Anda di halaman 1dari 10

1.

Siklus sel dan apoptosis secara fisiologis


Siklus Sel
Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun kanker
mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S (sintesis) dan fase M
(mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA kromosom dalam sel, sedangkan
pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000).
Fase yang membatasi kedua fase utama tersebut yang dinamakan Gap. G1 (Gap-1) terdapat
sebelum fase S dan setelah fase S dinamakan G2 (Gap-2). Pada fase G1, sel melakukan
persiapan untuk sintesis DNA yang merupakan fase awal siklus sel. Penanda fase ini adalah
adanya ekspresi dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G2, sel
melakukan sintesis lebih lanjut untuk proses pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007).
Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator positif
dan negatif. Kelompok cyclin, khususnya cyclin D, E, A, dan B merupakan protein yang
levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin bersama dengan kelompok cyclin
dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4, 6, dan 2, bertindak sebagai regulator positif
yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi kinase (CDK4, CDK2, dan
CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin (D, E, A, dan B) secara berurutan
seiring dengan jalannya siklus sel (G1-S-G2-M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat
oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip
protein (meliputi p21, p27, p57) dan keluarga INK4 (meliputi p16, p18, p19). Selain itu,
tumor suppressor protein (p53 dan pRb) juga bertindak sebagai protein regulator negatif
(Foster, et al., 2001). Checkpoint pada fase G2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan
mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangiectasia mutated (ATM) kinase. Hal
tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc2-CycB baik dengan jalan
memutuskan kompleks Cdc2-CycB maupun mengeluarkan kompleks Cdc-CycB dari
nukleus atau aktivasi p21. Checkpoint pada fase G1 akan dapat dilalui jika ukuran sel
memadai, ketersediaan nutrien mencukupi, dan adanya faktor pertumbuhan (sinyal dari sel
yang lain). Checkpoint pada fase G2 dapat dilewati jika ukuran sel memadai, dan replikasi
kromosom terselesaikan dengan sempurna. Checkpoint pada metaphase (M) terpenuhi bila
semua kromosom dapat menempel pada gelendong (spindle) mitosis. Checkpoint ini akan
menghambat progresi siklus sel ke fase mitosis, sedangkan checkpoint pada fase M (mitosis)
terjadi jika benang spindle tidak terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi
yang benar dan tidak menempel dengan sempurna pada spindle. Kontrol checkpoint sangat
penting untuk menjaga stabilitas genomik.
Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel untuk berkembang biak meskipun
terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak lengkap atau kromosom tidak terpisah
sempurna sehingga akan menghasilkan kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya
kanker. Oleh karena itu, proses regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan
kanker.

Apoptosis dan proliferasi


Pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu
apoptosis dan proliferasi. Apabila terjadi apoptosis berlebihan, maka suatu sistem organ
akan mengalami kemunduran fungsi yang dapat menimbulkan penyakit. Sebaliknya, apabila
terjadi proliferasi berlebihan, maka akan membentuk suatu massa tumor yang akan
mengarah pada kanker (Sudiana, 2011).
Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik dengan
kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu apoptosis fisiologis dan apoptosis patologis.
Apoptosis fisiologis adalah kematian sel yang diprogram (programmed cell death).
Proses kematian sel erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini
mengalami aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali
sel bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada ujung
kromosom merupakan faktor yang sangat penting dalam melindungi kromosom. Pada sel
normal, telomer akan memendek pada saat pembelahan diri. Apabila ukuran telomer
mencapai ukuran tertentu (level kritis) akibat pembelahan berulang, maka sel tersebut tidak
dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya sel akan mengalami apoptosis secara
fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan telomerase sampai pada level kritis tidak terjadi
karena pada sel ganas terjadi aktivasi dari enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus
menerus. Enzim ini berperan pada sintetis telomer DNA, sehingga berbagai elemen yang
dibutuhkan pada pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran
telomer pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat
immortal (Sudiana, 2011).
Apoptosis patologis adalah kematian sel karena adanya proses suatu rangsangan.
Proses ini dapat melalui beberapa jalur, yaitu aktivitas p53, jalur sitotoksik, disfungsi
mitokondria, dan kompleks fas dan ligan.
Apoptosis dipicu oleh aktivitas p53 karena sel memiliki gen cacat yang dipicu oleh
banyak faktor, antara lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus (oncovirus). Gen yang
cacat dapat memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan CPK-K2 yang dapat memicu
aktivitas p53. P53 adalah faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan p21
akan menekan semua CDK (Cyclin Dependent Kinase) dengan cyclin, dimana siklus
pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan cyclin. Apabila
terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada CDK-1 pada fase M
maupun CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, lalu siklus sel akan berhenti sehingga p53 akan
memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan aktivitas Bcl-2 sehingga terjadi perubahan
membran permeabilitas dari mitokondria yang mengakibatkan pelepasan sitokrom c ke
sitosol sehingga akan mengaktivasi kaskade kaspase. Kaspase aktif ini akan mengaktifkan
DNA-se yang akan menembus membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan
terfragmentasi dan mengalami apoptosis (Sudiana, 2011).
Apoptosis melalui jalur sitotoksik dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen cacat
sehingga sel akan mengekspresikan protein asing. Protein asing yang dihasilkan dapat
bersifat imunogenik sehingga memicu pembentukan antibodi. Antibodi akan menempel di
permukaan sel killer dan akan memicu pelepasan enzim yang disebut sebagai sitotoksin.
Sitotoksin tersebut mengandung perforin dan granzyme. Perforin dapat memperforasi
membran sel yang memiliki gen cacat sedangkan granzyme akan masuk ke dalam sel dan
mengaktivasi kaspase kaspade. Kaspase yang aktif ini akan mengaktivasi DNA-se sehingga
sel mengalami apoptosis.
Apoptosis dengan jalur disfungsi mitokondria terjadi karena adanya gangguan
ekspresi protein pada mitokondria yang tidak seimbang baik ekspresi berlebih maupun
protein yang diekspresikan adalah protein abnormal.
Apoptosis melalui jalur ligan dan fas terjadi karena dipicu oleh adanya sel yang
terinfeksi virus, dimana di permukaan sel terekspresi suatu protein yang disebut fas. Fas
yang terdapat pada membran sel yang terinfeksi virus akan diikat oleh ligan yang berada di
permukaan NK-cell atau CTL. Adanya ikatan antar fas-ligan akan mengaktifkan suatu
protein yang disebut Fas Associated Protein Death Domain (FADD) yang dapat
mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif akan mengaktifkan DNA-se
sehingga sel akan mengalami apoptosis.

2. Tentang Anaplasia, indikasi dan akibat


Anaplasia secara harfiah berarti tanpa bentuk / kemunduran. Anaplasia berarti
menuju pertumbuhan kearah tingkatan yang lebih rendah atau hilangnya diferensiasi
struktural dan fungsional suatu sel normal. Anaplasia merupakan hallmark dari tumor ganas.

Indikasi sel anaplasia :


1) Pleomorfik: Ukuran dan bentuk yang bervariasi dari sel
2) Inti tidak normal: Inti sel hiperkromatik dan rasio inti tidak normal, yang seharusnya 1:4
atau 1:6 jadi 1:1. Butiran kromatin kasar dan nucleoli prominent.
3) Sering mengalami mitosis.
4) Hilangnya polaritas (gangguan orientasi susunan sel dalam jarigan).

Anaplasia memiliki sifat proliferasi neoplasma yang "undifferentiated", tidak seperti


tumor benign yang "well-differentiated". Artinya, pada tumor benign (jinak) masih
merepresentasikan fungsional dan bentukan jaringan originnya dan tidak mengalami invasi
yang menyebar luas / hanya terlokalisasi saja di area itu. Sedangkan untuk tumor malignant
(ganas) memiliki sifat anaplastik / undifferentiated. Hal ini dikarenakan pertumbuhan
neoplasmanya sudah tidak merepresentasikan jaringan originnya sehingga sel-sel yang
terepresentasikan cenderung mengalami dismorfologis bentuk dan ukuran sel yang
bentuknya serba berukuran besar dan tidak trratur serta mengalami perbesaran nuclei.

3. Mekanisme siklus sel dan apoptosis pada sel kanker


Siklus sel:
 Diakibatkan tidak teraturnya aktivitas siklin dan CDK yang mengakibatkan proliferasi
sel.
 Pada kanker terdapat mutasi gen Rb dan TP53. Maka tidak ada fase istirahat di G0
sehingga gen yang rusak tidak dapat diperbaiki.
 Gen Rb berfungsi untuk mengatur siklus sel dengan pengeluaran faktor transkripsi E2F.
Apabila gen ini mengalami mutasi maka faktor transkripsi akan dibentuk dan sel akan
berproliferasi terus menerus dan terjadilah kanker.
 Gen Rb dan siklus sel :
 Gen retinoblastoma yaitu gen penekan tumor pertama.
 Jika aktif, Rb akan menghambat sel dari fase G1 ke fase S.
 Sel dirangsang GF membuat Rb menjadi inaktif melalui fosforilasi, sel melewati G1
ke S.
 Konsentrasi siklin D/CDK 4, CDK 6, SiklinnE/CDK 2 menyebabkan fosforilasi Rb
yang membebaskan E2F sehingga dapat mengaktifkan transkripsi gen sasaran.
 Sel yang mutase di CDKN 2, Siklin D/CDK4 menyebabkan fungsi Rb terganggu
walaupun gen Rb tidak mengalami mutasi

Apoptosis pada kanker :


 Apoptosis, sinyal melalui reseptor CD95 (fas) oleh kerusakan DNA.
 CD95 mengalami trimerisasi dan domain kematian sitoplasmanya menarik protein
adaptor intra sel FADD lalu merekrut procaspase 8 untuk membentuk kompleks sinyal
penginduksi kematian.
 Kaspase 8 untuk mengaktifkan berbagai kaspase, contohnya kaspase 3.
 Kaspase 3 untuk memecah DNA dan substrat lain yang menyebabkan kematian sel.
 Mitokondria membebaskan sitokrom C yang membentuk suatu kompleks dengan
apoptosis inducting factor (APAF-1), procaspase 9, ATP.
 Procaspase 9 --> kaspase 9 --> kaspase 3.
 Pembebasan sitokrom dikendalikan family BCL-2 (BCL-2, BCL-XI) yang akan
menghambat apoptosis.
 BAD, BAX, BID mencetuskan apoptosis dengan melepaskan sitokrom C.
 CD95 diatur TP53, hilangnya TP53 --> CD95 turun.
 BCL-2 --> melindungi sel tumor dari apoptosis.
 BCL-2 ini dalam kondisi fisiologi tetap ada, namun jumlahnya tidak banyak. BCL-2
akan berlebihan pada kasus pembentukan kanker.
 Pada kondisi fisiologis siklus sel yang berhenti akan memicu aktivitas bax. Protein bax
akan menekan aktivitas BCL 2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari
mitokondria yang mengakibatkan pelepasan sitokrom C ke sitosol sehingga
mengaktivasi kaskade kaspase.

4. Hallmark of cancer
a. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan
 Sel tumor mempengaruhi Growth Factor
 Sel tumor mempengaruhi Reseptor Growth Factor
 Sel tumor mempengaruhi Protein Transduksi Sinyal
 Sel tumor mempengaruhi factor transkripsi inti
 Sel tumor mempengaruhi siklin dan CDKS

Tambahan dari Yochananta:


Jadi pada hallmark trsebut kita akan lebih banyak berbicara mengenai protooncogene
engalami mutasi sehingga trciptalah oncogene

Nah yg menjadi "topik hangat" di hallmark ini adalah oncogene apa saja yang
dipakai dan bagaimana mreka bisa memunculkan si protein yang mesntimulasi aksi
proliferatif sel tumor.

Untuk oncogene-nya ada RAS dan ABL.

RAS ini adalah oncogene yang termutasi lebih sering dan lebih common pada subjek
yang mengalami kanker, kurang lebih 30% subjek yang mengalami kanker memoliki
mutasi oncogene ini.
Jika teman-teman ingat proses binding protein mengaktifasi GDP -> GTP yang
mungkin prnah dlu kita explore di beberapa blok sblmnya, trnyata mekanisme RAS
juga melibatkan proses ini.

Dari bindjng nya GF ke receptor-GF lalu akan menstimulasi aktifasi binding protein
untuk inisiasi aktifasi GDP yang menempel dengan RAS-inaktif. kemudian GDP ini
akan mengalami proses penambahan 1 gugus fosfat lalu menjadi GTP

Seiring dengan proses GDP -> GTP, RAS yang tdinya inaktif jadi aktif

Yang menjadi catatan disini adalah bahwa RAS aktif apakah akan trs berada dalam
fase aktif ? Jawabannya tidak. normalnya RAS aktif akan kembali ke fase inaktif hal
ini dikarenakan adanya GTPase yang menhidrolisis GTP jadi GDP kembali sehingga
seiring dengan itu RAS akan kembali inaktif. ini normalnya

Selain itu jg dibantu molekul protein yg disebut dengan GAPs ini merupakan
molekul yg gunanya untuk membatasi fase aktif RAS sehingga RAS tidak akan terus
menerus dalam fase aktif

Nah pada kondisi kanker ada gangguan fungsional pada GAPs ini, lebih tepatnya
mutasi GAPs. yang sehingga mengakibatkan gagalnya GTPase untuk menjidrolisis
GTP menjadi GDP. alhasil, RAS akan terus menerus bekerja dalam fase aktif. hal ini
akan memicu aktifasi akhir berupa transkripsi protein MYC sehingga kehadiran
MYC protein ini mengakibatkan "over-proliferation" dan menstimulasi progresi cell
cycle

b. Tidak peka pada sinyal anti pertumbuhan.


Gen supresor tumor menyandi protein yang menghambat proliferasi sel dengan
mengatur siklus sel
 Menyebabkan sel yg membelah memasuki fase G0 hingga terdapat sinyal
eksternal untuk berproliferasi lagi
 Menyebabkan sel masuk ke tahap pasca mitosis, diferensiasi, dan kehilangan
potensi replikasi
 Menyebabkan sel mengalami apoptosis
c. Menghindari apoptosis
Terjadi translokasi gen (Mis. pada limfoma sel B jenis folikuler) --> menyebabkan
ekspresi gen BCL2 berlebihan (BCL2 = anti-apoptotik intrinsic pw).

d. Mampu bereplikasi tanpa batas


 Sel normal --> kemampuan penggandaan 60 – 70 kali --> kehilangan
kemampuan membelah --> akibat pemendekan progresif telomer pada ujung
kromosom.
 Telomer memendek --> TP53 dan Rb --> penghentian permanen.
 Siklus brigde fusion breakage --> tp53 dan Rb tidak mampu bekerja --> sel
memperbaiki kromosom --> mitosis --> apoptosis masif.

e. Angiogenesis (pembentukan pembulah darah baru) yang terjadi terus menerus


Sel kanker dapat
 Merangsang pembentukan pembuluh darah baru berupa timbunya tunas pemb
darah dari kapiler yg telah ada
 Vaskulogenesis dengan endotel yang diperoleh dari sumsum tulang.

Neovaskularisasi ini terjadi untuk:


 Suplai perfusi
 Meransang pertumbuhan sel tumor di dekatnya,
 Metastasis

f. Invasi ke jaringan dan metastasis


Empat langkah invasi:
1) Lepasnya hubungan antarsel > melalui inaktivasi E-kadherin
2) Degradasi ECM > oleh enzim proteolitik yang disekresi sel stroma
3) Perlekatan pada komponen ECM
4) Migrasi sel tumor
g. Reprograming energy metabolism
Sel normal dapat menghasilkan 36 ATP oleh mithocondrial oxidative Phosporylation
(oxphos). Akan tetapi pada sel kanker terjadi pemprograman ulang sehingga tidak
butuh jalur oxphos (disebut sebagai warburg effect).

h. Ketidakstabilan gen. Hal ini dikarenakan gen “penjaga” DNA bermutasi (seperti
TP53 yg fungsinya untuk deteksi kerusakan dna dan aktivasi mekanisme reparasi).

5. Hubungan inflamasi kronik dan cancer


Beberapa penelitian menyebutkan bahwa inflamasi kronis berkaitan erat dengan
adanya peningkatan mutasi seluler yang menginisiasi terjadinya kanker (Albini & Sporn,
2007). Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap jejas yang terjadi dalam tubuh manusia.
Inflamasi, bila terjadi terus menerus dalam waktu yang lama maka merupakan salag satu
faktor risiko timbulnya kanker. Inflamasi kronik yang terjadi akan menimbulkan stimulus
berulang dan mengakibatkan kerusakan DNA ireversible, diikuti dengan mutasi onkogen,
gen supresor tumor, gen pengatur proliferasi dan apoptosis sel.
Respons inflamasi dapat berkontribusi pada timbulnya kanker dan dimanipulasi
sepanjang proses untuk menguntungkan perkembangan tumor dan sebaran. Peradangan
kronis telah diakui selama hampir 150 tahun sebagai faktor penting dalam perkembangan
kanker. Peradangan kronis dapat terjadi dari banyak penyebab, misalnya, iradiasi matahari,
paparan asbes (mesothelioma), pankreatitis, dan infeksi. Selain itu, beberapa organ
tampaknya lebih rentan terhadap efek onkogenik dari peradangan kronis (mis., saluran
gastrointestinal [GI], prostat, kelenjar tiroid). Individu yang memiliki menderita kolitis
ulserativa selama 10 tahun atau lebih memiliki peningkatan hingga 30 kali lipat risiko
terkena kanker usus besar. Hepatitis virus kronis yang disebabkan oleh hepatitis B infeksi
virus (HBV) atau virus hepatitis C (HCV) secara nyata meningkatkan risiko kanker hati.
Hanya itu saja dari saya, mungkin dari teman-teman ada yang ingin menambahkan lagi

Inflamasi dihubungkan dengan berbagai tahapan karsinogenesis seperti trasnformasi


seluler, promosi, survival, proliferasi, invasi, angioegnesis, dan metastasis. Sel yang
mengalami inflamasi kronis menghasilkan Reactive Oxygen Speciess (ROS) dan Reaction
Nitrogen Intermediates (RNI) yang nantinya akan memicu mutasi sel dengan
meningkatkan kadar sitokin. Sitolin akan menginfiltrasi tumor sehingga faktor transkripsi
NF - kB dan STAT 1 terkunci.

FUNGSI Faktor NF - kB dan STAT 1 ada di dalam sel premaligna mengendalikan pro-
tumorigenetik, survival proliferasi, pertumbuhan, dan angiognesis. NF - kB akan
menginisiasi kemokin untuk menarik sel imun/sel inflamasi untuk mempertahankan
inflamasi pro-kanker. Target NF-kB merupakan gen fasilitator kanker dan inflamasi
mortalitas. Aktivasi NF-kB pada inflamasi kronis merupakan utama terjadi dibandingkan
STAT 1 karena dapat mengendalikan kemampuan sel preneoplastik dan sel gamma melawan
surveillance, menekan apoptosis, dan mendukung pertumbuhan. Produk lain pro inflamasi
yang mekanisme kerjanya menekan apoptosis, proliferasi, angiogenesis, invasi dan
metastasis adalah TNF-alfa, IL-1, IL-6, IL-8, IL-18, IL-17, Kemokin (Robbins, 2015).

Anda mungkin juga menyukai