Anda di halaman 1dari 28

PENGAWASAN/PEMERIKSAAN

KEUANGAN NEGARA
Lembaga yang Melakukan Pemeriksaan/Pengawasan
Keuangan Negara di Indonesia
1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) :
1.1. Pasal 23E UUD 1945
1.2. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
Tanggungjawab keuangan Negara
1.3. UU No. 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) :
2.1. Keppres No. 31 Tahun 1983 tentang Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
2.2. Keppres No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Lembaga
Pemerintah Non-Departemen
2.3. PP Kedudukan Lembaga/Pem. Non-Departemen
2.4. PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah.
DASAR FILOSOFI PEMERIKSAAN
• Penjelasan Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 (sebelum
Perubahan) :
Cara Pemerintah mempergunakan uang belanja yang
sudah disetujui oleh DPR harus sepadan dengan
keputusan tersebut. Untuk memeriksa tanggung jawab
pemerintah itu perlu ada satu badan yang terlepas dari
pengaruh dan kekuasaan Pemerintah. Suatu badan
yang tunduk kepada pemerintah tidak dapat
melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya
badan itu bukanlah pula badan yang berdiri di atas
pemerintah.
• Memeriksa tanggungjawab (post audit);
• Terlepas dari kekuasaan Pemerintah;
• Tidak tunduk pada Pemerintah;
• Tidak berdiri di atas Pemerintah;
• Obyektivitas (hubungan horisontal tidak vertikal)
MANFAAT DASAR PENGAWASAN
Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik,
pengawasan dengan check and recheck
merupakan salah satu cara untuk membangun
dan menjaga legitimasi dan kepercayaan
masyarakat terhadap kinerja pemerintahan
dengan menciptakan sistem pengawasan yang
berjenjang, terintegrasi, efisien, efektif,
transparan, obyektif dan akuntabel antara:
pengawasan intern (internal control)
maupun
pengawasan ekstern (external control)
SASARAN DAN TINDAKAN
PENGAWASAN
Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyata-
kan terjadinya penyimpangan atas rencana atau
target.
Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan
adalah:
• mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;
• menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;
• mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran
sesuai dengan rencana;
• menilai kinerja aparat Pemerintah;
• sebagai institusi pelatihan dan clearing house;
• memberikan masukan kepada top menagement
(Presiden) kondisi dan solusi distorsi birokrasi.
LANDASAN HUKUM
PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
• Sebelum Perubahan UUD 1945 (Pasal 23 ayat (5) UUD
1945) :
Untuk memeriksa TANGGUNG JAWAB tentang
keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan Negara yang peraturannya ditetapkan
dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada DPR.
• Pasca Perubahan UUD 1945 (BAB VIIIA, Pasal 23E ayat
(1) UUD 1945 ) :
Untuk memeriksa PENGELOLAAN dan TANGGUNG
JAWAB tentang keuangan negara diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Perbandingan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945
dan Pasal 117 ayat (1) IS 1854
• Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 : “Untuk memeriksa
PENGELOLAAN dan TANGGUNG JAWAB tentang
keuangan negara diadakan satu badan pemeriksa
keuangan yang bebas dan mandiri.
• Pasal 117 ayat (1) IS 1854 :“(Dibentuk sebuah
Algemeene Rekenkamer yang diberi-kan tugas untuk
melakukan pengawasan terhadap pengelolaan (pre-
audit) keuangan negara dan terhadap
pertanggungjawaban (post-audit) perhitungan).”
ANALISIS HUKUM
MATERI MUATAN YANG MENGATUR BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PERUBAHAN
UUD 1945 TIDAK LAGI MEMILAH TUGAS
LEMBAGA PEMERIKSA EKSTERNAL DAN
LEMBAGA PENGAWAS INTERNAL
PEMERINTAH SEBAGAIMANA YANG TERJADI
PADA MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL
BELANDA YANG DILAKUKAN OLEH ALGEMENE
REKENKAMER
• PASAL 23E AYAT (1) UUD 1945 JELAS SAMA
ATAU MERUPAKAN TERJEMAHAN PASAL 117
AYAT (1) UUD HINDIA BELANDA
• PENETAPAN TERSEBUT MEMPERLIHATKAN
KEMUNDURAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN KEMBALI KE 151
TAHUN YANG LALU OLEH ALGEMENE
REKENKAMER HINDIA BELANDA YANG
MERUPAKAN INSTANSI PEMERINTAH (Sama
dengan BPKP sekarang).
LANDASAN HUKUM Hasil PEME-RIKSAAN
KEUANGAN NEGARA pasca-perubahan uud 1945
Pasal 23E ayat (2)
Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah
(DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sesuai
dengan kewenangannya

Pasal 23E ayat (3)


Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga
perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaan tidak men-


dapat hasil pemeriksaan BPK, atas dasar apa dan bagaimana
cara Pemerintah melakukan tindak lanjut pemeriksaan?
KONSEPSI DASAR DAN LANDASAN
HUKUM PENGAWASAN OLEH BPKP
• Keppres No. 103 Tahun 2001
• Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk
menghindari adanya kemungkinan penyimpangan atas
tujuan yang akan dicapai organisasi.
• Pengawasan membantu penyelenggara pemerintah melak-
sanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai
tujuan yang telah direncanakan, secara efisien, efektif,
transparan dan akuntabel.
• Pengawasan menciptakan aktivitas yang berkaitan erat
dengan penentuan atau evaluasi kinerja Pemerintah.
• Pengawasan merupakan sistem yang tepat yang dapat
mendeteksi lebih awal penyimpangan yang akan terjadi.
• BPKP selain berfungsi melakukan pengawasan, dapat pula
berfungsi melakukan pelatihan dan clearing house.
Kerjasama
Instansi Penegak Hukum dengan BPKP
 Kerjasama antara BPKP dengan Kejaksaan Agung RI
No. : Kep-145/K/1989 dan No. JUKLAK
-001/J.A/2/1989
 Kerjasama antara BPKP dengan Kepolisian RI
No. : Kep -04.02.00-219/k/2002 dan No. Pol :
Kep/12/IV/2002
 Kerjasama antara BPKP, kejaksaan dan Kepolisian
No. : Kep-109/A/JA/09/2007
No. Pol : B/2718/IX/2007
No. : KEP-1093/K/D6/2007
 Kerjasama antara BPKP dengan KPK
No. : SPJ-15/01/04/2011 dan No. : MoU-
378/K/D2/2011
 Kerjasama antara BPKP dengan PPATK
No. : MoU-418/K/D6/2007 dan No. : NK-
06/1.02/PPATK/04/07
 Nota Kesepahaman antara POLRI dengan
BPKP
No. : B/29/XI/2011 dan No. :
MoU-1520/K/D2/2011
KEDUDUKAN BPKP
• Menurut Prof. Dr. Arifin P. Soeriaatmadja, SH :
• Sebagai pelaksana PP 60/2008, kedudukan BPKP
perlu ditingkatkan menjadi Kementerian untuk
menguatkan peranan dan tugasnya dan sesuai
dengan filosofi pemeriksaan/pengawasan.
• Dengan demikian, menjadi bagian dari kabinet
dengan nama portofolio Menteri Negara Penga-
wasan Keuangan dan Pembangunan/Kepala
BPKP.
• Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan
pemerintahan sesuai dengan prinsip manajemen,
yaitu perencanaan (Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas), pelak-
sanaan (semua menteri), dan pengawasan
(Menteri Negara Waskabang/Kepala BPKP).
PERBEDAAN MENDASAR KEDUDUKAN BPK
DAN BPKP SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
• BPK
1. Organ Negara/Lembaga Negara
2. Tanggung Jawab Keuangan Negara(post-audit)
3. Hasil Pemeriksaan diserahkan kepada DPR
(stakeholders, post-audit)
4. Eksternal Pemerintah
5. Diatur dalam UUD/UU
6. Sebagai lembaga negara tidak ada perwakilan
di daerah
7.Pemeriksaan Makro strategis
• BPKP
1. Organ Adm. Negara
2. Pengelolaan Keuangan Negara (pre-audit)
3. Hasil Pemeriksaan diserahkan kpd. Presiden
(Top management)
4. Internal Pemerintah
5. Lembaga pemerintah
6. Diatur dalam Keppres
7. Sebagai instansi Pemerintah ada Perwakilan
di daerah
8. Pemeriksaan Mikro teknis.
PERBEDAAN MENDASAR KEDUDUKAN BPK
DAN BPKP PASCA PERUBAHAN UUD 1945
• BPK
1. Organ Negara/Adm.neg
2. Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
3. Hasil pemeriksaan diserahkan kepada DPR/
DPD/DPRD Provinsi/Kab/kota
4. Eksternal Pemerintah
5. Lembaga Negara
6. Diatur dalam UUD/UU
7. Ada perwakilan di daerah
• BPKP
1. Organ Adm. Negara
2. Pengelolaan Keuangan Negara
3. Hasil Pemeriksaan Diserahkan kpd. Presiden
4. Internal Pemerintah
5. Lembaga pemerintah
6. Diatur dalam Keppres
7. Ada Perwakilan di daerah
PEMERIKSAAN TERHADAP KERUGIAN
KEUANGAN NEGARA/DAERAH
• Secara atributif menurut UU Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung-
jawab Keuangan Negara, BPK melakukan pemeriksa-
an atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara (Pasal 4 ayat 1), yo Pasal 6 ayat (3) UU Nomor
15 Tahun 2006 tentang BPK.
• Pemeriksaan meliputi :
a. Pemeriksaan keuangan,
b. Pemeriksaan kinerja, dan
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
• Berdasarkan Putusan MK RI Nomor 31/PUU-
X/2012 teranggal 23 Okjtober 2012, yang
dapat melakukan penghitungan kerugian
negara/daerah, selain BPK dan BPKP, maka
APH (terutama KPK) dapat mengundang ahli
atau dengan meminta bahan dari Inspektorat
Jenderal atau badan yang mempunyai fungsi
yang sama dari masing-masing instansi
pemerintah (APIP) yang dapat menunjukkan
kebenaran materiil dalam penghitungan
kerugian keuangan negara/daerah.
• Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dalam pemeriksaan keuangan negara terhadap
obyek pemeriksaan, BPK memiliki sebuah Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 angka 8 UU Nomor 15 Tahun
2004 tetang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan Pasal 1
angka 13 UU Nomor 15 tahun 2006 tentang BPK
yakni: SPKN adalah patokan utk melakukan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang meliputi standar umum,
standar pelaksaan, dan standar pelaporan yang wajib
dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa.
• SPKN ini kemudian diimplementasikan dalam
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 yang kemu-
dian diganti dengan Peraturan BPK Nomor 1
Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara.
• Dengan adanya SPKN ini, maka hasil pemeriksaan
oleh BPK dapat lebih berkualitas yakni memberi-
kan nilai tambah yang positif bagi pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara/daerah
yang selanjutnya diharapkan akan berdampak
pada pencegahan pemborosan dan
penyeleweng-an penggunaan keuangan
negara/daerah.
• SPKN merupakan pedoman dalam pemerik-
saan keuangan negara serta bermanfaat utk
auditor BPK maupun auditee (pihak yang
diperiksa.
• Bagi auditor, SPKN akan menjadi ukuran
pelaksanaan kerjanya. Tanggung jawabnya
akan dinilai berdasarkan kepatuhannnya
mengikuti SPKN. Dng demikian, pemeriksa
tidak akan bekerja sesuak hatinya tanpa
standar yang baku.
• Bagi pihak auditee (komunitas
terperiksa), SPKN akan memberi
kenyamanan dan kepastian karena
dng adanya pedoman, akan dapat
menghindarkan dan mencegah
bentuk-bentuk penyalahgunaan
kewenangan pemeriksaan yang
mungkin dapat dilakukan oleh pihak
pemeriksa.
• Dalam hal pemeriksaaan yang dilakukan
oleh BPK (dan pemeriksa lainnya) berlaku
asas asersi, yakni dimana para pihak
yang terlibat, baik yang diperiksa atau
yang memeriksa bisa saling
berkomunikasi, dan yang diperiksa
diberikan kesempatan (keberatan) untuk
memberikan tanggap-an serta konfirmasi
terhadap hasil peme-riksaan yang
dilakukan terhadapnya.
• Dalam hal pengawasan terhadap pelaksanaan
PBJ, terdapat mekanisme pengaduan adanya
dugaan penyimpangan proses PBJ yang di-
laporkann oleh masyarakat dan APH.
• APIP selaku kuasa dari Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah dalam PBJ dapat
melakukan pengawasan melalui kegiatan,
audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan atau
penyelenggaraan whistleblowing system,
sejak perencanaan, persiapan, pemilihan
Penyedia, pelaksanaan kontrak dan serah
terima pekerjaan.
• Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan
kepada APIP dalam hal ada dugaan penyim-
pangan peraturan perundang-undangan dan
dugaan penyimpangan keuangan negara/
daerah yang berpotensi menimbulkan kerugi-
an keuangan negara/daerah.
• Selain kepada APIP masyarakat juga dapat
menyampaikan pengaduan kepada APH,
dimana selanjutnya APH akan meneruskan
pengaduan tersebut kepada APIP utk
ditindaklanjuti.
• Hasil tindak lanjut pengawasan (peme-
riksaan) APIP dilaporkan kpd Menteri/
Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang
selanjutnya dapat melaporkan hasil
pemeriksaan kpd instansi yang berwe-
nang (APH) dalam hal diyakini adanya
indikasi KKN yang merugikan keuangan
negara.

Anda mungkin juga menyukai