PENDAHULUAN
terdiri dari sarana, prasarana (jalur kereta api, stasiun kereta api, fasilitas operasi
kereta api), sumber daya manusia dan termasuk di dalamnya ada sebuah prosedur,
(UU. 23, 2007). Satu kesatuan system yang dimaksud dalam perkeretaapian adalah
jalur kereta api yang saling berhubungan dan dapat menjangkau berbagai tempat.
Jalur kereta api sendiri merupakan rangkaian petak jalan rel yang termasuk di
dalamnya ada ruang milik jalur kereta api, ruang manfaat jalur kereta api, dan juga
bagian atas bawah yang diperuntukan untuk lalu lintas kereta api (Ditjen
Perkeretaapian, 2011: 62). Jalan rel yang merupakan jalur kereta api merupakan
sebuah konstruksi dalam satu kesatuan yang dapat terbuat dari beton, baja,
maupun bahan konstruksi lain di suatu permukaan (di atas atau di bawah tanah)
jalan rel merupakan satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton atau
konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah dan di atas tanah atau
api. Secara teknis diartikan bahwa konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui
oleh kereta api dengan aman dan nyaman selama umur konstruksinya.
1
Selain itu rel juga mempunyai fungsi sebagai pijakan mengelindingnya roda
kereta api dan meneruskan beban dari roda kereta api kepada bantalan. Sedangkan
jalur rel kereta api merupakan jalur yang terdiri atas rangkaian petak.
jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur
kereta api dan ruang pengawasan jalur kereta api termasuk bagian atas dan
Struktur jalan rel kereta api merupakan konstruksi yang termasuk dalam
infrastruktur perjalanan kereta api. Dalam konstruksi, struktur jalan rel kereta api
dibagi menjadi dua bentuk konstruksi, jalan rel dalam konstruksi galian, umumnya
terdapat di daerah pegunungan, dan jalan rel dalam konstruksi timbunan, yang
biasanya terdapat pada areal persawahan atau rawa (Rosyidi, 2012: 21).
Rel ini disebut juga batang baja longitudinal (PM. 60, 2012: 5).
Rel harus memiliki nilai kekakuan tertentu karena rel berfungsi untuk
23). Kelas jalan rel terbagi menjadi 2 jenis, yaitu dengan jenis lebar
rel 1067 mm dan lebar jalan rel 1435 mm, tergantung pada beban
gandar. Beban gandar merupakan beban yang diterima oleh jalan rel
dari satu gandar (PM. 60, 2012: 2-3). Beban untuk lebar jalan rel
jalan rel 1435 mm 22,5 ton pada setiap kelas. Berikut tabel yang akan
3
Tabel 2.1
Lebar Jalan Rel 1067 mm
(sumber: PM NO. 60, 2012)
Tabel 2.2
Lebar Jalan Rel 1435 mm
(sumber: PM NO. 60, 2012)
4
Tabel 2.3
Karakteristik Penampang Rel
(sumber: Utomo, 1997)
2. Bantalan (Sleeper)
Bantalan memiliki beberapa fungsi penting diantaranya
menerima beban dari rel dan mendistribusikannya kepada lapisan
balas dengan tingkat tekanan kecil, mempertahankan sistem penambat
untuk mengikat rel pada kedudukannya, dan menahan pergerakan rel
arah longitudinal, lateral dan vertikal. Bantalan terbagi menurut bahan
konstruksinya yakni bantalan besi, kayu dan beton. Perancangan
bantalan yang baik sangat diperlukan agar fungsinya optimal.
5
3. Penambat (Fastening System)
Untuk menghubungkan antara bantalan dengan rel digunakan
sistem penambat dengan jenis dan bentuk yang bervariasi sesuai jenis
bantalan yang digunakan serta klasifikasi jalan rel yang harus dilayani.
6
B. DATA PERSIAPAN PERENCANAAN JALAN REL
1. UMUM
Tahapan pekerjaan merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan
guna mencapai tujuan yang direncanakan. Dalam perencanaan ini tahapan-
tahapan yang diambil meliputi :
1. Tahap persiapan
2. Tahap pencarian dan inventarisasi data
3. Tahap pengolahan data
4. Tahap perencanaa
2. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan rangkaian sebelum memulai
pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal
penting yang harus segera dilakukan dengan tujuan untuk mengefektifkan
waktu dan pekerjaan.
Tahap persiapan ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Studi pustaka terhadap materi design untuk menentukan garis besar
proses perencanaan.
2. Menentukan kebutuhan data.
3. Survey pendahuluan, yang meliputi eksplorasi tanah dan bahan jalan
rel, hidrologi dan tofografi.
4. Survey kelayakan, yang meliputi study arus lalu lintas kereta api dan
study ekonomi dan finansial.
5. Survey data penunjang, yang meliputi harga satuan dan upah pekerja.
7
untuk menganalisa secara visual kondisi lingkungan rencana jalur. Di bawah
ini diuraikan kebutuhan data serta sumbernya
1. Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang
diperoleh dari instansi terkait. Data sekunder berguna untuk
menentukan perencanaan jalur ganda, tata letak jalan rel, dan
bangunan di stasiun.
2. Pengumpulan Data Primer Data primer berguna untuk menentukan
ketepatan perencanaan tata letak jalan rel serta peron, dan bangunan di
stasiun. Caranya dengan membandingkan hasil perencanaan menurut
data sekunder terhadap kenyataan di lapangan. Kenyataan di lapangan
inilah yang akan menjadi acuan.
4. Teknik Analisa Data
Pada tahap ini dilakukan proses pengolahan data dalam arti
perhitungan teknis secara lengkap sehingga menghasilkan input bagi proses
perencanaan selanjutnya, yaitu desain detail. Analisa data meliputi :
1. Analisa Potensi Penumpang Analisa ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya potensi penumpang masa mendatang yang akan dilayani oleh
double track.
2. Analisa Kapasitas dan Kepadatan Lintas Eksisting Analisa ini
dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya jalur kereta api yang di
lalui ditingkatkan menjadi jalur ganda. Dengan membandingkan
banyaknya lalu lintas kereta api pada kondisi track yang ada dengan
kapasitasnya dapat dianalisa kelayakannya.
3. Analisa Data Eksisting Jalur Tunggal Pada tahap ini data eksisting jalur
tunggal diklasifikasi dan dikalkulasi, kemudian dievaluasi
kelayakannya terhadap Peraturan Dinas No. 10 yang dikeluarkan oleh
PJKA Tahun 1986. Dari analisa-analisa tersebut akan diperoleh suatu
argumen untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan perencanaan
jalur ganda pada jalur kereta api.
8
5. Perencanaan Jalur Ganda
Pada tahapan ini dilakukan proses desain dengan mempertimbangkan
jalur tunggal yang sudah ada, sedapat mungkin jalur ganda tetap
berdampingan, namun demikian bila dalam pertimbangan teknis dan
nonteknis tidak memungkinkan maka jalur/track bisa berpisah pada ruas-ruas
tertentu. Perencanaan ini mengacu pada Peraturan Dinas No. 10 Tahun 1986
mengenai Perencanaan Konstruksi Jalan Rel.
9
3.1. BAGAN ALIR PERENCANAAN
Mulai
Identifikasi Permasalahan
Inventarisasi Data
Cukup? Tidak
Ya
Faktor Teknis Analisa Data :
Faktor Ekonomis Analisa Potensi Penumpang
Faktor Nonteknis Analisa Kelayakan Jalur Ganda
Analisa Trase
10
Perlu Peningkatan
Track?
Ya
Desain Jalur Ganda
Perencanaan Balas
Balas Atas
Balas Bawah
Gambar Rencana
Daftar Harga
Satuan
Perhitungan RAB Selesai
11
C. PEKERJAAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN REL
Perencanaan geometri jalan rel akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam Peraturan Dinas No. 10 (PD 10) yang dalam hal ini kecepatan rencana
akan ditingkatkan menjadi 80 km/jam sampai dengan 120 km/jam, sehingga di beberapa
lengkungan perlu diadakan penyesuaianpenyesuaian terutama jari-jari (radius) sesuai
dengan kecepatan rencana untuk mendapatkan keamanan, kenyamanan, ekonomis dan
keserasian dengan lingkungan di sekitarnya.
Geometri jalan rel yang dimaksud ialah bentuk dan ukuran jalan rel, baik pada
arah memanjang maupun arah melebar yang meliputi lebar sepur, kelandaian, lengkung
horizontal dan lengkung vertikal, peninggian rel, pelebaran sepur. Geometri jalan rel
harus direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai hasil yang
efisien, aman, nyaman, ekonomis. Uraian mengenai geometri jalan rel terutama
berdasarkan pada standar yang digunakan di Indonesia oleh PT. Kereta Api (Persero),
dan ditambah dengan bahan dari acuan jalan rel.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 harus memenuhi persyaratan mengenai:
1. Ukuran lebar;
2. Jenis tanah dan/atau konstruksi tempat jalan-jalan rel terletak;
3. Penggunaan balas;
4. Jenis bantalan;
5. Jenis rel;
6. Jenis alat penambat;
7. Jenis wesel;
8. Kelengkungan;
9. Kelandaian.
Peraturan konstruksi jalan rel di Indonesia masih mengacu pada konstruksi tahun
1938 atau Stelsel 1938, Reglemen 10 (R.10) dan Peraturan Dinas No.10 tahun 1986.
12
Klasifikasi jalan rel menurut PD 10 Tahun 1986 dibagi menurut: lebar sepoor/sepur,
kecepatan maksimum yang diijinkan, kelandaian vertikal/tanjakan jumlah jalur, bentuk
jalur, daya angkut.
Secara umum dalam perencanaan jalan rel dibedakan menurut beberapa
klasifikasi, anatara lain :
1. Lebar Sepur
Lebar sepur adalah lebar antara sisi dalam kepala rel pada trak kereta api.
Hampir 60 persen track kereta api diseluruh dunia menggunakan track yang lebarnya
1.435 mm(4 ft 81/2 in), yang pada akhirnya disebut sebagai lebar track Standar
Internasional. Lebar track yang kurang dari itu disebut sebagai lebar track sempit
(narrow gauge) dan yang lebih lebar disebut sebagai track lebar (broad gauge).
Di beeberapa negara ada yang menggunakan lebar track yang berbeda sehingga
pada tempat-tempat tertentu digunakan tiga rel dalam satu track sehingga lintasan bisa
dipakai bersamaan antara kereta dengan lebar track yang kecil dan lebar track yang
besar.
Berdasarkan lebarnya, jalan rel dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Sepur Standar (standard gauge) : Lebar sepur 1435 mm.
Pengguna : Eropa, Turki, Iran, USA dan Jepang.
2. Sepur Lebar (broael gauge) : Lebar sepur > 1435 mm.
Pengguna : Finlandia, Rusia (1524 mm), Spanyol, Portugal dan India (1676 mm).
3. Sepur Sempit (narrow gauge) : Lebar sepur < 1435 mm.
Pengguna : negara Indonesia, Amerika Latin, Jepang, Afrika Selatan (1067 mm),
Malaysia, Birma, Thailand, dan Kamboja (1000 mm).
13
Tabel 1.1 Jenis-Jenis Ukuran Lebar Spoor
Daya angkut lintas adalah jumlah angkutan anggapan yang melewati suatu
lintas dalam jangka waktu satu tahun. Daya angkut lintas mencerminkan jenis serta
jumlah beban total dan kecepatan kereta api yang lewat di lintas bersangkutan. Daya
angkut (T) disebut dengan satuan ton/tahun.
14
Tabel 1.2 Daya Lintas Kereta Api yang diijinkan
Kecepatan Beban Gandar
Kapasitas Angkut Lintas
Kelas Jalan Rel Maksimum maksimum
(x106 ton/Tahun)
(Km/Jam) (Ton)
I >20 120 18
II 10 – 20 110 18
III 5 – 10 100 18
IV 2,5 – 5 90 18
V <2,5 80 18
Untuk menghitung besar kapasitas angkut lintas, PT. Kereta Api menggunakan
rumus sebagai berikut :
T = 360 x S x TE
TE = Tp + (Kb x Tb) + ( K1 x T1)
Keterangan :
T = Kapasitas angkut lintas (Ton/tahun)
TE = Tonase ekivalen (Ton/hari)
Tp = Tonase Penumpang dan Kereta harian,
Tb = Tonase Barang dan Gerbong Harian,
T1 = Tonase Lokomotif Harian.
S = Koefisisien yang besarnya tergantung pada kualitas lintas, yaitu :
S = 1,1 untuk lintas dengan kereta penumpang dengan V max 120 km/jam
S = 1,0 Untuk Lintas Tanpa Kereta Penumpang,
Kb = Koefisien beban gandar yaitu :
Kb = 1,5 Untuk Beban gandar < 18 Ton,
Kb = 1,3 Untuk Beban Gandar > 18 ton
K1 = Koefisien yang besarnya ditentukan sebesar 1,4
15
4. Tanjakan (kelandaian)
5. Jalur Rel
Rel digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan/memandu kereta api
tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama
panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan. Rel-rel tersebut diikat pada
bantalan dengan menggunakan paku rel, sekrup penambat atau penambat e ( seperti
penambat Pandrol).
Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang
digunakan. Paku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu sedangkan
penambat “e’ digunakan untuk bantalan beton atau semen.
Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapisi dengan batu kericak
atau dikenal dengan Balast. Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam
getaran dan lenturan rel akibat beratnya kereta api. Untuk menyebrang jembatan,
digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton.
Berdasarkan jumlahnya, jalur rel dibagi menjadi :
1. Jalur Tunggal:
Jumlah jalur di lintas bebas hanya satu, diperuntukkan untuk melayani arus lalu
lintas angkutan jalan rel dari 2 arah.
16
2. Jalur Ganda:
Jumlah jalur di lintas bebas > 1 (2 arah) dimana masing-masing jalur hanya
diperuntukkan untuk melayani arus lalu lintas angkutan jalan rel dari 1 arah.
E. SURVEY PENDAHULUAN
Survei pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan data lintasan jalan rel sesuai
dengan standar geometri jalan rel, tanpa mengurangi kekuatan strukturnya, tidak
mengurangi dari segi kelayakan ekonomi, keamanan, serta kenyamanan pengguna jalan.
Secara umum jalan rel bisa berada di pedataran, perbukitan atau pegunungan. Tubuh jalan
biasa berada didaerah galian atau timbunan, ia bisa menumpu pada endapan tanah atau
endapan batuan (rock).
Tubuh jalan pada timbunan terdiri dari tanah dasar (subgrade), tanah timbunan asli,
sedangkan badan jalan pada galian terdiri dari tanah dasar (subgrade) dari tanah asli. Pada
umumnya jalan rel akan melintasi suatu daerah yanng sangat panjang dimana keadaan
tanah dan formasi geologisnya bisa sangat bervariasi.
Karena itu penelaah geologi pada penyelidikan tanah yang terperinci sangat
diperlukan untuk perencanaan geometric dan tubuh jalan. Selain faktor geoteknik harus
juga ditelaah faktor hidrologinya. Hal ini penting, tidak hanya untuk kebaikan tubuh jalan
itu sendiri, melainkan juga bagi daerah-daerah di kedua sisi tubuh jalan, terutama
bertalian dengan kemungkinan terjadinya penggenangan akibat dibangunnya jalan kereta
api. Perencanaan tanah dasar dan tubuh jalan selalu dikaitkan dengan pencanaan balas.
Agar tidak terjadi kesalahan dalam perencanaan tersebut, survei harus dilakukan
dengan benar dan valid. Maka dari itu, diperlukan data-data yang dapat menunjang
pelaksanaan pembangunan jalan rel, diantaranya :
1. Data geologi
2. Data hidrologi
3. Data tanah
17
4. Data topografi
5. Data bahan konstruksi
F. PENGUKURAN
Trase adalah rencana tapak jalur kereta api yang telah diketahui titik-titik
koordinatnya.
Penetapan trase jalur kereta api bertujuan untuk mewujudkan:
a. Keharmonisan antara jaringan jalur kereta api dan perencanaan tata ruang wilayah
sesuai tatarannya.
b. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang untuk jaringan jalur kereta api dalam
rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pembangunan jalur kereta api.
c. Keterpaduan jaringan jalur kereta api sebagai satu kesatuan sistem jaringan
transportasi nasional, sehingga mempermudah dan memperlancar pelayanan
angkutan orang dan/atau barang.
d. Efisiensi penyelenggaraan perkeretaapian.
18
Trase jalur kereta api paling sedikit memuat:
a. titik-titik koordinat;
b. lokasi stasiun;
c. rencana kebutuhan lahan; dan
d. skala gambar.
H. PEMATOKAN
19
tidak ada halangan maka pematokan bisa dilakukan langsung dengan menarik meteran
mendatar.
Pematokan dan prosedur pematokan (stakingout)
Sebelum memulai perhitungan galian dan timbunan, pekerjaan diawali dengan
pematokan (stake out). Pematokan bertujuan untuk menandai wilayah mana saja yang
akan terkena galian dan timbunan, atau bagian-bagian di lapangan yang menjadi bakal
proyek. Pematokan untuk jalan dilakukan sepanjang sumbu alignment horizontal
biasanya selalu setiap kelipatan jarak genap, misalnya setiap 100 m pada perencanaan
pendahuluan, setiap 50 m pada detailed design.
20