Anda di halaman 1dari 16

EKONOMI PERTANIAN DI MASA PANDEMI

Pandemi COVID-19 merupakan kejadian luar biasa yang terjadi hampir di seluruh
bagian dunia dan menjadi ancaman secara global. Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak
pada sektor kesehatan saja, namun pandemi Covid-19 juga memberikan dampak tidak
langsung kepada hampir seluruh sektor kehidupan. Dengan adanya pandemi ini menyebabkan
kewaspadaan kepada masyarakat sehingga merubah perilaku dalam beraktivitas dan
konsumsi. Hal ini menyebabkan dampak yang besar terhadap keadaan ekonomi.

Merespon pandemi Covid-19, pemerintah Indonesia mulai menerapkan pembatasan


dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada awal April 2020 yaitu
kebijakan untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Kebijakan PSBB dilakukan
untuk mencegah dan meminimalisir persebaran virus Covid-19 di masyarakat. Kebijakan
tersebut menimbulkan dampak yaitu menurunnya aktivitas dan pergerakan orang di berbagai
wilayah, terlebih lagi di kota-kota besar. Dengan adanya PSBB maka perkantoran dan
sebagian besar industri dilarang beroperasi, untuk kurun yang relatif lama, dan menimbulkan
kerugian ekonomi.
Pemerintah menyebutkan bahwa angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dampak
dari pandemi Covid-19 per tanggal 2 Juni mencapai 3,05 juta orang dan diperkirakan
tambahan pengangguran bisa mencapai 5,23 juta orang. Kelompok yang paling terdampak
dari Covid-19 adalah penduduk berpendapatan rendah dan pekerja di sektor informal.
(Tempo, Juni 2018)
Pandemi Covid-19 mempengaruhi kehidupan manusia di semua sektor, pertanian
termasuk sektor yang terdampak pandemi ini. Kebijakan-kebijakan akibat pandemi sangat
mempengaruhi sektor pertanian. Berikut merupakan keadaan ekonomi Indonesia dan
dampaknya terhadap sektor pertanian:

1. PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II 2020 MENGALAMI


DEFISIT
Pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan pembangunan yang ingin dicapai oleh setiap
negara. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan perkembangan
ekonomi suatu negara. Oleh karena itu setiap negara maju maupun negara yang sedang
berkembang, selalu berusaha untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Istilah pertumbuhan
ekonomi digunakan untuk menggambarkan terjadinya kemajuan atau perkembangan ekonomi
dalam suatu negara. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan, jika produk barang dan
jasanya meningkat atau dengan kata lain terjadi perkembangan GNP potensial suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi harus mencermikan pertumbuhan output per kapita. Dengan-
pertumbuhan perkapita, berarti terjadi pertumbuhan upah riil dan meningkatnya standar hidup
(Ardiansyah, 2017).
Berdasarkan laporan perekonomian BPS triwulan II, perekonomian Indonesia
berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai
Rp3.687,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.589,6 triliun.
Kondisi Perekonomian Indonesia Triwulan II-2020 :

 Ekonomi Indonesia triwulan II-2020 terhadap triwulan II-2019 mengalami kontraksi


atau penurunan pertumbuhan sebesar 5,32 persen (y-on-y)
 Ekonomi Indonesia triwulan II-2020 terhadap triwulan sebelumnya mengalami
kontraksi atau penurunan pertumbuhan sebesar 4,19 persen (q-to-q)
 Ekonomi Indonesia semester I-2020 terhadap semester I-2019 mengalami kontraksi
atau penurunan sebesar 1,26 persen (c-to-c).
Berdasarkan sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2020 (y-on-y),
sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
sebesar 0,58 persen; diikuti Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 0,29 persen; dan
Real Estat sebesar 0,07 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia dari lapangan
usaha lainnya terkontraksi sebesar 6,26 persen

Gambar 1 Pertumbuhan PDB tahun 2018 – 2020


Sumber : BPS (2020)

Pertumbuhan ekonomi secara umum bergantung pada konsumsi (C), pengeluaran


pemerintah (G), investasi (I), dan net ekspor (NX). Kontraksi pada kuartal II disebabkan oleh
akumulasi faktor-faktor yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi masyarakat turun
yoy sebesar 5,51 persen dari 2019 sebesar 56,62 persen (BPS). Data tersebut menunjukkan
bahwa konsumsi (C) memberikan yang memberika kontribusi tersebar pada PDB mengalami
kontraksi yang cukup dalam selama kuartal II. Penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau
investasi mengalami kontraksi sebesar 8,61 persen. Kondisi pandemik dan kebijakan semasa
pandemic berpengaruh besar pada sektor-sektor industri manufaktur. Dampaknya, investasi
yang masuk berkurang dan sempat terjadi capital outflow (modal keluar) secara masif
terutama saat awal kebijakan PSBB. Pengeluaran pemerintah juga terkontraksi sebesar 6,9
persen. Hal ini seharusnya dapat segera diatasi dan diantisipasi untuk kuartal III dan kuartal
IV dengan program untuk meningkatkan kualitas sektor Kesehatan dan juga stimulus
ekonomi secara bersamaan baik dari permintaan (demand) maupun penawaran (supply)
dengan menyasar pada sektor-sektor yang memberikan kontribusi tinga pada pertumbuhan
ekonomi, yaitu pada sektor pertanian dan UMKM. Kemudian Net Ekspor (NX) meningkat
selama pandemik karena terjadinya kontraksi pada impor yang lebih besar daripada
kontraksi/penurusan pada total ekspor. Hal ini merupakan dampak lanjutan dari industri
manufaktur yang membutuhkan bahan baku impor mengalami penurunan penjualan.

Pertumbuhan Ekonomi Regional


Berdasarkan data BPS pertumbuhan ekonomi regional hampir seluruh daerah
mengalami kontraksi kecuali Maluku dan Papua yang tumbuh positif sebesar 2,36 persen.
Struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada triwulan II-2020 masih didominasi oleh
kelompok provinsi di Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik
Bruto sebesar 58,55 persen, kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,49 persen,
Pulau Kalimantan 8,04 persen, dan Pulau Sulawesi 6,55 persen, serta sisanya 5,37 persen
disumbangkan pulau-pulau lainnya yang meliputi Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan
Papua masingmasing sebesar 3,00 persen dan 2,37 persen.
Tabel 1 Nilai pertumbuhan ekonomi regional di setiap pulau
Pulau Kontribusi pada PDB Pertumbuhan Ekonomi
Sumatra 21.49 % -3.01 %
Jawa 58.55 % -6.69 %
Bali & Nusa Tenggara 3.00 % -6.29 %
Kalimantan 8.04 % -4.35 %
Sulawesi 6.55 % -2.76 %
Maluku & Papua 2.37 % 2.36 %
Sumber : BPS (2020)
Dampak pandemi COVID-19 sangat memengaruhi kinerja ekonomi kelompok
provinsi di Pulau Jawa yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 6,69 persen (y-on-y),
disusul oleh kelompok provinsi di Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebesar 6,29 persen.
Sebaliknya, kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua masih menunjukkan kinerja
ekonomi yang tumbuh positif sebesar 2,36 persen.

Kondisi Ekonomi Negara-negara di Asia Tenggara


Keterpurukan ekonomi tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga dirasakan
oleh negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara. Hal ini terjadi karena penyebaran virus
yang begitu cepat sehingga banyak negara melakukan kebijakan isolasi diri dan bahkan
lockdown. Kebijakan ini membuat aktivitas ekonomi banyak terhenti, khususnya di kuartal
kedua tahun 2020 ketika virus corona menyebar hampir ke seluruh dunia.
Tabel 2 Kondisi ekonomi negara di Asia Tenggara
Negara GDP Q1 (YoY) GDP Q1 (YoY)
Indonesia 2.97% -5.2%
Malaysia 0.7% -17.1%
Filipina -0.7% -16.5%
Singapura -0.3% -13.2%
Thailand -2% -12.2%
Vietnam 3.82% 0.36%
Sumber : CNBC Indonesia (2020)
Pertumbuhan ekonomi Malaysia tercatat terkontraksi sebesar 17.1% secara tahunan
(yoy). Filipina mengalami kontaksi sebesar 16,5, Singapura terkontraksi sebesar 13,2,
Thailand terkontraksi 12,2%. Meskipun rapor ekonomi negara-negara di ASEAN sebagian
besar merah, akan tetapi ternyata ada satu negara di ASEAN yang berhasil lolos dari jurang
resesi baik teknikal maupun resesi sesungguhnya, bahkan ekonominya berhasil tumbuh di
tengah pandemi. Vietnam berhasil mengalami bertahan dari pandemi pada tahun 2020 ini.
PDB negara tersebut di kuartal II-2020 masih mampu tumbuh 0,36% YoY. Walaupun
memang menurut Bank Dunia pertumbuhan tersebut yang terburuk sejak 35 tahun terakhir.
Selain PDB Vietnam yang berhasil tumbuh, tingkat pengangguran juga berhasil ditekan di
level 2,73%.
Ancaman Resesi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi RI pada kuartal II-2020 minus 5,32
persen. Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus 5,32 persen ini paling rendah
sejak krisis 1999. Angka ini memperparah kondisi ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada kuartal I 2020 hanya mencapai 2,97 persen. Angka itu jauh dari target kuartal
I yang diharapkan mencapai kisaran 4,5-4,6 persen (Kompas, Agustus 2020). Menurut
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid
Ahmad, dengan kontraksi ekonomi yang cukup dalam di kuartal II-2020, ancaman resesi di
Indonesia tak terhindarkan. Hal ini didasarkan pada data BPS yang mencatat laju
pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal to kuartal sudah mengalami tiga kali negatif yaitu
pada kuartal IV-2019 dibandingkan kuartal sebelumnya ialah minus 1,74%. Lalu, di kuartal I-
2020 kembali minus 2,41%, dan di kuartal III-2020 minus 4,19% (Detik, Agustus 2020).
Resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (PDB)
menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih
dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh
aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan. Pertumbuhan
ekonomi di suatu wilayah akan bergantung pada beberapa hal diantaranya jumlah investasi,
konsumsi atau permintaan masyarakat, dan pengeluaran pemerintah (Maryanti, 2020).

Konsumsi Rumah Tangga Rendah


Ekonomi Indonesia pada triwulan II-2020 terhadap triwulan II-2019 (y-on-y) tumbuh
negatif (kontraksi) pada semua komponen pengeluaran. Pada Konsumsi Rumah Tangga
terkontraksi sebesar 5,51%. Hal ini menandakan daya beli konsumen di Indonesia mengalami
penurunan.

Gambar 2 Laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga


Sumber : BPS (2020)
Berdasarkan pertumbuhan PDB triwulan II-2020 (y-on-y) sumber pertumbuhan
ekonomi Indonesia triwulan II-2020 (y-on-y), Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga (PK-RT) menjadi sumber utama terkontraksinya perekonomian Indonesia dengan
berkontribusi negatif sebesar 2,96 persen.
Menurut data BPS, struktur PDB Indonesia menunjukkan perekonomian Indonesia
masih didominasi oleh Komponen Konsumsi Rumah Tangga yang mencakup lebih dari
separuh PDB Indonesia yaitu sebesar 57,85 persen, diikuti oleh komponen PMTB sebesar
30,61 persen, Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 15,69 persen, Komponen PK-P
sebesar 8,67 persen, Komponen Perubahan Inventori sebesar 3,27 persen dan Komponen PK-
LNPRT sebesar 1,36 persen. Sementara Komponen Impor Barang dan Jasa sebagai faktor
pengurang dalam PDB memiliki peran sebesar 15,52 persen.

Dengan kontribusi sebesar 57,85% pada PDB maka jatuhnya daya beli konsumsi
rumah tangga merupakan permasalahan serius dan harus segera diatasi untuk kembali
meningkatkan perekonomian di Indonesia. Konsumsi rumah tangga di Indoensia berdasarkan
data BPS mengalami kontraksi hebat pada komponen transportasi dan restoran hotel sebesar -
15,33 dan -16,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 3 Nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan II-2020 pada komponen konsumsi
rumah tangga

Sumber : BPS (2020)


Penjualan eceran mengalami kontraksi pada seluruh kelompok penjualan, antara lain
makanan, minuman, dan tembakau; sandang; perlengkapan rumah tangga lainnya; bahan
bakar kendaraan; barang budaya dan rekreasi; serta barang lainnya. Terkontraksinya
penjualan pada makanan, minuman, tembakau dan industri restoran tentu sangat
mempengaruhi kepada sektor pertanian dan mempengaruhi permintaan akan komoditas-
komoditas pertanian.
Pengeluaran Pemerintah Rendah
Menurut Maryanti (2020), salah satu yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di
suatu wilayah yaitu pengeluaran pemerintah. Pemerintah sebagai institusi yang melakukan
berbagai aktivitas juga merupakan konsumen bagi barang dan jasa di dalam negeri.
Pengeluaran pemerintah berbentuk pembelanjaan pemerintah, baik dalam bentuk rutin
maupun untuk pembangunan. Pengeluaran pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Salah satu fungsi utama
pengeluaran pemerintah adalah sebagai alat kebijakan fiskal yang digunakan dalam
menstabilkan ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi (Purba, 2006)
Dengan adanya peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam
menciptakan sarana dan prasarana pembangunan yang meningkat dan pada akhirnya
mendorong aggregate demand, sehingga dapat merangsang kegiatan produksi daerah yang
selanjutnya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (Purba, 2006).

Pada kondisi seperti sekarang dibutuhkannya konsumsi dari pemerintah, namu pada
triwulan II-2020 konsumsi pemerintah terkontraksi sebesar 6,9%. Hal ini berbanding terbalik
dengan kuartal II/2019 yang mampu tumbuh pesat hingga 8,23%. Saat ini terjadi penurunan
realisasi belanja barang dan jasa serta belanja pegawai dibanding Triwulan II-2019. Dalam
situasi saat ini, belanja pemerintah seharusnya tetap bisa didorong untuk memberikan
stimulus pada perekonomian. Di tengah tertekannya sektor swasta dan rumah tangga, laju
konsumsi pemerintah yang kontraktif ini tidak membantu perekonomian. Oleh karena itu,
eksekusi dari stimulus fiskal yang telah dianggarkan menjadi kunci pemulihan ekonomi pada
kuartal III/2020.

Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Berjalan Lambat


Program Pemulihan Ekonomi Nasional merupakan salah satu rangkaian kegiatan
untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Berdasarkan Kementerian
Keuangan program ini bertujuan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan
kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi
Covid-19. Untuk UMKM, program PEN diharapkan dapat 'memperpanjang nafas' UMKM
dan meningkatkan kinerja UMKM yang berkontribusi pada perekonomian Indonesia
Secara total, anggaran PEN mencapai Rp695,2 triliun. Untuk bidang kesehatan,
realisasi anggarannya sebesar Rp6,3 triliun. Jumlah itu baru mencapai 7,19 persen dari total
anggaran kesehatan Rp87,55 triliun. Untuk program perlindungan sosial, dari anggaran
Rp203,91 triliun, yang terealisasi Rp85,3 triliun. realisasi anggaran program sektoral dan
pemerintah daerah (pemda) sebesar Rp7,4 triliun, atau 6,97 persen dari anggaran Rp106,05
triliun. Realisasi program bantuan UMKM sebesar Rp31,2 triliun atau 25,26 persen dari dana
yang disiapkan Rp123,47 triliun. Pemerintah juga telah memberikan insentif bagi dunia usaha
sebesar Rp16,2 triliun, atau 13,43 persen dari anggaran Rp120,6 triliun. Sejauh ini,
penyerapannya dana PEN baru mencapai 20 persen dari total alokasi yang sebesar Rp695,2
triliun (CNN, Agustus 2020).

Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar B. Hirawan
melihat ada peluang bagi Indonesia untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi positif di
kuartal III-2020, sehingga terhindar dari resesi. Kuncinya adalah mempercepat realisasi
anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) Rp 695,2 triliun minimal 50%.
Pasalnya, hingga saat ini realisasinya masih 20% dari total alokasi sebesar Rp695,2 triliun.
(Detik, Agustus 2020).

2. DAMPAK KONDISI EKONOMI TERHADAP SEKTOR PERTANIAN.


Pandemi Covid-19, efeknya akan bervariasi terhadap berbagai sektor perekonomian.
Permasalahan seperti rendahnya konsumsi rumah tangga, defisit pertumbuhan ekonomi
hingga pemulihan ekonomi nasional yang berjalan lambat tentu memberi dampak signifikan
terhadap sektor pertanian. Salah satunya berdampak terhadap pertumbuhan perekonomian
petani yang mengalami penurunan menjadi 0,85 persen dari sebelumnya 1,8 persen. Hal ini
dipicu oleh menurunnya permintaan dari konsumsi, sebagaImana kita ketahui perekonomian
Indonesia ditopang oleh konsumsi. Kemudian diihat dari indeks perkembangan harga pangan,
secara bulanan terjadi deflasi 0,49 persen (mtm) pada mei 2020. Penurunan harga pangan
tersebut mengakibatkan perkembangan nilai tukar petani yang juga mengalami penurunan.
Jika nilai tukar petani rendah akan mendorong petani untuk enggan melakukan penanaman di
musim kedua (Merdeka, Juni 2020).
Indikator kesejahteraan petani salah satunya ialah Nilai Tukar Petani (NTP). NTP
menurut website BPS merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani
dengan Indeks harga yg dibayar petani. Berikut merupakan indikator kesejahteraan petani
menurut Nilai Tukar Petani (NTP):
 NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari
kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari
pengeluarannya.
 NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya
sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan
petani sama dengan pengeluarannya.
 NTP< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih
kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani
turun, lebih kecil dari pengeluarannya.
Situasi pandemi turut berdampak pada kesejahteraan petani. Nasib petani kian
tertekan akibat pandemi Covid-19. Bahkan pada bulan Mei dan Juni 2020 NTP berada di
bawah 100 yaitu 99,47 dan 99,62. Jika berdasar pada definisi NTP BPS maka petani
mengalami defisit, pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya. Hal ini sungguh
memprihatinkan, terlebih pada bulan Mei seharusnya sedang mengalami musim panen raya.
Padahal selama 2 tahun terakhir pada bulan Mei dan Juni NTP selalu berada lebih dari 100
yaitu pada bulan Mei 2018 sebesar 101,99 dan Mei 2019 sebesar 102,61. Pada bulan Juni
2018 sebesar 102,04 dan Juni 2019 102,33.

Nilai tukar petani (NTP) berdasarkan rumus yang digunakan oleh BPS merupakan
akumulasi dari seluruh komoditas pertanian di Indonesia. Sedangkan berdasarkan pada data
the United Nastion Commodity Trade (UN COMTRADE) komoditi yang memberikan
sumbangan terbesar yang diekspor Indonesia pada perdagangan internasioanl sekaligus
memiliki kontribusi terbesar pada sektor pertanian. Begitu pula pada komoditas sektor
pertanian lain yang memiliki kontribusi besar seperti karet, kopi, teh, tembakau, dll. Artinya,
NTP dapat menjadi besar nilainya karena ditopang oleh komoditas-komoditas tertentu.
Dalam hal ini, pengamatan lebih lanjut terhadap komoditas perlu diperhatikan.

NILAI TUKAR PETANI


2018 2019 2020

106
104
102
NTP

100
98
96
J A N U AFREI B R U A RM
I ARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS
BULAN

Gambar 3 Grafik perbandingan nilai tukar petani pada tahun 2018 – 2020
Sumber : BPS (2020)
Pandemi Covid-19 menyebabkan hasil panen tidak terserap secara maksimal di
pasaran. Tidak terserap dengan baiknya komoditas pangan hasil panen ini juga dapat
disebabkan karena berkurangnya pendapatan masyarakat ataupun karena adanya pembatasan
sosial berskala besar yang ditetapkan oleh pemerintah. kebijakan PSBB mau tidak mau
memengaruhi kelancaran distribusi komoditas pangan antarkota, antarprovinsi dan
antarpulau. Walaupun pangan dikecualikan dari penerapan PSBB, adanya pemeriksaan di
pos-pos yang berada di check point tertentu berdampak pada kelancaran lalu lintas.
Sebagaimana yang sudah diketahui, pandemi Covid-19 menyebabkan beberapa sektor tidak
dapat beroperasi secara maksimal sehingga menyebabkan berkurangnya pendapatan dan
menyusutnya tenaga kerja. Hal ini turut berpengaruh pada nilai tukar petani (CIPS, Juni
2020).

3. KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN


Penyumbang Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis PDB sektor pertanian menjadi penyumbang
tertinggi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II 2020 yang mengalami
penurunan sebesar -4,19% (Q to Q) dan secara year on year (yoy) turun -5,32%. PDB
pertanian tumbuh 16,24% pada triwulan-II 2020 (q to q) dan bahkan secara yoy, sektor
pertanian tetap berkontribusi positif yakni tumbuh 2,19%. Selain sektor pertanian, sektor lain
yang mencatatkan pertumbuhan positif, yakni informasi dan komunikasi sebesar 3,44% dan
pengadaan air 1,28%.

Gambar 4 Laju pertumbuhan Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan


Sumber : BPS (2020)
Pertumbuhan PDB sektor pertanian bisa mencapai 2,19% yoy pada kuartal II/2020
tersebut karena ditopang subsektor tanaman pangan yang tumbuh paling tinggi yakni sebesar
9,23%. Sektor pangan dianggap sebagai bisnis yang stabil di masa krisis, hanya mengalami
penyesuaian metode, baik metode pemesanan, pembayaran, maupun pengiriman barang
(Hadiwardoyo, 2020)
Tabel 4 Nilai perumbuhan ekonomi Indonesia pada sektor usaha pertanian, kehutanan dan
perikanan

Sumber : BPS (2020)


 Tanaman Pangan tumbuh didorong oleh pergeseran musim tanam yang
mengakibatkan puncak panen padi terjadi pada Triwulan II-2020.
 Kehutanan dan Penebangan Kayu didorong oleh peningkatan kinerja sektor hulu
kehutanan untuk produksi kayu bulat hutan tanaman industri.
 Tanaman Perkebunan tumbuh didorong oleh peningkatan produksi kelapa sawit, kopi,
dan tebu di beberapa sentra produksi serta adanya peningkatan permintaan luar negeri
untuk komoditas olahan kelapa sawit (CPO).
 Peternakan mengalami kontraksi disebabkan penurunan permintaan unggas.

Pergeseran Musim Tanam dan Siklus Panen Raya


Pertumbuhan PDB sektor pertanian ditopang oleh subsektor tanaman pangan yang
tumbuh paling tinggi yakni sebesar 9,23%. Adanya pergeseran musim tanam dan puncak
panen ke bulan April 2020 malah menjadi berkah dalam menjaga Produk Domestik Bruto
(PDB) pertanian.

Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian pada triwulan II-2020 mengalami


pertumbuhan sebesar 2,19% dibanding dengan tahun sebelumnya. Jika kita telisik lagi pada
tahun sebelumnya pada triwulan yang sama, dalam 2 tahun terakhir pertumbuhan PDB sektor
pertanian selalu tertinggi didalam satu tahun dibanding dengan triwulan lain pada tahun yang
sama. Hal ini dikarenakan pada triwulan II-2020 merupakan siklus panen dimana hasil
tanaman pangan sedang berada pada tingkat ekonomi tertinggi. Pada triwulan II-2018
mengalami pertumbuhan sebesar 4,7% yoy dan pada triwulan II-2019 mengalami
pertumbuhan sebesar 5,33% yoy.
Oleh karena itu pertumbuhan sektor pertanian sebesar 2,19% yoy bukanlah sesuatu
yang mengagetkan. Hal ini harus dijadikan momentum pertanian untuk kembali bangkit,
bahwa pada keadaan krisis pertanianlah sektor yang mampu bertahan dan menjadi
penyumbang pertumbuhan ekonomi tertinggi. Keadaan Ekonomi Indonesia terancam
mengalami resesi, diperlukannya kebijakan-kebijakan yang mendorong para petani agar tidak
semakin terpuruk.

CATATAN KRITIS DAN REKOMENDASI


1. Peningkatan Daya Konsumsi Rumah Tangga
Menurut data BPS, struktur PDB Indonesia menunjukkan perekonomian Indonesia
didominasi oleh Komponen Konsumsi Rumah Tangga yang mencakup lebih dari
separuh PDB Indonesia yaitu sebesar 57,85 persen. Permasalahan daya beli masyarakat
merupakan hal yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan nilai konsumsi dapat dilakukan Pemerintah melalui intervensi untuk
memperbaiki pola konsumsi rumah tangga miskin dan rentan. Intervensi tersebut
ditujukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan hidup dasar warga negara. Upaya
intervensi dapat dilakukan melalui berbagai instrumen kebijakan fiskal yang dimiliki.
Saat ini berbagai instrumen fiskal yang sudah dimanfaatkan untuk tujuan tersebut antara
lain adalah subsidi dan bantuan sosial.
2. Peningkatan Konsumsi Pemerintah
Pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin bisa berasal dari dua sumber, yaitu
dari pengeluaran pribadi dan dari pengeluaran pemerintah melalui berbagai subsidi dan
bantuan sosial. Pada kondisi seperti sekarang dibutuhkannya konsumsi dari pemerintah,
namun pada triwulan II-2020 konsumsi pemerintah terkontraksi sebesar 6,9%. Hal ini
berbanding terbalik dengan kuartal II/2019 yang mampu tumbuh pesat hingga 8,23%. Di
tengah tertekannya sektor swasta dan rumah tangga, laju konsumsi pemerintah yang
kontraktif ini tidak membantu perekonomian. Oleh karena itu, eksekusi dari stimulus
fiskal yang telah dianggarkan menjadi kunci pemulihan ekonomi pada kuartal
III/2020.
3. Optimalkan Penyerapan Anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
Program Pemulihan Ekonomi Nasional merupakan salah satu rangkaian kegiatan
untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian mencakup bidang
kesehatan, perlindungan sosial, bantuan UMKM dan dunia usaha serta program sektoral
dan pemerintah daerah. Program PEN dapat meningkatkan daya konsumsi masyarakat
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun realisasi penyerapan anggaran PEN
masih belum optimal.
Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar B. Hirawan
melihat ada peluang bagi Indonesia untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi positif
di kuartal III-2020, sehingga terhindar dari resesi. Kuncinya adalah mempercepat
realisasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) Rp 695,2 triliun
minimal 50%. Pasalnya, hingga saat ini realisasinya masih 20% dari total alokasi sebesar
Rp695,2 triliun.
4. Empati dan keberpihakan terhadap petani
Saat ini kampanye penanganan Covid-19 masih tampak bias hanya di perkotaan.
Bagaimanapun juga, petani adalah salah satu profesi yang sering mengalami
ketidakpastian, baik dari alam, seperti cuaca, maupun dari realisasi pasar. Krisis pandemi
Covid-19 menambah sumber ketidakpastian di kalangan pelaku perekonomian termasuk
petani. Pemimpin di pusat dan daerah perlu berdialog dengan petani dan pelaku
pertanian lebih intensif untuk menggali permasalahan dari mulai hal-hal besar yang
sifatnya struktural juga hal-hal mendetail di lapangan. Pedagang-pedagang di pasar
induk dan sentra-sentra produksi di pinggiran-pinggiran harus diobservasi dan diajak
dialog untuk memecahkan masalah. Selain itu ketenangan dan kepastian di kalangan
petani akan membantu ketahanan fisik dan mental petani menghadapi krisis pandemi
Covid-19. Untuk ini, jika diperlukan untuk mengoptimalkan kelembagaan dan
meningkatkan sense-of-sectoral crisis, perlu dibuat pokja (kelompok kerja) khusus
penanganan sektor pertanian.
5. Hadirnya negara dalam melakukan intervensi distribusi.
Secara teori peran negara sah sah saja dan bahkan bersifat meningkatkan efisiensi
alokatif jikalau terjadi kegagalan pasar karena kasus-kasus luar biasa. Yang lebih
spesifik adalah dalam menyalurkan produksi pertanian dari sentra sentra produksi di
pedesaan ke masyarakat terutama di perkotaan dan target-target pasar lainnya. Operasi
pasar, melalui pembelian langsung produk-produk pertanian nampaknya bukan sesuatu
yang diharamkan dalam kondisi seperti ini. Tentunya dibatasi oleh ketersediaan
anggaran. Akan tetapi adanya stimulus fiskal dampak pandemi Covid sebesar 405 triliun
rupiah yang sebagian didanai oleh defisit anggaran 5.07% dari PDB adalah salah satu
sumber pembiayaan. Dana sebesar 150 triliun dianggarkan untuk membantu industri.
Alokasi sebagian dari dana itu ke petani secara ekonomi dan moral adalah sesuatu yang
dapat dijustifikasi. Kongkritnya, dan supaya lebih ekplisit, disarankan ada dana khusus
stimulus fiskal sektor pertanian. Selain itu bantuan-bantuan sosial ekstra yang dilakukan
pemerintah daerah bisa juga disalurkan dengan menyelaraskan pembelian produk-produk
kebutuhan pokok yang diproduksi sentra-sentra pertanian di sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, H. (2017). Pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Ekonomi (JUPE), 5(3).
CNBC Indonesia [2020, 21 Agustus] Dihantam Corona Ekonomi Negara Mana di ASEAN
Paling Tangguh. Diakses pada 12 September 2020 dari
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200821141920-17-181140/dihantam-
corona-ekonomi-negara-mana-di-asean-paling-tangguh
CNBC Indonesia [2020, 5 Agustus] Kebal Corona, PDB Pertanian Q2 2020 Melesat Saat
Pandemi. Diakses pada 13 September 2020 dari
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200805202034-4-177756/kebal-corona-pdb-
pertanian-q2-2020-melesat-saat-pandemi
CNN Indonesia [2020, 6 Agustus] Rincian Realisasi Dana Pemulihan Ekonomin Nasional.
Diakses pada 11 September 2020 dari
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200805200818-532-532619/rincian-
realisasi-dana-pemulihan-ekonomi-nasional
Detik.com [2020, 5 Agustus] 5 Tanda Ancaman Reses RI Kian Nyata. Diakses pada 11
September 2020 dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5121896/5-
tanda-ancaman-resesi-ri-kian-nyata/1
Hadiwardoyo, W. (2020). Kerugian Ekonomi Nasional Akibat Pandemi Covid-19. Journal of
Business & Entrepreneurship, 2(2) : 83-92.
Kompas [2020, 11 Agustus] Kondisi Ekonomi Indonesia Turun, Pemerintah mengecewakah?.
Diakses pada 12 September dari https://www.kompas.tv/article/100768/kondisi-
ekonomi-indonesia-turun-pemerintah-mengecewakan-dua-arah-bag-3
Maryanti, S., Netrawati, I. G. A. O., & Nuada, I. W. (2020). Pandemi covid-19 dan
implikasinya pada perekonomian NTB. Media Bina Ilmiah. 14(11), 3497-3508.
Merdeka.com [2020, 16 Juni]. Pukulan Corona Pada Sektor Pertanian. Diakses pada 17
September 2020 dari https://www.merdeka.com/uang/pukulan-corona-pada-sektor-
pertanian-masih-bakal-berlanjut-hingga-tahun-depan.html
Okezone.com [2020, 5 Februari]. Ekonomi Tumbuh 5,02% Konsumsi Rumah Tangga Hingga
Pemerintah Yang Melambat. Diakses pada 17 September 2020 dari
https://economy.okezone.com/read/2020/02/05/20/2163694/ekonomi-tumbuh-5-02-
konsumsi-rumah-tangga-hingga-pemerintah-yang-melambat#:~:text=Konsumsi%
20LNPRT%20tumbuh%2010%2C62,%2C04%25%20di%20tahun%202019
Purba A. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di
Kabupaten Simalungun. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tempo.co [2020, 8 Juni] Dampak Corona 305 Juta Orang Terkena PHK Hingga Juni. Diakses
pada 13 September 2020 dari https://bisnis.tempo.co/read/1350955/dampak-corona-
305-juta-orang-terkena-phk-hingga-juni/full&view=ok.

Anda mungkin juga menyukai