Anda di halaman 1dari 20

INTERNATIONAL JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH VOLUME 1, APRIL 2023

Concerning BPK's Performance, Viewed From Legal, and Mandatory Aspects, According to Law No:
15 of 2006 concerning the Audit Board of the Republic of Indonesia, and Law No: 15 of 2004
concerning Examination, Management & Responsibility of State Finances
(Tentang Kinerja BPK, Ditinjau Dari Aspek Payung Hukum, Dan Mandatory, Sesuai Undang-Undang
No: 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan,dan Undang-Undang No:15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara)

Dr.Soemardjijo,Drs;SE;Ak;CA;MMBAc

Program Doktoral

Asean University International

Malaysia, 07 Januari 2023


Pendahuluan

Tiga ratus tahun sebelum Masehi, seorang filsup kuno India ditanya tentang berapa banyak
uang rakyat yang dijarah pamong praja, dengan prihatin Kautilya, filsup dan pemikir besar itu
menjawab: mustahil bisa menghitungnya. Apa yang dikatakan Kautilya ribuan tahun yang lalu
bertahan sampai saat ini, dan bahkan korupsi terjadi di Indonesia terjadi secara masif baik bersifat
individi dan secara berjamaah, dalam lingkungan yang begitu korop, sulit untuk memilih mana yang
dianggap korupsi, mana yang tidak.

Bapak pendiri bangsa Indonesia (the founding father), sangat memahami apa yang dikatakan
oleh filsup kono India tersebut, maka dalam membuat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, bapak pendiri bangsa membuat Bab VIII Hal Keuangan Pasal 23 ayat (5) yang
berbunyi: Untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI). Badan Pemeriksa Keuangan tersebut
seabagai Auditor Negara (State Auditor) oleh bapak pendiri bangsa mendapatkan amanah untuk
memeriksa tanggung jawab keuangan negara.

Semenjak reformasi demokrasi, ekonomi, politik, keuangan, dan pemerintahan pada tahun
1997, telah dilakukan amandemen UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
hasil Amandemen BAB. VIIIA, Pemerintah bersama DPR RI membentuk Undang-Undang No. 15
tahun 2003 tentang Badan Pemeriksa Keuangan memperhatikan Pasal 23E ayat 1, 2, 3 dan Pasal 23 F
ayat 1, 2 , serta Pasal D ayat 1 dan 2. Bunyi Pasal 23 G ayat 2 , UUD 1945. Padahal sejak tahun 1945
sampai sekarang negara Republlik Indonesia memiliki Badan Pemeriksa Keuangan, yang bertugas
tentang Pemeriksaan, Pengeloaan, Pengeluaran & Tanggung Jawab Keuangan Negara, melalui
Undang - Undang Nomor 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dilengkapi dengan Undang -Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan , Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara
Namun masih menjadi pertanyaan mayarakat dan rakyat, kenapa masih terjadi korupsi, sejak
pemerintahan era Orde Lama, Orde Baru, bahkan sampai pada era pemerintahan Reformasi (2019)
sekarang ini, korupsi dan penyalah gunaan keuangan negara makin meluas, masif, hingga menyebar
keseluruh lapisan masyarakat, dan sudah bersifat retail. Pada dekade tahun 2019 ini para pejabat
negara sudah terjerat korupsi yang melibatkan mulai anggota Legislatif, eksekutif, yudikatif,
politikus, pengusaha, kyai, ulama, birokrat, guru besar, doktor, Menteri, Gubernur, Bupati dan
Walikota, bahkan lebih tragis Ketua MK, Ketua DPR, Ketua DPD, bahkan termasuk Auditor BPK
sendiri terlibat tindak pidana korupsi, yang mengkibatkan kerugian keuangan negara yang
menyengsarakan seluruh lapisan masyarakat lndoneisa terutama masyarakat marginal.

Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah begitu parah dan meluas dalam masyrakat dan di
lnstitusi pemerintahan dan sangat memprihatinkan, perkembangannya terus meningkat dari tahun
ke tahun khususnya mulai tahun 2009, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian
keuangan negara maupun dari sisi kualitas dan kuantitas tindak pidana yang dilakukan semakin
sistematis serta lingkungannya yang sudah memasuki seluruh aspek kehidupan baik tingkat bawah
apalagi kalangan atas yang sangat merugikan. Dengan meningkatnya tindak pidana korupsi yang
tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional
tetapi saja terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak Pidana Korupsi
yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak
ekonomi masyarakat, oleh karena itu maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan
sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)

Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan


landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi, Berbagai kebijakan
tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundangundangan, antara lain dalam Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaran
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Koulusi, dan
Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, namun tindak pidana Korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, dan aparatur, baik
tataran Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif hingga tahun 2019 secara kualitatif dan kuantitatif malah
meningkat.

Sebagai ilustrasi dan pencerahan, sesuai hasil survey indek persepsi korupsi Indonesia pada
tahun 2018 pada posisi rangking 89 dengan skores 38 skala 0-100, ini artinya sejak KPK didirikan
pada tahun 2003 sudah berjalan 18 tahun tingkat korupsi di Indonesia belum mengalami penurunan
secara signifikan namun malah meningkat (Kata Data 11/4/2019: 8.23 WIS). Lebih miris lagi pada
tahun 2018 tindak pidana korupsi menjerat 256 orang tersangka korupsi dan OTT 30 orang. Dengan
perincian 2 orang GUbernur, Walikota 4 orang, Supati 20 orang(Sumber data KPK). Lebih
memprihatinkan lagi sejak KPK diberikan diskresi penindakan Tipikor sejak tahun 2003 hingga tahun
2019 sudah 220 Wakil Rakyat (anggota DPR/DPRD) dengan perincian 74 Anggota DPR RI, dan 146
Anggota DPRD (Sumber Detik News 18/92018:11.39 WIS).
Sesuai data dan penjelasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada hingga sampai
dengan periode tahun 2018 dan 2019, data kasus tindak pidana korupsi yang langsung ditangani
oleh KPP adalah

1. Payung Hukum dan Tupoksi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI)


Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) , telah memiliki payung hukum, dan standar pemeriksaan
keuangan negara, serta pedoman kerja, di antaranya sebagai berikut:

(a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006, tentang Badan Pemeriksa Keuangan,
(b) Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan, Pengelolaan &
Tanggung Jawab Keuangan Negara (c) Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2003,
tentang Keuangan Negara, (d) Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2004, tentang
Perbendaharaan Negara, (e) Undang-Undang Republik Indonesia No: 24 Tahun 2004, tentang
Lembaga Penjamin Simpanan, (f) Undang-Undang Republik Indonesia No: 23 Tahun 1999, tentang
Bank Indonesia, (g) Peraturan Pemerintah RI No: 23 Tahun 2003, tentang Pengendalian Jumlah
Kumulatif APBN dan APBD, (i) Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 2005, tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Negara I Daerah, (g) Peraturan Pemerintah RI No.23 Tahun 2005, tentang
Pengelolaan Badan Layanan Umun, (h) Peraturan Pemerintah RI No. 56 Tahun 2005, tentang Sistim
lnformasi Keuangan Daerah, (i) Peraturan Pemerintah RI No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, (k) Peraturan Pemerintah RI No. 39 Tahun 2007, tentang Pengelolaan Keuangan
Negara I Daerah, (I) Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 1 Tahun 2017,
tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (BPKN), Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), dan
(m) Standar Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD), dan Standar Akuntansi Sektor Publik, dll.

Namun masih menjadi pertanyaan masyarakat yaitu pertanyaannya: mengapa BPK, sebagai
Auditor Negara telah memberikan Pendapat (Opini) Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas
LKPP/LKPD kepada institusi pemerintah pusat/daerah, BUMN, BUMD, namun masih terjadi korupsi
bahkan terjadi OTT oleh KPK. Jawabnya: pemeriksaan menurut literatur akuntansi, dan hasil studi
emperis serta penelitian, pemeriksaan yang bersifat general audit yang dilakukan oleh BPK bersifat
historis atau post audit, maksudnya pemeriksaan Laporan Keuangan sudah tejadi transaksi
penggunaan dan pengeluaran keuangan negara, oleh aparatur negara dalam sela atau rentang
waktu yang lama (berbulan-bulan / bertahun-tahun), baru dilakukan pemeriksaan oleh auditior
Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik
Indonesia No. 15 tahun 2003, Bab. I Ketentuan Umum pasal 1 (ayat) 1 Pemeriksaan adalah proses
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan
profesional berdasarkan standar pemeriksaaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Sehingga
fungsi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan BPK,
sebatas memeriksa yang berifat historis (post audit), sudah terjadi pengeluaran keuangan
negara/daerah dan BUMN/BUMD, BPK tidak bisa mencegah penyalah gunaan keuangan negara
termasuk tindak pidana korupsi, karena BPK bukan pengelola keuangan negara dan pengguna
anggaran, yang bisa mencegah tindak pidana korupsi adalah pemerintah beserta aparaturnya.
Parameternya apakah pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara telah sesuai dengan
Undang-Undang, dan peraturan yang berlaku, dan bukti-bukti transaksi pengeluran uang negara
telah didukung dengan bukti yang valid dan sah. Apabila terjadi temuan hasil pemeriksaan laporan
keuangan (general audit), ada indikasi awal terjadi korupsi, atau penyalahgunaan dan kerugian
keuanngan negara susuai Undang-Undang No. 1 tahun 2004, tentang Perbendaraan Negara Pasal 1
ayat (22) dilakukan pemerikaan dengan tujuan tertentu seperti : pemeriksaan investigasi
(investigation audit), dan spesial audit yang kita sebut audit kecurangan (fraud audit).

Apabila hasil audit tujuan tertentu ada temuan, dan indikasi penyalahgunaan keuangan negara atau
kurupsi di institusi pemerintah pusat / daerah, BUMN, BUMD, maka sesaui BPK tidak bisa mencegah
karena sudah terjadi dan sifatnya historis. Sesuai Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaraan Negara yang bertanggung jawab adalah penyelengara negara balam hal ini
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, direksi BUMN/BUMD yang melaksanakan pengelolaan,
penggunaan dan tanggung jawab keuangan negara, bagi direksi BUMN / BUMD bertanggung jawab
mengenai kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk PMN dan PMD. Oleh karena itu pemerintah
pusat dan pemerintah daerah harus komitmen melaksanakan "Good Government and Govenance"
(GGC), agar apabila akan terjadi penyalahgunaan uang negara dapat dicegah lebih dini, dengan
konsisten melaksanakan: (a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, (b) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan (c)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan & Kinerja
lnstansi Pemerintah. Untuk menghindari agar tidak terjadi korupsi, dan kebocoran ke uangan negara.
Berdasarkan hasil studi empiris penyalahgunaan ke uangan ne gara (fraud) dapat dicegah dengan
sistem dan prosedur kerja sebagai berikut: (i) penerapan standar akuntansi pemerintahan (SAP) yang
taat azas dan konsisten, (ii) dalam penyusunan APBN dan APBD dihindari penggelembungan
anggaran (murkup), (iii) sistem pengawasan interen yang melekat (buildin) oleh pengguna anggaran,
(iv) proses tender harus bersifat terbuka dan transparan, (v) pelaporan dan pertanggungjawaban
pengeluaran uang negara harus dapat dipertanggungjawabkan, (vi) pelaporan penggunaan
keuangan negara harus tepat waktu, dan tepat guna, tepat sasaran, (vii) pengeluaran uang negara
harus efisien, efektif, dan ekonomis, dan lain-lain, (viii) Nilai pengadaan barang dan jasa
menggunakan market value (harga pasar) untuk mencegah permainan tender melalui
penggelembungan harga yaitu praktek kongkalingkong dan ijon.
2. Tugas dan Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Tugas
Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 15 tahun 2006 secara terpisah, yaitu pada BAB lll bagian kesatu dan kedua. Tugas
BPK menurut UU tersebut masuk dalam bagian kesatu, yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang dilakukan oleh BPK terbatas
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia, Lembaga Negara lainnya,
BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan semua lembaga lainnya yang mengelola
keuangan negara.
2. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar Undang-Undang tentang
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara Nomor 15 tahun 2004.
3. Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja, keuangan, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
4. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesaui dengan standar
pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.
5. Hasil pemeriksan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara diserahkan kepada DPD,
DPR, dan DPRD, dan juga menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden,
Gubernur, dan Bupati/Walikota
6. Jika terbukti ada tindakan pidana maka, BPK wajib melapor pada instansi yang berwenang
paling lambat 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya tindakan pidana tersebut.

Wewenang
Wewenang dan mandatory BPK, diatur pada BAB Ill bagian kedua di antaranya adalah sebagai
berikut :
a. Dalam menjalankan tugasnya , BPK memiliki wewenang untuk menentukan objek
pemeriksaan, merencanakan serta melaksankan pemeriksaan. Penentuan waktu dan
metode pemeriksaan serta menyusun maupun menyajikan laporan juga menjadi wewenang
BPK.
b. Semua data, infonnasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat sebagai alat untuk bahan pemeriksaan.
c. BPK juga berwenang dalam memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, dan semua
lembaga keuangan negara lain yang menunjang sifat pekerjaan BPK.
d. BPK berwenang memberikan nasehat/pendapat berkaitan dengan pertimbangan
penyelesaian masalah kerugian negara.

3. Peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam Pencegahan Tindak


Pidana Koropsi oleh Pejabat dan Aparatur Negara.

Sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara, yang telah dilengkapi dengan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017, Badan
Pemeriksa Keuangan mempunyai mandatory, melakukan pemeriksaan keuangan negara kepada
seluruh entitas yang menggunakan uang negara, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
BUMN/BUMD. Setelah proses mandatory dilaksanakan melalui Audit Keuangan, Audit Kinerja, bisa
timbul kasus untuk ditindak lajuti melalui audit investigatif. badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
sebagai Auditor Negara (State Auditor), yang bebas dan mandiri bertanggung jawab tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara, harus melaksanakan apa yang telah
diperintahkan oleh Undang-Undang Republik indoneia No.15 Tahun 2006, sesuai dengan bunyi pasal
13, dan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (BPKN),
agar tercapai tujuan dan sasaran dalam bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.

BPK dalam melaksanakan pemeriksaan, pengeloaan & tanggung jawab keuangan negara,
tidak hanya melakukan tugas rutin general audit LKPP/LKPD,SUMN,BUMD, audit kinerja, dan audit
tujuan tertentu, sebaiknya lebih ditingkatkan pada sistem pencegahan tindak pidana korupsi, dan
meningkatkan progrman kerjanya tentang pemeriksaan audit dengan tujuan tertentu secara massif
dan meluas, untuk bisa mengukur apakah aparatur penyelengara negara baik ditingkat pusat,
daerah, BUMN, dan SUMO, telah mengelola keuangan negara sesuai bunyi Undang-Undang No.17
tahun 2003, tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang No. 1 tahun 2004, tentang
perbendahraan Negara, dan telah diatur secara teknis melalui PP No. 8 tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan & Kinerja lnstansi Pemerintah. Agar penyalah gunaan keuangan negara bisa
dicegah dan ditekan, agar supaya penyaktit tindak pidana koropsi oleh aparatur negara yang sudah
akut dan massif bisa diakhiri melalui peran Badan Pemeriksa Keuangan.

Anggota BPK, sebagai ujung tombak pemeriksaan keuangan negara secara politis dan teknis,
wajib meningkatkan kinerja Auditor BPK sesuai harapan rakyat seluruh Indonesia, Anggota BPK, yang
terpilih sebaiknya, memiliki kreteria kompetensi teknis dan pengalaman sebagai Akuntan dan
Auditor yaitu: (a) Calon anggota BPK, harus memiliki pengalaman, dan memahami teknik
pemeriksaan (auditing), (b) Caton anggota BPK, harus memiliki latar belakang pendidikan dan disiplin
ilmu bidang: akuntansi, keuangan, ekonomi, hukum, dan sebaiknya berlatar belakang Akuntan
Negara yang bepengalaman sebagai Auditor (c) supaya tidak terjadi konflik kepentingan sebaiknya
Calon anggota BPK, tidak berlatar belakang politikus dan partisan partai, dan pejabat negara, (d)
setiap Calon anggota BPK harus memiliki moral, etika, integritas, dan kompetensi yang tinggi, (e)
memiliki sifat leadership, dan menguasai manajerial pemeriksaan keuangan negara (f) sanggup dan
mampu mengelola konflik internal, (g) bisa menyusun program kerja dan pengawasan yang ketat,
dan berjenjang (h) menjadi anggota BPK, sebagai pengabdian kepada negara dan bangsa, tidak
semata-mata mencari pekerjaan, jabatan, pretise, dan kekayaan atau materi.

Khusus pejabat fungsional, dalam hal ini petugas pemeriksa (Auditor) Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK RI), wajib memiliki kriteria minimal sebagai berikut: (i) berlatang belakang akuntan register
negara, dan minimal memiliki disiplin ilmu akuntansi dan keuangan negara, yang berhubungan
dengan pemeriksaaan (auditing), (ii) memiliki moral dan integritas yang baik, (iii) diberikan
remunerai yang cukup agar tidak bisa disuap, (iv) sanggup bekerja keras dan profesional, (v) loyal
dan taat kepada atasan I pimpinan, (vi) memahami dan menguasai standar pemeriksaan keuangan
negara, seperti program audit, dan time budgeting untuk pelaksanaan pemeriksaan, (vii) pemeriksa
(auditor) bisa menjaga rahasia pada saat proses pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan, (viii) sanggup
menyusun laporan hasil pemeriksaan, dan mampu memberikan opini terhadap instansi yang di audit
dengan independen, dan tidak ada konflik kepentingan antara Auditor dan Auditee, ix sebaiknya
Opini WTP tidak diperjual belikan demi kepentingan oknum/pribadi. Auditor Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) secara umum wajib memahami tentang pemeriksaan, kemampuan memeriksa,
siklus pemeriksaan, pedoman pemeriksaan, program pemeriksaan, perangkat lunak pemeriksaan,
bukti pemeriksaan, obyek dan luas pemeriksaan, prosedur pemeriksaan, proses pemeriksaan,
standar pemeriksaan, pengujian pemeriksaan, resiko pemeriksaan, hasil pemeriksaan, laporan
pemeriksaan, dan pendapat pemeriksaan (audit opini). Mengingat pengeluaran APBN 2019 cukup
besar bahkan APBN, mencapai angka Rp.2.461, 1 Triliun rupiah. Untuk program kerja jangka panjang,
pemeriksaan dan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara BPK perlu melakukan
terobosan dibidang sumber daya manusia (SDM) diantarnya: (a) tenaga pemeriksa yang handal dan
profesional, (b) Auditor BPK lebih aktif, mengikuti pelatihan, training, tentang auditing keuangan
negara baik di dalam dan di luar negri, (c) diberikan sarana kerja yang cukup, baik perangkat lunak
dan perangkat keras, (d) jenjang karir yang jelas (e) diberikan remunerasi yang cukup, agar memilki
motivasi dan semangat kerja yang tinggi, (f) merit system, yaitu: finally dan reward. Reward
diberikan kepada pegawai yang berpretasi. Finally diberikan kepada pegawai yang membuat
kesalahan sesuai tingkat kesalahannya, berdasarkan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku di
BPK.
4. Optimalisai Kinerja Auditor Badan Pemeiksa Keuangan RI di
Bidang Audit dengan Tujuan Tertentu (Audit investigasi) untuk
mencegah Kerugian Keuangan Negara.

Badan Pemeriksa Keuangan sebaiknya merubah kebijakan audit yang selama ini berjalan
rutin seperti general audit atau audit LKPP/LKPD, BUMN/BUMD, yang hanya sebatas memberikan
opini WTP yang bersifat simbolik dan politis, mengingat tingkat korupsi di Indonesia sudah akut dan
meluas ibarat penyakit kangker sudah stadium IV, korupsi melibatkan apartur negara dengan pihak
swasta, termasuk anggota legislatif pusat dan daerah. Oleh karena itu program dan kerja audit lebih
difokuskan untuk mencegah kerugian keuangan negara melalui pra audit, dari mulai proses
penyusunan APBN sampai dengan penggunaan dan pertanggung jawaban keuangan negara, dan
audit tujuan tertentu (audit investigasi).

Di samping merobah kebijakan dan program audit yang bersifat rutinitas general audit
dengan memberikan pendapat WTP, sebaiknya BPK juga melakukan pra Audit terhadap
APBN/APBD/RKAP BUMN/BUMD, dalam upaya pencegahan lebih awal untuk mencegah praktek-
praktek murk up dan pembengkaan APBN/APBD/RKAP. Selanjutnya BPK -RI wajib melakukan
monitorinng temuan hasil pemeriksaan di duga terjadi kerugian keuangan negara/daerah yang telah
disampaikan kepada DPR-RI, DPD, DPRD, Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, BUMN/BUMD, untuk
menguji apakah hasil rekomendasi temuan hasil pemeriksaaan BPK sudah ditindak lanjuti. Apabila
hasil temuan audit diduga terjadi kerugian keuangan negara/daerah, perlu ditindak lanjuti sesuai
rekomendasi BPK, termasuk perbaikan sistem dan pengelolaan aset sebagian besar belum tidak
ditindak lanjuti oleh Auditte, sebaiknya BPK sebagai Auditor Negara (State Auditor) memberikan
tegoran kepada pihak eksekutif, yudikatif, dan legislatif, serta direksi BUMN/BUMD. Setelah ditegor
namun belum tidak ditindak lanjuti sebaiknya dilakukan audit tujuan tertentu/audit investigatif,
apabila diduga ada perbuatan melawan hukum melakukan tindak pidana korupsi sehingga
merugikan keuangan negara dan telah dilakukan Perhitungan Kerugian Negara (PKN) jumlahnya
pasti dan nyata sebaiknya dilakukan proses hukum dengan mengabaikan hukum adminitrasi, dengan
menyerahkan hasil audit dan ketetapan tentang kerugian keuangan negara kepada aparat penegak
hukum (APH), KPK, Kejaksaan Agung atau Polri.

Melalui kemauan politik pemerintah pusat dan pemerintah daerah termasuk Direksi BUMN/
BUMD, dalam melaksanakan Good Government and Govenance, cepat merespon dan menindak
lanjuti temuan hasil pemeriksaan BPK, dapat memberikan dampak yang positif kepada auditor BPK
pada khususnya, dan institusi BPK pada umumnya. Sehingga mereka akan bekerja lebih baik, karena
kinerjanya mendapatkan apresiasi dan perhatian yang positif dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah, serta aparat penegak hukum. Di lain pihak, apabila tidak ada respon yang positif dari
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan DPR-RI, serta DPRD, dipastikan kinerja aparatur BPK,
akan menurun, karena hasil pemeriksaanya tidak ditindak lanjuti

Selanjutnya apabila telah hasil audit investigasi dan telah ada surat keputusan BPK tentang
hasil perhitungan kerugian negara (PKN) aparatur pejabat negara, swasta yang melakukan tindak
pidana korupsi APBN/APBD, dan Kekayaan Negara yang dipisahkan di BUMN/BUMD, segera
dilakukan
proses hukum, oleh aparat penegak hukum (APH), agar bisa memberikan sinyal positip dan efek jera
kepada penyelenggara negara, sehingga pejabat negara I aparatur negara, lebih hati-hati dalam
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, karena ada tindakan dan hukuman yang tegas,
bagi siapa yang menyalahgunakan keuangan negara, tanpa pandang bulu dan toleransi. Yang lebih
penting penindakan tindak pidana korupsi keuangan negara dan kekayaan negara yang dipisahkan
oleh Aparatur Penegak Hukum (APH) adalah asset recovery (pengembalian aset negara) bukan
memidankan semata dengan pertimbangan efek jerak bagi koruptor.

5.Kerjasama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Aparat


Penegak Hukum (APH), belum Optimal.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selama ini sudah bekerja sama dengan aparat penegak
hukum dalam hal ini : Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sesuai diatur pada pasal 8 ayat (3) dan
ayat (4) dan pasal 10 ayat (1) dan ayat (2). Undang-Undang No. 15 tahun 2006, bahwa BPK, satu-
satunya institusi yang memiliki legal standing dan diberikan hak, wewenang, oleh konstitusi untuk
melakukan audit Keuangan Negara, dan penetapan tentang kerugian keuangan negara (PKN).
Namun di dalam prakatek di lapangan (best practice) ada kendala yang sering muncul dikeluhkan
dan dihadapi oleh aparat penegak hukum (APH), baik penyidik dari Kejaksaan dan Kepolisan, yaitu
rentang waktu yang sangat panjang mengenai ketetapan perhitungan kerugaian negara oleh Badan
Pemeriksa Keuangan dan persepsi tentang kerugian negara. Sehingga kendala yang dihadapi oleh
aparat penegak hukum tersebut bisa menghambat pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor),
karena proses penyelidikan, penyedikan, dan penetapan tersangka memerlukan waktu yang sangat
lama dan panjang bahkan bisa mencapai berbulan-bulan dan tahunan, karena menunggu ketetapan
perhitungan kerugian keuangan negara oleh ketetapan BPK. Bahkan sering terjadi perbedaan
pendapat yang sangat tajam mengenai peristiwa hukum, anatomi hukum, dan kostruksi hukum yang
mana Auditor BPK, memasukai wilayah tugas dan tanggung jawab aparat penegak hukum. Sebagai
contoh kasus kerugian Keuangan Negara oleh PT.Pertamina (Persero) kasus Participating Interest (Pl)
Blok BMG di Austarlia, pihak Kejaksaan Agung mengirim surat secara resmi untuk menghitung
kerugian keuangan negara tentang investasi Pertamina di Blok BMG Australia, namun BPK
menanyakan tentang menarea (niat jahat) padahal tugas audiotor BPK cukup melakukan audit
tujuan tertentu / audit investigasi untuk menemukan bukti awal dan menguji apakah ada unsur
kerugian keuangan negara pasti dan nyata jumlahnya sesuai mandatory dan wewenangnya yang
dimilikinya. Namun Auditor BPK memasuki wilayah hukum yang bukan diskresinya, sehingga Auditor
BPK tidak melakukan Audit lnvestigatif pada kasus Tipikor PT.Pertamina (Persero) Blok BMG di
Australia , karena tidak ada respon positip dari BPK, Tim Penyidk Jampidsus Kejaksaan Agung
menunjuk Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk menghitung kerugian negara, dan hasilnya terbukti
terjadi Kerugian Keuangan Negara, dan Hakim Tipikor Pengadilan Jakarta Pusat pada tanggal 19 Juni
2019, telah memvonis terdakwa Direksi Pertamina 2009-2014 menjadi terpidana, walaupun pada
akhirnya terpidana melakukan banding.

Badan Pemeriksa Keuangan, di samping melakukan tugas rutin sesuai mamndatory melakukan
general audit dan pemberian opini BPK yang bersifat prosedural dan politis. Sebaiknya Badan
Pemeriksa Keuangan membentuk taskforce Tim Pra Audit dan Tim Audit lnvestigasi, di setiap
Perwakilan Kantor Badan Pemeriksa Keuangan seluruh Indonesia diisi oleh personil Auditor yang
kompeten, profesioanal, berpengalaman, dan memilki moral yang baik, sudah dicukupi kebutuhan
materinya, agar tidak bisa disuap seperti yang terajadi sekarang ini, beberapa Auditor BPK,
melalukan perbuatan tindak pidana korupsi menggunakan wewenang, jabatan, dan diskresi yang
dimiliki. Tim khusus Audit lnvestigasi tersebut diberikan tugas khusus Audit dengan tujuan tertentu
(audit invetigasi), audit forensik agar setiap penyalah gunaan keuangan negara cepat ditindak lanjuti
oleh aparat penegak hukum, sekaligus merekomendasikan sistem dan prosedur untuk mencegah
penyalahgunaan keuangan negara oleh aparatur negara.

6. Apakah ada Hubungan Signifikan & Korelasi Opini BPK Wajar Tanpa
Pengeculaian ( WTP) di lnstitusi Pemerintah Pusat / Daerah I BUMN/BUMD,
Bebas dari tindak pidana Korupsi, Namun telah memperolrh Opin WTP,
masih Terjadi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang Merugikan Keuangan
Negara dan Kena OTT oleh KPK.

Pada saat makalah ini sedang ditulis, informasi dari KPK, potensi Kerugian pada tahun 2019
diperkirakan Rp. 200 Trilliun dengan merujuk atau menggunakan data dari KPK, tanggal 12 /12/2018.
Kondisi tindak pidana korupsi di Indonesia pada tahun 2018, telah terjadi kasus OTT sebanyak 30
kali, dan tahun 2017 sebanyak 20 OTT, serta tahun 2016 sebanyak 17 OTT. Sementara Tipikor oleh
aparatur negara mencapai 27 kasus, atau sebesar 60% yang disebabkan oleh Peraturan yang dibuat
sendiri baik oleh pemerintah pusat / daerah, artinya peraturan pemerintah tersebut menjerat
dirinya sendiri. Pada tahun 2018 KPK menangani kasus Tipikor 178 kasus terbanyak melibatkan
anggota Legislatif (19 /12/2018) dan sebanyak 152 kasus di antaranya kasus penyuapan. Pada tahun
2018, KPK melakukan 199 kegiatan penyelidikan, dan 128 kegiatan penuntutan. Di tahun 2018 yang
paling banyak mendapatkan tindakan KPK yaitu : 114 Pemerintah Kabupaten, Kota, 47 Kementrian
dan Lembaga, 29 Pemerintah Provinsi, 5 BUMN dan BUMD, dan DPR RI. (Selasa 29/1/2019 Koran
Jakarta).

Data terakhir dari informasi Google berdasarkan data dari ICW, dan KPK, serta Lembaga
Swadaya Masyarakat peduli korupsi pada periode tahun 2014- 2017, terdapat 392 Kepala Daerah
tertangkap tindak Pidana Korupsi. Sedangkan kasus korupsi periode tiga tahun terakhir yaitu :
periode tahun 2014 56 kasus, pada tahun 2015 ada 57 kasus, tahun 2016, ada 79 kasus, dan tahun
2017, ada 93 kasus. Berarti disini peran pengawasan interen (Internal Audit) dari mulai lrjen,
lnspektorat Wilayah, lnspektorat Kab/Kota, dan BPKP belum optimal, karena belum bisa mencegah
terjadinya korupsi dan penyalahgunaan keuangan negara atau bisa
kita katakan bahwa institusi pengawasan interen tersebut kerjanya belum optimal karena faktor
konflik kepentingan dan sungkan.

Pertanyaan selanjutnya bahwa setiap tahun BPK, secara rutin melakukan general audit, audit
tujuan tertentu, dan audit kinerja terhadap LKPP/ LKPD, BUMN/BUMD, dengan memberikan
pendapat tetinggi oleh BPK yaitu opini WTP, bahkan penyerahan Opini WTP oleh BPK, disambut
bangga dan girang oleh instansi terkait (Auditte), dengan sambutan yang cukup mewah, dan meriah,
dan bahkan dipakai alat kampanye calon inkummben dalam Pilkada, Namun yang terjadi setelah
menerima Opini WTP dari BPK, pejabat dilingkungan instansi tersebut kena OTT oleh KPK,
dikarenakan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara/daerah.

Pertanyaan publik, masyrakat, termasuk penulis sebagai akademisi dan Ahli Keuangan
Negara dari Universitas Jayabaya mengapa di suatu instansi pemerintah Pusat / Daerah /
BUMN/BUMD,di mana telah mendapatkan Opini WTP oleh BPK, pejabatnya atau aparaturnya ke
OTT oleh KPK. Di sini perlu pencerahan dan penjelasan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), agar
masyarakat umum memahami topoksi BPK, sebagai auditor negara. Badan Pemeriksa Keuangan
diberikan mandatory dan tugas oleh konstitusi UUD 1945, dan UndangUndang No. 15 tahun 2006
tugas utamanya yaitu melaksanakan Pemeriksakaan, Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan
Negara. Padahal saat melakukan pemeriksaan Auditor BPK, menggunakan Standar Prosedur
Pemeriksaan yang bersifat baku, yang telah di atur oleh Peraturan Badan Pemeriksaan Keuangan
yaitu : (a) sistem dan metoda pemeriksaan bersifat sampling dan acak artinya tidak menyeluruh
sebesar 30%, (b) Auditor BPK melakukan pemeriksaan bersifat general audit
LKPP/LKPD/BUMN/BUMD, audit kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu. Audit yang dilakukan
oleh Auditor BPK menggunakan kreteria dan parameter sebagai berikut : (a) kesesuaian dengan
standar akuntansi pemerintahan (SAP), (d) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (c)
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, (d) efektivitas sistem pengendalian interen
(SPI). Hasil pemeriksaan BPK akan menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK dalam bentuk
LKPP/LKPD,BUMN/BUMD, yang endingnya pemeberian Opini oleh BPK.

Jawabnya audit yang dilakukan oleh Auditor BPK, khususnya audit Laporan Keuangan
(general audit) sifatnya masih prosedural tentang pemeriksaan pengelolaan, penggunaan dan
tanggungjawab keuangan negara jadi wajar saja, apabila instansi tersebut mendapatkan Opini WTP,
tetapi pejabatnya tertangkap tangan atau OTT oleh KPK. Sebab audit BPK menggunakan dengan
menggunakan kreteria dan parameter : a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (b)
kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, (d) efektivitas sistem pengendalian interen.

Menurut pernyataan Presiden Jokowi, bahwa Opini WTP bukan merupakan prestasi bagi
aparatur negara tetapi kewajiban menggunakan APBN dan Keuangan Negara/Daerah tennasuk
kekayaan yang dipisahkan oleh Direksi BUMN/BUMD (pemyataan konferensi Nasional
Pemberantasan Korupsi tahun 2016) tanggal 23 Nopember 2016. Penulis sependapat dengan
pemyataan Presiden Jokowi bahwa Opini WTP yang diterima oleh Entitas pemerintah pusat,
Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan kekayaan negara yang dipisahkan
di BUMN/BUMD adalah kewajiban tentang penggunaan dan pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan negara/daerah yang harus dibuat untuk mempertanggung jawabkan kepada
stakeholder, dan rakyat Indonesia sebagai pembayar pajak. Jadi opini WTP menurut penulis bukan
prestasi tetapi kewajiban bagi pemerintah pusat/pemerintah daerah/BUMN/BUMD, mengenai
Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara. Entintas yang mendapatkan Opini WTP tidak
perlu eforia, dan dijadikan kembanggaan pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahkan
dipakai alat kampanye Pilkada atau keberhasilan para Menteri dan Pimpinan Lembaga Negara
Lainnya, padahal hal Opini WTP dari BPK hal yang wajar dan biasa secara universal.

Menurut pendapat penulis sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Pasal 6 ayat (1 ),
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Lembaga Negara lainnya Bank Indonesia Usaha Milik Negara
Badan Layanan Umum Badan Usaha Milik Daerah dan lembaga atau badan lain yang mengelola
keuangan negara. Maka sesuai bunyi Undang-Undang BPK Pasal 6 ayat (1) tersebut BPK hanya
berkewajiban memberikan Opini kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, Lembaga Negara
Lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum BUMD dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara. Jadi Lembaga Kementrian Negara, dan Lembaga Negara lainnya sebagai
Organ atau lnstitusi Pemerintah Pusat, tetap perlu dilakukan Audit, Namun BPK tidak perlu
memberikan Opini BPK. Karena sesuai bunyi Konstitusi 1945 dan Undang-Undang BPK Nomor 15
Tahun 2006 yang dilakukan pemeriksaan adalah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah Lembaga Negara lainnya Bank Indonesia Usaha Milik Negara Badan Layanan Umum Badan
Usaha Milik Daerah dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara, maka yang
diberikan Opini hanya Pemerintah Pusat melalui konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
yang dilakaukan oleh Kementrian Keuangan.
7 .Kesimpulan dan Penutup
7.1 Kesimpulan

Berhubung Badan Pemeriksa Keuangan RI, adalah satu-satunya Lembaga Negara yang
diberikan wewenang Undang-Undang Dasar 1945, untuk melaksanakan pemeriksaan (audit)
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, maka supaya kinerjanya pemeriksa lebih optimal
sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, maka harus ada kemauan politis dari
pihak: Legislatif, Yudikatif, dan Eksekutif untuk mendukung kerja Badan Pemeriksa Keuangan dalam
melakasanakan tugasnya. Sehingga apabila terdapat temuan yang mengindikasikan penyalahgunaan
uang negara oleh aparatur negara, dan telah terjadi tindak pidana korupsi, seharusnya pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, sebagai penyelenggara negara wajib menindak lanjuti temuan BPK
tersebut. Sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuanagn (BPK)
Pasal 8 ayat (1) (2) (3) (4) dan Pasal 10 ayat (1),(2) (3) dan (4), dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2004 tentang Pemeriksaan , Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara, pada Pasal 13 dan
Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), maka wajib dilakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan oleh
aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Polri dan Kejaksaan. Bagi pejabat dan aparatur negara
yang terbukti korupsi dan menyalahgunakan keuangan negara agar diberikan hukuman yang berat,
sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Sedangkan uang hasil korupsi dirampas leh negara
dan dikembalikan kepada kas Negara.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang telah dibiayai dari uang rakyat melalui pajak untuk
melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sesuai
mandatory agar tidak sia-sia, supaya dapat mencegah dan mengurangi terjadinya kerugian uang
negara, karena temuan hasil pemerikaannya segera ditindak lanjuti oleh pemeintah kuhususnya
aparat penegak hukum (APH).
Referensi:

Media Indonesia terbitan Rabu 22 April 2009, hal 12 Selekta


Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2006, tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2004, tentang tentang
Pemeriksaan , Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-Undang Republik
Indonesia No. 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2004, tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001,
Koran Jakarta( Selasa 29/1/2019.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Standar Pemerikasaan Keuangan Negara, Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia No. 1 Tahun 2007.
Soemardjijo, Mencegah, memberantas, dan Menghentikan Korupi di
Indonesia, makalah Calon pimpinan KPK 2007 - 2011.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I.IDENTITAS

1. Nama : DR.Somardjijo,Drs;SE;Ak;CA;BAc;MM:BKP
2. Tempat tanggal lahir : Jogyakarta, 16 Maret 1955
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Islam
5. NIK : 3275061603550014
6. NPWP : 09.261.597.0-407.000
7. Register Negara Akuntan : RNA 2838
8. Alamat (NIK) : Jl. Alamanda Indah Raya PB.5 RT003/17
Kel. Pejuang Kecamatan Medan Satria
Kota Harapan Indah -Kotamadya Bekasi
Jawa Barat
9. Alamat rumah : Jl Aster Indah Raya Blol FE.18 RT0015/17
Kel. Pejuang Kecamatan Medan Satria
Kota Harapan Indah - Kotamadya Bekasi
Jawa Barat

II.PENDIDIKAN FORMAL :

1. Sarjana Muda Akuntansi : Akademi Akuntansi Jayabaya 1983


2. Sarjana Ekonomi Manajemen : FE Universitas Pancasila 1987
3. Sarjana Ekonomi Akuntansi : FE Universitas Persada Indonesia 1998
4. Magister Ekonomi/Operasional : Pasca Sarjana Universitas Jayabaya 1986
5. Doktor Ilmu Ekonomi : Progaram S3 Univ Gunadarma 2005
6. Program Profesi Akuntansi : Universitas Katolik Parahiyangan 2010
7. Akuntan Negara (Ak) : Kementrian Keuangan RI 2010
8. Chartered Accountant (CA) : Ikatan Akuntan Indonesia 2010

III.PENDIDIKIAN NON FORMAL/KURSUS/PELATIHAN :

1. Bahasa Inggris Advance : LIA 1980


2. TOFEL : LPBH Paragon 2000
3. TOFEL : UNiversitas Katolik Parahiyangan 2010
4. Kosultan Pajak Bevet,A,B,C : Bersertifikat Konsultan Pajak (BKP)
Yayasan Artha Bakti Jakarta 1989-1991
5. Penyusunan Anggaran dan
Proyeksi Keuangan : PPA FE UI 1995
6.Teknik Pemeriksaan Kecurangan : Lembaga Manajemen Jakarta 1994
7. Penyusunan da Pengendalian
Anggaran : LM FE UI 1995
8. Internal Quality Auditing : Prasetio,Utomo & CO Authur Anderson
& C, SC 1994 2/5
9. Public Sector Accouning For
Public Accouttability : Ikatan Akuntan Indonesia 2013

10. Intropeksi dan Transformasi


Profesi Akuntansi Menuju IAI 2020 : Kongres XI IAI 2010
11. International Financial Reporting
Standrd (IFRS) : Ikatan Akuntan Indonesia 2014

IV.PENGALAMAN KERJA :

1. Senior Internal Auditor SPI : Surya Dumai Group Holding 1993


2. Kepala Sub Biro Anggaran : Surya Dumai Group Holding 1995
3. Kepala Biro Anggaran : Surya Dumai Group Holding 1996
4. Manajer Akuntansi& Keuangan : PT.Karangjuang Kalimantan Utara1997
5. Supervisor Tax Auditor : KAP Drs Henry & Sugeng 2013
6. Dosen Terbang Akuntansi/Audit : SITE Trisakti 2008 - 2010

V. SEBAGAI AHLI KEUANGAN NEGARA /SAKSI AHLI/NARASUMBER

1. Sebagai Ahli/Nara Sumber Rapat


Hak Angket DPRD DKI Jakarta : Rapat Panitia Hak Angket DPRD DKI
Jakarta program E-Budgeting oleh
Gubernur DKI Jakarta 2015
2. Ahli Keuangan Negara & Pajak
Tipikor PT Mobile 2007-2008
Tentang PM & PK 2009 – 2010 : Jampidsus Kejaksaan Agung RI 2017
3. Ahli Keuangan Negara
Tipikor pada PT Pertamina Persero
BMG Australia 2009 : Jampidsus Kejaksaan Agung RI 2018
4. Ahli Keuangan Negara Perkara
Aquo Tipikor PT Pertamina Persero
Pembelian Saham Et Prom (M&P)
Perancis 2018 : Jampidsus Kejaksaan Agung RI 2018
5. Ahli Keuangan Negara
Tipikor Bansos Sumatra Selatan
pada tahun 2013 : Jampidsus Kejaksaan Agung RI 2018
6. Keterangan Ahli Keuangan Negara
Sebagai Ahli de Charge Tipikor BPD
KCU Jakarta di Penagdilan Tipikor
Papua pada tahun 2013 : Deni Ramon Siregar & Partner Advocate
Legal Consultant Jakarta 2017
7. Keterangan Ahli Keuangan Negara
Kasus Perdata Pengadilan Negri
Klas 1A di Jayapura : Chairul, Fahru Siregar SH & Partners
Kantor Advocate/Penngacara 2018 3/5
8. Saksi Ahli sebagai Akuntan Negara
Tipikor PT Pertamina Persero BMG
Australia 2009 : Andre Udiyono N & Partner 2019
9. Ahli Keuangan Negara
Analiisis & Kajian tanggapan Hasil
Reviu oleh BPKP Perwakillan Riu
Atas Utang Afiliasi PT Perkebunan
Agrintara kepada PT HPMI : ACR Law Office 2020
10. Kajian Ahli Keuangan Negara
Dugaan Potensi Kerugian Negara
Di LPP TVRI oleh Dirut TVRI : Dewan Pengawas TVRI 2020
11. Kajian Aspek dari UU Keuangan
Negara Perjanjian Konsesi Pengeloaan
Air Bersih di Pulau Batam antara
PT ATB dan Otortia/BP Batam : PPK BP BATAM di Batam 2019
12. Sebagai Ahli Keuangan Negara dalam
Pemeriksaan Persidangan Perkara
Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan
Tipikor Jakarta Pusat : Kejaksaan Negri Jakarta Pusat 2019
13. Tim Ahli / Pendamping Tim
Pelakasana Kegiatan Task Force
Pengakhiran Konsesi PT Adhya
Tirta Batam ( ATB) dengan BP Batam : Kepala BP BATAM 2020
14. Sebagai Ahli dalam Negoisasi
Pengakhiran Perjanjian Konsesi
Pengelolaan Air Bersih di P Batam
antara PT Adhya Tirta Batam dan
BP Batam pada tanggal 20 Maret
2020,dan telah ditandatangani oleh
kedua belah pihak : BP Batam dan PT ATB 2020
15. Sebagai Ahli Keuangan Negara
Negosisasi Laba Ditahan (Retained
Earning ) PT Adhya Tirta Batam
Pemegang Konsesi Pengeloaan
Air Bersih di Pulau Batam antara
BP Batam dengan PT ATB : BP Batam 2020
16. Sebagai Ahli Decharge Novum : Kantor Penasehat Hukum
Tipikor Pembangunan Nias Water Deni R Siregar &Partner
Park Tahun 2014,BUMD PT BUMI di Peradilan Tipikor Medan. 2020
Nisel Cerlang di PengadilanTipikor
Medan Sumatera Utara 2020.
17. Sebagai Tenaga Penasehat (Advicor)/Ahli
PT. Asiabumi Petroleo dalam Negoissasi
Proses PKPU Sumatera Persada Energy
dengan Creditor Bank CIMB, SKK Migas : PT.Asiabumi Petroleo 2021
18. Sebagai Tenaga Penasehat (Advicor)/Ahli
PT. MCR Bangun Persada Bidang: Financial
Accounting, Tax, Financial Report, Law dan
Policy & Strategi Perusahaan : PT. MCR Bangun Persada 2021

VI.KEAHLIHAN DAN PROFESI KHUSUS :

1. Ahli Keuangan Negara : Program Pascasarjana Universitas


Jayabaya Jakarta 2015 - sekarang
2. Pimpinan Partner : Kantor Jasa Akuntan (KJA SIS)
Izin Menteri Keuangan RI
Nomor : 21/KM.1PPPK/2016
3. Kuasa Hukum Pajak (Lawyer Pajak) : SK.Ketua Pengadilan Pajak RI
No. 1338/PP/IKH/2021

VII. KARYA TULIS / MAKALAH/KAJIAN DAN ANALISIS :

1. Buku Neoliberalisme Ekonomi dan Etatisme, oleh Budi Sudjijono & Soemardjijo, 2009.
2. Menguji Kecerdasan Hakim Konstitusi RI, Gugatan Tentang Uji Materi ke Mahkamah
Konstitusi UU.No:17 tentang Keuangan Negara terkait Pasal 2 huruf (g) dan (h) terkait
Materi Kekayaan Negara yang dipisahkan pada Badan Usana Millik Negara, 2013.
3. Kajian secara Akademis tentang Penolakan E-Budgeting RAPBD Pemerintah DKI Jakarta
Tahun Anggaran 2015 oleh Menteri Dalam Negri Yang Diajukan Gubernur DKI Jakarta,
Menimbulkan Keruwetan, Dan Konflikasi Politik Antara Gubernur Dan DPRD DKI Jakarta.
4. Akuntansi Akrual Aset Tetap, Sandungan Pemda Berburu WTP, Majalah Keuangan
Negara Edisi No.004 Vol II, 2016.
5. Surat Resmi dan tertulis ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia Dr.Susilo
Bambang Yudhoyono periode 2004 - 2009, mengenai rekomendasi dan saran Perbaikan
Kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia,2009, dari perspektif Keuangan Negara &
Ekonomi.
6. Analisis Dari Segi Persfektif Ketentuan Umum Perpajakan, UU Keuangan Negara, Hukum
Pajak, Akuntansi Pajak PPN, dan Undang-Undang Tipikor Kasus Mobile -8 (HT), sebagai
Bahan Rujukan dan Materi Jaksa Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung RI, tahun 2017.
7. Kajian dan Analisa secara Ilmiah dan Akademik Sebagai Acuan dan Arah Penyelidikan
dan Penyidikan Tim Penyidik Jampidsus Kejaksan Agung RI, Kasus Investasi Pembelian
Saham Maruel at Prom di Perancis Pada Tahun 2016/2017 oleh PT.Pertamina(Persero)
melalui PIEP, di duga terjadi Fraud yang mengarah Kerugian Negara tahun 2019.
8. Kajian dan Analisis Tindak Pidana Korupsi PT. Vista Samudra (Debitur) di duga merugikan
Keuangan Negara pada PT.Bank Pembanguan Daerah Papua, Bank Pembanguan Daerah
Kaltim, Bank Pembangunan Daerah Kalsel di Pengadilan Tipikor Jayapura, Sebagai Saksi
Ahli (decharge) tahun 2017.
9. Kajian dan Analisis Kasus HIbah Pemprop Sumatera Selatan TA 2013, merujuk Undang-
Undang Keuangan Negara, UU Pemda, Peraturan Pemerintah (PP) Peraturan Menteri
Dalam Negri, LHP Investigatif BPK, dan Summary Tim Jaksa Penydik Jampidsus Kejaksaan
Agung RI, pada tahun 2018.
10. Pendapat Ahli Keuangan Negara Khusus Pengakhiran Perjanjian Konsesi Pengelolaan Air
Bersih di Batam, antara PT.Adhya Tirta Batam dan Otorita Batam sekarang BP.Batam
tahun 2019-2020.
11. Laporan Jasa Hasil Kajian dan Analisis Utang Relasi Berelasi PT Perkebunan Agrintara
Kepada PT Harma Presis Meka Indonesia Periode Tahun 2008-2020 , Merujuk Laporan
Hasil Audit Badan Pengawasan Pembangunan & Keuangan (BPKP).
12. Pendapat Ahli Keuangan Negara tentang Badan Pengawasan Keuangan Dan
Pembangunan (BPKP) Tidak Memiliki Legal Standing Melakukan Pemeriksaan dan
Menyatakan Kerugian Negara di PT.Bumi Nisel Cerlang di Teluk Dalam Sumatera Utara,
Sebagai Novum Upaya Hukum PK ke Mahkamah Agung RI.
13. Surat Kepada Ketua KPK RI, tentang Tipikor Dana Bansos.di duga terjadi Kerugian
Keuangan Negara tahun 2021.
14. Analisis Tentang Kerugian Keuangan Negara Oleh Penyelenggara
Negara/BUMN/BUMD/PERSERO/PERUM Merujuk 3(Tigat) Undang-Undang Keuangan
Negara, UU BKP, UU BUMN, UU PT dan Ditinjau dari Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor)
15. Materi Keuangan Negara Tentang Kerugian Negara, Intitusi yang berwenang Memeriksa,
Menghitung, Menetapkan dan Menyatakan Kerugian Negara Sebagai Bahan Materi Tim
Jaksa Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung RI, Pedoman Dasar Melakukan Penelidikan
dan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi yang Merugikan Keuangan Neagra.

Materi Pengukuhan : Profesor di Asean University Malaysia


Tentang Kinerja BPK, Ditinjau Dari Aspek Payung Hukum, Dan
Mandatory, Sesuai Undang-Undang No: 15 Tahun 2006 Tentang
Badan Pemeriksa Keuangan,dan Undang-Undang No:15 Tahun 2004
Tentang Pemeriksaan, Pengelolaan & Tanggung Jawab Keuangan
Negara

Demikian daftar riwayat hidup dibuat sesuai dengan data sebenarnya


Bekasi, 7 April 2023

DR Soemardjijo,Drs;SE;Ak;CA;MM;Bac;BK

Anda mungkin juga menyukai