Anda di halaman 1dari 62

MODUL 8

PENGAWASAN
NORMA JAMINAN
SOSIAL

MODUL
Diklat Dasar Pengawas Ketenagakerjaan

facebook marketing
KATA PENGANTAR
Berdasarkan kenyataan yang ada, permasalahan ketenagakerjaan semakin lama
semakin meningkat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Pada kondisi yang
demikian, jumlah P engawas Ketenagakerjaan yang menangani masalah ketenagakerjaan
dirasakan masih kurang.
Salah satu langkah untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang profesional,
antara lain dengan memberikan pendidikan dan pelatihan pengawasan ketenagakerjaan
bagi para calon P engawas Ketenagakerjaan. Berkaitan dengan hal tersebut agar Program
Diklat Pengawasan Ketenagakerjaan dapat berdayaguna dan berhasilguna, maka dalam
persiapan diklat ini telah diupayakan penulisan dan penyempurnaan modul yang merujuk
pada kurikulum berdasarkan kompetensi yang harus dimiliki seorang P engawas
Ketenagakerjaan.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka disusun modul pengawasan
ketenagakerjaan yang dibuat dengan tujuan untuk mempermudah peserta diklat dalam
proses belajar mengajar. Diharapkan dengan membaca modul ini sebelumnya, peserta
diklat mendapatkan wawasan dan pemikiran sebagai bahan diskusi dalam proses
pembelajaran dengan Pengajar/Widyaiswara.
Modul ini berisi substansi dasar dan teknis yang dapat dikuasai oleh calon P engawas
Ketenagakerjaan. Untuk memperluas wawasan, diharapkan peserta diklat membaca buku-
buku referensi atau daftar pustaka dan sumber-sumber lainnya.
Diharapkan dengan berpedoman pada modul ini, para peserta dan pengajar Diklat
Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai kesamaan pemahaman terhadap seluruh
kompetensi.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan modul ini,
disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga modul ini bermanfaat dalam
mendukung kelancaran pelaksanaan tugas bagi Pengawas Ketenagakerjaan.

Jakarta, April 2022


Kepala PPSDM Ketenagakerjaan

Helmiaty Basri, S.Sos., M.A.P


NIP. 19650705 198601 2 002
 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar----------------------------------------------------------------------------------- i
Daftar Isi-------------------------------------------------------------------------------------------- ii
BAB I PENDAHULUAN---------------------------------------------------------------- 1
A. Latar Belakang---------------------------------------------------------------------------- 1
B. Tujuan Pembelajaran-------------------------------------------------------------------- 1
C. Metode Pembelajaran------------------------------------------------------------------- 2
BAB II NORMA JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA------------------------- 3
A. Dasar Hukum----------------------------------------------------------------------- ------- 3
B. Pengertian-Pengertian------------------------------------------------------------------- 4
C. Ruang Lingkup---------------------------------------------------------------------------- 6
D. Kepertaan Jamsostek------------------------------------------------------------------- 6
E. Hak Dan Kewajiban Tenaga Kerja Dan Pengusaha------------------------------ 14
F. Program Jaminan Kecelakaan Kerja------------------------------------------------- 15
G. Program Jaminan Kematian------------------------------------------------------------ 18
H. Program Jaminan Hari Tua------------------------------------------------------------- 18
I. Program Jaminan Pensiun-------------------------------------------------------------- 19
J. Program Jaminan Kesehatan Nasional---------------------------------------------- 21
BAB III KOMPENSASI JAMINAN KECELAKAAN KERJA-------------------- 27
A. Dasar Hukum------------------------------------------------------------------------------ 27
B. Pengertian-Pengertian------------------------------------------------------------------- 28
C. Kecelakaan Kerja------------------------------------------------------------------------- 30
D. Penyakit Akibat Kerja-------------------------------------------------------------------- 33
E. Hal-Hal Yang Dapat Dikategorikan Sebagai Kecelakaan Kerja--------------- 36
F. Iuran dan Besarnya Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian--- 37
G. Tata Cara Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja/Penyakit Akibat Kerja-- 38
H. Penyelesaian Kompensasi JKK Untuk Tenaga Kerja Yang Belum Peserta
Jamsostek----------------------------------------------------------------------------------- 44
I. Pembuatan Penetapan KK/PAK atau Bukan--------------------------------------- 45
J. Mekanisme Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja Dan Penyakit Akibat
Kerja------------------------------------------------------------------------------------------ 46
K. Penetapan Jaminan Kecelakaan Kerja---------------------------------------------- 49
L. Penegakan Hukum----------------------------------------------------------------------- 53
1
 
BAB IV PENUTUP-------------------------------------------------------------------------- 55

DAFTAR PUSTAKA------------------------------------------------------------------------------ 56
 

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem jaminan sosial nasional pada dasarnya merupakan program
negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini setiap
penduduk Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar layak
apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya
pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan kerja, kehilangan
pekerjaan/memasuki usia pensiun.
Untuk itulah perlu ditata Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mampu
mensinkronisasikan penyelenggara jaminan sosial agar dapat dijangkau
kepesertaannya secara universal di Indonesia sehingga dapat memberikan
manfaat yang lebih besar kepada seluruh peserta.
Pelaksanaan SJSN menggunakan prinsip :
- Kegotongroyongan
- Nirlaba
- Keterbukaan
- Kehati-hatian
- Akuntabilitas
- Portabilitas
- Kepesrtaan bersifat wajib
- Dana amanah
- Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk
kepentingan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan
peserta.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini para peserta diharapkan dapat
memahami dan mampu menjelaskan kepada masyarakat industri tentang
a. Jaminan sosial sesuai SJSN
b. Kompensasi Kecelakaan Kerja

1
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta dapat memahami:
a. Norma Jaminan sosial nasional
1) Dasar hukum
2) Ruang lingkup program jamsos
a. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
b. Program Jaminan Kematian (JKM)
c. Program Jaminan Hari Tua (JHT)
d. Program Jaminan Pensiun (JP)
e. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
3) Penegakan hukum.

b. Kompensasi Kecelakaan Kerja


1) Menjelaskan tentang penetapan Kecelakaan Kerja, penyakit
akibat kerja dan prosentase cacat.
2) Menjelaskan tentang prosedur pelaporan bila terjadi kecelakaan
kerja.
3) Menjelaskan tentang perhitungan jaminan kecelakaan kerja
4) Menjelaskan tentang mekanisme penyelesaian penetapan
jaminan kecelakaan kerja.
5) Menjelaskan tentang hak dan kewajiban tenaga kerja, perusahaan
dan BPJS Ketenagakerjaan dalam hal terjadi kecelakaan kerja.
6) Menjelaskan tentang pengertian upah yang dijadikan dasar dalam
menghitung jaminan kecelakaan kerja.
C. METODE PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran yang akan diterapkan meliputi:
a. Belajar mandiri
b. Tutorial
c. Diskusi

2
BAB II
NORMA JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Setelah mempelajari Bab ini, peserta diharapkan dapat memahami dasar


hukum, ruang lingkup dan penegakan hukum norma jaminan social nasional

A. DASAR HUKUM

1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945


2. UU NO. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
3. UU No. No. 24 tahun 2011tentang Badan Penyelenggara Jaminan sosial
4. PP no 86 tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi
Pemberi Kerja selain Penyelenggara Negara dan setiap orang selain Pemberi
Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran
5. PP no. 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
6. PP no. 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun
7. PP no. 46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
8. PP no. 60 tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No. 46/2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
9. PP no 85 tahun 2015 tentang tata cara hubungan antar lembaga BPJS
10. PP no. 82 tahun 2019 tentang perubahan atas PP no. 44 tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
10. Perpres no. 109 tahun 2013 tentang pentahapan kepesertaan Jamsos
11. Kepres no 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja
12. Permenakertrans no 25 tahun 2008 tentang pedoman diagnosis dan penilaian
cacat karena kecelakaan kerja dan PAK
13. Permenaker No. 19 tahun 2015 tentang Tatacara dan Persyaratan
Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua
14. Permenaker No. 26 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi
Peserta Penerima Upah
15. Permenaker No. 28 tahun 2015 tentang Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Dokter Penasehat

3
16. Permenaker No. 29 tahun 2015 tentang Tata Cara pendaftaran kepesertaan,
pembayaran dan penghentian jaminan pensiun
17. Permenaker No. 44 tahun 2015 tentang penyelenggaraan JKK dan JK bagi
pekerja harian lepas, borongan dan PKWT pada sektor usaha jasa konstruksi
18. Permenaker No. 1 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi
Peserta bukan Penerima Upah
19. Permenaker No. 10 tahun 2016 tentang Tata Cara pemberian program
kembali bekerja serta kegiatan promotif dan kegiatan preventif kecelakaan
kerja dan PAK
20. Permenaker No. 11 tahun 2016 tentang pelayanan kesehatan dan besaran
tarif dalam penyelenggaraan program JKK
21. Permenaker No. 23 tahun 2016 tentang tata cara pengenaan dan pencabutan
sanksi administrasi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu
22. Permenaker No. 35 tahun 2016 tentang tata cara pemberian, persyaratan dan
jenis manfaat layanan tambahan dalam JHT
23. Kepmenakertrans no. 609 tahun 2012 tentang pedoman penyelesaian kasus
kecelakaan kerja dan PAK
24. Peraturan BPJS Ketenagakerjaan no. 1 tahun 2014 tentang tata cara
pengawasan atas kepatuhan dalam penyelenggaraan program jamsos
ketenagakerjaan
25. Peraturan BPJS Ketenagakerjaan no. 7 tahun 2015 tentang petunjuk
pelaksanaan JHT
B. PENGERTIAN – PENGERTIAN

1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disebut dengan BPJS


adalah :
Badan Hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan Program Jaminan
Sosial.

2) Jaminan Sosial adalah :


Salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

4
3) Peserta adalah :
Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulan di Indonesia yang telah membayar iuran.
4) Manfaat adalah :
Faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota
keluarganya.

5) Iuran adalah :
Sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta,pemberi kerja
dan/atau pemerintah.

6) Bantuan Iuran adalah :


Iuran yang dibayar oleh pemerintah bagi fakir miskin dan orang tak mampu
sebagai peserta jaminan sosial.

7) Pekerja adalah :
Setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah atau imbalan dalam
bentuk lain.

8) Pemberi Kerja adalah :


Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara Negara yang
mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah atau imbalan
dalam bentuk lainnya.

9) Upah adalah :
Hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan/peraturan perundang-undangan
termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan
dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
10) Upah Satu Bulan adalah :
Upah yang sebenarnya diterima oleh tenaga kerja selama 1 (satu) bulan
terakhir dengan ketentuan sebagai berikut :
 Jika upah dibayar secara harian, maka upah sebulan sama dengan upah
sehari dikalikan 30 (tiga puluh).

5
 Jika upah dibayarkan secara borongan atau satuan maka upah sebulan
dihitung dari upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir.
 Jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan
pada upah borongan maka upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12
(dua belas) bulan terakhir.
11) Kecelakaan Kerja adalah :
Kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju
tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja.
12) Cacad adalah :
Keadaan hilang atau berkurangnya fungsi tubuh atau hilangnya anggota
badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan
berkurangnya atau hilangnya kemampuan pekerja untuk menjalankan
pekerjaan.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup dari Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diatur dalam
Undang-undang No. 40 Tahun 2004 dan UU No. 24/2011 meliputi :
1. Jaminan Kecelakaan Kerja
2. Jaminan Kematian
3. Jaminan Hari Tua
4. Jaminan Pensiun
5. Jaminan Kesehatan Nasional
D. KEPESERTAAN JAMSOSTEK

Kepesertaan Jamsostek bersifat wajib, dimana setiap pemberi kerja wajib


mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta program jamsos pada
BPJS. Peserta program jamsos terdiri dari :
a. Penerima upah
b. Bukan penerima upah

Sesuai dengan Perpres 109 tahun 2013 tentang penahapan kepesertaan


program jamsos,maka kepesertaan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja
selain penyelenggara negara di kelompokan berdasarkan skala usaha :
a. Besar dan menengah
6
Wajib mengikuti program JKK, JK, JHT dan JP
b. Kecil
Wajib mengikuti program JKK, JHT dan JK
c. Mikro
Wajib mengikuti program JKK dan JK

Bagi perusahaan yang telah mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program


Jamsostek dengan pentahapan ini tidak boleh keluar dari kepesertaan Program
Jamsostek.

Bagi perusahaan yang belum wajib jamsostek karena adanya pentahapan ini,
tetap berkewajiban untuk membayar Jaminan Kecelakaan Kerja kepada tenaga
kerja yang mendapat kecelakaan kerja.

I. Tata cara pendaftaran penerima upah dalam Program Jamsos adalah


sebagai berikut :
1. Pemberi kerja selain penyelenggara negara dalam mendaftarkan dirinya
dan seluruh pekerjanya wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang
telah diisi secara lengkap yang meliputi data dirinya dan data pekerja
beserta anggota keluarganya kepada BPJS Ketenagakerjaan, paling
lama 30 hari sejak formulir pendaftaran diterima dari BPJS
Ketenagakerjaan.
2. BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan paling
lama 1 hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan
benar serta iuran pertama dibayar.
3. BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan sertifikat bagi perusahaan dan kartu
peserta BPJS Ketenagakerjaan bagi pemberi kerja paling lama 7 hari
sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta iuran
pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
4. Pemberi kerja selain penyelenggara negara menyampaikan kartu peserta
BPJS Ketenagakerjaan kepada masing-masing peserta paling lama 3
hari kerja sejak diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.
5. Peserta yang pindah tempat kerja wajib memberitahukan kepesertaannya
kepada pemberi kerja tempat yang baru dan menujukan kartu peserta
BPJS Ketenagakerjaan yang dimilikinya.

7
6. Pemberi kerja tempat yang baru wajib meneruskan kepesertaan pekerja
yang melaporkan dengan melaporkan kartu peserta
BPJSKetenagakerjaan dan membayar iuran kepada BPJS
Ketenagakerjaan sejak pekerja bekerja pada pemberi kerja tempat kerja
baru.
7. Apabila pemberi kerja belum melaporkan dan membayar iuran, maka bila
terjadi resiko terhadap pekerjaannya, pemberi kerja wajib memberikan
hak-hak pekerja sehari dengan ketentuan.
8. Peserta yang wajib menyampaikan perubahan data secara lengkap dan
benar kepada pemberi kerja ...... hal terjadi perubahan data peserta
beserta keluarganya.
9. Pemberi kerja setelah menerima perubahan data sebagaimana wajib
menyampaikan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan.
10. Perubahan data upah, jumlah pekerja, alamat kantor dan perubahan data
lainnya terkait penyelenggaraan program jamsos, pemberi kerja wajib
menyampaikan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan
paling lama 7 hari kerja sejak terjadi perubahan.
11. Apabila pemberi kerja nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan pekerjanya
maka pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sendiri
kepada program jamsos pada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan
program yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam Perpres 109/2013.
12. Pendaftaran dilakukan oleh perkerja yang bersangkutan yang mengisi
formulir yang telah disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan
melampirkan :
a. Perjanjian kerja, surat keputusan pengangkatan atau bukti lain yang
menunjukan sebagai pekerja di perusahaan tersebut
b. KTP
c.` KK
13. BPJS Ketenagakerjaan akan melakukan verifikasi kepada pemberi kerja
paling lama 7 hari kerja sejak pendaftaran dilakukan oleh pekerja yang
bersangkutan..
14. Dalam hal terbukti berdasarkan verifikasi bahwa perusahaan nyata-nyata
lalai maka pemberi kerja wajib membayar iuran yang menjadi
8
kewajibannya kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan program
yang diwajibkan dalam Perpres 109 tahun 2013.
15. BPJS Ketenagajkerjaan paling lama 1 hari sejak pendaftaran dan iuran
pertama diterima wajib mengeluarkan honor kepesertaan.
16. Kepesetaan BPJS Ketenagakerjaan berlaku sejak nomor kepesertaan di
keluarkan oleh BPJS ketenagakerjaan.
17. Dalam hal pekerja telah mendaftarkan dirinya, namun pemberi kerja
belum membayar iuran pertama secara lunas, maka bila terjadi resiko
terhadap pekerja yang bersangkutan, pemberi kerja wajib memberikan
hak-hak pekerja sesuai dengan PP ini.
II. Tata Cara Pendaftaran Bukan Penerima Upah (BPU)dalam Program Jaminan
Sosial:
1. Peserta bukan penerima upah wajib mendaftarkan dirinya kepada BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan Perpres 109/2013.
2. Dalam hal peserta BPU memiliki usaha atau pekerjaan lebih dari
1,peserta wajib mencantumkan uraian kegiatan usaha/pekerjaannya
dalam formulir pendaftaran paling banyak 2 jenis pekerjaan.
3. Pendaftaran kepesertaan kepada BPJS Ketenagakerjaan dapat
dilakukan sendiri-sendiri atau melalui wadah atau kelompok tertentu
yang dibentuk oleh peserta.
4. BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan paling
lama 1 hari sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar
serta iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
5. Kepesertaan pada BPJS Ketenagakerjaan berlalu sejak nomor
kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
6. BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan kartu kepesertaan paling
lama 7 hari sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar
serta iuran pertama dibayar lunas.
7. BPJS Ketenagakerjaan paling lama 3 hari wajib menyampaikan kartu
kepesertaan langsung, melalui wadah, atau kelompok tertentu yang
dibentuk oleh peserta.
8. Apabila terjadi perubahan data peserta dan keluarganya, perubahan
kegiatan usaha/pekerjaan, maka peserta BPU wajib menyampaikan

9
kepada BPJS Ketenagakerjaan dalam jangka waktu paling lama 7 hari
kerja sejak terjadi perubahan.
9. Laporan perubahan data disampaikan yang bersangkutan kepada BPJS
Ketenagakerjaan oleh peserta atau melalui wadah atau kelompok.
10. Pemberi kerja yang memiliki perusahaan lebih dari 1 wajib mendaftarkan
dalam program JKK pada masing-masing perusahaan sedangkan untuk
program JKM hanya pada salah satu perusahaan saja.
11. Pekerja penerima upah yang bekerja pada beberapa pemberi kerja wajib
diikutkan dalam program JKK dan JKM pada masing-masing
perusahaan.
III. Besarnya Iuran
A. Penerima Upah
1. Iuran JKK peserta penerima upah dikelompokkan dalam 5 tingkat
resiko lingkungan kerja meliputi :
a) Tingkat resiko sangat rendah 0,24 % dari upah sebulan
b) Tingkat resiko rendah 0,54 % dari upah sebulan
c) Tingkat resiko sedang 0,89 % dari upah sebulan
d) Tingkat resiko tinggi 1,27 % dari upah sebulan
e) Tingkat resiko sangat tinggi 1,74 % dari upah sebulan
2. Besarnya iuran JKK ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan
berpedoman pada kelompok tingkat resiko lingkungan kerja.
3. Iuran program JKK menjadi kewajiban dari pemberi kerja.
4. Iuran JK bagi penerima upah sebesar 0,30 % dari upah sebulan.
5. Iuran JK menjadi beban dan kewajiban dari pemberi kerja.
6. Upah yang dijadikan dasar untuk pembayaran iuran bagi penerima
upah adalah upah sebulan yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan
tetap.
Apabila upah dibayarkan secara harian, maka upah sebulan sebagai
dasar pembayaran iuran dihitung dari upah sehari dikalikan 25. Apabila
upah dibayarkan secara borongan atau satuan hasil, maka upah
sebulan sebagai dasar pembayaran iuran dihitung dari upah rata-rata 3
bulan terakhir. Apabila pekerja tergantung pada keadaan usaha yang
upahnya didasarkan pada upah borongan, maka upah sebulan sebagai
dasar pembayaran iuran dihitung dari upah rata-rata 12 bulan terakhir.
10
7. Iuran JHT 5,7 % terdiri dari pemberi kerja 3,7 % pekerja 2 %.
8. Iuran JP sebesar 3 % terdiri dari pemberi kerja 2 %, pekerja 1%.

B. Bukan Penerima Upah


4.1 Iuran JKK peserta bukan penerima upah didasarkan pada nilai nominal
tertentu dari penghasilan peserta sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II PP 44/2015, besarnya iuran dipilih oleh peserta sesuai
dengan penghasilan peserta setiap bulannya.
4.2 Iuran JK peserta bukan penerima upah sebesar Rp. 6.800,- (enam ribu
delapan ratus rupiah) setiap bulan.
IV.Tata Cara Pembayaran Iuran
A. Peserta Penerima Upah (PU)
Pemberi kerja wajib menyetorkan iuran JKK dan JKM yang menjadi
kewajibannya kepada BPJS Ketenagakerjaan setiap bulan, paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan iuran yang bersangkutan
dengan melampirkan data penukung seluruh pekerja dan dirinya.
Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada
hari kerja berikutnya.
Keterlambatan pembayaran iuran oleh pemberi kerja dikenakan denda
sebesar 2 % untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran
yang seharusnya dibayar oleh pemberi kerja, denda akibat
keterlambatan ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja.
BPJS Ketenagakerjaan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran
JKK dan JK sesuai dengan upah pekerja yang didasarkan pada daftar
upah pekerja. Apabila terjadi kelebihan/kekurangan pembayaran iuran
maka BPJS Ketenagakerjaan memberitahukan secara tertulis kepada
pemberi kerja dan /atau peserta paling lambat 14 hari kerja sejak
diterimanya iuran, kelebihan/kekurangan pembayaran iuran tersebut
diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
B. Bukan Penerima Upah (BPU)
Peserta bukan penerima upah wajib membayar iuran yang menjadi
kewajibannya kepada BPJS Ketenagakerjaan secara sendiri-sendiri
atau melalui wadah atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh
11
peserta, pembayaran iuran dilakukan setiap bulan paling lambat
tanggal 15 bulan Iuran yang bersangkutan, apabila tanggal 15 jatuh
pada hari libur maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.

V. Kepesertaan pada sektor jasa konstruksi


1. Pemberi kerja pada skala besar, menengah, kecil dan mikro yang
bergerak dibidang usaha jasa konstruksi yang mempekerjakan pekerja
harian lepas, borongan dan PKWT wajib mendaftarkan pekerjanya

2. Program jamsostek bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan


perjanjian kerja waktu tertentu sektor jasa konstruksi, iuran ditetapkan
sebesar 1, 74 % dari upah sebulan.

3. Dalam hal komponen upah pekerja tidak diketahui /tidak tertentu, maka
besarnya iuran JKK di hitung berdasarkan nilai kontrak kerja konstruksi
dengan ketentuan sebagai berikut :
Program jamsostek bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan
perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi meliputi
kepesertaan dan besarnya iuran, jenis program dan dasar penetapan
iuran, besarnya jaminan dan upah sebagai dasar penetapan jaminan, tata
cara pembayaran iuran dan jaminan. Pada umumnya pengaturannya
sama dengan ketentuan yang diatur dalam Kepmenaker No. Kep.
150/MEN/1999. Kekhususannya terletak pada hal-hal sebagai berikut :
Permenaker No. 44/2015. Khususnya terletak pada hal-hal sebagai
berikut:
1) Pekerjaan konstruksi sampai dengan Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) sebesar 0,21 % dari nilai kontrak kerja konstruksi.
2) Pekerjaan konstruksi Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai
dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sebesar
penetapan iuran angka (1) ditambah 0,17 % dari selisih nilai, yakni
dari nilai kontrak kerja konstruksi dikurangi Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah).
3) Pekerjaan konstruksi diatas Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
sebesar penetapan iuran angka (2) ditambah 0,13 % dari selisih

12
nilai yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi dikurangi Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
4) Pekerjaan konstruksi diatas Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)
sebesar penetapan iuran angka (3) ditambah 0,11 % dari selisih
nilai yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi dikurangi
Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
5) Pekerjaan konstruksi diatas Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar
rupiah) sebesar penetapan iuran angka (4) ditambah 0,9 % dari
selisih nilai yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi dikurang Rp.
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
4. Apabila iuran didasarkan atas upah pekerja, komponen upah tercantum
dan diketahui, maka besarnya Jaminan Kematian (JK) bagi pekerja harian
lepas, borongan dam PKWT yang bekerja pada pemberi kerja sektor
usaha jasa konstruksi, iuran ditetapkan sebesar 0,30 % dari upah sebulan.
5. Apabila komponen upah pekerja tidak diketahui atautidak tercantum, maka
besarnya iuran JK dihitung berdasarkan nilai kontrak kerja dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak Rp. 100.000.000,- , iuran JK
sebesar 0,03 % dari nilai kontrak.
b. pekerjaan konstruksi dengan nilai kontrak Rp. 100.000.000,- s/d Rp.
500.000.000,- iuran JK sebesar penetapan nilai iuran JK huruf a
ditambah 0,02 % dari selisi nilai yakni dari nilai kontrak kerja konstruksi
setelah dikurangi Rp. 100.000.000,- .
c. pekerjaan konstruksi diatas Rp. 500.000.000,- s/d Rp. 1.000.000.000,-
sebesar penetapan nilai iuran sebesar JK huruf b ditambah 0,02 % dari
selisih nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp. 500.000.000,-
d. pekerjaan konstruksi diatas Rp. 1.000.000.000,- s/d Rp.
5.000.000.000,- sebesar nilai kontrak JK huruf c ditambah 0,01 % dari
selisih nilai kontrak kerja konstruksi setelah dikurangi Rp.
1.000.000.000,-.
e. pekerjaan konstruksi diatas Rp. 5.000.000.000,- sebesar penetapan
nilai iuran JK huruf d ditambah 0,01 % dari selisih nilai kontrak kerja
konstruksi setelah dikurangi Rp. 5.000.000.000,-
13
c. Apabila terjadi kecelakaan kerja, penyedia jasa wajib :
1) Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.
2) Membayar terlebih dahulu ongkos pengangkutan dari tempat
terjadinya kecelakaan ke rumah sakit atau ke rumah.
3) Membayar terlebih dahulu biaya pengobatan dan perawatan.
4) Membayar terlebih dahulu santunan sementara tidak mampu
bekerja dan menyampaikan tagihan pembayaran tersebut kepada
Badan Penyelenggara.
E. HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KERJA DAN PENGUSAHA
a. Hak Tenaga Kerja
1. Menerima kartu peserta Jaminan sosial.
2. Menerima jaminan dan santunan.

b. Kewajiban Tenaga Kerja


1. Memberikan data pribadi dengan jelas dan benar.
2. Bagi tenaga kerja yang sudah menjadi peserta, bila pindah pekerjaan
harus melaporkan nomor ke pesertanya kepada perusahaan yang baru.
c. Hak Pengusaha
1. Menerima sertifikat kepesertaan.
2. Menerima tanda bukti pembayaran iuran.
3. Menerima pelayanan terbaik dari BPJS.
4. Menerima kembali, biaya yang telah dikeluarkan terlebih dahulu dalam
kasus kecelakaan kerja.

d. Kewajiban Pengusaha
1. Mendaftarkan seluruh tenaga kerja dalam program jamsos sesuai
dengan SJSN.
2. Melaporkan dengan benar, data tentang tenaga kerja, upah dan jenis
usaha serta segala perubahannya maximal 7 hari sejak terjadinya
perubahan
3. Melakukan pembayaran iuran tepat waktu.
4. Mencatat setiap penambahan dan pengurangan tenaga kerja serta
melaporkannya ke BPJS
5. Melaporkan setiap perubahan mengenai :
- Alamat perusahaan;

14
- Kepemilikan;
- Jenis usaha;
- Jumlah tenaga kerja dan keluarga;
- Upah setiap tenaga kerja;
- Memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya;
- Memiliki daftar kecelakaan kerja di perusahaan;
- Wajib memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai ketentuan
Undang-Undang.
F. PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA

Peserta penerima upah dan bukan penerima upah yang mengalami


kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK berupa :
a. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya antara lain
meliputi:
1) pemeriksaan dasar dan penunjang;
2) perawatan pertama dan lanjutan;
3) rawat ruang kelas I RS pemerintah, RS pemerintah daerah atau RS
swasta yang setara;
4) perawatan intensif;
5) penunjang diagnostik;
6) pengobatan;
7) pelayanan khusus;
8) alat kesehatan dan implan;
9) jasa dokter/medis;
10) operasi;
11) transfusi darah; dan
12) rehabilitasi medis.
b.Santunan berupa uang meliputi :
1) Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan
kerja/penyakit akibat kerja ke RS dan/atau ke rumahnya termasuk
biaya pertolongan pertama pada kecelakaan meliputi :
 Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan darat, sungai, dan
danau maksimum sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu juta rupiah)

15
 Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimum
sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)
 Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimum
sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah)
 Apabila menggunakan lebih dari 1 angkutan, maka berhak atas
biaya paling banyak dari masing-masing angkutan yang digunakan.

2). Santunan berupa uang terdiri dari :


- Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) 6 bulan pertama
100 % x upah sebulan, 6 bulan kedua 75 % x upah sebulan, dan 6
bulan ketiga dan seterusnya 50 % x upah sebulan.
- STMB dibayar selama peserta tidak mampu bekerja sampai peserta
dinyatakan sembuh, cacat sebagian amat kronis, cacat sebagian
fungsi, cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan surat
keterangan dokter yang merawat dan/atau dokter penasehat.

3) Santunan cacat
 Santunan cacat sebagian anatomi untuk selama-lamanya
dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya % sesuai
tabel x 80 bulan upah
 Santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarkan secara
sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya
santunan adalah untuk santunan sekaligus sebesar 70 % x 80
bulan upah, dan santunan berkala sebesar Rp. 200.000 (dua ratus
ribu rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan/sekaligus
Rp. 4.800.000,-.
 Santunan cacat sebagian fungsi dibayarkan secara sekaligus
(lumpsum) dengan besarnya santunan adalah % berkurangnya
fungsi x % sesuai tabel x 80 bulan upah.

4) Santunan kematian dibayarkan sekaligus (lumpsum) dan secara


berkala dengan besarnya santunan adalah :
 Santunan sekaligus sebesar Rp. 20.000.000 diberikan kepada ahli
waris peserta

 Santunan berkala yang dibayarkan sekaligus Rp. 12.000.000,00,-.

16
 Biaya pemakaman sebesar Rp. 10.000.000,-.

 Beasiswa pendidikan bagi anak dari Peserta yang telah memiliki


masa iur paling singkat 3 (tiga) tahun dan meninggal dunia bukan
akibat Kecelakaan Kerja.

5) Rehabilitasi berupa alat bantu (orthpse) dan/atau alat ganti (prothese)


bagi peserta yang anggota badannya hilang/tidak berfungsi akibat
kecelakaan kerja untuk setiap kasus dengan patokan harga yang
ditetapkan oleh pusat rehabilitasi RSU pemerintahditambah 40 % dari
harga tersebut serta biaya rehabilitasi medik.

6) Penggantian biaya gigi tiruan paling banyak Rp. 3.000.000,-

7) Bantuan beasiswa kepada anak peserta yang masih sekolah sebesar


Rp. 12.000.000,- untuk setiap peserta apabila peserta meninggal
dunia atau caacat total tetap akibat kecelakaan kerja.

8) Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja


berdasarkan rekomendasi dari dokter penasehat dapat memperoleh
anggaran kembali kerja agar pekerja dapat bekerja kembali seperti
semula

9) Tata cara pelaporan dan penetapan JKK bagi peserta PU

a) Pemberi kerja wajib melaporkan KK/PAK yang menimpa


pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi yang
bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan setempat dalam
jangka waktu paling lama 2 x 24 jam sejak terjadinya KK/sejak
diagnosis PAK dengan menggunakan formulir KK tahap I

b) Pemberi kerja wajib melaporkan akibat KK/PAK kepada BPJS


Ketenagakerjaan dan instansi yang membidangi ketenagakerjaan
dalam jangka waktu paling lama 2 x 24 jam sejak pekerja
dinyatakan sembuh, cacat atau meninggal dunia dengan
menggunakan formulir laporan tahap II

c) Laporan tersebut sekaligus merupakan pengajuan klaim manfaat


JKK kepada BPJS

17
d) Bila persyaratan belum lengkap BPJS Ketenagakerjaan
memberitahukan kepada pemberi kerja paling lama 7 hari sejak
lapran KK/PAK.

G. PROGRAM JAMINAN KEMATIAN

Jaminan kematian dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja dari peserta
yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja sebagai jaminan bagi
keluarga yang ditinggalkan untuk dapat meneruskan kelangsungan hidupnya.
Dalam program Jaminan kematian ditetapkan iuran sebesar 0,30 % dari upah
sebulan untuk penerima upah dan R. 6.850/6 bulan untuk bukan penerima
upah. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan mengenai Jaminan Kematian
sebagai berikut :
1. Besarnya jaminan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja
yang ditinggalkan meliputi santunan kematian sebesar Rp. 24.000.000,- (dua
puluh empat juta rupiah), santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus
ribu rupiah) selama 24 bulan, dan biaya pemakaman sebesar
Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Beasiswa pendidikan anak diberikan
sebesar Rp. 12.000.000,- untuk setiap peserta yang meninggal dunia.

2. Tata cara pengajuan jaminan kematian.


- Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja, dan
pengusaha atau keluarganya mengajukan permintaan pembayaran klaim
kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan surat kematian,
identitas ahli waris dan dokumen lain yang diperlukan.
- Bila data yang dilampirkan sudah lengkap, maka BPJS Ketenagakerjaan
akan membayar klaim jaminan kematian kepada ahli waris yang sah.
H. PROGRAM JAMINAN HARI TUA

Program jaminan hari tua diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua
yang iurannya ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja, besarnya iuran
program jaminan hari tua adalah sebesar 5,70 % dimana pengusaha
menanggung sebesar 3,7 % dari upah sebulan dan tenaga kerja menanggung
2 % dari upah sebulan. Jaminan hari tua dapat diberikan secara sekaligus atau

18
berkala. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan mengenai jaminan hari tua sebagai
berikut :
1. Besarnya jaminan hari tua.
- Besarnya jaminan hari tua adalah keseluruhannya iuran yang telah
disetor beserta hasil pengembangannya.
- Pengambilan manfaat sebagian setelah kepesertaan 10 tahun hanya
sebesar 10 % untuk perumahan atau persiapan memasuki hari tua.

2. Manfaat fasilitas pembiayaan kepemilikan perumahan


a. Manfaat pembiayaan kepemilikan perumahan berupa fasilitas pinjaman
uang muka perumahan (rumah tapak dan rusun), KPR
b. Peserta dengan masa kepesertaan minimal 10 tahun dapat mengambil
manfaat JHT sebesar 20 % untuk PUMP dan KPR
c. Peserta yang masa kepesertaan di bawah 10 tahun mendapatkan
manfaat berupa PUMP dengan mekanisme subsidi biaya dan hasil
pengembangan investasi

3. Tata cara pengajuan jaminan hari tua.


- Tenaga kerja mengajukan pembayaran jaminan hari tua melalui
pengusaha (bagi yang masih bekerja) atau melalui BPJS
Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan yang telah
ditetapkan.
- Bila persyaratan telah lengkap maka BPJS Ketenagakerjaan
menetapkan dan membayar kepada tenaga kerja atau keluarganya
secara sekaligus atau berkala sesuai dengan pemilihan tenaga kerja
yang bersangkutan.
I. PROGRAM JAMINAN PENSIUN

Program jaminan pensiun diselenggarakan dalam rangka memberikan derajat


kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya yang memasuki usia
pensiun,program JP wajib dilaksanakan oleh pemberi kerja pada skala usaha
besar dan menengah.
Program JP merupakan program manfaat pasti, dimana manfaat pensiun
dibayarkan pada saat peserta memasuki usia pensiun atau mengalami cacat
total tetap yang didasarkan pada formula perhitungan iuran dan manfaat untuk
lebih jelasnya akan diuraikan mengenai JP sebagai berikut :
19
1. Penerima manfaat pensiun terdiri dari :
a. peserta
b. satu orang istri/suami yang sah
c. paling banyak 2 orang maksimal atau
d. satu orang tua

2. Manfaat pensiun berupa :


a. pensiun hari tua
b.pensiun cacat
c. pensiun janda/duda
d. pensiun anak atau
e. pensiun orang tua

3. Besarnya manfaat pensiun


a.Untuk pertama kalinya ditetapkan paling sedikit Rp. 300.000,- untuk
setiap bulan
b. untuk pertama kalinya ditetapkan paling banyak Rp. 3.600.000,-/bulan

4. Manfaat pensiun hari tua diterima peserta yang telah mencapai usia pensiun
dan telah memiliki masa kerja 15 tahun yang setara dengan 180 bulan.
Hak atas manfaat pensiun hari tua berakhir pada saat peserta meninggal
dunia.

5. Manfaat pensiun cacat


Peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun
dihitung dengan formula manfaat faktor indeksasi Bila peserta yang
mengalami cacat total tetap masa iurnya kurang dari 15 tahun, maka masa
iuran yang digunakan untuk menghitung manfaat pensiun cacat adalah 15
tahun dengan ketentuan peserta rutin membayar iuran dengan tingkat
kerapatan paling sedikit 80 % dan kejadian cacat total tersebut terjadi
stelah peserta terdaftar dalam proposal tapi paling singkat 1 bulan.

6. Manfaat pensiun janda


Diterima oleh istri/suami peserta yang meninggal dunia manfaat pensiun
janda/duda dihitung sebesar 50 % dari 1 % x masa iuran
12

20
Manfaat pensiun janda/duda berakhir bila janda/duda meninggal
dunia/menikah lagi.
7. Manfaat pensiun anak
Diterima oleh anak dalam hal peserta meninggal duniamdan tidak
mempunyai istri/suami atau janda/duda dari peserta meninggal
dunia/menikah lagi.
Manfaat pensiun anak berakhir pada saat anak mencapai usia 23 tahun,
bekerja/menikah.
8. Manfaat pensiun orang tua
Diterima oleh orang tua bila peserta meninggal dan tak mempunyai istri,
suami atau anak.
Manfaat pensiun orang tua berakhir pada saat orang tua meninggal dunia ,
besarnya manfaat pensiun orang tua 20 % dari 1 % x masa iuran
12
J. PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan


adalah menerapkan program yang bersifat universal coverage, diberikan
kepada tenaga kerja dan keluarganya maksimum dengan anggota jumlah yang
dijamin sebanyak-banyaknya 50 orang dengan persyaratan belum berusia 21
tahun, belum kawin dan masih menjadi tanggungan tenaga kerja. Dalam
program jaminan pemeliharaan kesehatan ditetapkan besarnya iuran bagi
tenaga kerja yang berkeluarga iurannya sebesar 5 % terdiri dari pemberi kerja 4
% dan pekerja 1 % dari upah sebulan. Upah yang dijadikan dasar dalam
pembayaran iuran jaminan pemeliharaan kesehatan maximal sebesar 2 x
penghasilan tidak kena pajak kawin anak satu per bulan. Untuk lebih jelasnya
akan diuraikan mengenai jaminan pemeliharaan kesehatan sebagai berikut :

1. Manfaat JKN
a. bersifat pelayanan kesehatan perorangan mencakup pelayanan promotif,
preventif, kuratif rehabilitatif, pelayanan obat, bahan medis habis pakai
sesuai dengan indikasi medis yang diperlukan.
b. manfaat medis tang tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.
c. manfaat non medis yang ditentukan berdasarkan skala besaran iuran
yang dibayarkan termasuk tidak hanya manfaat akomodasi.

21
d. ambulans diberikan untuk pasien rujukan dengan fasilitas kesehatan
dengan investasi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
2. Pelayanan kesehatan dengan tujuan

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (RJTP dan RITP)

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan (RJTL dan RITL)

c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

3. Cakupan layanan tingkat pertama berdasarkan peraturan kesehatan


71/2013.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan
non spesialistik yang meliputi :
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis.
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
4. Pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk pelayanan medis mencakup :
a. Kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di pelayanan
kesehatan tingkat pertama
b. Kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan
rujukan
c. Kasus medis rujuk balik
d. Pemeriksaan, pengobatan dan tindakan pelayanan kesehatan gigi
tingkat pertama
e. Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh
bidan/dokter
f. Rehabilitasi medik dasar
5. Untuk pelayanan kesehatan sesuai dengan panduan klinis ditetapkan
dengan permenkes no. 5/2014.

22
6. Cakupan pelayanan dokter gigi (faskes primer)
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
c. Pramedikasi
d. kegawatdaruratan oro dental
e. Pencabutan gigi sulung (topical infiltrasi)
f. Pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
g. Obat pasca ekstraksi
h. Tumpatan gigi
i. Skeling gigi pada gingivitis akut

7. Sistem rujukan berjenjang


Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan pelayanan kesehatan
yang terstruktur dan berjenjang yang dimulai dari strata pelayanan primer,
strata pelayanan sekunder, strata pelayanan tersier dan strata pelayanan
khusus yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang
diwajibkan oleh pasien peserta BPJS Kesehatan dan seluruh faskes.

8. Program rujukan balik pada penyakit-penyakit kronis


a. DNA
b. Hipertensi
c. Jantung
d. Asma
e. Penyakit para obstraktif kronis
f. Epilepsi
g. Gangguan kesehatan jiwa
h. Stroke
i. Sindroma infus esitematosus
j. Penyakit kronis lain yang ditetapkan bersama organisasi profesi.
Wajib dilakukan bila kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil/disertai
dengan surat keterangan rujuk balik yang dibuat oleh dokter
spesialis/sub spesialis.

23
9. Program rujuk balik
Diberikan manakala kasus diagnosisnya sah ditetapkan oleh dokter
spesialis dan konsultasi pasien stabil/terkontrol. Ketentuan rujuk balik
dilakukan dalam hal :
a. Dokter faskes primer meneruskan pelayanan obat rujukan balik ke
dokter faskes rujukan
b. Kondisi pasien stabil dilayani 3 kali faskes primer kemudian ke 4 dirujuk
ke RS bila kondisi tidak stabil , sewaktu-waktu dapat dirujuk ke RS.
c. Tiap kali kunjungan diberi pengobatan untuk 1 bulan.

10. Pelayanan obat rujuk balik


a. Dilayani oleh ruang farmasi puskesmas, apotik instalasi farmasi klinik
pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
b. Daftar obat program rujuk balik ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
bersama organisasi profesi terkait.
c. Mekanisme penyediaan obat diatur dengan peraturan direktur BPJS
Kesehatan.

11. Pelayanan kesehatan yang dijamin


Pelayanan kesehatan rujukan dirawat pada tingkat lanjutan (poli spesialis
RS) dan rawat inap di RS meliputi pelayanan :
a. Administrasi pelayanan
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter
spesialis dan sub spesialis.
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai
dengan indikasi medis.
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
f. Rehabilitasi medis
g. transfusi darah sesuai kebutuhan medis
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik
i. Pelayanan jenazah pasien yang meninggal di faskes
j. perawatan inap non intensif
k. perawatan inap diruang intensif dan
l. pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menkes

24
12. Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin
a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di faskes yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan kecuali dalam keadaan darurat.
c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program JKK terhadap
penyakit atau cedera akibat KK/PAK
d. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program kecelakaan lalu
lintas yang bersifat wajib sampai dengan nilai yang ditanggung oleh
program jaminan kecelakaan lalu lintas
e. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di LN
f. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
g. Pelayanan untuk mengatasi infentilitas
h. Pelayanan meratakan gigi
i. Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantungan obat/alkohol
j. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri/akibat
melakukan hobby yang membahayakan diri
k. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional termasuk
akupuntur non medis, shin she, chiropractic yang belum dinyatakan
efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
l. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
m. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu
n. Perbekalan kesehatan rumah tangga
o. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,
kejadian luar biasa/wabah
p. Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian yang tidak iharapkan yang
dapat dicegah.
q. Biaya perjalanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat
jaminan kesehatan yang diberikan.
13. Alur pelayanan kesehatan
Peserta yang ingin mendapat pelayanan kesehatan harus melalui faskes
primer, dokter mata harus melalui faskes primer, dokter keluarga, klinik,
puskesmas, bila berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan oleh dokter di
faskes primer ternyata pasien harus di rujuk sesuai dengan indikasi medis
25
maka akan di rujuk ke RS, setelah mendapatkan pelayanan dan kondisi
pasien tidak stabil maka untuk pelayanan kesehatannya dapat dirujuk balik
ke faskes primer. Dalam kondisi daruarat peserta dapat langsung ke RS.

26
BAB III
KOMPENSASI JAMINAN KECELAKAAN KERJA

Setelah mempelajari Bab ini, peserta diharapkan dapat memahami hal-hal


yang terdapat dalam pengaturan mengenai kompensasi kecelakaan kerja

A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.
2. Undang-Undang No.40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional
3. Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
4. Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2013, tentang Perubahan Kesembilan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaran
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
5. Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2013, tentang Tata Cara Pengenaan
Sanksi Administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan
setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran
dalam penyelenggaraan jaminan social
6. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
7. Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993, tentang Penyakit yang timbul
(karena hubungan kerja).
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2013 tentang
Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No.
12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
10. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 26 Tahun
2015, tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan
Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima
Upah

27
11. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 28 Tahun 2015,
tentang Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Dokter Penasehat.
12. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 1 Tahun 2016,
tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Bukan Penerima
upah.
13. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 44 Tahun 2016,
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian Bagi Pekerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu pada sector usaha jasa konstruksi
14. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 10 Tahun 2016,
tentang Tata Cara Pemberian Program Kembali Kerja serta Kegiatan
Promotif dan kegiatan preventif Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
15. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Per-25/Men/XII/2008, tentang Pedoman
Diagnosa dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
16. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi Ri Nomor Kep. 609
Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan
Penyakit AKibat Kerja
B. PENGERTIAN – PENGERTIAN
1. Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah manfaat
berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat
peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja.
2. Jaminan Kematian yang selanjutnya disingkat JK adalah manfaat uang tunai
yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan akibat
kecelakaan kerja.
3. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
4. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
5. Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju
tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja.
28
6. Cacat adalah keadaan berkurang atau hilangnya fungsi tubuh atau hilangnya
anggota badan yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan
berkurang atau hilangnya kemampuan pekerja untuk menjalankan
pekerjaannya.
7. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta dan/atau
pemberi kerja.
8. Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan
dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
9. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan
konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi.
10. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya
disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
11. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah kartu tanda kepesertaan BPJS
Ketenagakerjaan yang memiliki nomor identitas tunggal yang berlaku untuk
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian, sesuai dengan penahapan kepesertaan.
12. Upah yang dijadikan dasar pembayaran Iuran bagi Peserta penerima Upah
adalah Upah sebulan, yang dimaksud dengan upah sebulan adalah upah
yang terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap, dengan ketentuan :
a. Apabila Upah dibayarkan secara harian maka Upah sebulan sebagai
dasar pembayaran Iuran dihitung dari Upah sehari dikalikan 25 (dua
puluh lima).
b. Apabila Upah dibayarkan secara borongan atau satuan hasil, maka Upah
sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran dihitung dari Upah rata-rata 3
(tiga) bulan terakhir.
c. Apabila pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca yang Upahnya
didasarkan pada Upah borongan maka upah sebulan sebagai dasar

29
pembayaran Iuran dihitung dari Upah rata-rata 12 (dua belas) bulan
terakhir.
13. Ahli waris meliputi:
a. janda, duda, atau anak;
b. dalam hal janda, duda, atau anak tidak ada, maka sesuai urutan sebagai
berikut:
1) keturunan sedarah Pekerja menurut garis lurus ke atas dan ke
bawah sampai derajat kedua;
2) saudara kandung;
3) mertua;
4) pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Pekerja; dan
14. Dokter Pemeriksa adalah dokter yang memeriksa dan/ atau merawat pekerja
yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.
15. Dokter Penasehat adalah dokter yang diangkat oleh Menteri Ketenagakerjaan
yang mempunyai tugas dan fungsi untuk memberikan pertimbangan medis
dalam menentukan besarnya persentase kecacatan akibat kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja.
16. Petugas Pemeriksa BPJS Ketenagakerjaan adalah Pegawai BPJS
Ketenagakerjaan yang diangkat oleh Direksi BPJS Ketenagakeljaan dan
ditugaskan untuk melakukan pengawasan atas kepatuhan pemberi kelja selain
penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
17. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas
Ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan
ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. KECELAKAAN KERJA
Maksud dan tujuan adanya program jaminan Kecelakaan Kerja adalah
perlindungan terhadap tenaga kerja dari kemungkinan terjadinya kecelakaan
kerja saat melakukan pekerjaan yang menimbulkan hilangnya atau berkurangnya
penghasilan. Tujuan program jaminan Kecelakaan Kerja adalah agar tenaga kerja
dan keluarganya dapat mempertahankan hidupnya pada saat tidak dapat bekerja
sebagai akibat dari Kecelakaan Kerja. Kecelakaan kerja terjadi baik kecelakaan
langsung maupun tidak langsung pasti akan menimbulkan kerugian baik
30
kerugian secara ekonomis maupun non ekonomis untuk itu perlu adanya
jaminan. Kerugian ekonomis itu sendiri meliputi kerugian yang berupa biaya-
biaya yang dikeluarkan, sebagai akibat, kecelakaan termasuk penghasilan yang
seharusnya dapat diterima. Sedangkan kerugian non ekonomis itu sendiri
kerugian yang berupa penderitaan si korban baik berupa kematian, luka atau
cidera beratlringan, maupun penderitaan keluarga si korban karena
meninggal atau cacat yang tidak dapat dinilai secara ekonomis. Untuk lebih
jelasnya akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut
diatas sebagai berikut :
1. Besarnya jaminan kecelakaan kerja
a. Biaya pengangkutan
 Bila hanya menggunakan angkutan darat/ sungai maximum Rp.
1.000.000,-.
 Bila hanya menggunakan angkutan laut maximum Rp. 1.500.000,-.
 Bila hanya menggunakan angkutan udara Rp. 2.500.000,-.
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya antara lain
meliputi :
 Pemeriksaan dasar dan penunjang;
 Perawatan Tingkat Pertama dan Lanjutan;
 Rawat Inap Klas I RS Pemerintah, RS Pemerintah daerah, atau RS
Swasta yang setara;
 Perawatan intensif;
 Penunjang diagnostic;
 Pengobatan;
 Pelayanan khusus;
 Alat kesehatan dan implant;
 Jasa dokter/medis;
 Operasi;
 Transfusi darah; dan
 Rehabilitasi medis
c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti
(prothese) bagi peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungi
akibat kecelakaan kerja untuk setiap kasus dengan patokan harga yang

31
ditetapkan oleh Pusat rehabilitasi RSU Pemerintah ditambah 40 % dari
harga tersebut serta biaya rehabilitasi medik
d. Santunan berupa uang yang meliputi:
 Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) 6 (enam)
bulan pertama 100 % x upah sebulan, 6 (enam) bulan Kedua 75
% x upah sebulan dan 6 (enam) bulan selanjutnya 50 % x upah
sebulan.
 Cacat sebagian untuk selamanya dibayar sekaligus % sesuai tabel
x 80 x upah sebulan.
 Cacat total untuk selamanya:
o Dibayar sekaligus 70 % x 80 x upah sebulan
o Dibayar berkala Rp. 200.000,- selama 24 (dua puluh empat) bulan
atau sekaligus R. 4.800.000,-
 Cacat fungsi dibayar sekaligus % berkurang fungsi x % sesuai tabel x
80 x upah sebulan.
Sedangkan untuk yang meninggal dunia besarnya santunan
dibayar sekaligus 60 % x 80 x upah sebulan minimal sebesar jaminan
kematian, dan berkala Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) selama 24
(dua puluh empat bulan) atau sekaligus Rp. 4.800.000,- ditambah biaya
pemakaman sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
2. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja
Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja didasarkan pada 5 (lima) tingkat
resiko lingkungan kerja usaha sebagaimana diatur dalam lampiran peraturan
pemerintah No. 44 Tahun 2015.
- Tingkat resiko sangat rendah : 0,24% x upah sebulan
- Tingkat resiko rendah : 0,54% x upah sebulan
- Tingkat resiko sedang : 0,89% x upah sebulan
- Tingkat resiko tinggi : 1,27% x upah sebulan
- Tingkat resiko sangat tinggi : 1,74% x upah sebulan
Upah yang dijadikan dasar dalam pembayaran iuran adalah upah yang
sebenarnya diterima oleh tenaga kerja pada bulan yang bersangkutan yang
terdiri dari upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap. Pembayaran iuran
jaminan kecelakaan kerja ditanggung sepenuhnya oleh
pengusaha/perusahaan.
32
D. PENYAKIT AKIBAT KERJA
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melaporkan Kecelakaan
Kerja atau penyakit akibat kerja yang menimpa Pekerja kepada BPJS
Ketenagakerjaan dan instansi setempat yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Laporan dimaksud merupakan
laporan tahap I yang disampaikan dalam jangka waktu paling lama 2 x 24 jam
sejak terjadi Kecelakaan Kerja atau sejak didiagnosis penyakit akibat kerja
dengan menggunakan formulir Kecelakaan Kerja tahap I yang telah ditetapkan.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hal
tersebut diatas sebagai berikut :
1. Pencegahan penyakit akibat kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
Per. 02/MEN/1980). Untuk mencegah penyakit akibat kerja pengurus
perusahaan berkewajiban untuk:
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja yaitu pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja
diterima untuk melakukan pekerjaan. Hal ini bertujuan agar tenaga kerja
yang diterima bekerja tidak mempunyai penyakit menular yang akan
mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan
dilakukan, sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dapat
dijamin.
b. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu pemeriksaan kesehatan
pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan
oleh dokter. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan
derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya,
serta menilai kemungkinan pengaruh-pengaruh pekerjaan sedini mungkin
untuk pencegahan, pemeriksaan kesehatan secara berkala dilakukan
sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus yang dilakukan oleh dokter
secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk menilai apakah ada pengaruh dari pekerjaan tertentu
terhadap tenaga kerja atau golongan tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan
kesehatan khusus dilakukan juga terhadap :
- Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan lebih dari 2 (dua) minggu.
33
- Tenaga kerja berusia diatas 40 tahun, tenaga kerja wanita, tenaga
kerja cacat dan tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan
tertentu.
- Tenaga kerja yang diduga mengalami gangguan kesehatan tertentu.
- Bila terdapat keluhan-keluhan tertentu diantara tenaga kerja
d. Menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri yang diwajibkan
penggunaannya bagi tenaga kerja.
e. Meminta bantuan kepada Pusat Hyperkes untuk menyelenggarakan
latihan-Iatihan dan penyuluhan dalam meningkatkan pencegahan
penyakit akibat kerja dan bimbingan diagnostik penyakit akibat kerja.
2. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan kerja dapat dilakukan oleh pelayanan
kesehatan kerja (Permenaker No. 03/Men/1982).
a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan dengan
cara:
 Diselenggarakan sendiri oleh pengurus.
 Diselenggarakan sendiri oleh pengurus bekerja sama dengan dokter
atau pelayanan kesehatan lain.
 Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama
menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan kerja.
b. Pengurus perusahaan berkewajiban untuk memberikan pelayanan
kesehatan kerja kepada setiap tenaga kerja. Tujuan dari pelayanan
kesehatan kerja itu sendiri meliputi :
- Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam menyesuaikan
dengan pekerjaan.
- Melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang timbul dari
pekerjaan atau lingkungan kerja.
- Meningkatkan kesehatan badan, mental dan fisik tenaga kerja.
Memberikan pengobatan, perawatan dan rebahilitasi bagi tenaga
kerja yang menderita sakit
Pelayanan kesehatan kerja itu sendiri mempunyai tugas pokok sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala dan khusus.

34
b. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap
tenaga kerja, di lingkungan kerja, perlengkapan sanitasi air,
perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja.
c. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit
akibat kerja.
d. Pertolongan pertama pada kecelakaan.
e. Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk
petugas pertolongan pertama pada kecelakaan
f. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat
kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan, gizi serta
penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
g. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat
kerja.
h. Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai
kelainan tertentu dalam kesehatannya.
i. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada
pengurus.
3. Agar pelaksanaan pemeriksaan kesehatan kerja dapat berjalan secara efektif
pengurus perusahaan berkewajiban untuk :
a. Membuat rencana pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan
kesehatan berkala dan pemeriksaan kesehatan khusus.
b. Melaporkan hasil pemeriksaan kesehatan selambat-Iambatnya 2
(dua) bulan setelah pemeriksaan kepada Dirjen Binawas.
c. Melaporkan secara tertulis kepada Dirjen Binawas dalam waktu
paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit akibat kerja di diagnosa,
apabila dalam pemeriksaan kesehatan kerja ditemui penyakit akibat
kerja.
d. Melakukan tindakan preventif agar penyakit akibat kerja yang sama
tidak terulang kembali.
e. Meminta bantuan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menetapkan
diagnosis penyakit akibat kerja, bila hasil diagnosa yang telah
dilakukan pengurus perusahaan meragukan.

35
4. Penanganan penyakit akibat kerja
a. Tenaga kerja yang menurut keterangan dokter dinyatakan menderita
penyakit akibat kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja
meskipun hubungan kerja telah berakhir dengan ketentuan, apabila
penyakit tersebut timbul dalam jangka waktu maksimal 3 (tiga)
tahun sejak hubungan kerja berakhir.
b. Kecelakaan kerja itu sendiri adalah kecelakaan yang terjadi
berhubung dengan hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja
dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar
dilalui. Dengan demikian, maka penyakit akibat kerja adalah termasuk
dalam kategori kecelakaan kerja.
E. HAL- HAL YANG DAPAT DIKATEGORIKAN SEBAGAI KECELAKAAN KERJA
1. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan tugas ke luar kota
(diluar domisili perusahaan) yang harus dibuktikan dengan surat perintah.
Ruang lingkup perlindungannya adalah perjalanan dari rumah atau
tempat kerja menuju dan pulang dari/ketempat kerja diluar kota/luar
negeri, sedangkan kamar hotel, wisma atau tempat menginap lainnya
dianggap sebagai pengganti tempat tinggal/rumah.
2. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang harus
dibuktikan dengan surat perintah lembur.
3. Perkelahian ditempat kerja dapat dinyatakan sebagai kecelakaan
kerja, apabila perkelahian yang menimbulkan cidera yang ada kaitannya
dengan dinas/tugas pekerjaan dinyatakan sebagai kecelakaan kerja.
4. Diluar waktu/jam kerja. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan
kegiatan olah raga yang harus dibuktikan dengan surat perintah tugas dari
perusahaan. Kecelakaan yang terjadi dalam rangka kegiatan olah raga
dimaksud adalah selama masa latihan untuk menghadapi pertandingan
olah raga atas nama perusahaan dan ada surat tugas/penunjukan pemain.
5. Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang
merupakan tugas dari perusahaan dan harus dibuktikan dengan surat tugas.
6. Meninggal mendadak ditempat kerja. Meninggal mendadak ditempat kerja
dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja apabila tenaga kerja pada saat
melakukan pekerjaan ditempat kerja sesuai dengan pekerjaannya tiba-tiba
36
mendapat serangan penyakit tanpa melihat penyebab dari penyakit yang
dideritanya serta langsung dibawa kerumah sakit atau unit
pelayanan kesehatan lainnya dan tidak lebih dari 24 jam kemudian meninggal
dunia.
F. IURAN DAN BESARNYA JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN
KEMATIAN
1. luran.
Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja didasarkan pada 5 (lima) tingkat
resiko lingkungan kerja usaha sebagaimana diatur dalam lampiran peraturan
pemerintah No. 44 Tahun 2015.
- Tingkat resiko sangat rendah : 0,24% x upah sebulan
- Tingkat resiko rendah : 0,54% x upah sebulan
- Tingkat resiko sedang : 0,89% x upah sebulan
- Tingkat resiko tinggi : 1,27% x upah sebulan
- Tingkat resiko sangat tinggi : 1,74% x upah sebulan
Upah yang dijadikan dasar dalam pembayaran iuran adalah upah yang
sebenarnya diterima oleh tenaga kerja pada bulan yang bersangkutan yang
terdiri dari upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap. Pembayaran iuran
jaminan kecelakaan kerja ditanggung sepenuhnya oleh
pengusaha/perusahaan.
2. Ruang lingkup dan besarnya jaminan kecelakaan kerja.
a. Penggantian biaya pengangkutan termasuk pertolongan pertama pada
kecelakaan:
 Biaya pengangkutan menggunakan angkutan darat, sungai, dan danau
Rp. 1.000.000,-
 Biaya pengangkutan menggunakan angkutan laut Rp 1.500.000,-
 Biaya pengangkutan menggunakan angkutan udara Rp 2.500.000,-
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis meliputi :
 Pemeriksaan dasar dan penunjang;
 Perawatan Tingkat Pertama dan Lanjutan;
 Rawat Inap Klas I RS Pemerintah, RS Pemerintah daerah, atau RS
Swasta yang setara;
 Perawatan intensif;
 Penunjang diagnostic;
37
 Pengobatan;
 Pelayanan khusus;
 Alat kesehatan dan implant;
 Jasa dokter/medis;
 Operasi;
 Transfusi darah; dan
 Rehabilitasi medis
c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti
(prothese) bagi peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungi
akibat kecelakaan kerja untuk setiap kasus dengan patokan harga yang
ditetapkan oleh Pusat rehabilitasi RSU Pemerintah ditambah 40 % dari
harga tersebut serta biaya rehabilitasi medik
d. Santunan berupa uang yang meliputi:
 Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) 6 (enam)
bulan pertama 100 % x upah sebulan, 6 (enam) bulan Kedua 75
% x upah sebulan dan 6 (enam) bulan selanjutnya 50 % x upah
sebulan.
 Cacat sebagian untuk selamanya dibayar sekaligus % sesuai tabel
x 80 x upah sebulan.
 Cacat total untuk selamanya:
o Dibayar sekaligus 70 % x 80 x upah sebulan
o Dibayar berkala Rp. 200.000,- selama 24 (dua puluh empat) bulan
atau sekaligus Rp. 4.800.000,-
 Cacat fungsi dibayar sekaligus % berkurang fungsi x % sesuai tabel x
80 x upah sebulan.
e. Sedangkan untuk yang meninggal dunia besarnya santunan
dibayar sekaligus 60 % x 80 x upah sebulan minimal sebesar jaminan
kematian, dan berkala Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) selama 24
(dua puluh empat bulan) atau sekaligus Rp. 4.800.000,- ditambah biaya
pemakaman sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
G. TATA CARA PENYELESAIAN KASUS KECELAKAAN KERJA/ PENYAKIT
AKIBAT KERJA
1. Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja
a. Peserta Penerima Upah
38
1). Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melaporkan
Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja yang menimpa Pekerja
kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi setempat yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan
yang disampaikan dalam jangka waktu paling lama 2 x 24 jam sejak
terjadi Kecelakaan Kerja atau sejak didiagnosis penyakit akibat kerja
dengan menggunakan formulir Kecelakaan Kerja tahap I.
2). Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib melaporkan akibat
Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja kepada BPJS
Ketenagakerjaan dan instansi setempat yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan yang disampaikan
dalam jangka waktu paling lama 2 x 24 jam sejak Pekerja dinyatakan
sembuh, Cacat, atau meninggal dunia dengan menggunakan formulir
laporan tahap II berdasarkan surat keterangan dokter yang
menerangkan bahwa:
a). keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
b). Cacat total tetap untuk selamanya;
c). Cacat sebagian anatomis;
d). Cacat sebagian fungsi; atau
e). meninggal dunia.
3) Laporan tersebut sekaligus merupakan pengajuan manfaat JKK
kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan yang
meliputi :
a). Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b). Kartu Tanda Penduduk;
c). surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat dan/atau dokter
penasehat;
d). kuitansi biaya pengangkutan;
e).kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan, bila fasilitas
pelayanan kesehatan yang digunakan belum bekerjasama dengan
BPJS Ketenagakerjaan; dan
f). dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.
4) Apabila persyaratan tersebut telah lengkap, BPJS Ketenagakerjaan
menghitung dan membayar manfaat JKK kepada yang berhak sesuai
39
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila
persyaratan tersebut belum lengkap, maka BPJS Ketenagakerjaan
memberitahukan kepada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak laporan akibat Kecelakaan Kerja
atau penyakit akibat kerja tahap II diterima. Mekanisme pelaporan
dapat dilakukan baik secara manual dan/atau elektronik.

b. Peserta Bukan Penerima Upah


1) Peserta bukan penerima Upah dan/atau keluarganya, wajib melaporkan
Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja yang menimpa peserta
bukan penerima upah kepada BPJS Ketenagakerjaan dan inatsansi
setempat yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan dalam jangka waktu paling lama 2 x 24 jam sejak
terjadinya kecelakaan kerja atau sejak didiagnosis mengalami penyakit
akibat kerja dengan menggunakan formulir laporan tahap I.
2) Peserta bukan penerima Upah atau keluarganya, wajib melaporkan
akibat Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja kepada BPJS
Ketenagakerjaan dan instansi setempat yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dibidang ketenagakerjaan dalam jangka waktu 2
x 24 jam setelah pekerja dinyatakan sembuh, cacat dan meninggal
dunia berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan :
a). keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;
b). Cacat total tetap untuk selamanya;
c). Cacat sebagian anatomis;
d). Cacat sebagian fungsi; atau
e). meninggal dunia.
3) Laporan tersebut sekaligus merupakan pengajuan manfaat JKK kepada
BPJS Ketenagakerjaan dengan melampirkan persyaratan yang meliputi
:
a). Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan;
b). Kartu Tanda Penduduk;
c). surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat dan/atau dokter
penasehat;
d). kuitansi biaya pengangkutan;
40
e). kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan, bila fasilitas
pelayanan kesehatan yang digunakan belum bekerjasama dengan
BPJS Ketenagakerjaan; dan
f). dokumen pendukung lainnya apabila diperlukan.
4) Apabila persyaratan tersebut telah lengkap, BPJS Ketenagakerjaan
menghitung dan membayar manfaat JKK kepada yang berhak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila
persyaratan tersebut belum lengkap, maka BPJS Ketenagakerjaan
memberitahukan kepada peserta bukan penerima upah atau
keluarganya paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak laporan akibat
Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja tahap II diterima.
Mekanisme pelaporan dapat dilakukan baik secara manual dan/atau
elektronik.
2. Penyelesaian Kompensasi Jaminan Penyakit Akibat Kerja
a. Laporan Awal
Dalam pelaksanaan pasal 19 PP No.14 tahun 1993 menyebutkan
bahwa pengusaha wajib melaporkan Penyakit Akibat Kerja yang timbul
karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah
ada basil diagnosis dari dokter pemeriksa maka bentuk laporannya
menggunakan KK2 sebagai laporan tahap I.
Setelah laporan tersebut diterima di Kantor Depnaker, dicatat dalam
buku register kecelakaan kerja kemudian berdasarkan laporan tersebut
Pimpinan Unit kerja memerintahkan pengawas ketenagakerjaan untuk
mengadakan pemeriksaan ditempat kejadian/ perusahaan untuk:
 Data hasil pemeriksaan awal (sebelum tenaga kerja dipekerjakan
di perusahaan yang bersangkutan)
 Data hasil pemeriksaan kesehatan berkala (pemeriksaan yang
dilakukan secara periode selama tenaga kerja bekerja di
perusahaan yang bersangkutan)
 Data hasil pemeriksaan khusus (pemeriksaan dokter yang merawat
tenaga kerja tentang riwayat penyakit yang dideritanya)
 Data hasil pemeriksaan lingkungan kerja oleh Balai hyperkes,
institusi lain yang berwenang

41
 Data hasil pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara umum
dibagian tersebut
 Riwayat pekerjaan tenaga kerja
 Riwayat kesehatan tenaga kerja
 Data medis/rekam medis tenaga kerja
b. Laporan Lanjutan
Laporan tahap II (KK3) yang dilaporkan pengusaha kepada Kantor
Depnaker yang disertai dengan surat keterangan dokter yang
merawat/ memeriksa (KK5) menyatakan bahwa tenaga kerja yang
menderita karena penyakit hubungan kerja telah sembuh/ cacat/
meninggal dunia dicatat kembali kedalam buku register kecelakaan
kerja. Selanjutnya berdasarkan pasal 24 ayat (1) UU No. 3 Tahun
1992, Apabila tenaga kerja ybs dinyatakan penyakit akibat kerja, maka
badan penyelenggara menghitung besarnya jaminan kecelakaan kerja
dan apabila tidak diterima oleh para pihak, maka berdasarkan pasal
24 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1992 maka pengawas ketenagakerjaan
menghitung kembali dan membuat penetapan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Menakertrans No. 133/MEN/PPK-NK/V/2007. Dan
apabila penetapan pengawas ketenagakerjaan tidak diterima oleh para
pihak maka berdasarkan pasal 24 ayat (4) UU No.3 Tahun 1992
pihak yang tidak sependapat dapat mengajukan keberatan kepada
Menteri.
3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian kompensasil jaminan
kecelakaan kerja.
Apabila tenaga kerja mendapat kecelakaan kerja, kemudian akibat dari
kecelakaan tersebut tenaga kerja menderita cacat dibeberapa bagian
tubuh yang apabila kecacatan tersebut dijumlah melebihi 70 %.
a. Maka kecacatan yang ditetapkan maksimal 70% (cacat total).
b. Apabila disuatu instansi yang membidangi ketenagakerjaan pada
pemerintah kabupaten/kota tidak terdapat pengawas ketenagakerjaan,
maka penetapan kompensasi/jaminan kecelakaan kerja dilakukan
oleh pengawas ketenagakerjaan dinas yang membidangi
ketenagakerjaan provinsi setempat.

42
c. Bila terjadi kecelakaan kerja, tetapi perusahaan menunggak iuran
maka langkah yang dapat dilakukan adalah
1. Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang menunggak Iuran
JKK sampai dengan 3 (tiga) bulan berturut-turut dan terjadi
Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja, BPJS
Ketenagakerjaan wajib membayar manfaat JKK kepada Peserta
atau ahli warisnya.
2. Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang menunggak Iuran
JKK lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut dan terjadi Kecelakaan
Kerja atau penyakit akibat kerja, Pemberi Kerja selain
penyelenggara Negara wajib membayar terlebih dahulu manfaat
JKK kepada Peserta atau ahli warisnya.
3. Dalam hal Pemberi Kerja selain penyelenggara negara telah
melunasi seluruh tunggakan Iuran dan denda yang menjadi
kewajibannya, maka Pemberi Kerja selain penyelenggara Negara
dapat meminta penggantiannya kepada BPJS Ketenagakerjaan
4. Terhadap perusahaan yang menunggak iuran agar
dilakukan penegakan hukum.
5. Apabila tenaga kerja masih dalam pengobatan dan perawatan,
maka penetapan prosentase cacat dan besarnya jaminan
kecelakaan kerja belum dapat dilakukan. Karena hal ini akan
mengakibatkan terjadinya penetapan dua kali, apabila ternyata
kecacatan terse but mengalami perubahan setelah tenaga kerja
dinyatakan sembuh.
6. Batas daluarsa untuk menuntut Penyakit Akibat Kerja adalah 3
tahun sejak hubungan kerja berakhir maksudnya meskipun
tenaga kerja telah berhenti bekerja, hak untuk menuntut
Penyakit Akibat Kerja masih dapat dilakukan asalkan belum
lewat dari 3 tahun.
7. Hak pekerja untuk menuntut manfaat JKK menjadi gugur apabila
telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak kecelakaan kerja terjadi
8. Yang berhak menerima kompensasi/ jaminan kecelakaan kerja.
Apabila tenaga kerja meninggal dunia karena kecelakaan
kerja, maka hak atas jaminan kecelakaan kerja diberikan kepada
43
pihak keluarga atau ahli warisnya yaitu Janda/duda/anak
Dalam hal janda/duda/anak tidak ada maka jaminan kecelakaan
kerja diberikan sesuai dengan urutan sebagai berikut:
a. Keturunan sedarah tenaga kerja menurut garis lurus kebawah
dan keatas sampai derajat kedua (Bapak, ibu, cuci, kakek
dan nenek).
b. Saudara kandung dan mertua.
c. Pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh tenaga kerja
d. Bila tidak ada wasiat bila tidak ada wasiat, biaya pemakaman
dibayarkan kepada pihak lain yang mengurus, sedangkan
santunan kematian diserahkan ke Dana Jaminan Sosial

H. PENYELESAIAN KOMPENSASI JKK UNTUK TENAGA KERJA YANG BELUM


PESERTA JAMSOSTEK
Pemberi kerja yang belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan
kecelakaan kerja pada BPJS Ketenagakerjaan apabila terjadi resiko terhadap
pekerjanya, maka pemberi kerja wajib membayar hak pekerja atas manfaat
jaminan kecelakaan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam Permenaker Nomor: Kep. 26 tahun 2015 dengan cara
:

1. Pengusaha wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan kerja


yang menimpa tenaga kerja ke Dinas tenaga kerja yang
membidangi ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 jam dengan
mengisi laporan kecelakaan kerja Tahap I dengan mengisi formulir
Bentuk KK.2 (terlampir)

2. Pengusaha wajib mengirim laporan kecelakaan kerja tahap II kepada


Dinas tenaga kerja yang membidangi ketenagakerjaan tidak lebih dari 2
x 24 jam dengan mengisi Bentuk KK.3 (terlampir) setelah tenaga kerja
yang tertimpa kecelakaan kerja berdasarkan surat keterangan dokter
dinyatakan :
a. keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir
b. keadaan cacat sebagian untuk selama-Iamanya;
c. keadaan cacat total untuk selamanya;

44
d. meninggal dunia.
3. Untuk kecelakaan kerja surat keterangan dokter mengunakan Bentuk
KK.4 (terlampir) dan sedangkan dalam hal penyakit yang timbul karena
hubungan kerja surat keterangan dokter mengunakan Bentuk KK 5
(terlampir).
4. Setelah kecelakaan kerja terjadi pengusaha harus membuat
perhitungan dan membayar besarnya santunan kecelakaan kerja dalam
waktu selambat-Iambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak disampaikannya
laporan kecelakaan kerja tahap II dengan mengunakan bentuk KK.6
(terlampir).
5. Dalam hal pengusaha membayar manfaat jaminan kecelakaan kerja tidak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, maka pekerja
atau keluarganya dapat meminta penetapan kepada pegawai pengawas
ketenagakerjaan.
6. Dalam hal pengusaha, tenaga kerja atau keluarganya tidak dapat
menerima penetapan besarnya santunan kecelakaan kerja yang ditetapkan
oleh pegawai pengawas dapat mengajukan banding atau keberatan
kepada menteri ketenagakerjaan
7. Setelah ada penetapan besarnya santunan kecelakaan kerja oleh
pegawai pengawas ketenagakerjaan, atasan pegawai pengawas atau oleh
Menteri Tenaga Kerja yang tidak dapat diminta banding lagi maka:
a. Dalam hal penetapan tersebut lebih besar dari pada yang dibayarkan,
maka perusahaan harus membayar kekurangannya dalam waktu
selambat-Iambatnya 7 (tujuh) hari sejak penetapan.
b. Dalam hal penetapan tersebut lebih kecil dari pada yang dibayarkan,
maka perusahaan tidak boleh meminta kelebihannya dari tenaga kerja
atau keluarganya.
I. PEMBUATAN PENETAPAN KK/ PAK ATAU BUKAN
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor609
Tahun 2012 penetapan kompensasi/ jaminan kecelakaan kerja atau penyakit
akibat kerja pengawas ketenagakerjaan untuk peserta program jamsostek
harus didasarkan pada :
 Laporan tahap I dari perusahaan (KK2)

45
 Surat Perintah Tugas untuk pengawas ketenagakerjaan melakukan
pemeriksaan kejadian.
 Laporan tahap II dari perusahaan (KK3)
 Surat penolakan atau keberatan dari para pihak
 Surat keterangan dokter yang memeriksa/merawat atau dokter penasehat
wilayah (KK4/KK5).
 Bukti-bukti pengeluaran biaya pengobatan perawatan atau pemeriksaan
dari rumah sakitlpelayanan kesehatan
 Surat pernyataan dari para saksiyang mengetahui kejadian perkara.

J. MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KECELAKAAN KERJA DAN


PENYAKIT AKIBAT KERJA
1. Pengusaha wajib mengisi dan mengirimkan laporan kecelakaan kerja
tahap pertama tidak lebih dari 2 x 24 jam terhitung sejak terjadinya
kecelakaan ke BPJS Ketenagakerjaan dan instansi pemerintah yang
membidangi ketenagakerjaan setempat.
2. Bagi tenaga kerja yang tertimpa penyakit yang timbul karena hubungan
kerja pengusaha wajib mengisi dan mengirim laporan tahap pertama tidak
lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima diagnosis dari dokter pemeriksa.
3. Pengusaha wajib melaporkan kecelakaan tahap kedua dalam waktu tidak
lebih dari 2 x 24 jam setelah menerima surat keterangan dari dokter yang
menerangkan:
a. Keadaan sementara tidak mampu bekerja (STMB) telah berakhir.
b. Cacat sebagian untuk selamanya.
c. Cacat total untuk selamanya (fisik atau mental).
d. Meninggal dunia.
4. Laporan tahap kedua ini berfungsi sebagai pengajuan pembayaran dengan
dilampirkan bukti :
a. Foto copy kartu peserta
b. Surat keterangan dokter.
c. Kwitansi biaya pengangkutan dan pengobatan.
d. Dokumen lain yang diperlukan.

46
5. Bila data sudah lengkap maka BPJS Ketenagakerjaan akan menetapkan dan
membayar santunan kepada tenaga kerja serta pengusaha paling lama 7
(tujuh) hari sejak dipenuhinya persyaratan teknis dan administratif.
6. Tenaga kerja yang menurut keterangan dokter yang ditunjuk
dinyatakan menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak
memperoleh jaminan kecelakaan kerja, meskipun hubungan kerja telah
berakhir, apabila penyakit tersebut timbul dalam jangka waktu maximum 3
(tiga) tahun sejak hubungan kerja berakhir. Untuk menetapkan jaminan
kecelakaan kerja perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Status Hubungan Kerja
1) Selain pengertian tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 dianggap
pula sebagai tenaga kerja dalam hal kecelakaan kerja adalah magang,
siswa kerja praktek, tenaga honorer dan narapidana dalam proses
asimilasi yang dipekerjakan pada pemberi kerja selain penyelenggara
negara.
2) Kejadian kecelakaan Untuk mengetahui apakah kecelakaan tersebut
termasuk pengertian kecelakaan dalam hubungan kerja atau bukan
dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut :
a) Kecelakaan terjadi pada saat tenaga kerja sedang melakukan
pekerjaan dan terjadi di tempat kerja.
b) Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah ke tempat
kerja atau sebaliknya melalui jalan yang biasa dilalui atau
menurut penilaian umum jalan tersebut adalah jalan yang
terdekat.
c) Kecelakaan yang terjadi pada saat tenaga kerja
melakukan pekerjaan lain atas perintah dari atasannya baik
secara lisan maupun tertulis.
d) Penyakit akibat kerja.
e) Meninggal mendadak di tempat kerja.
3) Upah
Upah yang dijadikan dasar dalam menghitung jaminan kecelakaan
kerja adalah upah yang sebenarnya diterima oleh tenaga kerja selama
1 (satu) bulan terakhir sebelum terjadinya kecelakaan kerja yang terdiri
47
dari upah pokok ditambah tunjangan tetap dengan memperhatikan
kelompok pengupahan sebagai berikut :
a. Harian
b. Borongan/satuan
c. Borongan tergantung pada keadaan cuaca
4) Surat keterangan dokter
Surat keterangan dokter yang merawat atau dokter penasehat sangat
diperlukan untuk menetapkan akibat kecelakaan kerja antara lain:
a. Keadaan sementara tidak mampu bekerja (STMB).
b. Sembuh total (tanpa cacat).
c. Cacat sebagian baik fisik maupun mental.
d. Cacat fungsi.
e. Cacat total.
f. Meninggal dunia.
5) Ahli waris tenaga kerja
Apabila akibat dari kecelakaan kerja tersebut, tenaga kerja meninggal
dunia maka jaminan kecelakaan kerja (santunan) dibayarkan kepada
ahli waris yang sah, dengan memperhatikan daftar keluarga yang
ada di perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan. Yang termasuk
keluarga/ahli waris adalah:
a. Menurut garis lurus ke bawah sampai dengan derajat ke dua
(anak kandung, anak angkat yang sudah disahkan dan cucu).
b. Menurut garis lurus ke atas sampai dengan derajat ke dua
(ayah, ibu, kakek dan nenek).
c. Menurut garis lurus ke samping (saudara kandung).
d. Mertua (orang tua isteri/suami dari tenaga kerja yang
mendapat kecelakaan kerja.
Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam penetapan jaminan
kecelakaan kerja harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bila terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan kerja
atau bukan maka :
a. Tenaga kerja, perusahaan dengan Badan Penyelenggara, maka
dapat meminta penetapan kepada pegawai pengawas
ketenagakerjaan.
48
b. Pegawai pengawas ketenagakerjaan menetapkan
kecelakaan kerja atau bukan.
c. Bila salah satu pihak tidak dapat menerima
penetapan pegawai pengawas ketenagakerjaan, maka
dapat mengajukan ke tingkat Menteri.
2. Bila terjadi perbedaan pendapat mengenai prosentase cacat/
penyakit akibat kerja maka :
a. Tenaga kerja, perusahaan dengan Badan Penyelenggara, maka
dapat meminta penetapan pegawai pengawas ketenagakerjaan.
b. Dalam hal Badan Penyelenggara memerlukan pertimbangan
medis dokter penasehat, maka harus melalui pegawai pengawas
ketenagakerjaan
c. Menteri Pegawai pengawas ketenagakerjaan atau Badan
Penyelenggara dapat meminta pertimbangan medis dokter
penasehat mengenai prosentase cacat/penyakit akibat kerja.
d. Pegawai pengawas berdasarkan pertimbangan medis dari dokter
penasehat membuat penetapan.
e. Bila penetapan pegawai pengawas ketenagakerjaan tidak dapat
diterima oleh salah satu pihak, maka dapat mengajukannya ke
Menteri.
Bila terjadi perbedaan besarnya santunan karena pelaporan
yang tidak benar dari perusahaan ke Badan
Penyelenggara maka tenaga kerja dapat meminta
perhitungan kembali kepada pegawai pengawas, kemudian
pegawai pengawas akan :
Menghitung kembali berdasarkan upah yang sebenarnya pada
saat terjadi kecelakaan.
a. Bila penetapan pegawai pengawas ketenagakerjaan lebih
besar, maka pengusaha wajib membayar kekurangannya.
b. Bila penetapan pegawai pengawas tidak dapat diterima oleh
salah satu pihak, maka dapat mengajukan ke Menteri.
K. PENETAPAN JAMINAN KECELAKAAN KERJA
Dalam penetapan jaminan kecelakaan kerja terbagi dalam 3 (tiga) tingkatan
yaitu:
49
1. Tingkat Pertama.
Apabila terjadi kecelakaan yang menimpa tenaga kerja, maka pada
tingkat pertama, Badan Penyelenggara menetapkan dan menghitung
besarnya jaminan kecelakaan kerja berdasarkan surat keterangan dokter
pemeriksa atau dokter penasehat. Berdasarkan penetapan tersebut Badan
Penyelenggara membayar jaminan kecelakaan kerja paling lama 7 (tujuh)
hari sejak dipenuhinya syarat teknis dan administratif.

2. Tingkat Kedua
Apabila terjadi perbedaan pendapat antar pihak-pihak (tenaga kerja,
perusahaan dan Badan Penyelenggara) mengenai penetapan Badan
Penyelenggara maka pada tingkat kedua, pegawai pengawas
ketenagakerjaan menetapkan dengan langkah-Iangkah sebagai berikut:
a. Bila terjadi perbedaan pendapat mengenai besarnya prosentase cacat
atau penyakit akibat kerja maka :
- Para pihak dapat meminta penetapan pegawai pengawas
ketenagakerjaan pada Disnaker setempat.
- Pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat meminta
pertimbangan medis kepada dokter penasehat wilayah.
- Berdasarkan pertimbangan medis dokter penasehat wilayah,
pegawai pengawas ketenagakerjaan membuat penetapan.
b. Bila terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan kerja atau
bukan maka :
- Para pihak dapat meminta penetapan pegawai pengawas
ketenagakerjaan pada Disnaker setempat.
- Pegawai pengawas ketenagakerjaan akan meneliti data- data
yang ada, bila diperlukan akan melakukan pengecekan ke lapangan
untuk mendapatkan data-data yang akurat.
- Berdasarkan data-data yang ada dan hasil pengecekan lapangan,
maka pegawai pengawas ketenagakerjaan akan membuat
penetapan.
c. Bila terjadi perbedaan pendapat mengenai besarnya jaminan
kecelakaan kerja karena adanya pelaporan upah yang tidak benar
50
dari perusahaan kepada Badan Penyelenggara maka:
- Para pihak dapat meminta penetapan kepada pegawai
pengawas ketenagakerjaan pada Disnaker setempat.
- Pegawai pengawas akan melakukan pengecekan ke
lapangan untuk mengetahui upah tenaga kerja yang sebenarnya.
- Berdasarkan hasil pengecekan ke lapangan maka
pegawai pengawas akan menghitung kembali dan menetapkan
besarnya jaminan kecelakaan kerja.

3. Tingkat Banding
Apabila terjadi perbedaan pendapat di antara para pihak (tenaga kerja,
pengusaha dan badan penyelenggara) mengenai penetapan pegawai
pengawas ketenagakerjaan, maka pada tingkat banding, Menteri
Ketenagakerjaan akan menetapkan:
a. Bila terjadi perbedaan pendapat mengenai besarnya prosentase cacat
atau penyakit akibat kerja, maka:
- Para pihak dapat meminta penetapan Menteri
ketenagakerjaan
- Menteri Ketenagakerjaan dapat meminta pertimbangan medis
kepada dokter penasehat pusat.
- Bila dalam memberikan pertimbangan medis, dokter penasehat
pusat perlu melakukan pengecekan physik terhadap tenaga
kerja, maka dokter penasehat dapat melakukan pengecekan ke
lapangan.
- Berdasarkan pertimbangan medis dokter penasehat pusat,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi membuat penetapan.
b. Bila terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan kerja atau
bukan maka :
- Para pihak dapat meminta penetapan Menteri
Ketenagakerjaan.
- Menteri (Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Pusat)
meneliti data-data yang ada, bila diperlukan dapat
melakukan pengecekan ke lapangan untuk mendapatkan data-data
yang akurat.
51
- Berdasarkan data-data yang ada dan hasil pengecekan lapangan,
Menteri Ketenagakerjaan membuat penetapan.
c. Bila terjadi perbedaan pendapat mengenai besarnya jaminan
kecelakaan kerja karena adanya pelaporan upah yang tidak benar
dari pengusaha kepada Badan Penyelenggara maka :
- Para pihak dapat meminta penetapan Menteri Ketenagakerjaan.
- Menteri (pegawai pengawas ketenagakerjaan pusat) meneliti data upah
tenaga kerja, bila terdapat keraguan dapat melakukan pengecekan
ke lapangan untuk mengetahui upah tenaga kerja yang sebenarnya.
- Berdasarkan data yang ada dan hasil pengecekan lapangan Menteri
Ketenagakerjaan membuat penetapan.
Apabila tenaga kerja mendapatkan kecelakaan kerja, maka yang
berhak untuk memperoleh jaminan kecelakaan kerja adalah:
a. Tenaga kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
b. Selain tenaga kerja sebagaimana dimaksud diatas, dianggap
sebagai tenaga kerja dalam hal kecelakaan kerja dan berhak untuk
memperoleh jaminan kecelakaan kerja adalah magang, murid,
pemborong pekerjaan atau narapidana yang dipekerjakan di
perusahaan.
c. Apabila tenaga kerja meninggal dunia maka hak atas jaminan
kecelakaan kerja diberikan kepada pihak keluarga yaitu :
- Janda/duda/anak.
- Keturunan sedarah dari tenaga kerja menurut garis
lurus ke bawah dan keatas sampai dengan derajat ke
dua (anak, cucu, orang tua, kakek, nenek) dan garis ke
samping (saudara kandung dan mertua).
- Pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh tenaga kerja.
- Bila tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada
pihak yang mengurus pemakanan, sedangkan santunan
kematian diserahkan ke Dana Jaminan Sosial.

52
L. PENEGAKAN HUKUM
Perusahaan yang telah diberikan penyuluhan tentang norma jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan kematian tetapi perusahaan tersebut tetap tidak
mau melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS beserta peraturan pelaksanaannya, maka
pengawas ketenagakerjaan melakukan langkah-Iangkah sebagai berikut :
- Melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan khusus;
- Mengenai penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan jaminan
kematian;
- Membuat nota pemeriksaan pertama, bila nota pemeriksaan pertama
tidak dilaksanakan maka ditindak lanjuti dengan nota pemeriksaan kedua
agar perusahaan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan
Undang-undang dalam batas waktu yang telah ditentukan;
- Melakukan monitoring untuk mengetahui apakah nota pemeriksaan telah
dilaksanakan, bila belum dilaksanakan maka perusahaan di minta untuk
membuat pernyataan kesanggupan untuk melaksanakannya dalam batas
waktu yang telah ditentukan;
- Bila surat pernyataan yang telah dibuat tidak dilaksanakan Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan membuat LK kepada PPNS dalam hal
pelanggaran dikenakan sanksi pidana untuk melakukan tindakan pro Justitia
(BAP) dalam rangka membuktikan dugaan adanya tindak pidana;
Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pengawasan
perburuhan dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang berwenang melakukan penyidikan adalah PPNS
Ketenagakerjaan melalui proses BAP projustitial sebagaimana
dimaksudkan dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP
dengan langkah-Iangkah sebagai berikut :
1. Laporan Kejadian
2. Pemeriksaan TKP
3. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan
4. Pemanggilan saksi
5. Pemanggilan tersangka
6. Permintaan bantuan menghadirkan tersangka
7. Permintaan bantuan menghadirkan saksi
53
8. Penyitaan barang
9. Berita Acara Pemeriksaan Tersangka
10. Berita Acara Pemeriksaan Saksi
11. Laporan Kemajuan
12. Pembuatan Resume
13. Berita Acara Penyerahan Berkas Acara
14. Koordinasi Dengan Instansi Terkait
Dalam hal pelanggaran dikenakan sanksi adminisratif, maka setelah
mengeluarkan nota pemeriksaan ke II, pengawas Ketenagakerjaan membuat
rekomendasi pengenaan sanksi administrative penghentian pelayanan publik
tertentu kepada Unit Pelayanan Publik Tertentu pada Pemerintah Daerah
provinsi dan Kab/Kota setelah berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nomor 23
tahun 2016.

54
BAB IV
PENUTUP

Dengan mempelajari modul ini diharapkan peserta dapat memahami serta


mengerti tentang pelaksanaan program jaminan sosial nasional sesuai dengan
Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional juncto
Undang -Undang no. 24 tahun 2011 tentang badan penyelenggara jaminan sosial.
Dengan demikian apabila telah menjadi pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat
memberikan pembinaan kepada pengusaha dan dalam melakukan pemeriksaan
dapat menerapkan pelaksanaan Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang
sistem jaminan sosial nasional juncto Undang -Undang no. 24 tahun 2011 tentang
badan penyelenggara jaminan sosial, sehingga dapat mengurangi angka
pelanggaran terhadap Undang- Undang tersebut, yang dapat berakibat langsung
meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya.

55
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang No.40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
PP no 86 tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif bagi
Pemberi Kerja selain Penyelenggara Negara dan setiap orang selain Pemberi
Kerja, Pekerja dan Penerima Bantuan Iuran
PP no. 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
dan Jaminan Kematian
PP no. 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun
PP no. 46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
PP no. 60 tahun 2015 tentang Perubahan atas PP No. 46/2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
PP no 85 tahun 2015 tentang tata cara hubungan antar lembaga BPJS
Perpres no. 109 tahun 2013 tentang pentahapan kepesertaan Jamsos
Kepres no 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja
Permenakertrans no 25 tahun 2008 tentang pedoman diagnosis dan penilaian cacat
karena kecelakaan kerja dan PAK
Permenaker No. 19 tahun 2015 tentang Tatacara dan Persyaratan Pembayaran
Manfaat Jaminan Hari Tua
Permenaker No. 26 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi
Peserta Penerima Upah
Permenaker No. 28 tahun 2015 tentang Tata Cara Pengangkatan dan
Pemberhentian Dokter Penasehat
Permenaker No. 29 tahun 2015 tentang Tata Cara pendaftaran kepesertaan,
pembayaran dan penghentian jaminan pensiun
Permenaker No. 44 tahun 2015 tentang penyelenggaraan JKK dan JK bagi pekerja
harian lepas, borongan dan PKWT pada sektor usaha jasa konstruksi
Permenaker No. 1 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi
Peserta bukan Penerima Upah
56
Permenaker No. 10 tahun 2016 tentang Tata Cara pemberian program kembali
bekerja serta kegiatan promotif dan kegiatan preventif kecelakaan kerja dan
PAK
Permenaker No. 11 tahun 2016 tentang pelayanan kesehatan dan besaran tarif
dalam penyelenggaraan program JKK
Permenaker No. 23 tahun 2016 tentang tata cara pengenaan dan pencabutan sanksi
administrasi tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu
Permenaker No. 35 tahun 2016 tentang tata cara pemberian, persyaratan dan jenis
manfaat layanan tambahan dalam JHT
Kepmenakertrans no. 609 tahun 2012 tentang pedoman penyelesaian kasus
kecelakaan kerja dan PAK
Peraturan BPJS Ketenagakerjaan no. 1 tahun 2014 tentang tata cara pengawasan
atas kepatuhan dalam penyelenggaraan program jamsos ketenagakerjaan
Peraturan BPJS Ketenagakerjaan no. 7 tahun 2015 tentang petunjuk pelaksanaan
JHT

57
TERIMA
KASIH

MODUL
Diklat Dasar Pengawas Ketenagakerjaan

facebook marketing

Anda mungkin juga menyukai