(Makalah: Diterima Desember 2021, direvisi Februari 2022, dipublikasikan Maret 2022)
Intisari— Pada 12 Desember 2015 telah dilaksanakan Confereence Of the Parties 21 (COP) di Paris tujuannya membatasi pemanasan
global sampai dengan dibawah 2oC dan lebih baik lagi jika bisa mencapai 1,5 oC. Saat ini pemanfaatan energi matahari menjadi energi
listrik sangat masif diterapkan dan perkembangan teknologinya juga meningkat pesat. Pemeliharaan yang rutin dan tepat sangat
menekan biaya produksi sehingga harga jual listrik menjadi murah. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerusakan yang
banyak terjadi di sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan tindakan pencegahan kerusakan serta penanggulangannya.
Berdasarkan metode yang tepat akan dihasilkan suatu prioritas perbaikan yang tepat pula. Banyak industri khususnya pembangkit
listrik menggunakan metodologi yang disebut Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) yang didalamnya terdapat Risk Priority
Number (RPN). Didalam RPN berisi beberapa faktor antara lain tingkat keparahan (Severity), peringkat terjadinya kegagalan
(Occurrence) dan peringkat mendeteksi terjadinya kegagalan (Detectable). Dengan penyusunan FMEA pada sistem pembangkit listrik
tenaga surya akan meningkatkan kehandalan sisitem tersebut sehingga biaya operasional akan lebih murah dan harga jual listriknya
akan terjangkau masyarakat.
Kata kunci— Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Failure Mode Effect Analysis, Risk Priority Number
Abstract— On 12 December 2015 a Conference of the Parties 21 (COP) was held in Paris which aims to limit global warming to below
2 oC and even better if it can reach 1.5 oC. Currently the use of solar energy into electrical energy is very massively applied and
technological developments are also increasing rapidly. Routine and proper maintenance greatly reduces production costs so that the
selling price of electricity becomes cheap. This study aims to determine the damage that occurs in the Solar Power Generation system
(PLTS) and the prevention and control of damage. Based on the right method, an appropriate improvement priority will also be
generated.Many industries, especially power plants, use a methodology called Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) which
includes a Risk Priority Number (RPN). The RPN contains several factors including severity, occurrence of failure (Occurrence) and
rating of detecting failure (Detectable). With the preparation of FMEA on the solar power generation system, it will increase the
reliability of the system so that operational costs will be cheaper and the selling price of electricity will be affordable by the community.
Keywords— Solar Power Plant, Failure Mode Effect Analysis, Risk Priority Number
30
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
31
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
B. Failure Mode Effect Analysis analisis di tentukan sebagai sistem atau peralatan-peralatan
Menurut [14] Pembangkit listrik tenaga surya terdiri dari yang ada pada PLTS. Tim FMEA terdiri dari beberapa orang
banyak komponen. Komponen-komponen tersebut dapat di engineering atau pemeliharaan yang selalu berkecimpung pada
kelompokan dalam kelompok besar, antara lain PV sel surya, sistem PLTS. Tim ini bertugas untuk mengumpulkan data-data
inverter, stasiun transformator Tegangan Menengah (MV), kerusakan dan potensi yang akan terjadi, dampak, menentukan
elemen metering, sistem keamanan, sistem komunikasi, sistem penyebab serta menentukan kontrol setiap kegagalan atau
pemantauan, grid atau jaringan dan pekerjaan sipil. Dengan kerusakan pada sistem PLTS. Penentuan peringkat S,O,D
banyaknya komponen tersebut sehingga memerlukan sebuah berdasarkan standart yang sudah ada, dalam penelitian ini
perangkat analisis yang dapat memberikan rekomendasi mengacu pada Handbook FMEA Using Uncertainty Theories
prioritas pemeliharaan sehingga keandalan peralatan selalu and MCDM Methods (2016) [19]. Berdasarkan [19] semakin
terjaga. tinggi nilai RPN dari mode kegagalan, semakin besar risiko
Ilmu mengenai FMEA dikembangkan oleh Militer Amerika untuk keandalan produk/sistem tersebut. RPN harus selalu
Serikat yaitu Military Procedure MIL-P-1629, berjudul dihitung ulang setelah dilakukan koreksi pada peralatan yang
Procedures for Performing a Failure Mode, Effects and mempunyai resiko tinggi, untuk melihat apakah risiko telah
Criticality Analysis, pada tanggal 9 November 1949 [15]. turun dan untuk memeriksa efisiensi terhadap tindakan
Menurut [16] FMEA merupakan salah satu teknik terpenting pencegahan korektif untuk setiap mode kegagalan.
mengenai manajemen risiko dan keandalan yang digunakan
untuk mengevaluasi dan menghilangkan potensi kegagalan
pada suatu produk, proses, atau layanan. Penelitian yang lain
menyatakan bahwa FMEA banyak digunakan untuk
mendeteksi mode kegagalan suatu sistem untuk menghilangkan
faktor risiko dan untuk meningkatkan keandalan dan keamanan
produk [17]. Metode ini pada umumnya dipandang sebagai
teknik analisis sistematis yang diterapkan untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan potensi-potensi masalah,
kesalahan, dan kegagalan produk atau sistem yang diketahui
[18]. Dari beberapa keterangan di atas metode FMEA banyak
digunakan pada industri untuk mengumpulkan potensi-potensi
permasalahan dan kegagalan secara sistematis sehingga
menghasilkan suatu referensi sebagai dasar pengambilan
keputusan perbaikan terhadap peralatan sehingga mengurangi
kerusakan.
Tujuan utama penerapan FMEA adalah untuk membantu
pengambilan keputusan dengan mengumpulkan informasi
terkait produk atau sistem [18]. Pada metode FMEA terdapat
skala rangking untuk mengevaluasi resiko kerusakan atau
kegagalan. Pada umumnya metode FMEA saat ini
menggunakan nilai Risk Priority Number (RPN) atau angka
prioritas resiko untuk mengevaluasi risiko kegagalan [15].
Risiko mode kegagalan dalam metode FMEA diperkirakan
dengan menghitung RPN. RPN pada umumnya diartikan Gambar 3 Metode Penyusunan FMEA [19]
sebagai hasil perkalian dari parameter S ,O dan D , yaitu, = S × FMEA adalah dokumen dinamis yang mana selalu berubah
O × D , di mana S menunjukkan tingkat keparahan dan O seiring dengan perubahan sistem, desain, proses, produk, dan
menunjukkan probabilitas terjadinya kegagalan, D layanan dengan maksud selalu untuk membuat sistem, desain,
menunjukkan kesulitan mendeteksi kegagalan [18]. Metode proses, produk, dan layanan yang lebih baik. Beberapa kriteria
penyusunan FMEA disajikan seperti gambar 3. Ruang lingkup mengenai S,O,D disajikan pada tabel I.
TABEL I
PERINGKAT SEVERITY (S), OCCURANCE (O), DETECTION (D) [19]
32
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
C. Mode Kerusakan Pada PLTS grounding atau pentanahan seperti terlihat pada gambar 6(a)
dan 6(b).
Instalasi pembangkit listrik tenaga surya yang terhubung
dengan jaringan mempunyai instalasi yang rumit dan banyak
peralatan yang digunakan. Pada penulisan makalah ini dibatasi
pada permasalahan atau kerusakan yang terjadi pada peralatan
utama. Beberapa jenis kerusakan yang terjadi pada PV sel surya
telah diteliti oleh beberapa peneliti antara lain seperti terlihat
pada gambar 4.
33
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
(b)
Gambar 7 (a) Line-Line Fault (b) Arc Fault [23]
Gangguan pada rangkaian terdapat dua jenis line-line fault kegagalan pada peralatan PLTS, maka dapat di kelompokkan
yaitu intra string fault dan cross string fault seperti disajikan jenis kegagalan pada sistem PLTS seperti pada Gambar 8.
pada gambar 7(a) [23]. Dari beberapa literatur mengenai
34
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
TABEL II
KUMPULAN KERUSAKAN, PENYEBAB, DAN DAMPAK PADA SISTEM PLTS
Jenis Fault Penyebab Dampak Referensi
[24], [20], [25],
Hot spot Debu, kotoran burung, bayangan, salju, kelembaban tinggi Overheating
[22], [26]
Sel surya retak / Karena benturan saat instalasi, atau proses pengiriman yang
Performance turun [22], [27], [14], [21]
crack bermasalah, Pemasangan klem yang bermasalah
Banyak Debu Akses cleaning sulit Performance turun, efisiensi turun [22]
Akumulasi garam, kontaminasi, faktor kelembaban atau
Delaminasi Power loss / kehilangan daya [22]
faktor eksternal
Dioda rusak
Kerusakan Diode Sebagaian PV sel surya tekena bayangan, Overheating [20], [28], [26], [29]
Junction box atau
Pemasangan yang buruk, seal rusak sehingga lembab, Potensi kebakaran
combainer box [22], [30], [20]
pengkabelan yang buruk Mengurangi efisiensi dan realibility
rusak
Short circuit Isolasi yang buruk antara PV sel surya dan dan inverter Potensi kebakaran [22]
Isolasi kabel kurang baik. Hubungan pendek antara
Graound Fault
konduktor dan ground. Hubungan pendek di dalam kotak Resiko terbakar [22]
(GF)
penggabung PV.
Arc Fault Adanya busur listrik yang dapat membakar material Kebakaran [22], [23]
Line-line Fault Ketidakseragaman irradiasi pada PV sel surya Produksi listrik terganggu [23]
Inverter gagal
Kerusakan kontak, pemanasan berlebihan pada kontaktor Tidak ada output energi [31]
mentransfer
IGBT rusak Kerusakan pada solder, kerusakan pada kawat emittor Produksi listrik terganggu [22]
35
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
DC bus capacitor
Overvoltage, overheating Produksi listrik terganggu [22]
rusak
Cooling fan rusak Overheating Produksi listrik terganggu [22]
Tabel II menunjukkan kumpulan kerusakan beserta Arc Fault Resiko terbakar 9 6 6 324
penyebab dan dampaknya. Dari beberapa kerusakan yang ada Line-line fault Produksi listrik
7 4 8 224
kemudian ditentukan peringkat S,O,D nya berdasarkan literatur terganggu
dan diskusi dengan praktisi PLTS, dan hasil peringkatnya Inverter gagal Tidak ada
mentransfer output energi
5 7 1 35
disajikan pada tabel III.
IGBT rusak Inverter rusak,
Produksi listrik 7 5 2 70
TABEL III terganggu
RISK PRIORITY NUMBER KERUSAKAN PERALATAN PLTS DC bus Inverter rusak,
capacitor Produksi listrik 7 5 1 35
Failur mode Dampak (S) (O) (D) (RPN) rusak terganggu
Cooling fan Inverter rusak,
Hot Spot Kerusakan PV rusak Produksi listrik 7 6 1 42
sel surya, terganggu
Terjadi short
8 7 3 168
circuit
Sel surya retak Performance
5 5 2 50 Informasi mengenai tingkat keparahan (severity),
/ crack turun banyaknya kejadian (occurance) dan bagaimana suatu metode
Banyak Debu Performance
turun, Efisiensi 8 7 1 56 dapat mendeteksi kesalahan (detection) pada sistem
turun pembangkit listrik tenaga surya didapatkan dari beberapa
Delaminasi Power loss 7 7 3 147 literatur penelitian sebelumnya dan diskusi dengan praktisi
Kerusakan Dioda rusak PLTS. Nilai S, D, O kemudian dikalikan untuk mendapatkan
Diode
8 6 2 96 hasil Risk Priority Number (RPN) dan hasilnya seperti
Junction box Potensi disajikan pada tabel III.
atau kebakaran Dari tabel III dapat di petakan seperti disajikan gambar 10
combainer box Mengurangi 6 7 2 84
rusak efisiensi dan yang menunjkukkan kegagalan apa yang mempunyai RPN
realibility besar. Dari pemetaan tersebut kita dapat mengambil tindakan
Short circuit Resiko
7 9 4 252 selanjutnya untuk mengatasi kegagalan pada sistem
kebakaran pembangkit listrik tenaga surya.
Graound Fault Resiko terbakar
(GF)
7 8 3 168
36
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
Gambar 11 menunjukkan peringkat jenis kerusakan pada sedangkan DC bus capacitor rusak menduduki peringkat paling
pembangkit listrik tenaga surya berdasarkan RPN. Dimana rendah resikonya.
kerusakan karena Arc Fault menduduki peringkat teratas
Hasil pemetaan kegagalan sistem PLTS dari hasil pemeliharaan maupun operator untuk melaksanakan
penghitungan RPN, kemudian di susun rekomendasi terhadap rekomendasi tersebut yang bertujuan untuk menjaga keandalan
setiap permasalahan seperti disajikan pada tabel IV. sistem pembangkit tenaga surya.
Rekomendasi tersebut sebagai dasar tim engineering atau
TABEL IV
REKOMENDASI MENGATASI KEGAGALAN
37
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
Delaminasi 147 Sistem dilengkapi dengan Thermal imaging dan melakukan Aging test [28]
Kerusakan diode 84 Rutin pemeriksaan I-V Characteristic test, utin pemeriksaan suhu diode [22]
38
Jurnal Teknik Industri ISSN 2622-5131 (Online)
Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-6340 (Print)
heterogeneous information,” Comput. Ind. Eng., vol. 157, June 2020. review of dust accumulation and cleaning methods for solar photovoltaic
[17] H. W. Lo, J. J. H. Liou, C. N. Huang, and Y. C. Chuang, “A novel failure systems,” J. Clean. Prod., vol. 276, p. 123187, 2020.
mode and effect analysis model for machine tool risk analysis,” Reliab. [26] M. Cubukcu and A. Akanalci, “Real-time inspection and determination
Eng. Syst. Saf., vol. 183, June, pp. 173–183, 2019. methods of faults on photovoltaic power systems by thermal imaging in
[18] J.-H. Zhu, Z.-S. Chen, B. Shuai, W. Pedrycz, K.-S. Chin, and L. Turkey,” Renew. Energy, vol. 147, pp. 1231–1238, 2020.
Martínez, “Failure mode and effect analysis: A three-way decision [27] B. Li, C. Delpha, D. Diallo, and A. Migan-Dubois, “Application of
approach,” Eng. Appl. Artif. Intell., vol. 106, August, p. 104505, 2021. Artificial Neural Networks to photovoltaic fault detection and diagnosis:
[19] H. C. Liu, FMEA using uncertainty theories and MCDM methods, A review,” Renew. Sustain. Energy Rev., vol. 138, October 2020.
February. 2016. [28] J. A. Dhanraj et al., “An Effective Evaluation on Fault Detection in Solar
[20] A. Mellit, G. M. Tina, and S. A. Kalogirou, “Fault detection and Panels,” pp. 1–14, 2021.
diagnosis methods for photovoltaic systems: A review,” Renew. Sustain. [29] C. G. Lee et al., “Analysis of electrical and thermal characteristics of PV
Energy Rev., vol. 91, February, pp. 1–17, 2018. array under mismatching conditions caused by partial shading and short
[21] M. Köntges et al., Performance and reliability of photovoltaic systems circuit failure of bypass diodes,” Energy, vol. 218, p. 119480, 2021.
subtask 3.2: Review of failures of photovoltaic modules: IEA PVPS task [30] A. Haque, K. V. S. Bharath, M. A. Khan, I. Khan, and Z. A. Jaffery,
13: external final report IEA-PVPS. 2014. “Fault diagnosis of Photovoltaic Modules,” Energy Sci. Eng., vol. 7, no.
[22] A. Triki-Lahiani, A. Bennani-Ben Abdelghani, and I. Slama-Belkhodja, 3, pp. 622–644, 2019.
“Fault detection and monitoring systems for photovoltaic installations: [31] V. Satya, B. Kurukuru, F. Blaabjerg, M. A. Khan, and A. Haque, “A
A review,” Renew. Sustain. Energy Rev., vol. 82, July 2017, pp. 2680– Novel Fault Classification Approach for Photovoltaic Systems,” 2020.
2692, 2018. [32] A. Dhoke, R. Sharma, and T. K. Saha, “PV module degradation analysis
[23] D. S. Pillai and N. Rajasekar, “A comprehensive review on protection and impact on settings of overcurrent protection devices,” Sol. Energy,
challenges and fault diagnosis in PV systems,” Renew. Sustain. Energy vol. 160, June 2017, pp. 360–367.
Rev., vol. 91, July 2017, pp. 18–40, 2018. [33] W. Yuan, T. Wang, and D. Diallo, “A Secondary Classification Fault
[24] M. H. Hwang, Y. G. Kim, H. S. Lee, Y. D. Kim, and H. R. Cha, “A study Diagnosis Strategy Based on PCA-SVM for Cascaded Photovoltaic
on the improvement of efficiency by detection solar module faults in Grid-connected Inverter,” IECON Proc. (Industrial Electron. Conf., vol.
deteriorated photovoltaic power plants,” Appl. Sci., vol. 11, pp. 1–16, 2019-Octob, pp. 5986–5991, 2019.
2021.
[25] H. A. Kazem, M. T. Chaichan, A. H. A. Al-Waeli, and K. Sopian, “A
39