Anda di halaman 1dari 27

SERTIFIKASI HALAL DAN STARTEGI PENGEMBANGAN PADA

INDUSTRI TANAMAN HERBAL DAN OBAT-OBATAN TRADISIONAL


DI iNDONESIA
Andis rahmawati, Desy fadlilah fithri, Rina marina
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Jl.Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon
Email: andisrahmawati2810@gmail.com

Abastrak
Seorang muslim memiliki batasan dalam mengkonsumsi atau mengenakan sesuatu.
Seorang Muslim hanya diperbolehkan mengkonsumsi yang halal, baik dalam
makanan, minuman, pakaian, terutama dalam industri farmasi. Dalam industri
farmasi, standar Farmasi Halal merupakan dokumen paling krusial yang harus
diikuti untuk standarisasi mutu dan keamanan halal. Informasi pada label akan
mempengaruhi pilihan sebelum membeli dan atau mengonsumsi obat di situs
pelanggan. Konsumen lebih memilih obat yang berlabel halal sehingga
menguntungkan industri yang berlabel halal. Namun di apotek halal, konsumen
masih sulit menerapkan halal dalam obat. Meski konsumen paham tentang halal,
namun sikap konsumen tidak menyiratkan prinsip kehalalan dalam obat.
Sertifikasi halal bagi produk farmasi dihadapkan dengan beberapa faktor
pengambat seperti kurangnya pemasok bahan baku yang memenuhi persyaratan
halal dan kendala manajemen halal di Industri Farmasi Indonesia. Namun
bagaimanapun, memperoleh dan menggunakan obat halal bagi setiap muslim
adalah hak yang dijamin konstitusi.

Kata kunci: sertifikasi halal, obat-obatan, farmasi

Abstract
A Muslim has restrictions in consuming or wearing something. A Muslim is only
allowed to consume halal, both in food, drinks, clothing, especially in the
pharmaceutical industry. In the pharmaceutical industry, Halal Pharmaceutical
standards are the most crucial documents that must be followed for standardizing
halal quality and safety. The information on the label will affect the choice before
buying and or consuming the drug at the customer's site. Consumers prefer drugs
labeled halal so that it benefits the industry labeled halal. However, in halal
pharmacies, it is still difficult for consumers to implement halal in medicines.
Even though consumers understand about halal, their attitude does not imply the
principle of halal in medicine. Halal certification for pharmaceutical products is
faced with several inhibiting factors such as a lack of raw material suppliers that
meet halal requirements and constraints on halal management in the Indonesian
Pharmaceutical Industry. However, obtaining and using halal medicines for every
Muslim is a right guaranteed by the constitution.

Keyword: halal certification, medicines, pharmaceuticals


PENDAHULUAN:

Farmasi halal merupakan produk yang terbuat dari bahan yang sesuai dengan
syariat Islam. Kandungan itu bebas dari unsur binatang yang diharamkan dan
yang disembelih tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Komoditas itu harus
diproduksi dan diproses menggunakan alat yang tidak tercampur oleh zat yang
tidak sesuai dengan syariat. Dengan demikian, farmasi dan kosmetik halal
merupakan harmonisasi dari syariat Islam, good manufacturing practice (GMP)
serta bahan baku halal. 1

farmasi cenderung lebih cepat tumbuh di negara berkembang, karena secara


agregat mengikuti indikator makro ekonomi. Hal ini menyebabkan Indonesia
masuk pada posisi ketiga dari sepuluh negara dengan perkembangan pasar industri
farmasi tercepat .Secara global, berdasarkan State of Global Islamic Report
konsumsi muslim terhadap produk farmasi dan kimia dari tahun 2013-2017
menunjukkan tren yang meningkat.

Saat ini Indonesia berada di posisi ke-4 sebagai negara dengan konsumsi produk
farmasi terbanyak. Sementara pada sektor kosmetik. Pada tahun 2023
diperkirakan pangsa pasar farmasi akan naik sebesar 7.1 persen menjadi USD 131
miliar dan pangsa pasar kosmetik naik sebesar 6.9 persen menjadi USD 90 miliar.

Dengan tren yang kian meningkat, perusahaan multinasional mulai menyasar


pasar Muslim dengan mengeluarkan produk halal. Dalam bidang farmasi,
perusahaan farmasi Korea Selatan bekerja sama dengan perusahaan Iran untuk
memproduksi produk biofarmasi. Japan’s MC Biotech berusaha untuk
memperoleh sertifikasi halal dari Brunei Darussalam dan menjual produknya pada
masyarakat.

Dari tahun 2013 sampai 2017 pangsa pasar produk farmasi di Indonesia
mengalami kenaikan. Namun, performa penjualannya menurun. Berdasarkan
Euromonitor Consumer Health in Indonesia Country Report 2017, pangsa pasar
farmasi pada tahun 2019 nilainya mencapai Rp 55,874.9 miliar. Pertumbuhan
terjadi pada produk analgesik, vitamin, suplemen makanan dan produk herbal.
Produk vitamin dan suplemen menyumbang hampir setengah dari seluruh
penjualan produk kesehatan selama 2017.
Peningkatan konsumsi produk vitamin dan suplemen terjadi karena tiga hal;
perubahan cuaca yang tidak terduga di Indonesia akibat pemanasan global,
meningkatnya jumlah pekerja di Indonesia yang semakin aktif sampai harus
lembur bekerja, sehingga membutuhkan vitamin dan suplemen agar tetap fit.

1 Rina, Khanapi, & Hasan, 2013


Selanjutnya masalah sanitasi di permukiman yang kurang bersih. Indonesia
sebagai negara berkembang masih memiliki banyak persoalan kesehatan, sehingga
produk farmasi akan terus banyak dibutuhkan. Diprediksi konsumsi terhadap
vitamin dan suplemen makanan akan terus tumbuh.

PEMBAHASAN
A. Standarisasi sertifikasi halal

Dalam industri farmasi, standar Farmasi Halal adalah dokumen paling penting
yang harus diikuti untuk standarisasi mutu dan keamanan produk farmasi halal
dan untuk memastikan bahwa konsumen mengambil obat yang benar tanpa
keraguan tentang kehalalannya. Penggunaan obat yang dicampur dengan alkohol
dan agar-agar memiliki hukum yang sama dengan mengobati penyakit selama
keadaan darurat, yang diperbolehkan tetapi dengan kondisi seperti yang
disebutkan. 2 Pedoman halal di apotek akan membantu investor asing terlihat
seperti lokasi pembuatan obat-obatan Halal. 3 Awalnya, halal adalah ungkapan
bahasa Arab yang berarti diizinkan atau diizinkan oleh Hukum Islam.

Produk jaminan halal berupa sertifikat halal merupakan hal yang mendasar dan
penting bagi umat Islam Indonesia karena umat Islam hanya diperbolehkan
mengkonsumsi dan menggunakan produk yang sesuai dengan hukum syariah.
Potensi pasar produk halal semacam itu di negara muslim seperti Indonesia sangat
besar, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.600 juta. Di Indonesia, 90%
masyarakatnya adalah konsumen Muslim dan harus dilindungi dari konsumsi
haram. Sayangnya, regulasi produk halal di Indonesia dibuat sebagian tidak
konsisten, terkesan tumpang tindih, dan tidak sistemik sehingga secara teknis
tidak bisa dijadikan landasan hukum yang kuat. 4 Kelemahan hukum menyebabkan
tidak adanya jaminan yang mengatur produk halal, padahal kebutuhan akan
jaminan produk halal tidak dapat dihindari dan sangat mendesak, terutama dalam
perlindungan konsumen dan perdagangan global.

Pada tahun 2014, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Jaminan Produk


Halal (UU JPH). UU JPH menegaskan, produk yang masuk edar dan dijual di
Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Pemerintah menjamin produk yang
aman seperti makanan, daging, minuman, dan obat-obatan untuk melindungi

2Halim, M. A. A., Salleh, M. M. M., Kashim, M., Ahmad, A. A., Nordin, N., & Others. (2014). Halal
pharmaceuticals: legal, shari’ah issues and fatwa of drug, gelatine and alcohol. International Journal of Asian
Social Science, 4(12), 1176-1190.

3Rajagopal, S., Ramanan, S., Visvanathan, R., & Satapathy, S. (2011). Halal certification: implication for
marketers in UAE. Journal of Islamic Marketing, 2(2), 138-153.

4Hakim, A. L. (2015). Dissecting The Contents of Law of Indonesia on Halal Product Assurance. Indonesia
Law Review, 5(1), 88-103.
konsumen Muslim.5 UU JPH akan mendukung semangat perlindungan konsumen
karena orang awam tidak dapat dengan mudah mengenali bagaimana dan bahan
apa yang digunakan. Di Indonesia, 2% konsumsi digunakan untuk produk
farmasi.6 Saat ini, apotek halal belum sepenuhnya diterapkan oleh industri farmasi.
Hanya beberapa produk farmasi yang memiliki sertifikat halal; data LPPOM MUI
menunjukkan hanya 34 jenis obat yang memiliki sertifikat halal dari 30 ribu jenis
obat yang beredar di masyarakat. Semangat UU JPH yang ingin melindungi
konsumen sulit diterapkan di apotek, juga bahan baku yang digunakan untuk
membuat produk olahan, bahkan cara pembuatannya sangat sulit untuk dideteksi. 7
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Direktur Eksekutif International
Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) bahwa Industri Farmasi
mendukung semangat UU JPH yang ingin melindungi konsumen, namun aturan
tersebut sulit diterapkan.

Perusahaan farmasi berperan aktif dalam memastikan penyediaan Farmasi


Halal kepada konsumen Muslim di Indonesia. Kajian tentang sikap dan
pengetahuan tentang Apotek Halal menjadi sangat penting untuk mendorong
industri mengembangkan pengobatan alternatif. Fungsi pengakuan dalam
beberapa sikap konsumen berfungsi terutama sebagai alat untuk mengatur
keyakinan tentang produk dan aktivitas seperti merek dagang dan akuisisi.
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa sikap menunjukkan emosi yang
berkelanjutan dan kecenderungan terhadap suatu produk atau ide. Sikap ini
mungkin sesuai atau tidak sehubungan dengan realitas produk. Ini pelanggan
dapat membeli merek apapun, dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan saat itu.

Konsumen ini tidak hanya berpikir untuk kesenangan tetapi percaya produk
yang ditawarkan untuk lingkungan. Konsumen sering mendorong sikap untuk
membeli produk yang sesuai dengan emosi mereka. 8 Hal ini terjadi karena mereka
tidak aman, baik dalam penampilan mereka bias, dan pemasar telah mampu
melihat dan memberikan kepercayaan diri pada produk mereka.
Pemahaman yang lebih mendalam tentang kebutuhan konsumen muslim dan pasar

5Maulidia, R. (2013). Urgensi Regulasi Dan Edukasi Produk Halal Bagi Konsumen. Justicia Islamica, 10(2),
359–390.

6Prabowo, A., Wirjodirdjo, B., & Vanany, I. (2012). Analisis Kebijakan Penggunaan Obat Generik di Indonesia
serta Dampaknya pada Biaya Belanja Obat Masyarakat ( Studi Kasus pada Obat Penyakit Diabetes
Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik). Jurnal Teknik ITS, 1(1), 592–594.

7Aminuddin, M. Z. (2017). Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia dan Thailand. SHAHIH :
Journal of Islamicate Multidisciplinary, 1(1), 27.

8Kordnaeij, A., Askaripoor, H., & Bakhshizadeh, A. (2013). Studying affecting factors on customers’ attitude
toward products with halal brand (case study: Kuala Lumpur Malaysia). International Research Journal of
Applied and Basic Sciences, 4(10), 3138-3145.
Islami sangat penting untuk membangun loyalitas pelanggan, terutama di negara
dengan warga muslim yang besar. Selain itu, manajer merek masih sulit
mengembangkan citra merek yang emosional bagi konsumen. Proses penciptaan
obat halal sangat dinamis. 9

Keyakinan agama dan spiritual dan penggunaan obat bersinggungan sering


ditemui oleh apoteker. Kekhawatiran pasien terhadap eksipien asal hewan dan
penggunaan obat saat menjalankan ibadah puasa menjadi isu utama yang
dilaporkan, artinya konsumen (pasien) memiliki perhatian terhadap kehalalan
apotek. Namun, apoteker tidak punya pilihan lain untuk memproduksi obat
halal. 10 Orang-orang menginginkan pengobatan sesuai keinginan dan harga
mereka sendiri. Saran dokter atau apoteker tidak terlalu mempedulikan uang. 11

1. Pengertian Sertifikasi Halal

Sertifikat halal MUI merupakan fatwa tertulis majelis ulama Indonesia yang
menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at islam. Sertifikat halal
MUI ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada
kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang. 12

Manfaat pemberian sertifikat halal ialah untuk melindungi konsumen muslim


terhadap produk makanan dan minuman yang tidak halal, memberikan rasa aman
dan nyaman bagi konsumen untuk mengkonsumsi produk makanan dan minuman,
karena tidak ada keraguan lagi bahwa produk tersebut terindikasi dari hal-hal yang
diharamkan.13

9 Wilson, J. A., & Liu, J. (2011). The challenges of Islamic branding: navigating emotions and halal. Journal of
Islamic Marketing, 2(1), 28–42.

10Daher, M., Chaar, B., & Saini, B. (2015). Impact of patients’ religious and spiritual beliefs in pharmacy:
From the perspective of the pharmacist. Research in Social and Administrative Pharmacy, 11(1), 31-41.

11Pujari, N. M., Sachan, A. K., Kumari, P., & Dubey, P. (2016). Study of Consumer’s Pharmaceutical Buying
Behavior Towards Prescription and Non-Prescription Drugs. Journal of Medical and Health Research,
2016(01), 3-0.

12
Lembaga Pengkajian Pangan Obat obatan dan Kosmetika. (2017). Sertifikasi halal (Online). Banten: LPPOM
MUI Provinsi Banten.

13BSN. (2016). National Standardization Agency of Indonesia; Pidana yang tidak menjaga kehalalan produk
yang telah memperoleh sertifikasi halal (Online). Retrieved from:
//jdih.bsn.go.id/produk/detail/?id=15&jns=2#:~:text=Undang%2DUndang%20No%2033%20Tahun%202014
%20tentang%20Jaminan%20Produk%20Halal,-
Jenis%20Produk%20Hukum&text=untuk%20menjamin%20ketersediaan%20Produk%20Halal%2C%20ditetap
kan%20bahan%20produk%20yang%20diny
Yang mengeluarkan dan mengawasi Sertifikasi halal

a. Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).

b. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

c. Lembaga Pengkajian Pangan Obat obatan dan Kosmetika Majelis Ulama


Indonesia (LPPOM MUI).

d. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Sertifikasi halal MUI wajib hukumnya pada produk pangan, obat-obat,


kosmetika dan produk lainnya dilakukan untuk memberikan kepastian status
kehalalan, sehingga dapat menenteramkan batin konsumen dalam
mengkonsumsinya. Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen
dengan cara menerapkan Sistem Jaminan Halal.

Apabila konsumen menemukan suatu produk tanpa menyertakan logo


halal maka Perlindungan hukum konsumen terhadap beredarnya produk makan. 14
Yang tidak mencantumkan sertifikat halal diatur dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2014 tentang Jaminan Produk Halal, dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana konsumen dapat melaporkan
kejadian yang merugikan dirinya melalui lembaga perlindungan konsumen yang
telah ada. Akibat hukum yang diterima pelaku usaha terhadap beredarnya produk
makanan yang tidak mencantumkan label halal akan dikenakan sanksi
administratif berupa pengambilan produk dari peredaran dan juga sanksi pidana
berupa kurungan 5 tahun dan denda sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (Dua Milyar
Rupiah).15

Tata cara mengajukan Sertifikasi Halal

a. Pelaku Usaha mengajukan permohonan Sertifikasi Halal.

b. BPJPH melakukan pemeriksaan dokumen permohonan, <10 hari kerja.

c. BPJPH menetapkan LPH berdasarkan penentuan permohonan, <5 hari


kerja.

d. LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk,


<40/60 hari kerja.

14Bisri, I. (2012). Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-prinsip & implementasi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

15Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. (2014). Jakarta: Lembaran Negara
Republik Indonesia.
e. MUI menetapkan kehalalan produk, <30 hari kerja.

f. BPJPH menerbitkan Sertifikasi berdasarkan keputusan penetapan


kehalalan produk, <7 hari kerja. 16

2. Pengaduan bila menemukan obat yang masih belum bersertifikasi Halal

Pertama, melapor ke Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan


Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Lembaga ini adalah
lembaga sertifikasi halal yang kredibel yang berdiri atas mandat dari
Pemerintah/negara agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan aktif dalam
melakukan sertifikasi produk pangan, obat dan kosmetika yang beredar dan
dikonsumsi masyarakat. Apabila ditemukan adanya kejanggalan atau keraguan
atas restoran atau produk makanan yang dikonsumsi, maka tidak perlu khawatir,
cukup menanyakan informasi lengkap seputar sertifikat halal produk atau restoran
tersebut ke lembaga LPPOM MUI atau mengecek lewat situs e-lppommui.org,
atau www.halalmui.org. Bisa juga dengan cara lain untuk mengecek kode halal
bisa dilakukan dengan melalui SMS, telepon atau kirim pengaduan ke email
sosprolppom@halalmui.org.17

Kedua, melapor ke Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan


Pengawasan Obat dan Makanan (ULPK BPOM). Unit ini dibentuk oleh Badan
POM menampung pengaduan dan memberikan informasi kepada masyarakat atau
konsumen yang berkaitan dengan keamanan, kemanfaatan, dan mutu serta aspek
legalitas produk-produk. Apabila dirasa menemukan produk atau restoran yang
tidak menggunakan produk halal sehingga merugikan dan perlu dikenakan sanksi
administrasi, Anda bisa melaporkannya ke staf unit layanan dan pengaduan
konsumen untuk menindaklanjuti dengan melakukan koordinasi dengan BPOM di
daerah-daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap laporan. Tata caranya
Anda bisa lapor langsung dengan datang ke ULPK BPOM, atau melalui
ulpk.pom.go.id. bisa juga dengan cara lain yaitu melalui telepon, sms, form
pengaduan atau email ulpk@pom.go.id atau ulpk_badanpom@yahoo.co.id.

Ketiga, melapor ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).


Badan ini adalah lembaga non-struktural yang mempunyai fungsi menyelesaikan
sengketa konsumen khusus menangani kasus perdata, yang umumnya berkaitan
dengan ganti rugi langsung yang dialami oleh konsumen akibat kesalahan atau
kelalaian pelaku usaha. Sesuai Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, “Setiap orang dijamin haknya untukmenyampaikan
16Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. (2019). Tata Cara Memperoleh Sertifikasi Halal. Jakarta:
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal.

17Sari, S. D. (2020). Violation of Patient’s Legal Rights in Aesthetic Beauty Clinic. Jurnal Legal Standing :
Jurnal Ilmu Hukum, 4(1), 155-177.
pendapat dan keluhan atas barang dan jasa yang dikonsumsi”. Berdasarkan
ketentuan ini apabila anda merasa produk yang ditemukan merugikan dan telah
melanggar UU Perlindungan Konsumen sehingga perlu dikenakan sanksi perdata,
Anda bisa datang langsung untuk menggugat pelaku usaha ke BPSK. Atau secara
umum, konsumen dapat menyampaikan pengaduan konsumen melalui berbagai
akses, seperti: surat, telepon, SMS, atau e-mail.

Keempat, melapor ke Kepolisian. Apabila ingin melaporkan pengaduan


tindak pidana di bidang perlindungan konsumen atas praktik pelanggaran
konsumen oleh pelaku usaha, bisa laporkan ke Kepolisian. Terkait hal itu, ada tiga
kategori tindak pidana yang bisa dilaporkan dalam bidang perlindungan konsumen,
yakni:

a. Tindak pidana perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan pidana yang


ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

b. Tindak pidana perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan yang ada


dalam UU Perlindungan Konsumen.

c. Tindak pidana perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan yang ada


dalam berbagai UU sektoral, seperti UU Pangan, UU Kesehatan, dan
undang-undang terkait lainnya. Laporan atau pengaduan tersebut
dibutukan kepolisian sebagai dasar untuk mengambil langkah hukum.
Dengan adanya laporan atau pengaduan ke kepolisian, petugas kepolisian
dapat melakukan penyitaan terhadap produk sejenis yang masih beredar di
pasar atau memberikan sanksi pidana bila dalam pemeriksaan pelaku
usaha terbukti melakukan kerugian besar dan melanggar aturan
perlindungan konsumen dan undang-undang terkait.18

3. Regulasi mengenai Sertifikasi Halal terhadap obat

Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) mengeluarkan regulasi baru


Nomor 4 Tahun 2018 terkait Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat,
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Kefarmasian. Aturan
ini dikeluarkan pada tanggal 14 Mei 2018 yang disahkan oleh Kepala BPOM,
Penny Lukito. BPOM menimbang bahwa masyarakat perlu dilindungi dari risiko
Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang tidak
terjamin keamanan, khasiat dan mutu serta penyimpangan pengelolaan Obat,
Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Selain itu, untuk
mencegah penyimpangan pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika,

18Sari, S. D., & et.all. (2020). Legal Protection For Skncare Users That Does Not Have A Production Lisence
Review Of The Consumer Protecton Act. Media Keadilan, 11(2).
dan Prekursor Farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian perlu dilakukan
pengawasan.

Regulasi ini terdiri dari 7 bab dan 15 pasal dengan dilengkapi lampiran pedoman
teknis :

a. Pedoman teknis pengelolaan obat dan bahan obat di fasilitas pelayanan


kefarmasian.

b. Pedoman teknis pengelolaan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi


di fasilitas pelayanan kefarmasian.

B. Strategi Pengembangan Industri Halal Pada Tanaman Herbal

Produk tanaman herbal merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai
obat yang mengatasi atau menanggulangi masalah kesehatan yang cukup banyak
ditemukan di kawasan Indonesia. Pengetahuan tentang tanaman tersebut berdasar
pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya.

Tanaman herbal telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat


Indonesia, berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau
kebiasaan setempat, baik bersifat magis maupun pengetahuan tradisional. Menurut
penelitian masa kini, obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan,
dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya. Tanaman herbal pada saat ini banyak
digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek
samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Beberapa perusahaan mengolah
tanaman herbal menjadi obat-obatan yang dimodifikasi lebih lanjut. 19

1. Faktor pendorong peningkatan penggunaan tanaman herbal

Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan tanaman herbal di


negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi
penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk
penyakit tertentu diantaranya kanker, serta semakin luas akses informasi
mengenai obat tradisional di seluruh dunia.

Banyak sekali masyarakat yang turun temurun menggunakan Tanaman Herbal


sebagai obat tradisional mereka, karena mereka merasa khasiat dari tanaman
herbal itu lumayan ampuh. Namun seiring dengan berjalannya zaman, masyarakat
mulai sedikit demi sedikit meninggalkan penggunaan tanaman herbal sebagai obat

19Sagitaningrum, A. Strategi Pengembangan Tanaman Herbal “Assyifa'a” Di Kota Palu Sulawesi Tengah
(Doctoral dissertation, Tadulako University).
tradisional mereka dan mulai beralih kepada obat-obatan kimia yang
direkomendasikan oleh dokter karena mereka lebih percaya dengan obat-obatan
kimia melalui uji laboratorium.

Penggunaan tanaman herbal sebagai obat di Indonesia tidak saja berlangsung


di desa yang tidak memiliki/jauh dari fasilitas kesehatan dan obat modern sulit
didapat, tetapi juga berlangsung di kota besar meskipun banyak tersedia fasilitas
kesehatan dan obat modern mudah diperoleh. Tanaman Herbal mungkin
digunakan sebagai obat alternatif karena mahalnya atau tidak tersedianya obat
modern/sintetis dan adanya kepercayaan bahwa tanaman herbal lebih aman.

Selain untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit ringan, tanaman


herbal juga digunakan masyarakat sebagai obat pilihan untuk mengobati penyakit
berat, penyakit yang belum memiliki obat yang memuaskan seperti kanker dan
AIDS, serta berbagai penyakit menahun misalnya hipertensi dan diabetes melitus
tanpa pengawasan/sepengetahuan dokter. 20

Dengan adanya isu back to nature yaitu kecenderungan kembali ke alam,


penggunaan tanaman herbal sebagai obat (biofarmaka) cenderung mengalami
peningkatan namun turunnya daya beli masyarakat terhadap obat–obatan modern
yang relatif mahal harganya karena krisis ekonomi. Pemerintah melalui badan
besar POM untuk pengembangan agroindustri tanaman herbal Indonesia
menetapkan 13 komoditi unggulan tanaman herbal yaitu: temulawak, jati belanda,
sambiloto, mengkudu, pegagan, daun ungu, sarirogo, Pasak bumi, daun jinten,
kencur, pala, jambu mede dan tempuyung. Hasil–hasil industri agromedis asli
Indonesia telah banyak dimanfaatkan oleh negara maju sebagai bahan baku obat
seperti herbal medicine, Food suplement, kosmetik dan parfum. 21 Sedangkan
peluang pengembangan obat tradisional menggunakan Tanaman Herbal di
Indonesia masih terbuka lebar mengingat semakin mahalnya obat sintetik tidak
sebanding dengan permintaan pasar yang terus meningkat seiring dengan laju
pertanaman penduduk Indonesia yang tinggi. Hal ini tentunya akan membuka
peluang usaha tidak sebanding dengan permintaan pasar yang terus meningkat
seiring dengan laju pertanaman penduduk Indonesia yang tinggi.

Hal ini tentunya akan membuka peluang usaha dalam pengembangan


budidaya tanaman herbal secara optimal karena tanaman obat ini dapat
dibudidayakan dengan teknologi yang cukup sederhana oleh petani, namun
produk yang dihasilkan mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Permasalahan

20Dewoto, H. R. (2007). Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. Majalah kedokteran
indonesia, 57(7), 205-211.

21Sagitaningrum, A. Strategi Pengembangan Tanaman Herbal “Assyifa'a” Di Kota Palu Sulawesi Tengah
(Doctoral dissertation, Tadulako University).
utama yang ada saat ini adalah alah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
pengembangan sumber daya hayati khususnya tanaman obat sebagai tanaman
herbal untuk dioptimalkan potensinya. Disisi lain in petani pembudidaya tanaman
herbal pada umumnya cenderung mengejar target produksi tanpa memperhatikan
kualitas dan strategi pemasarannya sehingga produksi melimpah tetapi sulit
menembus peluang pasar yang lebih menjanjikan.

2. Pengembangan produk tanaman herbal

Banyak strategi untuk mengembangkan produk tanaman herbal menjadi lebih


baik dan lebih di minati masyarakat serta memudahkan pemasaran untuk
mencapai target, diantaranya yaitu:

a. Pembangunan dibidang lain yang mendukung industri produk halal

Banyak negara di dunia yang sudah menjadikan jaminan halal sebagai salah
satu kualitas mutu, baik di Eropa maupun Amerika. Ini ditandai dengan begitu
banyaknya lembaga pemeriksa halal yang bermunculan di berbagai negara
tersebut. Disamping lembaga penelitian dan pengembangan produk halal,
teknologi pun menjadi suatu kebutuhan dalam pengembangan industri produk
halal. Semakin meningkatnya produksi produk halal dan pertumbuhan dasar
produk halal global, membutuhkan proses penanganan yang semakin cepat.

Dalam hal ini, peningkatan teknologi dibidang produk halal, menjadi strategi
yang mampu memacu jumlah layanan sertifikasi halal, terutama pengembangan
teknik sains modern dalam pendeteksian obat halal dan teknologi informasi yang
memudahkan akses komunikasi dalam sertifikasi halal. Pengembangan teknologi
dibidang Produk halal dapat mendukung upaya promosi produk halal domestik
pada market global dan meningkatkan kepatuhan pengusaha pangan memenuhi
persyaratan sertifikasi halal.

Teknologi yang handal sangat dibutuhkan dalam pemeriksaan produk halal


secara cermat, cepat dan tepat. Tentunya dibutuhkan pula penelitian dan
pengembangan produk halal guna meningkatkan kualitas teknologi yang
digunakan. Begitu juga kemudahan akses informasi, menjadi faktor pendorong
kecepatan bisnis produk halal. Dalam hal ini meningkatnya pengembangan
teknologi di bidang produk halal, menjadi faktor penting. 22

b. Menambahkan sertifikasi halal

Menambahkan sertifikasi produk halal kini tidak lagi hanya murni urusan
agama. Dalam kehidupan masyarakat dunia, halal menjadi simbol global yang

22
Warto, W., & Samsuri, S. (2020). Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk Halal di Indonesia. Al
Maal: Journal of Islamic Economics and Banking, 2(1), 98-112.
mencerminkan jaminan kualitas dan pilihan gaya hidup. Karena dalam bisnis,
produk berlabel halal dapat membuat keuntungan yang signifikan bagi produsen. 23

Meningkatnya gaya hidup halal masyarakat dunia berpengaruh pada


permintaan produk halal. Banyak negara berkonsentrasi pada bisnis penyediaan
produk halal, yang mana pengaturan kehalalan produk disesuaikan dengan syariah
Islam. Perkembangan industri produk halal di negara-negara maju, meskipun umat
Islam minoritas seperti Amerika Serikat, namun pola belanja dan konsumsi
pangan disesuaikan dengan ketentuan standar halal, begitu juga dengan negara-
negara lainnya.

Tumbuhnya angka perdagangan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi


serta berbagai inisiatif untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat, merupakan
signal penting bahwa konsep halal dipahami sepenuhnya oleh pelaku industri.
Konsep halal akan mempengaruhi transformasi masyarakat menuju tercapainya
kualitas hidup yang baik, keselamatan publik, penciptaan kembali dan tempat
tinggal yang nyaman.

Produk halal diperoleh melalui rangkaian kegiatan meneliti dan memilah


kehalalan produk yang mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan,
pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk. Adapun yang
dimaksud dengan bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau
menghasilkan produk. Kepastian hukum terhadap kehalalan suatu produk
dibuktikan dengan sertifikat halal, atau dikenal dengan sebutan Jaminan produk
halal. Pentingnya sertifikasi halal didorong oleh keinginan konsumen untuk
mengikuti aturan atau keinginan mereka untuk diterima sebagai bagian dari
meningkatnya tuntutan global.24

Saat ini banyak sekali industri pangan maupun obat-obatan yang memenuhi
standar halal. Selain harus berasal dari bahan yang halal, sebuah produk juga
harus memperhatikan model transportasi yang digunakan saat pengangkutannya
dan analisis keharaman dilakukan pada setiap tahapan proses dengan menilai
semua kemungkinan masuknya bahan haram dan najis. Untuk menentukan titik-
titik kritis keharaman, bahan baku dikategorikan menjadi empat, yaitu: forbidden,
risiko tinggi, menengah, dan risiko rendah. 25

23Supriadi, Yayat, “Pengaruh kebijakan labelisasi halal terhadap hasil penjualanproduk,”Jakarta:Universitas


Indonesia, 2009.

24Burgman, T, “Halal flexes its marketing muscle, The Star Business Section, “thestar article dari
http://www.thestar.com/Business/article/238551, 2007.

25Apriyantono, HalalFoods.Bogor:Program Studi Ilmu Pangan Sekolah, PascasarjanaInstitut Pertanian


Bogor,2005.
Dari paparan di atas tergambar jelas bahwa dalam Islam makanan maupun
obat-obatan tidak hanya dituntut bagus, tapi juga halal. Dan, kriteria halal tidak
hanya menyangkut asal dan proses pengolahannya, namun juga cara
memperolehnya. Dari aspek ekonomi, produk halal mempengaruhi geliat bisnis,
terutama pada sektor tanaman herbal. Halal telah mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan, manfaat dari sertifikasi halal terhadap produk tanaman herbal
sebagai berikut:

a. Sertifikat halal mampu menambah daya saing

Produk bersertifikat halal dapat memberikan nilai tambah pada produk


tanaman herbal. Sertifikat halal memberikan daya saing, sehingga secara otomatis
juga berfungsi sebagai alat pemasaran. Di sisi lain, ketika produk tanaman herbal
bersertifikat halal, maka mampu memberikan nilai ekonomi yang tinggi.

Sertifikat halal menjadi salah satu instrumen penting dalam mendapatkan


akses pasar yang lebih luas dan akan memperkuat daya saing produk tanaman
herbal di pasar internasional. Guna memenuhi tuntutan pasar tersebut, banyak
negara-negara di dunia membentuk lembaga-lembaga sertifikasi halal.
Pelaksanaan sertifikasi halal di berbagai Negara diselenggarakan oleh pemerintah
dan sebagian dikelola oleh lembaga swasta dimana pemerintah berperan sebagai
regulator sertifikasi halal.

b. Sertifikasi halal menjamin keamanan produk tanaman herbal

Sistem jaminan halal mempersyaratkan bahwa proses produksi harus


menerapkan cara produksi yang halal dan tayyib, artinya benar dan baik sejak dari
penyediaan bahan baku sampai siap dikonsumsi oleh konsumen. Untuk
memastikan itu, maka bahan baku harus aman dari cemaran biologis, kimiawi,
fisikawi, dan bahan haram.26

Proses produksi tanaman herbal harus menggunakan alat dan tempat yang
bersih dan higienis serta terhindar dari najis. Demikian juga penggunaan bahan
tambahan dan penolong dalam produksi harus sesuai dengan ketentuan yang
membolehkannya. Di industri besar implementasi Sistem Jaminan Halal juga
sering digabung dengan sistem HACCP dengan menambahkan item haram
sebagai komponen hazard yang harus diwaspadai. Dengan penerapan SJH, maka
produsen dipastikan hanya akan menghasilkan produk yang aman (halal dan
thayyib) untuk dikonsumsi oleh konsumen.

26
Warto, W., & Samsuri, S. (2020). Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk Halal di Indonesia. Al
Maal: Journal of Islamic Economics and Banking, 2(1), 98-112.
c. Sertifikasi halal memberikan keunggulan terhadap produk tanaman
herbal

Fungsi utama label halal adalah membantu konsumen memilih produk


tanpa Keraguan. Umumnya, setiap muslim akan melihat produk dengan label
halal adalah jaminan aman untuk dikonsumsi. Dengan jaminan ini, maka pasar
tidak hanya terbatas di dalam negeri, namun pangsa pasar muslim di luar negeri
yang sangat luas menjadi terbuka lebar. Dengan kata lain halal dapat digunakan
sebagai alat dan strategi pemasaran global bagi tanaman herbal.

d. Sertifikasi halal menjadi tiket bagi produk tanaman herbal untuk


mendapatkan akses pasar global

Ketika produk Tanaman Herbal yang memiliki sertifikasi halal, maka akan
memiliki kesempatan untuk memasarkan produknya di Negara muslim lainnya
selain Indonesia, contohnya Malaysia. Selain bersaing dengan produk dalam
negeri, produk-produk tanaman herbal halal Indonesia juga dapat bersaing dengan
produk tanaman herbal luar negeri karena tidak semua produk luar negeri sudah
memiliki logo halal. Walaupun tidak terindikasi memiliki kandungan babi atau
hewan haram lainnya tetapi konsumen muslim tidak tahu bagaimana cara
pembuatan atau pengolahannya, maka dari itu pengaruh label halal terhadap
produk tanaman herbal itu sangat penting bagi konsumen.

3. Fatwa MUI mengenai obat halal

Aturan normatif tentang syarat kehalalan dalam produk obat sangat penting
terhadap pemasaran maupun konsumsi konsumen. Ketentuan itu berlaku dalam
kondisi normal (fi Halat al-ikhtiyar). Namun, dalam situasi tertentu,
dimungkinkan mengonsumsi hal yang Najis dan diharamkan, karena ada tujuan
yang lebih besar, mencegah terjadinya bahaya yang lebih fatal, seperti cacat, sakit
parah, hingga kematian. Kondisi yang tidak normal Seperti ini akan berlaku
hukum khusus.

Dalam Kitab Mughni al-Muhtaj karya al-Syarbaini sebagai “Berobat dengan


benda najis adalah boleh ketika belum ada benda suci Yang dapat
menggantikannya” (Muhammad al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj,
[Beirut: Dar al-Fikr, t.th.], juz I, h. 79).

Untuk memberikan kepastian kepada masyarakat Indonesia, Majelis Ulama


Indonesia secara khusus pada 20 Juli 2013 menetapkan fatwa tentang Obat dan
Pengobatan. Fatwa tersebut memuat enam diktum ketetapan hukum dan empat
rekomendasi. Secara lengkap fatwa itu adalah sebagai berikut :
a. Islam mensyariatkan pengobatan karena ia bagian dari perlindungan
dan perawatan Kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga Al-
Dharuriyat Al-Khams.

b. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan wajib menggunakan metode


pengobatan yang tidak melanggar syariat.

c. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib


menggunakan bahan yang yang suci dan halal.

d. Penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan hukumnya


haram.

e. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan


hukumnya haram kecuali memenuhi syarat sebagai berikut :

- Digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dlarurat), yaitu


kondisi keterpaksaan Yang apabila tidak dilakukan dapat
mengancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan yang
setara dengan kondisi darurat (al-hajat allatitanzilu manzilah
Al-dlarurat), yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak
dilakukan maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa
manusia di kemudian hari.

- Belum ditemukan bahan yang halal dan suci.

- Adanya rekomendasi paramedis kompeten dan terpercaya


bahwa tidak ada obat yang halal.

f. Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan


luar hukumnya boleh dengan syarat dilakukan pensucian.

Dalam fatwa tersebut, secara umum digambarkan ada dua kondisi yang
masing-Masing melahirkan hukum yang berbeda. Kondisi pertama, kondisi umum
dan normal (fi Halat al-ikhtiyar).Empat diktum pertama dalam fatwa di atas
adalah mengatur dalam Kondisi umum dan normal. Kondisi kedua adalah kondisi
khusus dan abnormal (fi halat Al-idhtirar).

Ketentuan hukum dalam diktum kelima memberikan penjelasan soal ini.


Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan pada
Dasarnya haram. Akan tetapi, larangan tersebut dikecualikan dalam dua kondisi,
pertama pada kondisi keterpaksaan (al-dlarurat), yaitu kondisi keterpaksaan yang
apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia. Kedua, kondisi
keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat (al-hajat allatitanzilu manzilah
al-dlarurat), yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan maka akan
dapat mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari. Kedua kondisi ini
pun belum cukup untuk membolehkan konsumsi obat yang berbahan haram atau
najis. Syarat kebolehannya ditambah dengan belum ditemukan bahan yang halal
dan suci serta adanya rekomendasi paramedis kompeten dan terpercaya bahwa
tidak ada obat yang halal.

Sementara itu, Penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk
pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dilakukan pensucian. Di bagian
lain dalam fatwa ini direkomendasikan kepada Pemerintah untuk menjamin
ketersediaan obat-obatan yang suci dan halal sebagai bentuk perlindungan
terhadap keyakinan keagamaan, di antaranya dengan menyusun regulasi dengan
menjadikan fatwa ini sebagai pedoman. Rekomendasi juga ditujukan kepada
pelaku usaha dan pihak-pihak terkait untuk memperhatikan unsur kehalalan obat
dan tidak serta-merta menganalogikan penggunaan obat sebagai kondisi darurat. 27

UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal mengamanatkan


keharusan produk yang beredar harus halal. Yang dimaksud dengan produk adalah
“barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik,
produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan
yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat”. Pasal 4 UU
tersebut menegaskan bahwa “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di
wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”.

4. Ancaman pengembangan industri tanaman herbal

a. Persaingan

Industri tanaman herbal halal adalah pasar yang sangat kompetitif, dengan
banyak pemain internasional yang sudah mapan beroperasi di pasar. Banyaknya
negara pesaing, Negara-negara pesaing tersebut diantaranya adalah Malaysia,
Brunei Darussalam, Turki, Pakistan, Qatar, Uni Emirat Arab, dan lain sebagainya.
Bahkan, ada negara pesaing yang termasuk ke dalam negara non-muslim. Negara-
Negara ini diantaranya Australia, Thailand, Singapura, United Kingdom, Italia,
dan lain sebagainya. Agar Tidak ketinggalan, Indonesia harus bisa memanfaatkan
dengan baik potensi yang dimilikinya. Bila tidak, Maka Indonesia hanya akan
menjadi konsumen di pasar yang besar dan menjanjikan ini. 28

27Sholeh, A. N. A. (2018). Jaminan halal pada produk obat: kajian fatwa mui dan penyerapannya dalam uu
jaminan produk halal. Journal of Islamic Law Studies, 1(1), 70-87.

28Fathoni, M. A. (2020). Potret industri halal Indonesia: Peluang dan tantangan. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,
6(3), 428-435.
b. Sensitivitas harga

Industri makanan halal mungkin sensitif terhadap harga, dan perusahaan


Indonesia mungkin kesulitan bersaing dengan produk non-Halal yang lebih murah.
Dapat kita ketahui bahwasanya ketika produk itu halal maka proses serta bahan
baku itu menggunakan kualitas baik, maka dari itu biaya yang dibutuhkan untuk
memproduksi suatu produk halal pun menjadi lebih besar dari pada produk yang
tidak memiliki sertifikasi halal, dan itu sangat berpengaruh terhadap harga
pemasaran produk halal. Harga suatu produk akan menjadi sedikit lebih mahal
daripada produk yang tidak memiliki sertifikasi halal, dan membuat konsumen
berpikir dua kali untuk membeli produk halal.

c. Tantangan rantai pasokan Industri tanaman herbal halal

Mungkin menghadapi ancaman untuk memastikan seluruh rantai pasokan


produk bersertifikat Halal, yang dapat berdampak pada keandalan sertifikasi.
Untuk mengidentifikasi kesalahan dalam rantai pasokan, diperlukan sistem
ketertelusuran yang mampu mengungkap masalah yang terjadi di sepanjang rantai
tersebut. Sistem ketertelusuran halal diperlukan untuk memberikan transparansi
informasi tentang proses pangan dan memungkinkan pelanggan untuk
menelusurinya. 29 Ketika sertifikasi itu ada di dalam bahan-bahan utama
pengolahan maka akan memudahkan untuk para produsen mengolah produk
mereka.

d. Masalah kualitas

Industri makanan halal mungkin memiliki masalah kualitas, dengan


beberapa konsumen mempertanyakan keandalan sertifikasi Halal. Bahwa kualitas
produk meliputi dimensi-dimensi yang terkait dengan produk atau merek seperti
Performance, conformance, daya tahan, keandalan, desain, gaya, reputasi, dan lain
– lain. Suatu produk dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila mempunyai
dampak yang positif terhadap perusahaan, meliputi peningkatan penjualan dan
peningkatan citra perusahaan di mata masyarakat, serta peningkatan pengetahuan
masyarakat atas penggunaan produk perusahaan. Dengan demikian, kualitas suatu
produk berpengaruh dalam keputusan Pembelian Konsumen.

Dapat disimpulkan Kualitas dari Produk tanaman herbal membuat


masyarakat memutuskan untuk membeli produk Tanaman Herbal dengan kata lain,
Kualitas produk yang merupakan ciri atau sifat dari suatu produk yang
berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan

29Vikaliana, R., Evita, Y., & Komala, A. L. (2021). Model Halal Traceability Dengan Pendekatan Cld
Pada Manajemen Rantai Pasokan Makanan Menggunakan Teknologi Blockchain. Jurnal Ilmiah
Ilmu Terapan Universitas Jambi| JIITUJ|, 5(2), 150-160.
dengan indikator kinerja, keandalan, keistimewaan tambahan, kesesuaian dengan
spesifikasi, daya tahan, kualitas pelayanan, keindahan dan kualitas yang
dipersepsikan mampu mendorong Keputusan pembelian atau tindakan yang
dilakukan konsumen untuk melakukan pembelian sebuah produk dengan indikator
keputusan tentang jenis produk, keputusan tentang merek, keputusan tentang
harga, keputusan tentang penjual dan keputusan tentang cara pembayaran. 30

C. strategi pengembangan industri halal pada obat-obatan tradisional

Sebagai seorang muslim ada beberapa ketentuan atau tuntutan yang harus
diikuti dalam hal etika mengonsumsi makanan,minuman bahkan obat-obatan.
Obat sendiri merupakan sebuah senyawa atau campuran senyawa yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi atau mempelajari kondisi fisik atau penyakit,
sehingga dapat dilakukan diagnosis pencegahan, pengobatan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. 31 Selain obat modern terdapat juga obat
herbal, obat herbal kini dikenal karena ketidakmampuan obat modern untuk
mengatasi penyakit tertentu dan efek samping yang ditimbulkan pemakainya.

Obat tradisional yang kini dikonsumsi dan dikenal oleh masyarakat, maka
sangat diperhatikan status kehalalannya. Halal (dari bahasa Arab halal) secara
istilah dapat diartikan sebagai diperbolehkan. 32 Obat yang halal merupakan segala
macam obat yang diperbolehkan untuk dikonsumsi berdasarkan aturan agama.
Sedangkan haram merupakan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT untuk
dikonsumsi atau dilakukan. Pada dasarnya, status kehalalan suatu obat sangat
mudah diketahui. Hampir semua barang adalah halal untuk dikonsumsi sebagai
obat, dengan beberapa pengecualian. Hanya ada sedikit barang yang haram
dikonsumsi dan Islam telah memberikan panduan yang jelas mengenai hal
tersebut. Panduan ini tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah/hadits. Apabila tidak
terdapat arahan khusus mengenai hal ini dalam kedua panduan tersebut, maka
diperlukan sebuah fatwa (panduan lisan maupun tertulis) berdasarkan ijma’
(konsensus ulama) dan qiyas (penggunaan analogi terhadap hal serupa)
berdasarkan mazhab (kelompok pemikiran) tertentu, yang dikeluarkan oleh
otoritas yang berwenang . 33

30Alim, S. A., Mawardi, M. K., & Bafadhal, A. S. (2018). Pengaruh persepsi label halal dan kualitas
produk terhadap keputusan pembelian produk fesyen muslim (survei pada pelanggan produk zoya
muslim di Kota Malang). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 62(1).

31 SK Menteri Kesehatan No.47/MenKes/SK/11/1981

32 Eliasi & Dwyer 2002

33 Riaz & Chaudry 2004


Salah satu dasar hukum diharuskannya pemakaian obat halal adalah hadits
Rasullah SAW, dimana beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT tidak
membuat penyakit kecuali ada obatnya, dan Allah SWT membuat obat buat setiap
penyakit. Karena itu hendaklah kamu berobat dan jangan berobat dengan yang
haram” (Riwayat Abu Ad Darda). Selain itu, obat-obatan yang haram dikonsumsi
adalah produk dan turunan produk yang berasal dari babi, binatang yang
disembelih tidak atas nama Allah (tuhan), khamr (minuman keras), bangkai
(kecuali ikan) dan darah.34 Hal ini tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 168,
172-173, surat Al An’am ayat 145 serta surat Al Maidah ayat 3, 90-91.

Dalam hadits, ada beberapa tambahan produk yang dilarang untuk dikonsumsi.
Hal itu antara lain binatang buas bercakar, burung pemangsa bercakar tajam,
binatang yang menjijikkan, serta binatang yang tidak boleh dibunuh (semut dan
lebah). Selain kategori diatas, ada pula barang yang dikategorikan sebagai najis.
Najis diartikan sebagai kondisi kotor, yakni bila sesuatu terkena bahan najis
tersebut niscaya benda itu memerlukan pencucian yang khusus, bahkan menjadi
haram hukumnya untuk dikonsumsi.

Produk halal secara essensial berfungsi membentuk masyarakat berakhlak


mulia dan sejahtera. Kehalalan merupakan hal sangat penting, karena makanan
mempunyai implikasi terhadap perilaku. Perilaku yang baik atau buruk itu
ditentukan oleh makanan yang dikonsumsi. Jika makanannya halal, maka itu akan
mendorong kepada perilaku yang baik. Sebaliknya, jika makanannya haram maka
akan mendorong perilaku yang kurang baik. Oleh karena itu diperlukan strategi
yang tepat membangun industri produk halal dalam negeri sehingga berkontribusi
secara nyata terhadap pembangunan akhlak.

Meningkatnya gaya hidup halal masyarakat dunia berpengaruh pada


permintaan produk halal. Banyak negara berkonsentrasi pada bisnis penyediaan
produk halal, yang mana pengaturan kehalalan produk disesuaikan dengan
syari’ah Islam. Perkembangan industri produk halal di negara-negara maju,
meskipun umat Islam minoritas seperti Amerika Serikat, namun pola belanja dan
konsumsi pangan disesuaikan dengan ketentuan standar halal, begitu juga dengan
negara-negara lainnya. Tumbuhnya angka perdagangan, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta berbagai inisiatif untuk memperbaiki kualitas
hidup masyarakat, merupakan signalpenting bahwa konsep halal dipahami
sepenuhnya oleh pelaku industri. Konsep halal akan mempengaruhi transformasi
masyarakat menuju tercapainya kualitas hidup yang baik, keselamatan publik,
penciptaan kembali dan tempat tinggal yang nyaman.

34 Riaz & Chaudry 2004; Nasir & Pereira 2008; AIFDC ICU 2008
Indonesia dengan jumlah penduduk muslim diatas 200 juta jiwa menjadi salah
satu target pasar utama negara-negara produsen produk halal. Peluang usaha
produk halal di negara kita sangatlah potensial dan menjanjikan. Dengan kuantitas
penduduk muslim yang besar, kapasitas Indonesia sebagai produsen dan
konsumen juga sangat besar. Kebutuhan produk halal jika dapat dipenuhi sendiri
tentu akan menjadi tulang punggung perekonomian negara.

Bisnis produk halal dalam negeri saat ini sebagian besar masih didominasi oleh
impor. Dalam hal ini perlu adanya upaya optimal dari semua pihak terkait, baik
pemerintah maupun swasta untuk membuat iklim segar bagi pengembangan
produk halal dalam negeri.Agar industri produk halal di negara kita dapat tumbuh
dan berkembang pesat sehingga mampu mengimbangi perdagangan produk halal
global, maka perlu kerja keras mendorong bangkitnya industri produk halal
Indonesia. Kita perlu produk halal yang dapat diterima dan diminati masyarakat
sendiri sehingga mampu menggerakkan sektor riil dan menumbuhkan
perekonomian nasional.

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal


memuat beberapa defenisi yang dapat menjadi rujukan dalam mengartikan produk
halal. Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman,
obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta
barang berharga yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sedangkan produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan
syari’ah Islam.

Karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, produk diolah dari


berbagai bahan mentah dan baku dengan berbagai teknik dan metode modern
sehingga produk jadi yang dihasilkan sulit untuk ditelusuri kehalalannya. Melalui
sertifikasi halal, status kehalalan suatu produk dapat diketahui secara pasti
sehingga kepentingan konsumen muslim untuk memilih produk sesuai syari’ah
Islam akan terjamin.

Sertifikasi halal juga merupakan bentuk perlindungan Pemerintah dalam


memberikan ketentraman batin bagi masyarakat. Produk halal diperoleh melalui
rangkaian kegiatan meneliti dan memilah kehalalan produk yang mencakup
penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian,
penjualan, dan penyajian produk. Adapun yang dimaksud dengan bahan adalah
unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan produk. Kepastian
hukum terhadap kehalalan suatu produk dibuktikan dengan sertifikat halal, atau
dikenal dengan sebutan Jaminan produk halal.

Sertifikasi halal didefinisikan sebagai pengajuan izin dan pemeriksaan produk


kepada lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan sertifikat produk halal.
Sertifikasi halal bertujuan memastikan bahwa produk tidak mengandung babi atau
produk sampingan, tidak mengandung alkohol, tidak mengandung bahan-bahan
makanan yang berasal dari hewan yang dilarang, dan telah disiapkan dan
diproduksi pada peralatan bersih. Daging dan unggas misalnya, harus datang dari
hewan yang disembelih menurut hukum Islam. Melalui pemeriksaan dan
sertifikasi halal, status kehalalan suatu produk dapat diketahui secara pasti
sehingga kepentingan konsumen muslim untuk dapat memilih dan mengkonsumsi
produk sesuai syari’ah agamanya, terjamin.

Sertifikat halal akan membuat produk industri semakin diterima dan


dikonsumsi masyarakat sehingga mampu menggerakkan sektor riil dan
menumbuhkan perekonomian nasional. Atau dengan kata lain, sertifikat halal
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap daya jual produk pangan.
Sebagian besar konsumen percaya bahwa produk dengan merek halal memiliki
standar kualitas dan keamanan pangan yang lebih tinggi dari pada barang-barang
non-halal.

Produk yang dihalalkan dalam Islam, secara garis besar dapat dikategorikan
kepada beberapa kriteria sebagai berikut:

a. Bukan terdiri dari atau mengandung bagian atau benda dari binatang yang
dilarang oleh ajaran Islam untuk memakannya atau yang tidak disembelih
menurut ajaran Islam.

b. Tidak mengandung sesuatu yang digolongkan sebagai najis menurut ajaran


Islam

c. Tidak mengandung bahan penolong dan atau bahan tambahan yang


diharamkan menurut ajaran Islam

d. Dalam proses menyimpan dan menghidangkan tidak bersentuhan atau


berdekatan dengan makanan yang memiliki kriteria terlarang.

1. Masalah dalam produk halal

Pelaku usaha produk halal domestik menghadapi berbagai kendala terjadi


karena perilaku produsen dan konsumen yang belum saling mendukung terhadap
pertumbuhan dan perkembangan indutri produk halal. Berdasarkan data yang
dirilis oleh International Halal SME Direction (2011), pada tahun 2009 jika
dibandingkan dengan negara-negara lain, pengeluaran produk halal setiap muslim
di Indonesia masih rendah. Di Indonesia, pengeluaran individu muslim per-tahun
untuk membeli produk halal hanya US$ 1.330, Malaysia lebih unggul dengan
US$ 3.507. Sedangkan pengeluaran setiap muslim untuk membeli produk halal
paling tinggi yaitu di Singapura dengan US$ 17.511. Hal ini menunjukan belum
terlalu berkonsentrasinya Indonesia dalam pengembangan industri produk halal.
Lemahnya permintaan produk halal lokal maupun luar negeri, membuat produsen
lokal mampu memproduksi produk halal secara besar-besaran. Hal ini menjadi
faktor pendukung yang turut menyertai rendahnya tingkat kesadaran pelaku usaha
dalam melakukan sertifikasi halal. Persentase usaha produk yang yang telah
melakukan sertifikasi halal masih rendah, terutama pada usaha kecil dan mikro.

2. Produk halal

a. Obat-obatan tradisonal

Sebagai negara Tropis indonesia sangat subur dan cocok ditanami berbagai
macam pohon, salah satunya tanaman herbal yang banyak dijadikan obat
tradisonal oleh banyak masyarakat, contohnya Jahe, kunyit, lengkuas, daun sirih,
temulawak dan sebagainya. Tanaman herbal memiliki manfaat yang sangat besar
bahkan dapat menyembuhkan penyakit. Maka dari itu muncul produk obat-obatan
yang terbuat dari tanaman herbal contohnya pil kana dan morfin, seiring
canggihnya dunia sains dunia, obat-obatan tradisional dibuat dengan bahan baku
tanaman herbal dan banyak negara yang sudah memproduksi obat-obatan
tradisonal termasuk indonesia.

Penelitian dan pengembangan produk alami menuju kemandirian obat menjadi


melakukan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, pengobatan kesehatan, dan
produk siap jual. Indonesia merupakan megasenter keanekaragaman hayati di
dunia, sebanyak 30.000 jenis tumbuhan dengan 7.000 di antaranya berkhasiat
sebagai obat. Sehingga, potensi sumber daya alam hayati di Indonesia terdapat
9.606 spesies tanaman obat, yang 3‒4 % dimanfaatkan dan dibudidayakan secara
komersial sedangkan ada 350 spesies tanaman obat yang teridentifikasi.

Karena indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama


islam maka permintaan pasar untuk produk-produk Islam sangat besar, sehingga
halal menjadi isu yang sangat sensitif saat ini. Permasalahan industri halal
Indonesia yaitu kontribusi berdasar nilai ekspor baru berkisar 3,8% dari total pasar
halal. Padahal, Indonesia adalah konsumen produk makanan minuman halal
terbesar (114 miliar USD). Produk beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal
seperti makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi,
produk rekayasa genetik, dan barang gunaan uang dipakai. Itu banyak digunakan
oleh masyarakat. Selain itu, produk jasa pun harus bersertifikat halal seperti jasa
penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, dan
penyajian. Namun dengan berbagai kendala tersebut, kenyataannya telah ada
industri farmasi yang melaksanakan sertifikasi halal untuk produk yang dihasilkan.
Industri Farmasi harus siap memasuki era paradigma baru yaitu industri halal,
kemudian menyiapkan sertifikasi halal untuk obat tradisonal seperti :
a. Standard/persyaratan obat halal (Sistem Manajemen Halal) oleh pihak
yang berwenang (BP JPH bekerja sama dengan pihak lain yang
berkepentingan)

b. Menerapkan konsep Halal by Design bagi Industri farmasi

c. Melatih Penyelia Halal di Industri Farmasi

d. Menyediakan Buku Indeks Bahan Aktif dan Eksipien Halal

Hal ini terjadi karena pada Januari 2018, masyarakat Indonesia dihebohkan
dengan suplemen makanan Viostin Ds dan Enzyplex yang telah mendapat izin
edar BPOM RI dan telah lama dikonsumsi oleh masyarakat ternyata
mengandung Deoxyribonucleic acid (DNA) babi. Setelah adanya masalah tersebut
pemerintah khususnya BPOM sangat memperhatikan kandungan dari produk yang
akan diperjual belikan di Indonesia.

KESIMPULAN

Produk jaminan halal berupa sertifikat halal merupakan hal yang mendasar dan
penting bagi umat Islam Indonesia karena umat Islam hanya diperbolehkan
mengkonsumsi dan menggunakan produk yang sesuai dengan hukum syariah.
Potensi pasar produk halal semacam itu di negara muslim seperti Indonesia sangat
besar, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.600 juta. Di Indonesia, 90%
masyarakatnya adalah konsumen Muslim dan harus dilindungi dari konsumsi
haram. Sayangnya, regulasi produk halal di Indonesia dibuat sebagian tidak
konsisten, terkesan tumpang tindih, dan tidak sistemik sehingga secara teknis
tidak bisa dijadikan landasan hukum yang kuat. Kelemahan hukum menyebabkan
tidak adanya jaminan yang mengatur produk halal, padahal kebutuhan akan
jaminan produk halal tidak dapat dihindari dan sangat mendesak, terutama dalam
perlindungan konsumen dan perdagangan global.

Produk tanaman herbal merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai
obat yang mengatasi atau menanggulangi masalah kesehatan yang cukup banyak
ditemukan di kawasan Indonesia. Pengetahuan tentang tanaman tersebut berdasar
pada pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Tanaman herbal telah digunakan secara
turun-temurun oleh masyarakat Indonesia, berdasarkan resep nenek moyang, adat-
istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magis maupun
pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini, obat-obatan tradisional
memang bermanfaat bagi kesehatan, dan kini digencarkan penggunaannya karena
lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Tanaman
herbal pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak
terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.
Beberapa perusahaan mengolah tanaman herbal menjadi obat-obatan yang
dimodifikasi lebih lanjut.

Obat tradisional yang kini dikonsumsi dan dikenal oleh masyarakat, maka
sangat diperhatikan status kehalalannya. Halal (dari bahasa Arab halal) secara
istilah dapat diartikan sebagai diperbolehkan. Obat yang halal merupakan segala
macam obat yang diperbolehkan untuk dikonsumsi berdasarkan aturan agama.
Sedangkan haram merupakan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT untuk
dikonsumsi atau dilakukan. Pada dasarnya, status kehalalan suatu obat sangat
mudah diketahui. Hampir semua barang adalah halal untuk dikonsumsi sebagai
obat, dengan beberapa pengecualian. Hanya ada sedikit barang yang haram
dikonsumsi dan Islam telah memberikan panduan yang jelas mengenai hal
tersebut.
Daftar Pustaka

Alim, S. A., Mawardi, M. K., & Bafadhal, A. S. (2018). Pengaruh persepsi label
halal dan kualitas produk terhadap keputusan pembelian produk fesyen
muslim (survei pada pelanggan produk zoya muslim di Kota
Malang). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 62(1).

Aminuddin, M. Z. (2017). Sertifikasi Produk Halal: Studi Perbandingan Indonesia


dan Thailand. SHAHIH: Journal of Islamicate Multidisciplinary.

Apriyantono, HalalFoods.Bogor:Program Studi Ilmu Pangan Sekolah,


PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor,2005.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. (2019). Tata Cara Memperoleh


Sertifikasi Halal. Jakarta: Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal.

Bisri, I. (2012). Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-prinsip & implementasi Hukum.


Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Burgman, T, “Halal flexes its marketing muscle, The Star Business Section,
“thestar article dari http://www.thestar.com/Business/article/238551, 2007.

Daher, M., Chaar, B., & Saini, B. (2015). Impact of patients’ religious and
spiritual beliefs in pharmacy: From the perspective of the pharmacist.
Research in Social and Administrative Pharmacy.

Dewoto, H. R. (2007). Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi


fitofarmaka. Majalah kedokteran Indonesia

Fathoni, M. A. (2020). Potret industri halal Indonesia: Peluang dan tantangan.


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 6(3), 428-435.

Hakim, A. L. (2015). Dissecting The Contents of Law of Indonesia on Halal


Product Assurance. Indonesia Law Review.

Halim, M. A. A., Salleh, M. M. M., Kashim, M. I. A. M., Ahmad, A. A., &


Nordin, N. (2014). Halal pharmaceuticals: legal, shari'ah issues and fatwa
of drug, gelatine and alcohol. International Journal of Asian Social Science.

Kordnaeij, A., Askaripoor, H., & Bakhshizadeh, A. (2013). Studying affecting


factors on customers’ attitude toward products with halal brand (case study:
Kuala Lumpur Malaysia). International Research Journal of Applied and
Basic Sciences.

Lembaga Pengkajian Pangan Obat obatan dan Kosmetika. (2017). Sertifikasi halal
(Online). Banten: LPPOM MUI Provinsi Banten.
Maulida, R. (2013). Urgensi Regulasi Dan Edukasi Produk Halal Bagi Konsumen.
Justicia Islamica: Jurnal Kajian Hukum dan Sosial.

Prabowo, A., Wirjodirdjo, B., & Vanany, I. (2012). Analisis kebijakan


penggunaan obat generik di indonesia serta dampaknya pada biaya belanja
obat masyarakat studi kasus pada obat penyakit diabetes mengguakan
pendekatan sistem dinamik. Jurnal Teknik ITS.

Pujari, N. M., Sachan, A. K., Kumari, P., & Dubey, P. (2016). Study of
Consumer’s Pharmaceutical Buying Behavior Towards Prescription and
Non-Prescription Drugs. Journal of Medical and Health Research.

Rajagopal, S., Ramanan, S., Visvanathan, R., & Satapathy, S. (2011). Halal
certification: implication for marketers in UAE. Journal of Islamic
Marketing.

Rusmita, S. A., Ryandono, M. N. H., Filianti, D., & Salleh, M. C. M. (2021).


Islamic economic students knowledge and attitude toward halal pharmacy
product in East Java, Indonesia. Al-Uqud: Journal of Islamic Economics.

sagitaningrum, A. Strategi Pengembangan Tanaman Herbal “Assyifa'a” Di Kota


Palu Sulawesi Tengah (Doctoral dissertation, Tadulako University).

Sari, S. D. (2020). Violation of Patient’s Legal Rights in Aesthetic Beauty Clinic.


Jurnal Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum.

Sari, S. D., & et.all. (2020). Legal Protection For Skncare Users That Does Not
Have A Production Lisence Review Of The Consumer Protecton Act.
Media Keadilan.

Sari, S. D., & et.all. (2020). Legal Protection For Skncare Users That Does Not
Have A Production Lisence Review Of The Consumer Protecton Act.
Media Keadilan,

Sholeh, A. N. A. (2018). Jaminan halal pada produk obat: kajian fatwa mui dan
penyerapannya dalam uu jaminan produk halal. Journal of Islamic Law
Studies, 1(1), 70-87.

Supriadi, Yayat, “Pengaruh kebijakan labelisasi halal terhadap hasil


penjualanproduk,”Jakarta:Universitas Indonesia, 2009.

Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. (2014).


Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia.

Vikaliana, R., Evita, Y., & Komala, A. L. (2021). Model Halal Traceability
Dengan Pendekatan Cld Pada Manajemen Rantai Pasokan Makanan
Menggunakan Teknologi Blockchain. Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan
Universitas Jambi| JIITUJ|, 5(2), 150-160.

Warto, W., & Samsuri, S. (2020). Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis
Produk Halal di Indonesia. Al Maal: Journal of Islamic Economics and
Banking, 2(1), 98-112.

Warto, W., & Samsuri, S. (2020). Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis
Produk Halal di Indonesia. Al Maal: Journal of Islamic Economics and
Banking,

Wilson, J. A., & Liu, J. (2011). The challenges of Islamic branding: navigating
emotions and halal. Journal of Islamic Marketing.

Anda mungkin juga menyukai