Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saluran transmisi merupakan media berupa saluran penghubung


yang digunakan untuk mentransmisikan daya listrik dari sistem
pembangkit menuju ke sistem distribusi hingga sampai ke masyarakat
atau pengguna listrik. Sistem tenaga listrik umumnya terdiri atas tiga
bagian utama yaitu sistem pembangkit, saluran transmisi, dan sistem
distribusi.
Dalam proses pengiriman daya listrik hingga sampai pada konsumen
akan menempuh jarak yang amat panjang sehingga saluran transmisi
akan mengalami rugi daya dalam pengiriman yang besarnya berbanding
lurus terhadap panjang saluran transmisi. Menaikkan tingkat tegangan
adalah suatu upaya yang dapat dilakukan sehingga rugi-rugi daya dan
jatuh tegangan akan berkurang, efisiensi sistem meningkat, serta
kapasitas daya saluran transmisi juga semakin besar. Akan tetapi, upaya
tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru karena semakin tinggi
level tegangan yang ditingkatkan maka akan menyebabkan terjadinya
peristiwa korona.
Saluran transmisi Gardu Induk 150 kV Daya Baru-Titik
Persimpangan Zipur merupakan salah satu jalur Saluran Transmisi
Tegangan Tinggi (SUTT) yang memegang peranan penting dalam
menyalurkan energi listrik untuk area sekitarnya sehingga perlu perhatian
khusus agar energi listrik dapat tersalurkan secara maksimal hingga ke
konsumen.

1
Korona adalah peristiwa peluahan sebagian (partial discharge) yang
diikuti dengan timbulnya cahaya berwarna violet karena terjadi proses
ionisasi di udara pada sekitar bidang konduktor ketika gradien tegangan
konduktor melebihi besaran nilai kuat medan listrik distruptifnya. Gejala
korona ditandai dengan terlihat cahaya violet pada kawat, timbul suara
mendesis (hissing), serta mengeluarkan bau ozone.

Pada saluran transmisi tegangan tinggi, gejala korona saluran


transmisi di atas 100 kV merupakan masalah yang kian tampak dan harus
diperhitungkan serta perlu penanganan serius dari pihak terkait. Gejala
awal korona mulai nampak pada tegangan kritis 30 kV dan akan terus
meningkat sebanding dengan kenaikan tegangannya.

Dalam proses penyaluran listrik pada sistem transmisi, rugi-rugi daya


tidak mungkin dihilangkan, namun dapat diperkecil dengan melakukan
upaya perbaikan pada sistem saluran transmisi. Dengan memperkecil
rugi–rugi daya yang terjadi pada saluran transmisi, daya listrik dapat
dikirim secara maksimal kepada konsumen.

Skripsi ini menganalisis parameter yang memiliki kontribusi paling


besar terhadap rugi-rugi daya korona yang terjadi pada saluran transmisi
antara Gardu Induk 150 kV Daya Baru dan Titik Persimpangan Zipur.
Dengan diketahui parameter dengan kontribusi terbesar, pihak terkait
dapat menghitung rugi-rugi daya korona secara berkala (real time)
sehingga hasil perhitungan rugi-rugi daya korona lebih akurat untuk tiap
keadaan yang hasilnya dalam bentuk energi (kWh). Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis menyelesaikan
Skripsi ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan pada strata 1 (satu) di Jurusan Teknik Elektro Universitas
Atma Jaya Makassar dengan judul “Analisis Pengaruh Parameter
Terbesar terhadap Rugi-Rugi Daya Korona pada Saluran Transmisi
Gardu Induk 150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur”.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang sudah dipaparkan


sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan dibahas sebagai
berikut:

1. Berapa besarnya rugi-rugi daya korona pada saluran transmisi


Gardu Induk 150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur?
2. Parameter apakah yang memiliki kontribusi paling besar terhadap
rugi-rugi daya korona?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Menghitung rugi–rugi daya korona pada saluran transmisi Gardu


Induk 150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur.

2. Menganalisis parameter yang memiliki kontribusi paling besar


terhadap rugi-rugi daya korona.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan
Dengan adanya kegiatan penelitian ini, diharapkan pimpinan yang
bersangkutan pada Gardu Induk 150 kV Daya Baru dapat
menghitung rugi-rugi daya korona secara berkala (real time)
sehingga hasil perhitungan rugi-rugi daya korona lebih akurat untuk
tiap keadaan yang hasilnya dalam bentuk energi (kWh).
2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan
pengetahuan ataupun penelitian terkait dengan kasus rugi-rugi

3
daya korona pada saluran transmisi tegangan tinggi.

1.5 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis memberi batasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan pada saluran trasnsmisi Gardu Induk 150 kV


Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur.
2. Pembahasan pada Skripsi ini hanya membahas mengenai
parameter yang memiliki kontribusi paling besar terhadap rugi-rugi
daya korona.

1.6 Kerangka Berpikir

Saluran Transmisi Tegangan Tinggi


dengan 4 Circuit

Rugi-Rugi Daya pada Saluran Transmisi


terdiri atas I2R dan Korona

Perhitungan Rugi-Rugi Daya Korona pada


Saluran Transmisi

Analisis Parameter yang Memiliki


Kontribusi Paling Besar terhadap Rugi-
Rugi Daya Korona

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Tenaga Listrik

Secara umum, sistem tenaga listrik terdiri atas 3 komponen utama


yaitu sistem pembangkit, sistem transmisi, dan sistem distribusi. Ketiga
komponen inilah yang bekerja untuk menyalurkan daya listrik dari pusat
pembangkit hingga sampai ke konsumen.

Penyaluran energi listrik dari pusat pembangkit listrik hingga


sampai ke konsumen ditunjukkan oleh Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram Blok Rangkaian Sistem Tenaga Listrik

Energi listrik yang dihasilkan dari pusat pembangkit listrik akan


disalurkan melalui saluran transmisi kemudian melewati saluran distribusi
hingga sampai ke konsumen. Berikut ini penjelasan mengenai komponen
utama pada sistem tenaga listrik, yaitu:

5
1. Pusat Pembangkit Listrik
Pusat pembangkit listrik merupakan tempat awal pembangkitan
energi listrik, dimana turbin berfungsi sebagai penggerak mulanya (Prime
Mover) dan generator yang membangkitkan energi listrik dengan
mengubah energi mekanik yang dihasilkan oleh turbin menjadi energi
listrik. Umumnya pada pusat pembangkit listrik juga terdapat gardu induk.
Beberapa peralatan utama pada gardu induk seperti transformator, juga
berfungsi untuk menaikkan tegangan generator menjadi tegangan
transmisi atau tegangan tinggi dan juga peralatan pengaman serta
pengatur lainnya.

2. Sistem Transmisi
Sistem transmisi adalah penyaluran energi listrik dari pusat
pembangkitan listrik ke sistem distribusi. Sebelum energi listrik
ditransmisikan, pertama-tama tegangan yang disuplai oleh generator
harus dinaikkan dengan menggunakan trafo step-up menjadi 70 kV, 150
kV, 270 kV, 380 kV, atau 500 kV sesuai dengan standar tegangan
transmisi di Indonesia. Menaikkan tegangan berfungsi untuk mengurangi
rugi-rugi daya yang terjadi pada saluran transmisi dan untuk mengimbangi
jauhnya jarak saluran transmisi. Setelah itu, listrik ditransmisikan melalui
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau melalui Saluran Udara
Tegangan Extra Tinggi (SUTET).

3. Sistem Distribusi
Sistem distribusi menyalurkan energi listrik dari saluran transmisi
hingga sampai ke konsumen. Sistem distribusi terdiri dari gardu induk
dimana tegangan tinggi diturunkan menjadi tegangan menengah sebesar
20 kV yang disebut tegangan distribusi primer. Selanjutnya, energi listrik
disalurkan melalui penyulang yang berupa saluran udara ataupun saluran
kabel bawah tanah. Pada penyulang distribusi ini terdapat gardu-gardu
distribusi. Fungsi gardu distribusi tersebut adalah menurunkan tegangan

6
distribusi primer menjadi tegangan rendah atau tegangan distribusi
sekunder sebesar 220 V.

2.2 Sistem Transmisi Tenaga Listrik


Sistem transmisi tenaga listrik merupakan proses penyaluran daya
listrik dari pusat pembangkit ke gardu distribusi sehingga dapat diterima
oleh para konsumen atau pengguna listrik. Energi listrik ditransmisikan
oleh suatu penghantar/konduktor yang mengalirkan daya listrik melaui
saluran transmisi tenaga listrik. Pada sistem tenaga listrik, jarak antara
pembangkit dengan beban yang cukup jauh akan menimbulkan adanya
penurunan kualitas tegangan yang mengakibatkan terjadinya jatuh
tegangan pada saluran transmisi. Oleh karena itu, suatu saluran transmisi
harus memiliki berbagai peralatan penunjang untuk menjaga kestabilan
kualitas listrik hingga sampai kepada konsumen.

Transmisi tenaga listrik adalah proses penyaluran energi listrik dari


suatu pembangkit listrik ke sistem distribusi, dengan berbagai besaran
tegangan yaitu Tegangan Ultra Tinggi (Ultra High Voltage), Tegangan
Ekstra Tinggi (Ekstra High Voltage), Tegangan Tinggi (High Voltage),
Tegangan Menengah (Medium Voltage), dan Tegangan Rendah (Low
Voltage). Transmisi tegangan tinggi berfungsi menyalurkan daya listrik
dari satu gardu induk ke gardu induk lain yang terdiri dari
penghantar/konduktor yang direntangkan diantara tiang penyangga
melalui isolator, dengan sistem tegangan tinggi.

Perancangan sistem tenaga listrik mencakup penentuan kriteria


level tegangan transmisi. Dalam penentuan level tegangan sistem
transmisi dilakukan dengan memperhitungkan daya yang dikirim, jumlah
rangkaian, jarak sistem, keandalan sistem, serta biaya peralatan untuk
tegangan tertentu. Penentuan tegangan juga harus dilakukan dengan
pertimbangan segi standarisasi peralatan yang ada.

7
Level tegangan sistem transmisi yang dinaikkan menyebabkan
daya hantar sistem transmisi juga akan meningkat yang berbanding lurus
dengan kuadrat tegangan, juga memperkecil rugi-rugi daya dan jatuh
tegangan yang terjadi pada saluran transmisi.

Di Indonesia telah diseragamkan deretan level tegangan tinggi


yaitu sebagai berikut:

a.Tegangan nominal (kV): 30 – 66 – 150 – 220 – 380 – 500.


b.Tegangan tertinggi untuk perlengkapan (kV): 36 – 72,5 – 170 – 245 –

420 – 525.

2.2.1 Klasifikasi Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan

Sistem transmisi merupakan proses penyaluran daya listrik dari


pusat pembangkit ke gardu distribusi sehingga dapat diterima oleh para
konsumen atau pengguna listrik. Berikut ini klasifikasi saluran transmisi
ditinjau dari jenis tegangannya:

1. Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT) ≥ 500kV


Dalam pemasangannya, SUTUT memerlukan pertimbangan
mengenai beberapa hal diantaranya yaitu: konstruksi yang lebih besar
hingga memerlukan lahan yang lebih luas, lebih mahal, akan tetapi
kapasitas sistem lebih besar, sehingga rugi-rugi mengecil, jatuh tegangan
lebih rendah untuk kapasitas daya lebih besar dan jarak sistem yang
cukup jauh.

2. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200kV - 500kV


Saluran transmisi di Indonesia pada umumnya hanya
menggunakan pembangkit dengan kapasitas sistem 500 kV. Hal ini
bertujuan agar jatuh tegangan dari penghantar dapat dikurangi secara
maksimal, sehingga dihasilkan tegangan yang efektif. Namun, terdapat
masalah awal dalam pembangunan SUTET yaitu pada konstruksi tiang

8
penyangga yang besar/tinggi, juga memerlukan lahan yang luas serta
isolator yang banyak, sehingga biayanya cukup besar.

3. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30kV-150kV


Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) ini memiliki tegangan kerja
yang berkisar antara 30 kV sampai dengan 150 kV. Konfigurasi saluran
yang digunakan umumnya adalah single circuit atau double circuit, dimana
konfigurasi single circuit terdiri atas tiga phasa dengan jumlah 3 kawat
yang penghantar netralnya dihubungkan ke tanah (ground) sebagai
saluran balik. Jika kapasitas daya yang dikirim cukup besar, maka
masing-masing penghantar phasa terdiri dari 2 kawat (Double) atau 4
kawat (Qudrapole) serta terdapat berkas konduktor yang disebut Bundle
Conductor. Jarak efektif pada saluran transmisi SUTT adalah ≤100 km,
jika jarak transmisi sistem melebihi batas yang telah ditentukan maka
jatuh tegangan pada sistem menjadi sangat besar sehingga tegangan
yang tiba di ujung saluran transmisi menjadi rendah.

4. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 6kV-30kV


Di Indonesia pada umumnya digunakan SUTM dengan tegangan
kerja 6 kV dan 20 kV. SUTM merupakan saluran berupa penghantar
kawat tanpa isolasi yang dibentangkan di udara yang dikaitkan pada tiang
(tower). SUTM lebih mudah didirikan dan ekonomis, serta memiliki
jangkauan pelayanan yang luas. Akan tetapi, tingkat keandalan
penyaluran sistemnya relatif rendah dan tingkat perawatannya tinggi.
SUTM biasanya digunakan untuk distribusi listrik antar kawasan.

5. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) 40Volt-1000Volt


SUTR (Saluran Udara Tegangan Redah) digunakan untuk
memasok kebutuhan listrik tegangan rendah ke konsumen. Tegangan
kerja SUTR adalah 220V/380V dengan jarak efektif sistem sekitar 350
meter. Umumnya, SUTR menggunakan penghantar Low Voltage Twisted
Cable (LVTC).

9
2.2.2 Kategori Saluran Transmisi

Berdasarkan cara pemasangannya, saluran transmisi dibagi


menjadi dua kategori yaitu:

a. Saluran Udara (Overhead Lines)


Saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui
penghantar berupa kawat yang dibentangkan di udara dan digantung
pada isolator antara tiang penyangga.

Keuntungan pada saluran transmisi udara adalah sebagai berikut:

1. Perbaikan dan perawatan lebih mudah

2. Letak gangguan cepat diketahui

3. Lebih ekonomis dalam pemasangannya

Kerugian pada saluran transmisi udara adalah sebagai berikut:

1. Karena dipasang di udara, maka faktor cuaca sangat mempengaruhi


kehandalan sistemnya. Saluran transmisi ini mudah terjadi gangguan
eksternal, seperti hubung singkat, sambaran surja/petir, dan jenis
gangguan lainnya.

2. Dilihat dari sisi keindahannya, saluran udara terlihat buruk karena


memperlihatkan bentangan kawat-kawat di udara sehingga saluran
transmisi udara ini tidak tepat digunakan di dalam kota.

10
Gambar 2.2 Saluran Udara (Overhead Lines)

b. Saluran Kabel Bawah Tanah (Underground Cable)


Saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui kabel
yang ditanam di bawah tanah. Jenis saluran kabel bawah tanah ini lebih
baik digunakan di perkotaan, karena berada di bawah tanah sehingga
lebih indah dan tidak mengganggu pemandangan, serta tidak mudah
untuk terjadi gangguan akibat perubahan cuaca. Namun, saluran ini juga
memiliki kekurangan yaitu, membutuhkan investasi yang besar dan
instalasi yang mahal pula, serta sulit untuk menemukan letak gangguan
dan perbaikannya.

Gambar 2.3 Saluran Kabel Bawah Tanah (Underground Cable)

11
2.2.3 Komponen Saluran Transmisi Tenaga Listrik

Saluran transmisi tenaga listrik terdiri atas beberapa komponen


pokok antara lain sebagai berikut:

a. Konduktor
Bahan konduktor berupa kawat yang digunakan dalam saluran
transmisi tegangan tinggi adalah kawat tanpa pelindung. Kawat yang
digunakan ini adalah kawat yang berbahan dasar tembaga atau
alumunium dengan inti baja (Steel-Reinforced Alumunium Cable/ACSR)
tanpa pelindung dengan ukuran besar yang terbentang untuk mengalirkan
arus listrik.

Jenis-jenis kawat penghantar/konduktor dan tingkat


konduktivitasnya yang biasa digunakan antara lain berikut:

1. Penghantar tembaga dengan tingkat konduktivitas 100% (Cu 100%)

2. Penghantar tembaga dengan tingkat konduktivitas 97,5% (Cu 97,5%)

3. Penghantar alumunium dengan tingkat konduktivitas 61% (Al 61%)

Bahan konduktor kawat berupa tembaga dan aluminium memiliki


kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kelebihan kawat tembaga
yaitu konduktivitas dan kuat tarik yang lebih tinggi. Sedangkan,
kekurangan kawat tembaga adalah untuk tahanan dengan besaran yang
sama, tembaga memiliki massa yang lebih berat dan juga lebih mahal dari
alumunium. Kawat aluminium perlahan-lahan telah menggantikan posisi
kawat tembaga. Pada saluran transmisi tegangan tinggi, jarak antar tiang
penyangga saling berjauhan, sehingga dibutuhkan kuat tarik yang lebih
tinggi. Untuk meningkatkan kuat tarik dari kawat alumunium, maka
digunakan campuran alumunium (alumunium alloy), contohnya pada
kawat penghantar ACSR.

Kawat penghantar jenis alumunium, terdiri dari berbagai jenis,


dengan lambang berbeda-beda sebagai berikut:

12
1. AAC (All Alumunium Conductor), yaitu jenis kawat penghantar yang
seluruh bagiannya terbuat dari bahan alumunium.

2. AAAC (All Alumunium Alloy Conductor), yaitu jenis kawat penghantar


yang seluruh bagiannya terbuat dari bahan campuran alumunium.

3. ACSR (Alumunium Conductor Steel Reinforced), yaitu jenis kawat


penghantar alumunium dengan inti kawat baja.

4. ACAR (Alumunium Conductor Alloy Reinforced), yaitu jenis kawat


penghantar alumunium yang diperkuat dengan bahan campuran logam.

Gambar 2.4 Jenis-Jenis Konduktor

b. Isolator
Pada sistem transmisi tenaga listrik terdapat isolator yang berfungsi
sebagai pelindung dari konduktor. Isolator umumnya terbuat dari bahan
porselin, gelas, mika, keramik, dan lain-lain. Bahan isolator harus memiiki
resistansi yang tinggi untuk melindungi konduktor terhadap arus bocor dan
harus memiliki ketebalan yang cukup yaitu sesuai standar untuk
mencegah terjadinya tegangan breakdown pada tegangan tinggi sebagai
pertahanan dari fungsi isolasi tersebut. Keadaan isolator harus kuat
terhadap guncangan dan juga kuat terhadap beban konduktor.

Berdasarkan fungsi dan konstruksinya, isolator diklasifikasikan


menjadi beberapa jenis yaitu:

13
1. Isolator Jenis Pasak (Pin Type Insulator)

2. Isolator Jenis Pos-Saluran (Line-Post Type Insulator)

3. Isolator Jenis Gantung (Suspension Type Insulator)

4. Isolator Jenis Regangan (Strain Type Insulator)

Gambar 2.5 Jenis-Jenis Isolator

c. Tiang Penyangga
Saluran udara merupakan salah satu jenis saluran transmisi yang
lebih sering digunakan dibandingkan saluran kabel bawah tanah karena
lebih ekonomis. Daya listrik yang dikirim melalui saluran udara umumnya
menggunakan penghantar kawat tanpa pelindung yang menjadikan udara
sebagai media isolasinya. Untuk merentangkan kawat penghantar di
udara maka penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi
bangunan yang kuat yang biasa disebut tower/tiang penyangga.

Konstruksi tiang penyangga dengan besi baja merupakan jenis


konstruksi tiang yang paling banyak digunakan, karena mudah dipasang
terutama pada daerah pegunungan yang jauh dari jalan raya, harganya
juga relatif murah jika dibandingkan dengan penggunaan saluran kabel

14
bawah tanah serta perawatannya yang mudah. Akan tetapi, juga perlu
pengawasan berlanjut, karena besi bajanya rawan terhadap pencurian
yang dapat mengakibatkan tower/tiang penyangga listrik tersebut roboh
sehingga penyaluran listrik ke konsumen pun terganggu.

Tower/tiang penyangga listrik harus kuat dan tahan terhadap beban


yang dipikul, maka berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan:

- Gaya tekan/berat tiang dan kawat penghantar

- Gaya tarik akibat bentangan kawat penghantar

- Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat penghantar ataupun tiang
penyangga.

Gambar 2.6 Tiang Penyangga Besi Baja

2.3 Pengertian Korona

Menurut American National Standartds Institute (ANSI), korona


adalah peristiwa peluahan sebagian (partial discharge) yang diikuti
dengan timbulnya cahaya berwarna violet karena terjadi proses ionisasi di
udara pada sekitar bidang konduktor ketika gradien tegangan konduktor
melebihi besaran nilai kuat medan listrik distruptifnya. Korona terjadi jika

15
kuat medan pada daerah di sekitar kawat penghantar atau konduktornya
lebih tinggi daripada kuat medan tembus udaranya sehingga terjadi
pelepasan muatan listrik ke udara. Gejala korona semakin serius pada
saluran transmisi dengan level tegangan sistem di atas 100 kV. Umumnya
korona terjadi pada SUTT & SUTET dimana terdapat perbedaan tegangan
antara masing-masing phasa (tegangan line to line) dan juga perbedaan
tegangan antara phasa dengan tanah (tegangan line to neutral).

Peristiwa korona pada saluran udara tegangan tinggi ditunjukkan


oleh Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Peristiwa Korona pada Saluran Udara Tegangan Tinggi

2.3.1 Proses Terjadinya Korona

Korona terjadi apabila terdapat dua buah kawat yang sejajar


dengan luas penampang yang lebih kecil dibandingkan dengan jarak antar
kawat yang diberikan suatu tegangan listrik bolak-balik. Gejala korona
belum nampak pada tegangan yang tergolong rendah. Apabila tegangan
perlahan-lahan dinaikkan, maka gejala korona akan mulai terlihat.
Awalnya, pada kawat akan terlihat cahaya violet, timbul suara mendesis
(hissing), serta mengeluarkan bau ozone. Level tegangan yang dinaikkan
secara kontinu pada sistem, akan menyebabkan gejala korona tersebut

16
akan semakin tampak dan terlihat dengan jelas. Pada permukaan
konduktor akan terlihat cahaya violet yang semakin membesar dan makin
terang, terlebih pada permukaan konduktor yang kasar, tajam, dan kotor.
Jika level tegangan sistem masih terus ditingkatkan, maka akan
mengakibatkan terjadinya busur api. Selain itu, peristiwa korona juga
menghasilkan panas.

Keadaan yang mempengaruhi terjadinya peristiwa korona adalah


pergerakan udara, suhu udara, serta kelembaban udara. Pada cuaca
yang lembab, korona menghasilkan asam nitrogen yang menyebabkan
korosi pada kawat penghantar jika kehilangan daya yang relatif besar.

Peristiwa korona ditandai dengan terjadinya proses ionisasi di


udara, yaitu kondisi hilangnya elektron dari molekul udara. Apabila di
sekitar penghantar terdapat medan listrik, maka elektron dan ion yang
lepas tersebut menyebabkan elektron-elektron bebas lainnya mengalami
gaya yang mempercepat gerakannya, sehingga elektron bebas tersebut
menabrak molekul lain yang mengakibatkan munculnya elektron-elektron
dan ion-ion baru. Apabila gradien tegangan cukup besar, proses tersebut
akan terus berlanjut hingga jumlah elektron dan ion bebas menjadi berlipat
ganda. Akan tetapi, proses ionisasi tersebut akan berhenti jika kuat medan
listriknya mengecil. Terjadinya tumbukan elektron juga mengakibatkan
terjadinya eksitasi elektron atom gas, yaitu perubahan kedudukan elektron
yang meninggalkan orbitnya menuju ke tingkat orbit yang lebih tinggi.
Ketika elektron tersebut menuju ke tingkat orbit yang lebih dalam maka
terjadi pelepasan energi berupa cahaya violet dan gelombang
elektromagnetik (noise).

17
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Korona

Dalam mengidentifikasi akibat peristiwa korona terhadap rugi-rugi


daya pada saluran transmisi, maka perlu diketahui hal-hal sebagai berikut:

1. Kerapatan Udara
Besarnya nilai kerapatan udara ini ditentukan oleh tekanan dan
suhu udara sekitar. Dalam keadaan standar, besarnya tekanan udara
adalah 760 mmHg dengan suhu 25°C.

Adapun rumus dari faktor kerapatan udara adalah sebagai berikut:


0.289 b
δ= ……………………………………………………………(2.1)
273+t

Keterangan :

δ = Kerapatan Udara

b = Tekanan udara (mbar)

t = Suhu ( ̊C)

Kerapatan udara berbanding lurus dengan tekanan udara, dan


berbanding terbalik dengan suhu. Kerapatan udara dipengaruhi juga oleh
perubahan ketinggian, dan kelembaban.

2. Tegangan Disruptif Kritis


Tegangan disruptif kritis diartikan sebagai tegangan minimum yang
diperlukan untuk terjadinya proses ionisasi pada permukaan konduktor.
Tegangan distruptif kritis dipengaruhi oleh tingkat gradien pada
permukaan kawat penghantar yang besarnya sama dengan kuat medan
tembus udaranya. Besarnya kuat medan tembus (Em) pada keadaan
cuaca standar yaitu pada tekanan udara 760 mmHg dan suhu 25°C
adalah 21,1 kV/cm. Berikut adalah rumus tegangan kritis disruptif:

18
D
Vd = Em δ mo r ln …………………………………………….…...
r
(2.2)

Keterangan :

Vd = Tegangan disruptif kritis (kV)

Em = Kuat medan pada permukaan kawat penghantar (kV/cm)

• 21,1 untuk cuaca cerah

• 16,9 untuk cuaca hujan

δ = Faktor kerapatan udara

mo = Faktor ketidakteraturan untuk terjadinya korona (0< mo≤1)

• 1,00 untuk permukaan konduktor yang halus, mengilap,

kuat, dan bulat

• 0,93 – 0,98 untuk konduktor yang berbentuk pejal dan

silinder

• 0,80 – 0,85 untuk konduktor berlilit (stranded) sehingga

gejala korona tampak

• 0,70 – 0,75 untuk konduktor berlilit (stranded)

r = Jari-jari kawat penghantar (cm)

D = Jarak antara kawat phasa (cm)

Tegangan disruptif kritis dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai


berikut:

a. Keadaan atmospher
1) Temperature yang meningkat akan mempercepat terjadinya

19
proses ionisasi sehingga peristiwa korona mulai timbul pada
tegangan disruptif kritis yang lebih rendah.
2) Tekanan udara yang menurun akan menyebabkan
kerapatan molekul juga menurun sehingga panjang lintasan
rata-rata dari molekul menjadi tinggi sedangkan proses
ionisasi akan berkurang.
3) Pengaruh kelembaban udara dapat menyebabkan turunnya
tegangan disruptif kritis.
4) Besarnya kerapatan udara relative berbanding lurus dengan
besarnya tegangan disruptif kritis.
b. Kondisi permukaan kawat penghantar atau konduktor
Proses ionisasi terjadi akibat keadaan permukaan konduktor
yang kasar, tajam, dan kotor.
c. Konfigurasi kawat penghantar atau konduktor
Konfigurasi konduktor mempengaruhi besarnya kuat medan
antar konduktor.

3. Rugi – Rugi Daya Korona


Peristiwa korona yang terjadi pada saluran udara tegangan tinggi
menimbulkan rugi-rugi daya pada saluran transmisi tersebut (corona
losses).

Menurut formula Peek, rugi–rugi daya korona dapat dihitung


dengan persamaan sebagai berikut:

Pc =
241
δ
(f+25)
√ r
D
(V–Vd)2 10-5 …………………………….…….

(2.3)

Keterangan :

Pc = Rugi-rugi korona (kW/km/line)

δ = Faktor kerapatan udara

20
f = frekuensi (Hz)

r = Jari-jari kawat (cm)

D = Jarak antara kawat (cm)

V = Tegangan antar fasa (kV)

Vd = Tegangan disruptif kritis (kV)

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya rugi-rugi daya


akibat korona yaitu :

a. Faktor elektrik, yang terdiri atas:


1) Frekuensi
Frekuensi yang disuplai oleh sistem dapat meningkatkan
nilai arus dan rugi-rugi daya akibat korona pada saluran
udara tegangan tinggi.
2) Gradien tegangan pada sekitar kawat penghantar atau
konduktor
Kuat medan atau gradien tegangan merupakan fungsi yang
terlibat dalam penentuan rugi-rugi daya korona.
b. Faktor cuaca, yang terdiri atas:
1) Kerapatan udara dan temperatur
Rugi-rugi daya korona pada kawat penghantar di daerah
dataran tinggi lebih besar dibandingkan dataran rendah
akibat nilai kerapatan udara relatif pada daerah dataran
tinggi mengecil.
2) Hujan, kabut, dan salju
Kondisi cuaca seperti hujan, kabut, dan salju menyebabkan
rugi-rugi daya akibat korona meningkat apalagi pada saat
hujan, karena titik-titik hujan yang jatuh pada permukaan
konduktor merupakan awal terjadinya tegangan tembus
korona. Kondisi cuaca hujan adalah kondisi yang paling

21
besar efeknya terhadap korona dibandingkan dengan kabut,
salju, ataupun hujan es.
3) Daya hantar udara
Konduktivitas menunjukkan kemampuan suatu bahan dalam
menghantarkan panas.
2.5 Efisiensi Saluran Transmisi

Efisiensi suatu saluran transmisi berkaitan dengan kuantitas suatu


sistem transmisi. Saluran transmisi yang bekerja dengan tidak efisien
menyebabkan kerugian bagi sistem, yaitu berupa banyaknya daya yang
hilang sepanjang saluran transmisi. Akibatnya pembangkit perlu
membangkitkan daya yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan daya
beban. Dalam penghitungan nilai efisiensi dilihat dari rugi-rugi korona.

Persamaan efisiensi saluran transmisi berdasarkan harga rugi-rugi


daya akibat korona adalah sebagai berikut :

Pkirim−Pc
η = x 100% ……………………………………………….
Pkirim
(2.4)

Keterangan :

η = Efisiensi Saluran Transmisi

Pkirim = Daya yang dikirim

Pc = Rugi-rugi Korona

22
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai langkah-langkah penelitian


yang meliputi prosedur penelitian, bagan alur penelitian, jadwal penelitian,
lokasi penelitian, serta jenis data yang digunakan untuk penelitian.

3.1 Prosedur Penelitian

Berikut ini merupakan prosedur penelitian yang dilakukan:


1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan membaca, mempelajari buku-buku
dan jurnal ilmiah, serta mengumpulkan informasi yang terkait
mengenai rugi-rugi daya korona.
2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data pada saluran transmisi Gardu
Induk 150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur, serta data
klimatologi yang diambil dari Katalog Sulawesi Selatan pada tahun
2021 wilayah Maros. Agar hasil penelitian lebih akurat dan dapat
dipertanggung jawabkan, maka penulis perlu melengkapi data-data
yang diperlukan terkait penelitian ini. Adapun data-data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah :
a. Tegangan operasi (V)
b. Frekuensi (f)
c. Jarak antar kawat phasa (D)
d. Diameter konduktor (d)
e. Jari-jari kawat (r)
f. Ketidakteraturan permukaan konduktor (m0)
g. Kuat medan pada permukaan penghantar (E m)
h. Suhu dan tekanan udara wilayah Maros

23
3. Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk mengolah data yang telah diperoleh
dari penelitian menjadi suatu informasi yang dapat digunakan
dalam memecahkan permasalahan yang terkait dengan penelitian.
Perhitungan rugi-rugi daya korona dilakukan sesuai dengan formula
Peek, maka perhitungan rugi-rugi korona dimulai dengan
perhitungan nilai kerapatan udara rata-rata pada wilayah Maros,
lalu menghitung nilai tegangan disruptif saluran transmisi per line,
kemudian menghitung rugi-rugi korona sepanjang saluran transmisi
Gardu Induk 150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur, serta
menganalisis parameter yang memiliki kontribusi paling besar
terhadap rugi-rugi daya korona.
4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil perhitungan
serta perbandingan sehingga dapat diketahui parameter yang
memiliki kontribusi paling besar terhadap rugi-rugi daya korona.

24
3.2 Bagan Alur Penelitian

Di bawah ini adalah gambaran rancangan penelitian yang akan


dilakukan
Mulai

Pengumpulan data saluran transmisi Gardu Induk


150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur

Pengumpulan data klimatologi dari Katalog Sulawesi


Selatan pada tahun 2021 wilayah Maros

Menghitung Rugi-Rugi Daya Korona dengan


Formula Peek

Pc =
241
δ
(f+25)
√ r
D
(V–Vd)2 10-5

Analisis Parameter yang Memiliki Kontribusi


Paling Besar terhadap Rugi-Rugi Daya Korona ;
a. Suhu b. Tekanan Udara
c. Ketidakteraturan Permukaan Konduktor

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian

25
3.3 Jadwal Penelitian

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian


No Bulan
Kegiatan
. I II III IV V VI
Melakukan Studi
1            
Literatur
Pengambilan data
saluran transmisi Gardu
2            
Induk 150 kV Daya Baru-
Titik Persimpangan Zipur
Pengambilan data
klimatologi dari Katalog
3 Sulawesi Selatan pada            
tahun 2021 wilayah
Maros
Menghitung Rugi-Rugi
4 Daya Korona dengan            
Formula Peek
Analisis Parameter yang
Memiliki Kontribusi
5            
Paling Besar Terhadap
Rugi-Rugi Daya Korona
6 Menarik Kesimpulan            

7 Membuat Laporan            

8 Seminar Hasil            

9 Perbaikan            

10 Ujian Akhir            

3.4 Lokasi Penelitian

26
Adapun lokasi dan waktu penelitian dilakukan di:

Tempat : PT.PLN (Persero) ULTG Maros

Alamat : Salenrang, Kec. Bontoa, Kab. Maros

Waktu : Maret 2022

Gambar 3.2 Objek Penelitian

3.5 Jenis Data Penelitian

Data yang dikumpulkan untuk penyusunan Skripsi ini merupakan


data sekunder yang diperoleh dari PT.PLN (Persero) ULTG Maros,
serta data Klimatologi dari Katalog Sulawesi Selatan pada tahun 2021
wilayah Maros.

27
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Parameter Saluran Transmisi Gardu Induk 150 kV Daya


Baru-Titik Persimpangan Zipur

Pada penelitian dan pengambilan data yang dilakukan di PT.


PLN (Persero) ULTG Maros, maka diperoleh data parameter
pada saluran transmisi Gardu Induk 150 kV Daya Baru-Titik
Persimpangan Zipur untuk dianalisis.

Adapun data parameter saluran transmisi Gardu Induk 150 kV


Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur ditunjukkan pada Tabel
4.1.

Tabel 4.1 Data Parameter Saluran Transmisi Gardu Induk 150 kV Daya
Baru-Titik Persimpangan Zipur

No. Parameter Nilai

1 Tegangan operasi (V) 150 kV


2 Frekuensi (f) 50 Hz
3 Jarak antar kawat fasa (D) 300 cm
4 Diameter konduktor (d) 2.88 cm
5 Jari-jari kawat (r) 1.44 cm
6 Ketidakteraturan permukaan konduktor (m0) 0.95
Kuat medan tembus udara pada permukaan 18.7
7
penghantar (Em) kV/cm

28
4.2 Data Klimatologi BMKG dari Katalog Sulawesi Selatan pada tahun
2021 wilayah Maros

Data klimatologi diperoleh melalui BMKG dari Katalog Sulawesi


Selatan pada tahun 2021 wilayah Maros. Data yang dikumpulkan berupa
suhu dan tekanan udara pada bulan Juli-Desember 2021.

Adapun data klimatologi yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel


4.2.

Tabel 4.2 Data Klimatologi BMKG dari Katalog Sulawesi Selatan pada
tahun 2021 wilayah Maros

Tekanan Udara
Bulan Suhu (°C)
(mbar)
Juli 26.7 1012.1
Agustus 27.8 1012.1
September 27.9 1012.9
Oktober 27.8 1012.8
November 27.2 1010.9
Desember 26.7 1010.5

4.3 Rugi-Rugi Daya Korona pada Saluran Transmisi Gardu Induk 150
kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur

Perhitungan rugi-rugi daya korona pada saluran transmisi Gardu


Induk 150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur dimulai dengan
perhitungan faktor kerapatan udara rata-rata pada wilayah Maros.

Faktor kerapatan udara rata-rata dihitung menggunakan


Persamaan 2.1 yang dimulai pada bulan Juli dengan tekanan udara (b) =
1012.1 mbar dan suhu (t) = 26.7°C.

29
0.289 b
δ=
273+t

0.289 x 1012.1
δ=
273+26.7

δ =¿ 0.975965632

Dengan menggunakan persamaan yang sama diperoleh faktor


kerapatan udara rata-rata bulan Agustus hingga Desember berdasarkan
data Klimatologi dari Katalog Sulawesi Selatan pada tahun 2021 wilayah
Maros yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Faktor Kerapatan Udara Rata-Rata Wilayah Maros

Tekanan Udara Faktor


No. Bulan Suhu ( ̊C)
(mbar) Kerapatan Udara
1 Juli 26.7 1012.1 0.975965632
2 Agustus 27.8 1012.1 0.972396609
3 September 27.9 1012.9 0.972841808
4 Oktober 27.8 1012.8 0.973069149
5 November 27.2 1010.9 0.973184877
6 Desember 26.7 1010.5 0.974422756

Selanjutnya, dengan diketahui faktor kerapatan udara maka


tegangan distruptif kritis bulan Juli dapat dihitung menggunakan
Persamaan 2.2.

D
Vd = Em δ mo r ln
r

300
Vd = 18.7 x 0.975965632 x 0.95 x 1.44 x ln
1.44

Vd = 133.301024 kV

30
Setelah itu, rugi-rugi daya korona untuk bulan Juli dapat dihitung
menggunakan Persamaan 2.3.

Pc =
241
δ
(f+25)
√ r
D
(V–Vd)2 10-5

Pc =
241
0.975965632
(50+25)
1.44
300 √
(150–133.301024)2 10-5

Pc = 3.578030874 kW/km/line

Pc = 3.578030874 x 3.45 x 12

Pc = 148.1304782 kW

Dengan menggunakan persamaan yang sama dapat dihitung


tegangan distruptif kritis dan rugi-rugi daya korona untuk bulan Agustus
hingga Desember yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Tegangan Distruptif Kritis dan Rugi-Rugi Daya Korona

Rugi-Rugi
Faktor Tegangan Pc
Daya
No. Bulan Kerapatan Distruptif Total
Korona
Udara Kritis (kV) (kW)
(kW/km/line
)
3.57803087
1 Juli 0.975965632 133.301024 148.13
4
132.813553 3.80388757
2 Agustus 0.972396609 157.48
5 2
Septembe 132.874360
3 0.972841808 3.77528985 156.30
r 4
132.905411
4 Oktober 0.973069149 3.76073321 155.69
5
5 November 0.973184877 132.921218 3.75333530 155.39

31
4
133.090292 3.67471544
6 Desember 0.974422756 152.13
2 5

Berdasarkan Tabel 4.4, dapat dihitung rata-rata per


bulan rugi-rugi daya korona untuk bulan Juli hingga Desember
2021 pada saluran transmisi Gardu Induk 150 kV Daya Baru-
Titik Persimpangan Zipur adalah sebagai berikut:

Pc total
Pc rata-rata = ∑
6

925.1240793
Pc rata-rata =
6

Pc rata-rata = 154.1873466 kW

Rugi-Rugi Daya Korona pada Saluran


Transmisi Gardu Induk 150 kV Daya
Rugi-Rugi Daya Korona (kW)

Baru - Titik Persimpangan Zipur


160.00
157.48
158.00
155.69
156.00 156.30
154.00 155.39 152.13
152.00
150.00
148.00 148.13
146.00
144.00
142.00
Juli Agustus September Oktober November Desember

Gambar 4.1 Grafik Rugi-Rugi Daya Korona pada Saluran Transmisi Gardu
Induk 150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur Tahun
2021

32
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa rugi-rugi daya
korona meningkat drastis dari bulan Juli ke Agustus, cenderung konstan
pada bulan Agustus hingga November, dan menurun pada bulan
Desember. Rugi-rugi daya korona terbesar terjadi pada bulan Agustus
sebesar 157.48 kW dan rugi-rugi daya korona terkecil terjadi pada bulan
Juli sebesar 148.13 kW.

4.4 Parameter Pembanding terhadap Perhitungan Rugi-Rugi Daya


Korona

Suhu (t), tekanan udara (b), dan ketidakteraturan


permukaan konduktor (m0) digunakan dalam menganalisis
parameter yang memiliki kontribusi paling besar terhadap
rugi-rugi daya korona.

Untuk parameter suhu (t) dan tekanan udara (b) yang


digunakan dalam analisis ini adalah nilai minimum, nilai rata-
rata, dan nilai maksimum dalam rentang dari bulan Juli-
Desember 2021. Untuk nilai ketidakteraturan permukaan
konduktor (m0) yang paling rendah yaitu 0.7 yang berarti
keadaan permukaan konduktor paling buruk hingga yang
paling mulus yaitu 1.

Adapun parameter-parameter pembanding terhadap


rugi-rugi daya korona yang digunakan dalam analisis ini
diperlihatkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Parameter Pembanding terhadap Rugi-Rugi Daya Korona

Tekanan Udara Ketidakteraturan


Suhu ( ̊C)
(mbar) Permukaan Konduktor
24.3 1010.5 0.7
27.4 1011.9 0.85
30.1 1012.9 1

33
34
4.5 Pengaruh Parameter Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona

Untuk menganalisis pengaruh suhu (t), dilakukan


dengan perbandingan dimana tekanan udara (b) dan
ketidakteraturan permukaan konduktor (m 0) bernilai konstan
seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Tekanan


Udara dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor Bernilai
Minimum

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
24.3 1380.42
27.4 1010.5 0.7 1451.02
30.1 1513.39

Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;


Tekanan Udara dan Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Minimum
1550.00 1513.39
1500.00
Pc Total (kW)

1450.00
1451.02
1400.00
1380.42
1350.00
1300.00
24 25 26 27 28 29 30 31
Suhu ( ̊C)

Gambar 4.2 Grafik Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;


Tekanan Udara dan Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Minimum

Berdasarkan Tabel 4.6 dan Gambar 4.2 di atas, rugi-


rugi daya korona terbesar terjadi pada saat suhu (t)
maksimum yaitu sebesar 1513.39 kW dengan selisih rugi-rugi

35
daya korona untuk setiap kenaikan suhu adalah 70.60 kW
dan 62.37 kW.

Perbandingan kedua adalah variasi suhu terhadap rugi-


rugi daya korona; tekanan udara dan ketidakteraturan
permukaan konduktor bernilai rata-rata yang diperlihatkan
pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Tekanan


Udara dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor Bernilai
Rata-Rata

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
24.3 467.79
27.4 1011.9 0.85 512.84
30.1 553.40

Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;


Tekanan Udara dan Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Rata-Rata
600.00
Pc Total (kW)

550.00 553.40
500.00 512.84
467.79
450.00
400.00
24 25 26 27 28 29 30 31
Suhu ( ̊C)

Gambar 4.3 Grafik Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;


Tekanan Udara dan Faktor Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Rata-Rata

36
Berdasarkan Tabel 4.7 dan Gambar 4.3 di atas, rugi-
rugi daya korona terbesar terjadi pada saat suhu (t)
maksimum yaitu sebesar 553.40 kW dengan selisih rugi-rugi
daya korona untuk setiap kenaikan suhu adalah 45.06 kW
dan 40.56 kW.

Perbandingan ketiga adalah variasi suhu terhadap rugi-


rugi daya korona; tekanan udara dan ketidakteraturan
permukaan konduktor bernilai maksimum yang diperlihatkan
pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Tekanan


Udara dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor Bernilai
Maksimum

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
24.3 37.49
27.4 1012.9 1 52.14
30.1 66.71

Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;


Tekanan Udara dan Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Maksimum
80.00
66.71
Pc Total (kW)

60.00
52.14
40.00
37.49
20.00
0.00
24 25 26 27 28 29 30 31
Suhu ( ̊C)

37
Gambar 4.4 Grafik Variasi Suhu terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;
Tekanan Udara dan Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Maksimum

Berdasarkan Tabel 4.8 dan Gambar 4.4 di atas, rugi-


rugi daya korona terbesar terjadi pada saat suhu (t)
maksimum yaitu sebesar 66.71 kW dengan selisih rugi-rugi
daya korona untuk setiap kenaikan suhu adalah 14.60 kW.

Hasil analisis pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan


Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa suhu (t) berbanding lurus
terhadap rugi-rugi daya korona (Pc). Semakin besar suhu,
maka rugi-rugi daya korona juga akan meningkat.

4.6 Pengaruh Parameter Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya


Korona

Untuk menganalisis pengaruh tekanan udara (b),


dilakukan dengan perbandingan dimana suhu (t) dan
ketidakteraturan permukaan konduktor (m 0) bernilai konstan
seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;


Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor Bernilai
Minimum

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
1010.5 1380.42
24.3 1011.9 0.7 1371.14
1012.9 1364.54

38
Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya
Korona; Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Minimum
1400.00 1380.42
Pc Total (kW)

1380.00 1371.14
1360.00 1364.54
1340.00
1010 1010.5 1011 1011.5 1012 1012.5 1013 1013.5
Tekanan Udara (mbar)

Gambar 4.5 Grafik Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya


Korona; Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor
Bernilai Minimum

Berdasarkan Tabel 4.9 dan Gambar 4.5 di atas, rugi-


rugi daya korona terbesar terjadi pada saat tekanan udara (b)
minimum yaitu sebesar 1380.42 kW dengan selisih rugi-rugi
daya korona untuk setiap kenaikan tekanan udara adalah
9.28 kW dan 6.60 kW.

Perbandingan kedua adalah variasi tekanan udara


terhadap rugi-rugi daya korona; suhu dan ketidakteraturan
permukaan konduktor bernilai rata-rata yang diperlihatkan
pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;


Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor Bernilai
Rata-Rata

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
1010.5 519.02
27.4 1011.9 0.85 512.84
1012.9 508.46

39
Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya
Korona; Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Rata-Rata
520.00
519.02
Pc Total (kW)

515.00
512.84
510.00
508.46
505.00
500.00
1010 1010.5 1011 1011.5 1012 1012.5 1013 1013.5
Tekanan Udara (mbar)

Gambar 4.6 Grafik Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya


Korona; Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor
Bernilai Rata-Rata

Berdasarkan Tabel 4.10 dan Gambar 4.6 di atas, rugi-


rugi daya korona terbesar terjadi pada saat tekanan udara (b)
minimum yaitu sebesar 519.02 kW dengan selisih rugi-rugi
daya korona untuk setiap kenaikan tekanan udara adalah
6.17 kW dan 4.38 kW.

Perbandingan ketiga adalah variasi tekanan udara


terhadap rugi-rugi daya korona; suhu dan ketidakteraturan
permukaan konduktor bernilai maksimum yang diperlihatkan
pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11 Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya Korona;


Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor Bernilai
Maksimum

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
1010.5 70.87
30.1 1011.9 1 68.43
1012.9 66.71

40
Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya
Korona; Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan
Konduktor Bernilai Maksimum
72.00
70.87
Pc Total (kW)

70.00 68.43
68.00
66.71
66.00
64.00
1010 1010.5 1011 1011.5 1012 1012.5 1013 1013.5
Tekanan Udara (mbar)

Gambar 4.7 Grafik Variasi Tekanan Udara terhadap Rugi-Rugi Daya


Korona; Suhu dan Ketidakteraturan Permukaan Konduktor
Bernilai Maksimum

Berdasarkan Tabel 4.11 dan Gambar 4.7 di atas, rugi-


rugi daya korona terbesar terjadi pada saat tekanan udara (b)
minimum yaitu sebesar 70.87 kW dengan selisih rugi-rugi
daya korona untuk setiap kenaikan tekanan udara adalah
2.45 kW dan 1.72 kW.

Hasil analisis pada Gambar 4.5, Gambar 4.6, dan


Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa tekanan udara (b)
berbanding terbalik terhadap rugi-rugi daya korona (Pc).
Semakin besar tekanan udara, maka rugi-rugi daya korona
akan mengecil.

4.7 Pengaruh Parameter Ketidakteraturan Permukaan Konduktor


terhadap Rugi-Rugi Daya Korona

Untuk menganalisis pengaruh ketidakteraturan


permukaan konduktor (m0), dilakukan dengan perbandingan
dimana suhu (t) dan tekanan udara (b) bernilai konstan
seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.12.

41
Tabel 4.12 Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor terhadap
Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan Tekanan Udara Bernilai
Minimum

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
0.7 1380.42
24.3 1010.5 0.85 473.68
1 40.63

Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor


terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan
Tekanan Udara Bernilai Minimum
1500.00
1380.42
Pc Total (kW)

1000.00
500.00
473.68 40.63
0.00
0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1 1.05
Ketidakteraturan Permukaan Konduktor

Gambar 4.8 Grafik Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor


terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan Tekanan
Udara Bernilai Minimum

Berdasarkan Tabel 4.12 dan Gambar 4.8 di atas, rugi-


rugi daya korona terbesar terjadi pada saat ketidakteraturan
permukaan konduktor (m0) minimum yaitu sebesar 1380.42
kW dengan selisih rugi-rugi daya korona untuk m 0 = 0.7 dan
m0 = 0.85 adalah 906.75 kW, sedangkan untuk m 0 = 0.85 dan
m0 = 1 adalah 433.05 kW.

Perbandingan kedua adalah variasi ketidakteraturan


permukaan konduktor terhadap rugi-rugi daya korona; suhu

42
dan tekanan udara bernilai rata-rata yang diperlihatkan pada
Tabel 4.13.

Tabel 4.13 Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor terhadap


Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan Tekanan Udara Bernilai
Rata-Rata

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
0.7 1441.49
27.4 1011.9 0.85 512.84
1 53.66

Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor


terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan
Tekanan Udara Bernilai Rata-Rata
2000.00
1441.49
Pc Total (kW)

1500.00
1000.00
500.00
512.84 53.66
0.00
0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1 1.05
Ketidakteraturan Permukaan Konduktor

Gambar 4.9 Grafik Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor


terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan Tekanan
Udara Bernilai Rata-Rata

Berdasarkan Tabel 4.13 dan Gambar 4.9 di atas, rugi-


rugi daya korona terbesar terjadi pada saat ketidakteraturan
permukaan konduktor (m0) minimum yaitu sebesar 1441.49
kW dengan selisih rugi-rugi daya korona untuk m 0 = 0.7 dan
m0 = 0.85 adalah 928.65 kW, sedangkan untuk m 0 = 0.85 dan
m0 = 1 adalah 459.19 kW.

43
Perbandingan ketiga adalah variasi ketidakteraturan
permukaan konduktor terhadap rugi-rugi daya korona; suhu
dan tekanan udara bernilai rata-rata yang diperlihatkan pada
Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor terhadap


Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan Tekanan Udara Bernilai
Maksimum

Tekanan Ketidakteraturan
Suhu ( ̊C) Udara Permukaan Pc Total (kW)
(mbar) Konduktor
0.7 1496.72
30.1 1012.9 0.85 548.85
1 66.71

Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor


terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan
Tekanan Udara Bernilai Maksimum
2000.00
1496.72
Pc Total (kW)

1500.00
1000.00
548.85
500.00
66.71
0.00
0.65 0.7 0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1 1.05
Ketidakteraturan Permukaan Konduktor

Gambar 4.10 Grafik Variasi Ketidakteraturan Permukaan Konduktor


terhadap Rugi-Rugi Daya Korona; Suhu dan Tekanan
Udara Bernilai Maksimum

Berdasarkan Tabel 4.14 dan Gambar 4.10 di atas, rugi-


rugi daya korona terbesar terjadi pada saat ketidakteraturan
permukaan konduktor (m0) minimum yaitu sebesar 1496.72
kW dengan selisih rugi-rugi daya korona untuk m 0 = 0.7 dan

44
m0 = 0.85 adalah 947.88 kW, sedangkan untuk m 0 = 0.85 dan
m0 = 1 adalah 482.14 kW.

Hasil analisis pada Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan


Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa ketidakteraturan
permukaan konduktor (m0) berbanding terbalik terhadap rugi-
rugi daya korona (Pc). Semakin besar ketidakteraturan
permukaan konduktor, maka rugi-rugi daya korona akan
mengecil.

4.8 Analisis Parameter yang Memiliki Kontribusi Paling Besar


terhadap Rugi-Rugi Daya Korona

Berdasarkan tabel hasil perhitungan, diketahui rugi-rugi


daya korona terbesar terjadi pada saat keadaan suhu (t)
maksimum, tekanan udara (b) minimum, dan ketidakteraturan
permukaan konduktor (m0) minimum.

Hubungan ketiga parameter terhadap rugi-rugi daya


korona ditunjukkan pada Gambar 4.11.

45
Hubungan Ketiga Parameter terhadap Rugi-Rugi Daya
Korona
1600.00 1451.02 1513.39
1400.00
1380.42 1371.14 1364.54 Suhu (t)
1200.00
Pc Total (kW)

1000.00
Tekanan Udara (b)
800.00
600.00
473.68
400.00 Ketidakteraturan
200.00 Permukaan
40.63 Konduktor(mo)
0.00
24.3 27.4 30.1
Suhu ( ̊C)

Gambar 4. 11 Grafik Hubungan Ketiga Parameter terhadap Rugi-Rugi


Daya Korona

Keseluruhan analisis perbandingan parameter suhu


(t) , tekanan udara (b), dan ketidakteraturan permukaan
konduktor (m0) memperlihatkan urutan parameter yang
memiliki kontribusi paling besar terhadap rugi-rugi daya
korona adalah ketidakteraturan permukaan konduktor, suhu,
dan tekanan udara.

Akan tetapi besarnya rugi-rugi daya korona karena


pengaruh ketidakteraturan permukaan konduktor hanya
mungkin terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Seiring
berjalannya waktu, kondisi permukaan konduktor akan
memburuk yang menyebabkan nilai ketidakteraturan
permukaan konduktor akan mengecil. Ketidakteraturan
permukaan konduktor biasanya dipengaruhi oleh penuaan
kawat penghantar, pengotoran oleh debu, minyak, dan

46
partikel lain, serta terjadinya pemanasan di sekitar kawat
penghantar (hotspot), juga peristiwa peluahan sebagian
(partial discharge) yang terjadi pada kawat penghantar.

Untuk suhu dan tekanan udara karena besarnya


cenderung berubah-ubah tiap waktu, maka lebih konkrit
dalam menunjukkan pengaruh terhadap rugi-rugi daya
korona. Sehingga untuk kurun waktu yang pendek, parameter
yang memiliki kontribusi paling besar terhadap rugi-rugi daya
korona adalah suhu.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

47
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis rugi-rugi daya


korona pada saluran transmisi Gardu Induk 150 kV Daya
Baru-Titik Persimpangan Zipur, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:

1. Besarnya rugi-rugi daya korona yang terjadi pada saluran transmisi


Gardu Induk 150 kV Daya Baru-Titik Persimpangan Zipur selama bulan
Juli hingga Desember 2021 adalah 925.1240793 kW dengan rata-rata
per bulan 154.1873466 kW.

2. Parameter yang memiliki kontribusi paling besar terhadap rugi-rugi daya


korona untuk kurun waktu yang panjang adalah ketidakteraturan
permukaan konduktor. Sedangkan untuk kurun waktu yang pendek,
parameter dengan pengaruh terbesar adalah suhu.

5.2 Saran

Pihak terkait dapat menghitung rugi-rugi daya korona


menggunakan parameter suhu, tekanan udara, dan ketidakteraturan
permukaan konduktor secara berkala (real time) sehingga hasil
perhitungan rugi-rugi daya korona lebih akurat untuk tiap keadaan yang
hasilnya dalam bentuk energi (kWh).

48
DAFTAR PUSTAKA

Hajar, Ibnu, dan Tito Dias Fernando, (2019). “Analisa Pengaruh Luas
Penampang Penghantar dan Cuaca Terhadap Rugi Daya Akibat
Korona Pada SUTET 150 kV (Studi Kasus: Gardu Induk Bangkalan
– Gardu Induk Sampang), Surabaya: Departemen Elektro, Sekolah
Tinggi Teknik PLN, Alumni Departemen Elektro, Sekolah Tinggi
Teknik PLN.

NST, Adek Saputra, (2021). “ANALISA PERHITUNGAN BESAR RUGI-


RUGI DAYA KORONA PADA SISTEM SALURAN TRANSMISI
GARDU INDUK GLUGUR MENUJU GARDU INDUK PAYA GELI”,
Medan : DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN.

Kurniasih, Novi, Dewi Purnama Sari, (2014). “ANALISIS PENGARUH


AKIBAT KORONA TERHADAP RUGI-RUGI DAYA SALURAN
UDARA TEGANGAN TINGGI 150 kV (G.I. Lubuk Alung – G.I. P.I.P.
– G.I. Pauh Limo)”. Padang : Program Studi S2 Teknik Elektro
Universitas Andalas.

Massarang, Rudolfus, Lily Stiowaty Patras, dan Hans Tumaliang,


(2019). “Efek Korona pada Saluran Transmisi Gardu Induk Tello
Sulawesi Selatan”. Manado : Teknik Elektro, Universitas Sam
Ratulangi Manado.

Dewi, Arfita Yuana, Asnal Effendy, dan Yogi Saputra, (2020). “Studi
Analisa Pengaruh Temperatur Dan Tekanan Udara Terhadap Rugi
Daya Korona SUTT 150 kV”. Padang : Program Studi Teknik
Elektro, Fakultas Teknik, Institut Teknologi Padang.

49
LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Pengambilan Data Skripsi

50
Lampiran 2. Surat Balasan Izin Pengambilan Data

51
Lampiran 3. Tower Transmisi 4 Circuit

Lampiran 4. Arah Saluran Tower Transmisi 4 Circuit

52

Anda mungkin juga menyukai