rel pada kedudukannya, dan menahan pergerakan rel
arah longitudinal, lateral dan vertikal. Bantalan terbagi menurut bahan
konstruksinya yakni bantalan besi, kayu dan beton. Perancangan
bantalan yang baik sangat diperlukan agar fungsinya optimal.

5
3. Penambat (Fastening System)
Untuk menghubungkan antara bantalan dengan rel digunakan
sistem penambat dengan jenis dan bentuk yang bervariasi sesuai jenis
bantalan yang digunakan serta klasifikasi jalan rel yang harus dilayani.

2.2 Struktur Bagian Bawah

Struktur bagian bawah jalur rel kereta api terdiri dari ;


1. Lapisan Fondasi Atas atau Balas (Ballast)
Konstruksi lapisan balas terdiri dari material granular/butiran
yang diletakkan sebagai lapisan permukaan (atas) dari konstruksi
substruktur. Material balas yang baik berasal dari batuan yang
bersudut, pecah, keras, bergradasi yang sama, bebas dari debu dan
kotoran serta tidak pipih (prone). Lapisan ini berfungsi untuk menahan
gaya vertikal (cabut/uplift), lateral dan longitudinal yang dibebankan
kepada bantalan sehingga bantalan dapat mempertahankan jalan rel
pada posisi yang disyaratkan.

2. Lapisan Fondasi Bawah atau Subbalas (Subballast)


Lapisan diantara lapisan balas dan lapisan tanah dasar adalah
lapisan subbalas. Lapisan ini berfungsi sebagaimana lapisan balas
yaitu mengurangi tekanan di bawah balas sehingga dapat
didistribusikan kepada lapisan tanah dasar sesuai tingkatannya.

3. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)


Lapisan ini merupakan lapisan dasar struktur jalan rel yang
harus dibangun terlebih dahulu. Fungsi utamanya adalah menyediakan
landasan yang stabil untuk lapisan balas dan subbalas. Lapisan ini
adalah komponen substruktur yang sangat penting sebab memiliki
peranan signifikan terkait sifat teknis dan perawatan jalan rel.

6
B. DATA PERSIAPAN PERENCANAAN JALAN REL
1. UMUM
Tahapan pekerjaan merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan
guna mencapai tujuan yang direncanakan. Dalam perencanaan ini tahapan-
tahapan yang diambil meliputi :
1. Tahap persiapan
2. Tahap pencarian dan inventarisasi data
3. Tahap pengolahan data
4. Tahap perencanaa

2. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan rangkaian sebelum memulai
pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal
penting yang harus segera dilakukan dengan tujuan untuk mengefektifkan
waktu dan pekerjaan.
Tahap persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Studi pustaka terhadap materi design untuk menentukan garis besar
proses perencanaan.
2. Menentukan kebutuhan data.
3. Survey pendahuluan, yang meliputi eksplorasi tanah dan bahan jalan
rel, hidrologi dan tofografi.
4. Survey kelayakan, yang meliputi study arus lalu lintas kereta api dan
study ekonomi dan finansial.
5. Survey data penunjang, yang meliputi harga satuan dan upah pekerja.

3. Tahap Metode Pengumpulan Data


Untuk data perencanaan yang diperlukan adalah data primer dan data
sekunder dengan tujuan agar dapat menarik kesimpulan dalam menentukan
standar perencanaan yang tepat, oleh sebab itu dilakukan inventarisasi data
melalui survei instansional, interview dengan pihak terkait yang kebijakannya
mempunyai pengaruh dan hubungan terhadap kesempurnaan perencanaan,
serta melaksanakan pengamatan langsung lapangan terhadap kondisi jalan

7
untuk menganalisa secara visual kondisi lingkungan rencana jalur. Di bawah
ini diuraikan kebutuhan data serta sumbernya
1. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang
diperoleh dari instansi terkait. Data sekunder berguna untuk
menentukan perencanaan jalur ganda, tata letak jalan rel, dan
bangunan di stasiun.
2. Pengumpulan Data Primer Data primer berguna untuk menentukan
ketepatan perencanaan tata letak jalan rel serta peron, dan bangunan di
stasiun. Caranya dengan membandingkan hasil perencanaan menurut
data sekunder terhadap kenyataan di lapangan. Kenyataan di lapangan
inilah yang akan menjadi acuan.
4. Teknik Analisa Data
Pada tahap ini dilakukan proses pengolahan data dalam arti
perhitungan teknis secara lengkap sehingga menghasilkan input bagi proses
perencanaan selanjutnya, yaitu desain detail. Analisa data meliputi :
1. Analisa Potensi Penumpang Analisa ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya potensi penumpang masa mendatang yang akan dilayani oleh
double track.
2. Analisa Kapasitas dan Kepadatan Lintas Eksisting Analisa ini
dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya jalur kereta api yang di
lalui ditingkatkan menjadi jalur ganda. Dengan membandingkan
banyaknya lalu lintas kereta api pada kondisi track yang ada dengan
kapasitasnya dapat dianalisa kelayakannya.
3. Analisa Data Eksisting Jalur Tunggal Pada tahap ini data eksisting jalur
tunggal diklasifikasi dan dikalkulasi, kemudian dievaluasi
kelayakannya terhadap Peraturan Dinas No. 10 yang dikeluarkan oleh
PJKA Tahun 1986. Dari analisa-analisa tersebut akan diperoleh suatu
argumen untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan perencanaan
jalur ganda pada jalur kereta api.

8
5. Perencanaan Jalur Ganda
Pada tahapan ini dilakukan proses desain dengan mempertimbangkan
jalur tunggal yang sudah ada, sedapat mungkin jalur ganda tetap
berdampingan, namun demikian bila dalam pertimbangan teknis dan
nonteknis tidak memungkinkan maka jalur/track bisa berpisah pada ruas-ruas
tertentu. Perencanaan ini mengacu pada Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986
mengenai Perencanaan Konstruksi Jalan Rel.

9
3.1. BAGAN ALIR PERENCANAAN

Mulai

Identifikasi Permasalahan

Observasi Lapangan Studi Pustaka


Dokumentasi Jalur Eksisting

Inventarisasi Data

Data Sekunder : Data Primer :


Penghimpunan peraturan-peraturan Peninjauan Lapangan
Pengumpulan data instansional Dokumentasi Kondisi
Pengumpulan gambar topografi, Eksisting
groundkaart dan lengte profil Interview / wawancara
Pengumpulan data pendukung lainnya

Cukup? Tidak

Ya
 Faktor Teknis Analisa Data :
 Faktor Ekonomis Analisa Potensi Penumpang
 Faktor Nonteknis Analisa Kelayakan Jalur Ganda
Analisa Trase

10
Perlu Peningkatan
Track?

Ya
Desain Jalur Ganda

Penentuan Jalur rencana Jalan


Kereta Api

Perhitungan Geometri Rel


Alinyemen Horizontal
Kecepatan Alinyemen Vertikal
Rencana

Gandar Perencanaan Konstruksi Rel


Bantalan Rel
Penambat Rel
Tipe Rel
Sambungan Rel

Perencanaan Wesel dan Sepur di


Emplasemen

Perencanaan Balas
Balas Atas
Balas Bawah

Gambar Rencana
Daftar Harga
Satuan
Perhitungan RAB Selesai

Gambar 3.1. Bagan Alir Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api

11
C. PEKERJAAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL

Perencanaan geometri jalan rel akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam Peraturan Dinas No. 10 (PD 10) yang dalam hal ini kecepatan rencana
akan ditingkatkan menjadi 80 km/jam sampai dengan 120 km/jam, sehingga di beberapa
lengkungan perlu diadakan penyesuaianpenyesuaian terutama jari-jari (radius) sesuai
dengan kecepatan rencana untuk mendapatkan keamanan, kenyamanan, ekonomis dan
keserasian dengan lingkungan di sekitarnya.
Geometri jalan rel yang dimaksud ialah bentuk dan ukuran jalan rel, baik pada
arah memanjang maupun arah melebar yang meliputi lebar sepur, kelandaian, lengkung
horizontal dan lengkung vertikal, peninggian rel, pelebaran sepur. Geometri jalan rel
harus direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang
efisien, aman, nyaman, ekonomis. Uraian mengenai geometri jalan rel terutama
berdasarkan pada standar yang digunakan di Indonesia oleh PT. Kereta Api (Persero),
dan ditambah dengan bahan dari acuan jalan rel.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus memenuhi persyaratan mengenai:
1. Ukuran lebar;
2. Jenis tanah dan/atau konstruksi tempat jalan-jalan rel terletak;
3. Penggunaan balas;
4. Jenis bantalan;
5. Jenis rel;
6. Jenis alat penambat;
7. Jenis wesel;
8. Kelengkungan;
9. Kelandaian.

D. KLASIFIKASI JALAN REL

Peraturan konstruksi jalan rel di Indonesia masih mengacu pada konstruksi tahun
1938 atau Stelsel 1938, Reglemen 10 (R.10) dan Peraturan Dinas No.10 tahun 1986.

12
Klasifikasi jalan rel menurut PD 10 Tahun 1986 dibagi menurut: lebar sepoor/sepur,
kecepatan maksimum yang diijinkan, kelandaian vertikal/tanjakan jumlah jalur, bentuk
jalur, daya angkut.
Secara umum dalam perencanaan jalan rel dibedakan menurut beberapa
klasifikasi, anatara lain :

1. Lebar Sepur

Lebar sepur adalah lebar antara sisi dalam kepala rel pada trak kereta api.
Hampir 60 persen track kereta api diseluruh dunia menggunakan track yang lebarnya
1.435 mm(4 ft 81/2 in), yang pada akhirnya disebut sebagai lebar track Standar
Internasional. Lebar track yang kurang dari itu disebut sebagai lebar track sempit
(narrow gauge) dan yang lebih lebar disebut sebagai track lebar (broad gauge).
Di beeberapa negara ada yang menggunakan lebar track yang berbeda sehingga
pada tempat-tempat tertentu digunakan tiga rel dalam satu track sehingga lintasan bisa
dipakai bersamaan antara kereta dengan lebar track yang kecil dan lebar track yang
besar.
Berdasarkan lebarnya, jalan rel dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Sepur Standar (standard gauge) : Lebar sepur 1435 mm.
Pengguna : Eropa, Turki, Iran, USA dan Jepang.
2. Sepur Lebar (broael gauge) : Lebar sepur > 1435 mm.
Pengguna : Finlandia, Rusia (1524 mm), Spanyol, Portugal dan India (1676 mm).
3. Sepur Sempit (narrow gauge) : Lebar sepur < 1435 mm.
Pengguna : negara Indonesia, Amerika Latin, Jepang, Afrika Selatan (1067 mm),
Malaysia, Birma, Thailand, dan Kamboja (1000 mm).

13
Tabel 1.1 Jenis-Jenis Ukuran Lebar Spoor

Lebar Sepur Digunakan Di Negara Kelompok


1067 Indonesia, Jepang, Australia, Afrika Selatan Sepur sempit
1435 Amerika, Jepang, Turki, Iran Sepur standar
1672 Spanyol, Portugal, Argentina Sepur lebar
1676 India Sepur lebar
1524 Rusia, Finlandia Sepur lebar
762 India Sepur sempit
1000 Myanmar, Thailand, Malaysia, India Sepur sempit
Sumber : PD No. 10 Tahun 1986.
Catatan:1. Lebar Sepur 1000 mm disebut metre Gauge
2. Lebar Sepur 1067 mm disebut Cape Gauge

2. Kecepatan Maksimum yang diijinkan di Indonesia

1. Kelas JalanI : 120 km/jam


2. Kelas JalanII : 110 km/jam
3. Kelas JalanIII : 100 km/jam
4. Kelas JalanIV : 90 km/jam
5. Kelas JalanV : 80 km/jam
6. Kelas JalanVI : 70 km/jam

3. Daya Lintas Kereta Api yang Diijinkan

Daya angkut lintas adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu
lintas dalam jangka waktu satu tahun. Daya angkut lintas mencerminkan jenis serta
jumlah beban total dan kecepatan kereta api yang lewat di lintas bersangkutan. Daya
angkut (T) disebut dengan satuan ton/tahun.

14
Tabel 1.2 Daya Lintas Kereta Api yang diijinkan
Kecepatan Beban Gandar
Kapasitas Angkut Lintas
Kelas Jalan Rel Maksimum maksimum
(x106 ton/Tahun)
(Km/Jam) (Ton)
I >20 120 18

II 10 – 20 110 18

III 5 – 10 100 18

IV 2,5 – 5 90 18

V <2,5 80 18

Sumber : PD No. 10 Tahun 1986.

Untuk menghitung besar kapasitas angkut lintas, PT. Kereta Api menggunakan
rumus sebagai berikut :
T = 360 x S x TE
TE = Tp + (Kb x Tb) + ( K1 x T1)
Keterangan :
T = Kapasitas angkut lintas (Ton/tahun)
TE = Tonase ekivalen (Ton/hari)
Tp = Tonase Penumpang dan Kereta harian,
Tb = Tonase Barang dan Gerbong Harian,
T1 = Tonase Lokomotif Harian.
S = Koefisisien yang besarnya tergantung pada kualitas lintas, yaitu :
S = 1,1 untuk lintas dengan kereta penumpang dengan V max 120 km/jam
S = 1,0 Untuk Lintas Tanpa Kereta Penumpang,
Kb = Koefisien beban gandar yaitu :
Kb = 1,5 Untuk Beban gandar < 18 Ton,
Kb = 1,3 Untuk Beban Gandar > 18 ton
K1 = Koefisien yang besarnya ditentukan sebesar 1,4

15
4. Tanjakan (kelandaian)

Kelandaian perencanaa jalan rel di emplesemen dibatasi 0 sampai dengan 1,5


‰ agar kereta api dalam keadaan berhenti di tanjakan tidak berjalan sendiri akibat
dari beratnya (lokomotif)
1. Lintas Datar : Kelandaian 0 – 10 ‰
2. Lintas Pegunungan : Kelandaian 10 – 40 ‰
3. Lintas dengan rel gigi : Kelandaian 40 – 80 ‰
4. Kelandaian di emplasemen : Kelandaian 0 s.d. 1,5 ‰

5. Jalur Rel

Rel digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan/memandu kereta api
tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama
panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan. Rel-rel tersebut diikat pada
bantalan dengan menggunakan paku rel, sekrup penambat atau penambat e ( seperti
penambat Pandrol).
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang
digunakan. Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan
penambat “e’ digunakan untuk bantalan beton atau semen.
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapisi dengan batu kericak
atau dikenal dengan Balast. Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam
getaran dan lenturan rel akibat beratnya kereta api. Untuk menyebrang jembatan,
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton.
Berdasarkan jumlahnya, jalur rel dibagi menjadi :
1. Jalur Tunggal:
Jumlah jalur di lintas bebas hanya satu, diperuntukkan untuk melayani arus lalu
lintas angkutan jalan rel dari 2 arah.
16
2. Jalur Ganda:
Jumlah jalur di lintas bebas > 1 (2 arah) dimana masing-masing jalur hanya
diperuntukkan untuk melayani arus lalu lintas angkutan jalan rel dari 1 arah.

E. SURVEY PENDAHULUAN

Survei pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan data lintasan jalan rel sesuai
dengan standar geometri jalan rel, tanpa mengurangi kekuatan strukturnya, tidak
mengurangi dari segi kelayakan ekonomi, keamanan, serta kenyamanan pengguna jalan.
Secara umum jalan rel bisa berada di pedataran, perbukitan atau pegunungan. Tubuh jalan
biasa berada didaerah galian atau timbunan, ia bisa menumpu pada endapan tanah atau
endapan batuan (rock).
Tubuh jalan pada timbunan terdiri dari tanah dasar (subgrade), tanah timbunan asli,
sedangkan badan jalan pada galian terdiri dari tanah dasar (subgrade) dari tanah asli. Pada
umumnya jalan rel akan melintasi suatu daerah yanng sangat panjang dimana keadaan
tanah dan formasi geologisnya bisa sangat bervariasi.
Karena itu penelaah geologi pada penyelidikan tanah yang terperinci sangat
diperlukan untuk perencanaan geometric dan tubuh jalan. Selain faktor geoteknik harus
juga ditelaah faktor hidrologinya. Hal ini penting, tidak hanya untuk kebaikan tubuh jalan
itu sendiri, melainkan juga bagi daerah-daerah di kedua sisi tubuh jalan, terutama
bertalian dengan kemungkinan terjadinya penggenangan akibat dibangunnya jalan kereta
api. Perencanaan tanah dasar dan tubuh jalan selalu dikaitkan dengan pencanaan balas.
Agar tidak terjadi kesalahan dalam perencanaan tersebut, survei harus dilakukan
dengan benar dan valid. Maka dari itu, diperlukan data-data yang dapat menunjang
pelaksanaan pembangunan jalan rel, diantaranya :
1. Data geologi
2. Data hidrologi
3. Data tanah

17
4. Data topografi
5. Data bahan konstruksi

F. PENGUKURAN

Perlunya pengukuran dilapangan untuk mendapatkan data kordinat dan elevasi


tanah serta poligon pada daerah yang akan dilewati jalan tersebut. Adapun tujuan dari
pengukuran adalah membuat jalan yang ekonomis, aman dan nyaman. Sebagaimana kita
ketahui, permukaan tanah tidak selalu datar. Tidak mungkin suatu kendaraan dapat
berjalan pada jalan yang bergelombang, namun untuk membuat suatu jalan yang datar
memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Pengguna jalan sebagai pemakai jalan menginginkan jalan yang dilaluinya aman
dan nyaman sedangkan pemerintah sebagai fasilitator memiliki keterbatasan dana dalam
membangun jalan yang datar. Untuk itu kita sebagai perencana jalan menjadi penengah
dari kedua permasalahan ini, dimana kita harus memikirkan bagaimana jalan yang
dibangun menjadi aman dan nyaman tetapi tetap bernilai ekonomis.

G. MEMBUAT TRASE JALAN REL

Trase adalah rencana tapak jalur kereta api yang telah diketahui titik-titik
koordinatnya.
Penetapan trase jalur kereta api bertujuan untuk mewujudkan:
a. Keharmonisan antara jaringan jalur kereta api dan perencanaan tata ruang wilayah
sesuai tatarannya.
b. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang untuk jaringan jalur kereta api dalam
rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pembangunan jalur kereta api.
c. Keterpaduan jaringan jalur kereta api sebagai satu kesatuan sistem jaringan
transportasi nasional, sehingga mempermudah dan memperlancar pelayanan
angkutan orang dan/atau barang.
d. Efisiensi penyelenggaraan perkeretaapian.
18
Trase jalur kereta api paling sedikit memuat:
a. titik-titik koordinat;
b. lokasi stasiun;
c. rencana kebutuhan lahan; dan
d. skala gambar.

Gambar 1.1. Tampang melintang jalur tunggal daerah lurus.

Gambar 1.2. Tampang melintang jalur tunggal pada daerah tikungan

H. PEMATOKAN

Pematokan sepanjang sumbu alignment horizontal biasanya selalu setiap kelipatan


jarak genap, misalnya setiap 100 m pada perencanaan pendahuluan, setiap 50 m pada
detail design dan tiap 25 m pada saat pelaksanaan konstruksi. Pada bagian lurus, bila

19
tidak ada halangan maka pematokan bisa dilakukan langsung dengan menarik meteran
mendatar.
Pematokan dan prosedur pematokan (stakingout)
Sebelum memulai perhitungan galian dan timbunan, pekerjaan diawali dengan
pematokan (stake out). Pematokan bertujuan untuk menandai wilayah mana saja yang
akan terkena galian dan timbunan, atau bagian-bagian di lapangan yang menjadi bakal
proyek. Pematokan untuk jalan dilakukan sepanjang sumbu alignment horizontal
biasanya selalu setiap kelipatan jarak genap, misalnya setiap 100 m pada perencanaan
pendahuluan, setiap 50 m pada detailed design.

Gambar 1.3. Pematokan Titik Nol

20

Anda mungkin juga menyukai