Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang menjadi prioritas
utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk mencapai
tujuam tersebut pembangunan kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah,
namun peran serta dan dukungan dari masyarakat serta pihak swasta sangat dibutuhkan,
terlebih lagi mengingat akan keterbatasan dari kemampuan pemerintah baik dari sumber
dana maupun sumber daya manusia.

Kesehatan merupakan nikmat yang harus disyukuri sebagaia anugerah kehidupan. Namun
kondisi lingkungan, kesalahan pola hidup ataupun serangan wabah dari lingkungan sekitar
membuat manusia dapat mengalami sakit. Manusia diberikan akal dan potensi alam sekitar
untuk mengatasi penyakitnya. Oleh karena itu, Islam mewajibkan umatnya untuk
berusaha/berikhtiar dan mengobati penyakitnya bukan sekedar pasrah dan tidak berusaha
mengatasinya.

Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek, menetapkan bahwa semua tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas profesinya
di apotek agar mengacu pada standar sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini. Standar
Pelayanan Kefarmasian ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang
tidak professional, melindungi farmasi dan tuntutan masyarakat yang tidak wajar, sebagai
pedoman dalam pengawasan praktek tenaga farmasi dan untuk pembinaan serta
meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek. Sebagai wujud dalam pelaksanaan standar
pelayanan kefarmasian itu, tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi monitoring
penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan
baik.

Tenaga kefarmasian harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan


pengobatan dalam proses pelayanan, oleh karena itu tenaga farmasi dalam menjalankan
profesinya sebagai tenaga kesehatan harus sesuai standar yang ada untuk menghindari
terjadinya hal tersebut. Untuk mengetahui pelaksanaan standar yang diterbitkan tahun 2004
maka perlu dilakukan penelitian tentang standar pelayanan kefarmasian berdasarkan

1
konsistensi farmasi muslim yang taat pada peraturan pemerintah, peraturan islam dan kode
etik.

Dalam praktiknya, ada beberapa pelanggaran yang beberapa kali dilakukan oleh apotek
maupun petugas dan pegawai yang bekerja di apotek. Beberapa pelanggaran yang biasanya
dijumpai antara lain: menjual obat dengan harga relative lebih tinggi disbanding apotek
competitor bahkan lebih tinggi disbanding harga ecer tertinggi yang telah ditetapkan.
Penjualan beberapa obat yang tidak semestinya, misalkan obat-obatan keras yang bebas
diperjual beikan sertatidak ada batasan dalam pembeliannya, serta masih banyak lagi
kecurangan yang dilakukan oleh suatu oknum dari apotek tersebut. Hal tersebut semata-mata
dilakukan untuk mendapat keuntungan dan profit yang besar, walaupun harus melanggar
ketentuan yang berlaku.

Dari sisi kode etik maupun dalam pandangan Islam, hal itu sangat tidak dibenarkan Islam
tidak membatasi umatnya untuk mencari harta sebanyak-banyaknya, dengan catatan
diperoleh dengan cara yang benar serta tidak merugikan suatu pihak. Islam sendiri
memberikan penghargaan yang besar terhadap pebisnis yang shaleh, karena baik secara
makro maupun mikro pebisis yang shaleh akan memberikan kontribusi positif terhadap
perekonomian suatu Negara yang secara langsung atau tidak akan membawa keselamatan
bagi umat Islam (Wasito,2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsistensi farmasis muslim yang taat pada peraturan pemerintah
2. Bagaimana konsistensi farmasis muslim yang taat pada peraturan islam
3. Bagaimana kode etik farmasis
1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui peraturan pemerintah untuk seorang farmasis yang harus ditaati
2. Agar mengetahui peraturan islam untuk seorang farmasis di bidang bisnis
3. Agar mengetahui pentingnya kode etik untuk seorang farmasis
1.4 Manfaat

Manfaat pembuatan makalah ini adalah agar dapat diguakan sebagai bahan pengajaran di
bidang pendidikan serta untuk menambah ilmu pengetahuan di dalam berprofesi dengan
tuntunan islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsistensi Farmasi Muslim yang Taat pada Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan


kefarmasian terdiri dari 63 pasal. Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan
sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945.
Tenaga kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan
kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian
pelayanan, khususnya Pelayanan Kefarmasian.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian


telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai
komoditi kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak
saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan
pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring
penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error).

Perangkat hukum yang mengatur penyelenggaran praktik kefarmasian dirasakan


belum memadai, selama ini masih didominasi oleh kebutuhan formal dari kepentingan
pemerintah, dan belum memberdayakan organisasi profesi dari pemerintah daerah sejalan
dengan era otonomi. Sementara itu brbagai upaya hokum yang dilakukan dalam memberikan
perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dan tenaga
kefarmasian sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi dirasakan masih
belum memadai karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat
cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum.

Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk


meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali berbagai
perangkat hukum yang mengatur penyenggaraan praktek kefarmasian agar dapat berjalan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perlu mengatur
pekerjaan kefarmasian dalam suatu peraturan pemerintah.

3
Dalam peraturan pemerintah yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan
perindustri / penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Adapun surat izin yang harus dimiliki oleh seorang farmasis, antara lain : Surat tanda
registrasi apoteker selanjutnya disingkat RSTA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh
Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi. Surat tanda registrasi tenaga teknis
kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh menteri
kepada tenaga teknis kefarmasian yang telah diregistrasi. Surat izin praktek apoteker
selanjutnya disingkat dengan SIPA adalah surat izin yang diberikan oleh apoteker untuk
dapat melaksakan pekerjaan kefarmasian kepada apotek atau instalasi farmasi rumah sakit
dan surat izin selanjutnya disingkat SIK adalah surat izin yang diberikan pada apoteker dan
tenaga teknis kefarmasian untuk dapat melaksakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
produksi dan fasilitas distribusi atau penyaluran.

Dalam melakukan pekerjaan kefarmasiaan, apoteker sebagai mana dimaksud dalam


pasal 20 harus menetapkan standar prosedur operasional. Dalam melakukan pekerjaan
kefarmasiaan pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat: mengangkat seorang
apoteker pendamping yang memiliki SIPA, mengganti obat merek dagang dengan obat
generic yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter
atau pasien dan menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4
2.2 Konsistensi Farmasi Muslim yang Taat pada Peraturan Islam

“Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit beserta obatnya dan Dia telah menjadikan
setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian dan jangan berobat dengan barang
yang haram”. (HR.Abu Dawud)

Pencapaian umat Islam yang begitu gemilang dalam bidang kedokteran dan kesehatan
di masa keemasan tak lepas dari keberhasilan di bidang farmakologi dan farmasi. Di masa itu
para dokter dan ahli kimia Muslim sudah berhasil melakukan penelitian ilmiah mengenai
komposisi, dosis, penggunaan dan efek dari obat-obat sederhana serta campuran.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi farmasi di Negara-negara Islam


memiliki karakter yang menarik untuk dipelajari karena keunikan ajaran Islam sebagai agama
yang sempurna mengatur setiap sisi kehidupan manusia. Teks-teks Al-Quran dan Hadist
memiliki batasan yang tegas untuk beberapa bahan yang diharamkan penggunaannya.
Seorang farmasis muslim akan berusaha menyelaraskan keyakinan beragamnya dengan
prinsip-prinsip ilmiah farmasi. Hasilnya adalah satu bidang kajian farmasi Islam, yaitu bidang
keilmuan dan pelayanan farmasi yang kajiannya berada dalam koridor agama Islam.

Tingkat kehalalam dan keharaman dalam dunia farmasi belu terpetakan dengan jelas.
Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia adalah Negara degan mayoritas penduduknya
beragama Islam. Oleh karena itu, konsumen obatyang beragama Islam memerlukan suatu
perlidungan kehalalan obat yang mereka konsumsi. Dalam hal ini maka keilmuan farmasi
memegang peranan penting. Maka obat yang akan dimakan untuk pengobatan harus benar-
benar yang baik dan bermanfaat untuk dikonsumsi dalam penggolongan dan dijamin oleh
seorang apoteker ahli farmasi sebagai penjaga jalur distribusi obat.

Kenyataan dalam dunia farmasi saat ini terdapat beberapa sediaan farmasi yang
dipertanyakan halal dan haramnya, di antaranya:

1. Sediaan topical berbahan najis seperti sediaan losio, krim atau plester. Para ulama
sepakat bahwa benda yang haram hukumnya adalah najis ketika digunakan.
2. Penggunaan bahan dari babi dalam kefarmasian. Sesuai dengan nash Al-Quran pada
tahun 1994 komisi Fatma MUI telah menfatwakan bahwa babi dan komponen-
komponennya haram untuk dikonsumsi baik sebagai pangan maupun obat dan
kosmetika.

5
3. Penggunaan alcohol dalam kefarmasian. Sebagian ulama mengqiyaskan alcohol
dengan khamr dan sama sekali menolak penggunaan alcohol dalam berbagai produk
baik obat, kosmetik, maupun antiseptic.
4. Bahan memabukkan lainnya seperti morfin, opium dan obat psikotropika.
5. Penggunaan plasenta dan cairan amniotic dalam kefarmasian. Plasena sebagai
kosmetik mengagumkan dalam meningkatkan pembaharuan sel (regenerasi sel)
(Dirjen, 1996).

Berikut contoh pengobatan yang dicontohkan Al-Quran dan Nabi SAW:

1. Kurma
“Rasulullah Saw berbuka puasa dengan beberapa biji buah kurma sebelum salat.
Sekiranya tidak terdapat kurma, maka Rasulullah Saw akan berbuka dengan
beberapa biji anggur. Sekiranya tiada anggur, maka Baginda meminum beberapa
teguk air” (H.R Ahmad).
2. Habbatus Saudah
Rasulullah Saw bersabda: “Hendaklah kamu menggunakan habatussaudah karena
sesungguhnya padanya terdapat penyembuhan bagi segala penyakit kecuali mati”
(H.R Abi Salamah dari Abu Hurairah).
3. Madu
Allah berfirman: “Dari perut lebah ini keluar minuman (madu) yang bermacam-
macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah)
bagi orang-orang yang berfikir” (Q.S An Nahl:69).
4. Zaitun
Rasulullah bersabda: “Makanlah minyak zaitun dan lumurla minyaknya karena ia
berasal dari pohon yang penuh berkah” (H.R.At Tirmizi dan Ibu Majah).

6
2.3 Kode Etik Farmasis

Berdasarkan keputusan Kongres Nasional XVIII/2009 Ikatan Sarjana Farmasi


Indonesia, Nomor 009/KongresXVIII//ISFI/2009, Mukadimah:

 Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam


mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan
Tuhan Yang Maha Esa.
 Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
 Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman
pada satu ikatan moral yaitu Kode Etik Apoteker Indonesia dalam pelaksanaan
pekerjaan kefarmasian.

Setiap apoteker dalam melakukan pengabdian dan pengamalan ilmunya harus didasari
oleh sebuah niat luhur untuk kepentingan makhluk lain sesuai dengan tuntunan Tuhan Yang
Maha Esa.

Sumpah dan janji Apoteker adalah komitmen seorang apoteker yang harus dijadikan
landasan moral dalam pengabdian profesinya.

Kode etik sebagai kumpulan nilai-nilai atau prinsip harus diikuti oleh apoteker sebagai
pedoman dan petunjuk serta standar perilaku dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Kode Etik Farmasi Indonesia:

Bahwasanya sumpah Asisten Apoteker menjadi pegangan hidup dalam menjalankan


tugas pengabdian kepada nusa dan bangsa. Oleh karena itu seorang ahli farmasi Indonesia
dalam pengabdiannya profesinya mempunyai ikatan moral yang tertuang dalam Kode etik
ahli Farmasi Indonesia:
1. Kewajiban terhadap Profesi

i. Seorang Asisten Apoteker harus menjunjung tinggi serta memelihara


martabat, kehormatan profesi, menjaga integritas dan kejujuran serta dapat
dipercaya.
ii. Seorang Asisten Apoteker berkewajiban untuk meningkatkan keahlian dan
pengetahuan sesuai dengan perkembangan teknologi.

7
iii. Asisten Apoteker senantiasa harus melakukan pekerjaan profesinya sesudai
dengan standar operasional prosedur, standar profesi yang berlaku dan kode
etik profesi.
iv. Seorang Asisten Apoteker senantiasa harus menjaga profesionalisme dalam
memenuhi panggillan tugas dan kewajiban profesi.

2. Kewajiban Ahli Farmasi terhadap teman sejawat

i. Seorang Ahli Farmasi Indonesia memangdang teman sejawat sebagaimana


dirinya dalam memberikan penghargaan.
ii. Seorang Ahli Farmasi Indonesia senantiasa menghindari perbuatan yang
merugijan teman sejawat secara material maupun moral.
iii. Seorang Ahli Farmasi Indonesia senantiasa meningkatkan kerjasama dan
memupuk keutuhan martabat jabatan kefarmasian, mempertebal rasa saling
percaya di dalam menunaikan tugas.

3. Kewajiban terhadap Pasien/pemakai jasa

i. Seorang Asisten Apoteker harus bertanggung jawab dan menjaga


kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada pasien/pemakai jasa
secara professional.
ii. Seorang Asisten Apoteker harus menjaga rahasia kedokteran dan rahasia
kefarmasian, serta hanya memberikan kepada pihak yang berhak.
iii. Seorang Asisten Apoteker harus berkonsultasi/merujuk kepada teman sejawat
atau teman sejawat profesi lain untuk mendapatkan hasil yang akurat atau
baik.

4. Kewajiban terhadap Mayarakat

i. Seorang ahli Farmasi harus mampu sebagai suri teladan ditengah-tengah


masyrakat
ii. Seorang ahli Farmasi Indonesia dalam pengabdian profesinya memberikan
semaksimal mungkin pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
iii. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus selalu aktif mengikuti perkembangan
peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan khususnya dibidang
kesehatan khususnya dibidang farmasi.

8
iv. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus selalu melibatkan diri dalam usaha-
usaha pembangunan nasional khusunya di bidang kesehatan.
v. Seorang ahli Farmasi harus mampu sebagai pusat informasi sesuai bidang
profesinya kepada masyarakat dalam pelayanan kesehatan.
vi. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus menghindarkan diri dari usaha-usaha
yang mementingkan diri sendiri serta bertentangan dengan jabatan Farmasian.

5. Kewajiban Ahli Farmasi Indonesia terhadap Profesi Kesehatan Lainnya

i. Seorang ahli Farmasi Indonesia senantiasa harus menjalin kerjasama yang


baik, saling percaya, menghargai dan menghormati terhadap profesi kesehatan
lainnya.
ii. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus mampu menghindarkan diri terhadap
perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan, menghilangkan kepercayaan,
penghargaan masyarakat terhadap profesi kesehatan lainnya (Menkes, 2008).

9
BAB III

PENUTUP

Farmasi/Apoteker memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan dengan penjaminan


mutu produk farmasi yang dihasilkan baik obat, makanan, maupun kosmetik. Penjaminan hak
konsumen muslim dalam megkonsumsi produk menjadi tanggung jawab semua pihak baik
pemerintaah, farmasi dan masyarakat pada umunya.

Seseorang yang sakit dapat menggunakan obat yang haram jika saat itu tidak terdapat
alternatif lain setelah keadaan darurat dinilai oleh tenaga ahli yang memiliki kompetensi dan
mengetahui persis kondisi pasien, dan pemerintah berwenang untuk kondisi darurat yang
menyangkut kepentingan umum.

Setiap Apoteker bersungguh-sungguh mengahayati dan mengamalkan kode etik


Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari.

10
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2005. Al-Quran dan Terjemahannya. PT Syamil Cipta


Media.Indonesia

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.1996.Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 Tentang pangan, Dirjen Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

ISFI. 2009. Kode Etik Apoteker Indonesia, Keputusan Kongres Nasional XVIII : Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia. Jawa Barat

Menkes.2008.Standar Profesi Asisten Apoteker, Keputusan Mentri Kesehatan RI.Jakarta

Wasito,H. dan D. Herawati.2008. Etika Farmasi dalam Islam. Yogyakarta:Graha Ilmu

11

Anda mungkin juga menyukai