Modul Belajar Topik. 4 Ukuran Pemusatan Data
Modul Belajar Topik. 4 Ukuran Pemusatan Data
4
OBJEKTIF :
1. Mahasiswa dapat mengetahui penyelesaian rata-rata
2. Mahasiswa dapat mengetahui penyelesaian median
3. Mahasiswa dapat mengetahui penyelesaian modus
4. Mahasiswa dapat mengetahui penyelesaian kuartil, desil, persentil, skewness dan
kurtosis
5. Mahasiswa dapat mengetahui penyelesaian rata-rata tertimbang
6. Mahasiswa dapat mengetahui penyelesaian rata-rata geometrik
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan ukuran deskripsi data yaitu ukuran pusat data, baik dari
data mentah (data yang belum dikelompokkan dan termasuk data yang terurut) maupun
data yang telah diringkas menjadi distribusi frekuensi (data yang telah dikelompokkan).
Ukuran deskripsi data ini sangat bermanfaat dalam analisis dan interpretasi data. Ada tiga
bentuk ukuran deskripsi data, yaitu: ukuran pusat data, ukuran variabilitas data, dan ukuran
bentuk distribusi data. Berkaitan dengan ketiga ukuran deskripsi data tersebut di atas, jika
ukuran tersebut dihitung dari data sampel, ukuran-ukuran tersebut disebut statistik dan
jika dihitung dari data populasi disebut parameter. Pada bab ini akan banyak ditekankan
pada statistik daripada parameter. Alasannya, bahwa dalam praktik, hampir keseluruhan
data yang dihimpun adalah data sampel. Di samping itu, perbedaan pokok dalam
menghitung statistik dan parameter tidak ada. Perbedaan yang ada hanya menyangkut
penggunaan simbol dan beberapa hal yang tidak prinsip. (Badrudin, 1994. Page: 56)
Ukuran pemusatan (central tendendency) adalah suatu nilai tunggal yang mewakili
keseluruhan distribusi (Nurhasanah, Siti. 2019. Page: 35). Ada tiga ukuran pusat data yang
banyak digunakan, yaitu: rata-rata hitung (rata-rata), median, dan modus. Sebagai
tambahan, akan dijelaskan pula mengenai kuartil, desil, persentil, rata-rata tertimbang, dan
rata-rata geometrik.
X1 + X 2 + X 3 + ⋯ + X n
̅
X=
n
∑𝑛𝑖=1 Xi
̅
X=
n
Keterangan:
̅
X : Rata-rata sampel
Xi : Data ke-i variabel acak X; i = 1, 2, …., n
n : Ukuran sampel (banyaknya anggota sampel)
∑𝑛𝑖=1 Xi
µx =
N
Keterangan:
µx : Rata-rata populasi
Xi : Data ke-i variabel acak X; i = 1, 2, …., N
N : Ukuran populasi (banyaknya anggota populasi)
Contoh Soal:
Misalkan dimiliki data tinggi badan 10 orang mahasiswa (dalam cm):
162, 161, 157, 154, 164, 170, 162, 165, 162, 161.
Data contoh soal diambil dari: (Harlan, 2004, Page 37)
Penyelesaian:
n = 10
∑Xi = 162 + 161 + 157 + 154 + 164 + 170 + 162 + 165 + 162 + 161 = 1618
sehingga:
∑𝑛𝑖=1 Xi 1618
̅
X= = = 𝟏𝟔𝟏, 𝟖
n 10
LANGKAH-LANGKAH PENGERJAAN SOFTWARE
1. Tekan icon R Commander pada desktop, kemudian akan muncul tampilan
seperti gambar di bawah ini.
2. Pilih menu Data, New Data Set. Masukkan nama dari data set adalah
TinggiBadan, lalu tekan tombol OK.
3. Masukkan data tinggi badan 10 orang mahasiswa. Jika data editor tidak aktif
maka dapat diaktifkan dengan menekan RGui di taskbar windows pada bagian
bawah layar monitor. Jika sudah selesai dalam pengisian data tekan tombol
Close. Untuk mengubah nama dan tipe variabel, dapat dilakukan dengan cara
Double Click pada variabel yang ingin di setting. Untuk tipe variable pilih
numeric apabila data yang diketahui berbentuk angka atau bilangan, dan pilih
character apabila data yang diketahui berbentuk huruf/kalimat/karakter.
4. Untuk mengecek kebenaran data yang sudah dimasukkan, tekan tombol View
data set maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini. Jika ada data
yang salah, tekan tombol Edit Data Set, lalu perbaiki data yang salah.
5. Jika data sudah benar, pilih menu Statistics, Summaries, Active Data Set.
Rata-rata Hitung
B. Rata-rata dari Data yang Telah Dikelompokkan
Menghitung rata-rata memang lebih menguntungkan jika dihitung dari data
yang belum dikelompokkan, karena hasil hitungannya lebih mencerminkan fakta
yang sebenarnya. Apakah rata-rata dari data yang telah dikelompokkan tidak
mencerminkan data yang sebenarnya? Dalam kehidupan sehari-hari, data yang
dibutuhkan seringkali sudah disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, seperti
yang banyak disajikan dalam berbagai terbitan maupun laporan-laporan. Sehingga,
perhitungan rata-rata dari data yang telah dikelompokkan harus dilakukan
walaupun hasilnya tidak mencerminkan fakta yang sebenarnya. Namun, paling
tidak mendekati fakta yang sebenarnya.
Rata-rata dihitung dengan melibatkan seluruh data observasi, baik dari
sampel maupun dari populasi. Untuk data observasi yang telah disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi atau yang telah dikelompokkan, sifat keaslian data
observasi telah hilang. Dengan demikian, untuk keperluan penghitungan rata-rata.
diperlukan angka-angka data yang dapat digunakan untuk mengestimasi atau
menaksir data observasi yang asli. Dalam hal ini, titik-titik tengah dapat dijadikan
sebagai penaksir data asli yang tersebar di masing-masing kelasnya.
Adapun rata -rata memiliki keunggulan dan kelemahan, yaitu :
Keunggulan rata-rata:
1. Lebih dikenal, sehingga penggunaannya pun lebih mudah.
2. Dapat digunakan pada data kuantitatif dan hanya memiliki satu rata-
rata.
3. Karena kumpulan data hanya memiliki satu rata-rata, maka ukuran
pusat data ini dapat digunakan dengan baik dalam prosedur
statistika, seperti perbandingan dua atau lebih kumpulan data.
Kelemahan rata-rata:
1. Sangat peka terhadap data ekstrem.
2. Tidak dapat digunakan untuk menentukan ukuran pusat data
kualitatif.
3. Untuk data berkelompok, hasil perhitungan tidak mencerminkan
rata-rata sesungguhnya.
4. Untuk data berkelompok dengan kelas terbuka, rata-ratanya tidak
dapat dihitung. (Harlan, 2004. Page: 39).
Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menghitung rata-rata data yang
telah dikelompokkan, yaitu metode defisional dan metode pengkodean.
A. Metode Defisional
Untuk menghitung rata-rata, titik-titik tengah masing-masing kelas,
sebagai penaksir data asli, dikali dengan frekuensi masing-masing kelas. Hasil
perkalian pada masing-masing kelas tersebut selanjutnya dijumlah dan
kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah data atau jumlah
frekuensi seluruh kelas. Metode defisional dapat dirumuskan sebagai berikut:
Xf
̅= ii
X
n
Keterangan :
̅ : Rata-rata sampel
X
Xi : Titik tengah kelas ke-i
fi : Frekuensi kelas ke-i
n : Ukuran sampel (jumlah frekuensi data sampel)
Xi fi
µx =
N
µx : Rata-rata populasi
Xi : Titik tengah kelas ke-i
fi : Frekuensi kelas ke-i
N : Ukuran populasi (jumlah frekuensi data populasi)
Contoh soal :
Selama tahun 1993, PT Asuransi Jiwa Jagat Raya telah berhasil menarik nasabah
baru sebanyak 60 orang yang usianya dapat didistribusikan sebagai berikut:
Tabel 4.1
Distribusi Usia 60 Nasabah Baru PT. Asuransi Jagat Raya
Usia Frekuensi
25 – 29 8
30 – 34 14
35 – 39 10
40 – 44 18
45 – 49 7
50 – 54 3
Jumlah 60
Penyelesaian:
Rata-rata usia para nasabah baru tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑠+𝑏𝑎𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ
Titik tengah dapat dicari menggunakan rumus: .
2
Tabel 4.2
Perhitungan Rata-rata dengan Menggunakan Metode Defisional
Titik Tengah (Xi) Frekuensi (fi) Xi.fi
27 8 216
32 14 448
37 10 370
42 18 756
47 7 329
52 3 156
Jumlah 60 2.275
2.275
̅
X= = 37,92
60
̅
X = 37,92 atau 38 tahun.
B. Metode Pengkodean
Seringkali data yang akan dihitung rata-ratanya berbentuk angka-angka
yang besar seperti nilai penjualan, pembelian, piutang, dan lain sebagainya.
Interval kelas sebuah distribusi frekuensi, secara umum senantiasa sama. Hanya
dalam keadaan tertentu, interval kelas dimungkinkan tidak sama. Interval kelas
yang sama ini, salah satunya dapat dilihat beda antar titik tengah senantiasa
sama. Angka-angka berikut menunjukkan titik tengah yang dikutip dari Tabel
4.2.
Titik Tengah : 27 32 37 42 47 52
Interval Kelas : 5 5 5 5 5
Titik tengah: 27 32 37 42 47 52
Frekuensi: 8 14 10 18 7 3
Kode: -3 -2 -1 0 1 2
Penyelesaian:
Tabel 4.4
Perhitungan Rata-rata Distribusi Usia 60 Nasabah Baru
PT. Asuransi Jagat Raya dengan Metode Defisional
Titik Tengah (Xi) Frekuensi (fi) Xi.fi
27 8 216
32 14 448
37 10 370
42 18 756
47 7 329
52 3 156
Jumlah 60 2.275
2.275
̅=
X = 37,92
60
Dengan menggunakan metode "pengkodean" penghitungannya
disajikan pada tabel di bawah.
Tabel 4.5
Perhitungan Rata-rata Distribusi Usia 60 Nasabah Baru
PT. Asuransi Jagat Raya dengan Metode Pengkodean
Xi Ui fi Ui.fi
27 -3 8 -24
32 -2 14 -28
37 -1 10 -10
42 0 18 0
47 1 7 7
52 2 3 6
60 -49
Penyelesaian :
Uf
̅
X = Xa + i. ni i
̅ = 42 + 5 (−49)
X 60
̅
X = 37,92
Dapat dibandingkan bahwa perhitungan rata-rata dengan metode
defisional ternyata memerlukan waktu lebih banyak, khususnya dalam proses
perkalian, daripada dengan menggunakan metode pengkodean. Akan tetapi
metode pengkodean hanya dapat digunakan untuk distribusi frekuensi dengan
interval kelas yang sama. Sedangkan untuk distribusi frekuensi dengan kelas
yang tidak sama, metode defisional lah yang dapat digunakan.
Bagaimana proses perhitungan rata-rata untuk distribusi frekuensi
dengan interval kelas yang tidak sama? Proses penghitungan rata-rata untuk
distribusi frekuensi dengan interval kelas yang tidak sama tidak memiliki
perbedaan dengan penghitungan rata-rata dari distrbusi frekuensi yang
memiliki interval kelas yang sama. (Kustituanto dan Badrudin, 1994. Page: 63-
68).
4.2 Median
Berbeda dengan rata-rata, penghitungan median tidak dilaksanakan dengan
melibatkan seluruh angka data, namun lebih menekankan pada posisi atau letak
data. Median adalah ukuran pusat data yang nilainya terletak di tengah-tengah
rangkaian data yang terurut.
Terletak di tengah-tengah artinya bahwa letak median tersebut membagi
deretan data menjadi dua bagian yang sama. Jika X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 adalah
variabel-variabel acak sekelompok data kuantitatif yang terurut, maka mediannya
adalah X4. Letak X4 ini membagi ketujuh data tersebut menjadi dua bagian yang
sama; jumlah angka data sebelum median sama dengan jumlah angka data sesudah
median.
Sama halnya dengan mean, median pun dibagi menjadi dua, yaitu median
untuk data yang belum dikelompokkan dan median untuk data yang sudah
dikelompokkan. (Kustituanto dan Badrudin, 1994. Page: 69).
Contoh soal :
Data tinggi badan 10 orang mahasiswa:
162, 161, 157, 154, 164, 170, 162, 165, 162, 161. Data diurutkan dalam bentuk Array
(dibaca: er-rei), sebagai berikut : (Harlan, 2004. Page: 42-43)
Tabel 4.6
Omzet Penjualan 7 Supermarket “Mataram Raya”
selama Bulan Desember 1993
Supermarket Omset
“Mataram Raya 1” Rp 65.000.000
“Mataram Raya 2” Rp 80.000.000
“Mataram Raya 3” Rp 85.000.000
“Mataram Raya 4” Rp 90.000.000 Median
“Mataram Raya 5” Rp 95.000.000
“Mataram Raya 6” Rp 115.000.000
“Mataram Raya 7” Rp 170.000.000
Untuk data ganjil, letak median dapat ditentukan dengan mudah. Berbeda
dengan jumlah data genap, maka penentuan letak median tidak dapat ditetapkan
begitu saja. Jika jumlah datanya 10, maka letak mediannya adalah data ke 5,5 yang
dihitung dengan (10 + 1) / 2. (Kustituanto dan Badrudin, 1994. Page: 70).
2. Pilih menu Data, New Data Set. Masukkan nama dari data set adalah
TinggiBadan, lalu tekan tombol OK.
3. Masukkan data tinggi badan 10 orang mahasiswa. Jika data editor tidak aktif
maka dapat diaktifkan dengan menekan Rgui di taskbar windows pada bagian
bawah layar monitor. Jika sudah selesai dalam pengisian data tekan tombol
Close. Untuk mengubah nama dan tipe variabel, dapat dilakukan dengan cara
Double Click pada variabel yang ingin di setting.
4. Untuk mengecek kebenaran data yang sudah dimasukkan, tekan tombol View
data set maka akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini. Jika ada data
yang salah, tekan tombol Edit Data Set, lalu perbaiki data yang salah.
5. Jika data sudah benar, pilih menu Statistics, Summaries, Active Data Set.
Median
B. Median untuk Data yang Telah Dikelompokkan
Langkah pertama dalam menetapkan median dari data yang telah
dikelompokkan adalah menentukan letak sebuah titik yang nilainya akan menjadi
median. Titik ini, seperti pada uraian sebelumnya, membagi deretan angka data
yang terurut menjadi dua bagian yang sama banyak. Jika pada data yang belum
diurutkan digunakan perumusan (n+1)/2, maka untuk data yang telah
dikelompokkan, banyak penulis menggunakan perumusan yang lebih sederhana
yaitu n/2. Akan tetapi, dengan menggunakan perumusan sebelumnya pun bukanlah
suatu kesalahan.
Setelah diketahui posisi titik tersebut, langkah berikutnya adalah
menentukan kelas yang didalamnya terdapat titik tersebut. (Kustituanto dan
Badrudin, 1994. Page: 72).
(n/2) − fk med
Med = Bmed + [ ]i
fmed
Keterangan :
Med : Median
Bmed : Tepi batas kelas bawah pada kelas median (Lower Class Boundary)
i : Interval kelas
n : Ukuran sampel
fkmed : Frekuensi kumulatif sebelum kelas median
fmed : Frekuensi pada kelas median
2. Kelemahan median:
a. Hanya dapat ditentukan dari data yang telah diurutkan sehingga
membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
b. Dihitung bukan berdasarkan nilai data, tetapi berdasarkan jumlah data,
sehingga sulit dijadikan sebagai ukuran pusat data untuk
menggambarkan kumpulan datanya. (Harlan, 2004. Page: 43-44).
Contoh soal :
Data berat badan 64 mahasiswa Psikologi Gunadarma:
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Berat Badan 64 Mahasiswa
Psikologi Gunadarma 2003
Berat badan (kg) Frekuensi Frekuensi Kumulatif
36-44 20 20
45-53 19 39
54-62 17 56
63-71 5 61
72-80 1 62
81-89 1 63
90-98 1 64
Jumlah 64
(Data diambil dari Harlan, 2004. Page: 43-44).
Titik posisi median = 32. Kelas posisi median yaitu kelas ke-2.
Bmed = 45 – 0,5 = 44,5
I =9
fkmed = 20
fmed = 19
(n/2) − fk med
Med = Bmed + [ ]i
fmed
32 − 20
Med = 44,5 + [ ] 9 = 50,18
19
3. Setelah itu masukan Batas Kelas, Titik Tengah, serta Frekuensi pada masing-masing
kelas. Maka akan muncul tampilan layar data editor sbb:
4. Tutup jendela Data Editor Table, selanjutnya untuk menampilkan tabel yang selesai
kita buat pada R Console cukup dengan cara mengetik nama variabel tabel, kemudian
enter, maka tampilan layar sebagai berikut:
5. Selanjutnya, untuk mencari median. Ketikkan seperti di bawah ini:
4.3 Modus
Modus, sebagai ukuran pusat data, berbeda dengan rata-rata hitung dalam
penentuannya. Modus lebih mirip median dalam penentuannya yang tidak melalui
proses aritmatik seperti halnya penentuan rata-rata. Modus adalah suatu nilai yang
terdapat dalam serangkaian data yang memiliki frekuensi tertinggi. (Kustituanto
dan Badrudin, 1994. Page: 74).
Suatu himpunan bilangan tidak selalu memiliki modus, dengan kata lain
modus dari suatu himpunan bilangan tidak selalu muncul. Jikalaupun terdapat
modus dari suatu himpunan bilangan, modus ini tidaklah selalu bersifat unik.
(Spiegel dan Stephens, 2004. Page: 51).
Modus dibagi menjadi dua, yaitu modus untuk data yang belum
dikelompokkan dan modus untuk data yang sudah dikelompokkan, yaitu :
A. Modus dari Data yang Belum Dikelompokkan
Untuk data yang belum dikelompokkan, modus lebih mudah ditentukan jika
data yang tersedia telah disajikan dalam keadaan terurut. (Kustituanto dan
Badrudin, 1994. Page: 74).
Contoh soal :
Data tinggi badan 10 orang mahasiswa: 162, 161, 157, 154, 164, 170, 162, 165, 170,
161. Modus akan lebih mudah ditentukan jika data tersusun dalam distribusi
frekuensi seperti di bawah ini:
Tabel 4.8
Distribusi frekuensi tinggi badan 10 mahasiswa
Tinggi Badan (cm) Frekuensi
154 1
157 1
161 2
162 3
164 1
165 1
170 1
(Data diambil dari Harlan, 2004. Page: 45)
2. Kelemahan modus:
a. Dalam kasus-kasus tertentu, kumpulan data tidak memiliki modus.
b. Jika modus justru lebih daripada satu, tidak dapat digunakan sebagai
ukuran pusat data. (Harlan, 2004. Page: 45-46).
Contoh soal:
Data berat badan 64 mahasiswa Psikologi Gunadarma dan distribusi frekuensi
beserta frekuensi kumulatifnya pada Tabel 4.9. Kelas posisi modus yaitu kelas
pertama.
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Berat Badan 64 Mahasiswa
Psikologi Gunadarma 2003
Berat badan (kg) Frekuensi Frekuensi Kumulatif
36-44 20 20
45-53 19 39
54-62 17 56
63-71 5 61
72-80 1 62
81-89 1 63
90-98 1 64
Jumlah 64
(Data diambil dari Harlan, 2004. Page: 45-46)
Frekuensi Terbesar adalah 20, sehingga Kelas posisi modus yaitu kelas ke-1.
Bmo = 36-0,5=35,5
I =9
d1 = 20 - 0 = 20
d2 = 20 - 19 = 1
d1
Mo = Bmo + [ ]i
d1 + d2
20
Mo = 35,5 + [ ] 9 = 44,07
20 + 1
LANGKAH-LANGKAH PENGERJAAN SOFTWARE
1. Tekan icon R pada desktop, kemudian akan muncul tampilan seperti gambar di bawah
ini.
4. Tutup jendela Data Editor Table, selanjutnya untuk menampilkan tabel yang selesai
kita buat pada R Console cukup dengan cara mengetik nama variabel tabel, kemudian
enter, maka tampilan layar sebagai berikut:
5. Selanjutnya, untuk mencari modus. Ketikkan seperti di bawah ini:
2n + 2 n + 1
Posisi Q2 = = = posisi median
4 2
3n + 2
Posisi Q3 =
4
Kuartil dari Data yang Telah Dikelompokkan
Titik lokasi ketiga kuartil (untuk data yang telah dikelompokkan) secara
sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q1 = n/4
Q2 = 2n/4 = n/2 = med
Q3 = 3n/4
Selanjutnya, dengan memperhatikan perumusan di atas, kuartil
pertama dan kuartil ketiga (kuartil kedua sama dengan median) dapat
dirumuskan sebagai berikut:
n
− fkq
Q1 = Bq + i. [4 ]
fq
3n
− fkq
Q3 = Bq + i. [ 4 ]
fq
Keterangan :
Q1 : Kuartil pertama
Q3 : Kuartil ketiga
Bq : Tepi batas kelas bawah pada kelas kuartil
i : Interval kelas
n : Ukuran sampel
fkq : Frekuensi kumulatif sebelum kelas kuartil
fq : Frekuensi pada kelas kuartil
Contoh soal :
Lihat tabel di bawah ini dan tentukanlah kuartil pertama dan kuartil ketiga!
(Kustituanto dan Badrudin, 1994. Page: 83-84).
Kelas Frekuensi
20 - < 30 7
30 - < 40 8
40 - < 50 10
50 - < 60 15
60 - < 70 25
70 - < 80 10
80 - < 90 5
Jumlah 80
Penyelesaian:
Kuartil pertama:
Titik kuartil pertama: 80/4 = 20
Bq : 40 - 0,5 = 39,5
i : 10
fkq : 15
fq : 10
𝑛
4
− 𝑓𝑘𝑞
𝑄1 = 𝐵𝑞 + 𝑖 [ ]
𝑓𝑞
20−15
𝑄1 = 39,5 + 10 [ 10
] = 44,5
Kuartil ketiga:
Titik kuartil ketiga : 3n/4 = 240/4 = 60
Bq : 60-0,5=59,5
i : 10
fkq : 40
fq : 25
3𝑛
−𝑓𝑘𝑞
𝑄3 = 𝐵𝑞 + 𝑖 [ 4 𝑓𝑞
]
60−40
𝑄3 = 59,5 + 10 [ 25
] = 67,5
LANGKAH-LANGKAH PENGERJAAN SOFTWARE
1. Tekan icon R pada desktop, kemudian akan muncul tampilan seperti gambar di
bawah ini.
Contoh soal:
Contoh soal:
Lihat tabel di bawah ini. Tentukan persentil ke-67! (Kustituanto dan Badrudin,
1994. Page: 83-86).
Frekuensi
Kelas Frekuensi
Kumulatif
20 - < 30 7 7
30 - < 40 8 15
40 - < 50 10 25
50 - < 60 15 40
60 - < 70 25 65
70 - < 80 10 75
80 - < 90 5 80
Jumlah 80
bimodal akan memiliki dua atau lebih puncak. Ini sering terjadi ketika nilai-nilai
berasal dari dua atau lebih populasi. Informasi ini dirangkum dalam Gambar 4.1.
Gambar 4.1
Bentuk Poligon Frekuensi
Ada beberapa rumus dalam literatur statistik yang digunakan untuk
menghitung kecondongan (skewness).
Yang paling sederhana, dikembangkan oleh Profesor Karl Pearson (1857-
1936), didasarkan pada perbedaan antara rata-rata dan median.
̅ − Median)
3 (X
sk =
s
s merupakan standar deviasi, dapat dicari menggunakan rumus:
∑(X − ̅
X)2
s=√
n−1
Contoh:
Berikut adalah laba per saham untuk sampel 15 perusahaan perangkat lunak
tahun 2020. Laba per saham diurutkan dari data terkecil ke terbesar:
̅)2
∑(X − X ($0,09 − $4,95)2 + ⋯ + ($16,40 − $4,95)2
s=√ =√ = $𝟓, 𝟐𝟐
n−1 15 − 1
Koefisien Pearson:
3 (X̅ − Median) 3($4,95 − $3,18)
sk = = = 𝟏, 𝟎𝟏𝟕
s $5,22
Hal ini menunjukkan adanya kecondongan positif pada data laba per saham.
(Lind, Marchal, dan Wathen, 2021. Page: 106-108).
Gambar 4.2
Salah satu ukuran yang digunakan untuk menyatakan derajat
keruncingan kurva distribusi atau kurtosis ini menggunakan momen keempat di
sekitar nilai mean yang dinyatakan dalam bentuk tanpa dimensi dan dirumuskan
sebagai:
m4 m4
Koefisien momen kurtosis = α4 = 4 = 2
s s2
yang seringkali dinyatakan juga sebagai b2. Untuk distribusi normal, b2 =
α4 = 3. Atas dasar alasan inilah maka kurtosis sering pula didefinisikan sebagai
(b2 – 3), yang bernilai positif untuk distibusi leptokurtik, negatif untuk distribusi
platikurtik, serta nol untuk distribusi normal. Ukuran kurtosis yang lain
didasarkan pada kuartil dan persentil dan dinyatakan sebagai:
Q
𝜅=
P90 − P10
1
di mana Q = 2 (Q3 − Q1 ) adalah jangkauan semi-interkuartil. P90
merupakan persentil ke-90 dan P10 merupakan persentil ke-10. Di sini kita
menggunakan κ (huruf kecil kappa dalam abjad Yunani) sebagai simbol untuk
koefisien persentil kurtosis di mana untuk distribusi normal κ bernilai 0,262.
(Spiegel dan Stephens, 2004. Page: 95-96).
Contoh:
Hitunglah koefisien persentil kurtosis, untuk distribusi yang telah diberikan dan
seberapa baikkah distribusi ini mendekati distribusi normal? (Spiegel dan
Stephens, 2004, Page 101)
Q1 = $268,25 P10 = D1 = $258,12
Q2 = P50 = $279,06 P90 = D9 = $301,00
Q3 = $290,75
Penyelesaian:
1 1
Q = (Q3 − Q1 ) = ($290,75 − $268,25) = $𝟏𝟏, 𝟐𝟓
2 2
P90 − P10 = $301,00 − $258,12 = $𝟒𝟐, 𝟖𝟖
Jadi,
Q $11,25
𝜅= = = 𝟎, 𝟐𝟔𝟐
P90 − P10 $42,88
Oleh karena κ untuk distribusi normal adalah 0,262 maka distribusi yang
dikaji dalam soal ini berjenis mesokurtik (hampir sama/menyerupai distribusi
normal). Jadi kurtosis distribusi hampir sama dengan kurtosis distribusi normal
sehingga membuat kita yakin bahwa distribusi ini mendekati distribusi normal
dengan sangat baik, sepanjang yang menjadi tinjauannya adalah nilai kurtosis
dan distribusi yang bersangkutan.
Keterangan:
W = Rata-rata tertimbang/berbobot
Wi = Timbangan/bobot ke-i
Xi = Data ke-I dari variabel acak X
W = ∑ Wi X i
i=1
Contoh 1 :
Nilai akhir dari seorang mahasiswa untuk mata kuliah Matematika, Fisika, Bahasa
Inggris, dan Ilmu Kesehatan masing-masing adalah 82, 86, 90, dan 70. Jika mata
kuliah ini masing-masing memiliki bobot sebesar 3, 5, 3, dan 1 maka tentukan
nilai rata-rata tertimbangnya!
Wi Xi
W=
Wi
(3)(82) + (5)(86) + (3)(90) + (1)(70) 1016
W= = = 𝟖𝟓
3+5+3+1 12
Contoh 2:
Misalkan mahasiswa Y mendapatkan nilai 90 untuk tugas harian mata
kuliah Statistika, 80 untuk Ujian Tengah Semester, dan 60 untuk Ujian Akhir
Semester. Jika bobot tugas harian, UTS, dan UAS masing-masing adalah
10%, 60%, dan 30%, maka nilai akhirnya (dihitung sebagai rata-rata
tertimbang) adalah: (Data diambil dari Harlan, 2004. Page: 41)
n
W = ∑ Wi Xi
i=1
Gn = X1.X2........Xn = ∐ni=1 Xi
sehingga ∑n
i=1 logXi
Log G = n
Contoh:
Misalkan jumlah kasus DBD (Demam Berdarah Dengue) di kota B pada
tahun 2000, 2001, 2002, dan 2003 masing-masing adalah 124, 130, 143, dan 158.
Rata-rata geometriknya adalah: (Data diambil dari Harlan, 2004. Page: 40).
G = n√X1 X2 … Xn =
G = 4√(124)(130)(143)(158) = 138,15
DAFTAR PUSTAKA
Harlan, Johan. 2004. Metode Statistika 1. Jakarta: Gunadarma.
Kustituanto, Bambang., dan Rudy Badrudin. 1994. Buku Statistika I (Deskriptif). Jakarta:
Gunadarma.
Spiegel, Murray R., dan Stephens, Larry J. 2004. Statistik. Edisi ketiga. Jakarta: PT
Erlangga.