Anda di halaman 1dari 11

saAPOTEKER MULIM

PERANAN APOTEKEasddasdaR MasdasUSassaasasLIzxZxxzxzM DI


MASYARAKAT

KELOMPOK 6 :

Adia Alghazia 41161097100079


Anggraini Cahya L 41161097100098
Hadi Qudsi 41161097100075
Pipit Fitriah 41161097100093
Gemilang Meyzha Wirandha 41161097100060

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARZxzxZxzIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
“Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia” demikian sabda Nabi
Muhammad SAW. Karena kesehatan merassdsasaasupakan hak asasi manusia, sesuatu yang
sesuai dengan fitrah manusia, maka Islamasdasdsas menegaskan perlunya istiqomah
memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan adalah dengan
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.
Allah berfirman: ”Hai manusdasdsadsadasia, sesungguhnya xcxzcxzcxztelah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh-penyedasdasdsambuh bagi penyakit-
penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang
beriman” (QS:Yunus 57).
Jika dilihat dalam definisi sehasdsadasdsat menurut WHO adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiasdsaddaap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Dalam hal ini tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sehat
adalah menciptakan individu dan masyarakat yang sehat jasmani, rohani, dan sosial sehingga
umat manusia mampu menjadi umat yang pilihan. Selain itu juga, kosa kata “sehat wal afiat”
dalam Bahasa Indonesia mengacu pada kasdasddasondisi ragawi dan bagian-bagiannya yang
terbebas dari virus penyakit. Sehat Wal Afiat ini dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi
fisik, segi mental maupun kesehatan massdasdasdasyarakat.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia didalamnya memuat banyak hal dalam
kehidupan ini, mulai dari urusan yang kecil adsadsdadhingga dalam pengaturan suatu negara
termasuk didalamnya adalah mengenai ilmu pengobatan dan kefarmasasdasdsaccvxian.
Menurut Al Biruni, farmasi merupakan suatu seni untuk mengenali jenis, bentuk dan sifat-
sifat fisika dari suatu bahan, serta seni mengetahui bagaimana mengolahnya untuk dijadikan
sebagai obat sesuai dengan resep dokter. Kedokteran Islam yang didalamnya
teasdasxzcxzczxcdsarmasuk farmasi Islam merupakan ilmu kedokteran dan farmasi yang
berdasarkan Islam dan didalam praktiknya tidak bertentangan dengan koridor ajaran Islam.
Farmasi Islamsadasda diharapkan dapat mengedepankan kemampuan untuk menggali dan
menjaga lingkungan, kemampuan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
farmasi secara optimal, serta memiliki kepekaan terhadap berbagai proses perubahan yang
terjadi didalamnya. keunikan ajaran Islam sebagai agama yang sempurna mengatur setiap sisi
kehidupan manusia. Teks-teks Al-Qur’an dan Hadist memiliki batasan yang tegas untuk
beberapa bahan yang diharamkan penggunaannya. Seorang farmasis muslim akan berusaha
menyelaraskan keyakinan beragamanya dengan prinsip-prinsip ilmiah farmasi. Hasilnya
adalah satu bidang kajian farmasi Islam, yaitu bidang keilmuan dan pelayanan farmasi yang
kajiannya berada dalam koridor agama Islam.
Bumi dan isinya adalah sumber dari bahan-bahan berkhasiat yang dapat menjadi
obat (Q.S. Al-A’raf: 10). Allah SWT telah mengkaruniakan kepada kita kekayaan alam untuk
dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kebaikan umat di muka bumi ini. Akan tetapi Allah tetap
memberikan batasan-batasan dalam pemanfaatannya. Salah satunya adalah adanya batasan
halal dan haram untuk makanan yang dikonsumsi. Hal ini berlaku juga untuk obat-obatan.
Tingkat kehalalah dan keharaman dalam dunia farmasi belum terpetakan dengan
jelas. Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam. Oleh karena itu, konsumen obat yang beragama Islam
memerlukan suatu perlindungan kehalalan obat yang mereka konsumsi. Dalam hal ini maka
keilmuan farmasi memegang peranan penting. Maka obat yang akan dimakan untuk
pengobatan harus benar-benar yang baik dan bermanfaat untuk dikonsumsi dalam pengobatan
dan dijamin oleh seorang apoteker/ahli farmasis sebagai penjaga jalur distribusi obat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran seorang Apoteker muslim di masyarakat dalam pelayanan kefarmasiaan

1.3 Tujuan

1. Mengetahui peran Apoteker muslim di masyarakat sebagai tenaga medis muslim yang
sesuai ajaran Islam dan didalam praktiknya tidak bertentangan dengan koridor ajaran Islam.

2. Apoteker muslim diharapkan dapat mengedepankan kemampuan untuk menggali dan


menjaga lingkungan, kemampuan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
farmasi secara optimal, untuk kepentingan dan melindungi umat terhadap produk obat-obatan
,kosmetik dan makanan yang di konsumsinya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmasi
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan
bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesasdsadasdsasduai, untuk disalurkan dan
digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan
mengenai identifikasi, pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan,
analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan
kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik
melalui resep (prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui
cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada
pemakai

2.2 Apoteker
Apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker Pendidikan apoteker dimulai dari pendidikan sarjana
(S-1), yang umumnya ditempuh selama empat tahun, ditambah satu tahun untuk pendidikan
profesi apoteker.

2.3 Pekerjaan Kefarmasiaan

Dalam PP No.51 tahun 2009 sudah dipaparkan dengan jelas tentang ruang lingkup
kefarmasian. Namun, untuk membuktikan dan menunjukkan jati diri Apoteker yang
sebenarnya pada masyarakat tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak hanya berlandaskan
teori namun perlu keaktifan dari para Apoteker untuk menunjukkan perannya yang
sebenarnya. Para Apoteker harus mampu dan berani menunjukkan diri. Hal ini tentu saja
tidak akan berlangsung tanpa adanya penguasaan terhadap keprofesian Apoteker, Salah satu
prinsip pekerjaan Farmasis adalah pharmaceutical care dimana farmasis bertanggung jawab
akan ketepatan dari terapi obat dengan tujuan untuk mencapai luaran yang pasti dalam
peningkatan kualitas hidup pasien. Empat luaran tersebut meliputi penyembuhan penyakit,
menghilangkan atau mengurangi simptom yang muncul, menahan atau menghambat proses
penyakit dan mencegah penyakit atau simptom tersebut. Ini adalah Tugas seorang farmasis
karena Pharmaceutical care membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang
farmakoterapi,pemahaman yang baik tentang etimologi penyakit, pengetahuan tentang
produk obat, kemampuan komunikasi yang kuat, monitoring obat, informasi obat dan
keahlian perencanaan terapi serta kemampuan untuk memperkirakan dan menginterpretasikan
data klinis yang ada. Hal ini semua hanya di pelajari oleh seorang farmasis .
Tenaga apoteker sangat dibutuhkan untuk mendukung program pelayanan kesehatan
di era JKN Indonesia. Sebagai seorang tenaga profesional di bidang kesehatan, sayangnya
profesi ini sering kalah pamor di masyarakat dibandingkan profesi tenaga kesehatan lainnya.
Padahal, apoteker memiliki peran yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat karena
yang paling kompeten dan mengetahui tentang obat-obatan adalah orang bidang farmasi. Dari
kenyataan yang ada pada pelayanan kesehatan, peran apoteker sering tidak hadir di
masyarakat. Dari pengalaman yang ada, sering kita jumpai apoteker hanya sebagai nama
pelengkap saja di apotek. Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat pentingnya peran
apoteker dalam memberikan penyuluhan mengenai kefarmasian pada masyarakat dan
menurut PP No. 51 tahun 2009 pasal 24 tentang pekerjaan kefarmasian, dijelaskan pula
bahwa yang harus menyerahkan obat yang harus ditebus dengan resep kepada pasien adalah
apoteker sesuai dengan prinsip TATAP (Tanpa Apoteker, Tidak Ada Pelayanan).
Hal mengenai pelayanan kefarmasian dapat dilihat di UU No. 36 tahun 2009, Pasal 108
Ayat 1 tentang tenaga kesehatan yang menyatakan bahwa praktik kefarmasiaan meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pernyataan yang sejenis juga
tertuang pada PP No. 51 tahun 2009, pasal 1 yang menegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat
atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Bidang farmasi klinik hanyalah salah satu dari beberapa bidang yang menjadi
tanggung jawab apoteker di Indonesia. Namun karena famasi klinik atau pelayanan sangat
berhubungan langsung dengan masyarakat maka bidang tersebutlah yang paling terekspos.
Hendaknya apoteker memiliki tanggung jawab seperti tenaga pelayanan kesehatan pada
umumnya yaitu memberikan pelayanan terhadap resep yang dibawa oleh pasien, KIE kepada
masyarakat serta Pelayanan Residensial (Home Care) seperti dikutip dari Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 BAB III tentang
kefarmasian di apotek. Sebagai tambahan, WHO memberikan konsep fungsi dan tugas
Apoteker sesuai dengan kompetensi Apoteker di Apotek yang dikenal dengan Nine Stars
Pharmacist, yaitu:
1. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi
informasi obat kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, artinya apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu
mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil
keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika
pasien tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep maka apoteker dapat
berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif yang
sama namun harga lebih terjangkau..
3. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak
eksternal (pasien atau konsumen) dan pihak internal (tenaga profesional kesehatan
lainnya).
4. Leader, artinya apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai
seorang pemimpin, Apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung
jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan, pelayanan,
administrasi, manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan
hidup apotek.
5. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal
pelayanan, pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan administrasi
keuangan. Untuk itu Apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik,
yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen.
6. Life long learner, artinya apoteker harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan,
senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan keterampilannya serta mampu
mengembangkan kualitas diri.
7. Teacher, artinya apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi stafnya,
harus mau meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni profesinya, tidak
hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi harus dapat melaksanakan
profesinya tersebut dengan baik.
8. Researcher, artinya apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian guna
mengembangkan ilmu kefarmasiannya.
9. Enterpreneur, artinya apoteker diharapkan terjun menjadi wirausaha dalam
mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat

BAB III
PEMBAHASAN

Sebagai tenaga ahli profesi farmasis yaitu apoteker hendaknya menjalankan tugas-
tugas yang sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah yang sudah
ditetapkan. Menjalankan tugas sebaik-baiknya agar dapat memberi manfaat bagi masyarakat
terutama dalam bidang kesehatan (obat-obatan). Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa
sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat bagi orang lain. Apoteker memiliki
kesempatan besar untuk dapat mengaplikasikan firman Allah SWT dan hadist-hadits yang
menjelaskan tentang obat, pengobatan dan memberi manfaat bagi orang lain (masyarakat).
Dengan ilmu yang dimiliki oleh tenaga profesi apoteker dan sebagai muslim, ilmu
yang kita berikan dengan cara konseling kepada pasien adalah salah satu cara untuk
mendapat pahala dari Allah SWT, “Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya
kecuali tiga hal; shadaqah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak shalih yang mendoakan
orang tuanya” (HR. Muslim). Sebagai apoteker muslim kita dapat memberikan manfaat bagi
orang sekitar (masyarakat) yang seluas-luasnya sesuai dengan kapasitas yang kita miliki baik
itu ilmu, tenaga, ataupun manfaat lainnya.
3.1 Pelayanan Kefarmasian
Perubahan paradigma pelayanan farmasi dari drug oriented menjadi patient
oriented sehingga menjadikan profesi farmasi menjadi peluang sekaligus tantangan. Farmasis
berperan dalam membantu pengobatan mandiri pasien untuk memilihkan obat yang baik dan
halal. Fungsi utama dari dari pelaksanaan asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) antara
lain untuk mengidentifikasi baik yang aktual maupun potensial masalah yang berhubungan
dengan obat, menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat, serta mencegah
terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat.
Dalam etika farmasi, para farmasis memiliki kewajiban untuk melindungi pasien
dari kerugian akibat kesalahan pemakaian obat yang merugikan. Diawal Farmasi memeriksa
kebutuhan pasien, ditengah memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi bagi
DRP (Drug Related Problem), diakhir menilai hasil intervensi (evaluasi) sehingga didapat
hasil yang optimal sehingga pada akhirnya diharapkan kualitas hidup pasien meningkat serta
hasilnya memuaskan. Dengan mengutamakan keselamatan dan melindungi pasien dari
penggunaan obat yang membahayakan diri pasien, berarti farmasis turut memelihara
kehidupan pasien tersebut sesuai dengan anjuran ajaran Islam.

3.2 Peranan Apoteker muslim dalam menjalankan pelayanan terhadap Masyrakat


Farmasis/apoteker memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan dengan
penjaminan mutu produk farmasi yang dihasilkan baik obat, makanan maupun kosmetik. Hal
itu disebabkan farmasis merupakan suatu profesi yang konsen, komitmen dan kompeten
dalam bidang pengobatan. Untuk dapat mewujudkannya, dibutuhkan tenaga farmasis muslim
yang benar-benar mengerti dibidangnya dan memiliki sikap sesuai profesi yang
disandangnya.
Sebagai farmasis muslim kita juga dituntut untuk memiliki kepekaan pada
kebutuhan umat Islam. Bagi seorang muslim, mengkonsumsi makanan serta produk farmasi
lainnya termasuk obat yang berstatus halal dan thoyib, sudah menjadi bagian keyakinan
agama yang harus dijalankan. Ironisnya seringkali konsumen tidak memiliki kebebasan untuk
memilih produk yang halal akibat minimnya informasi yang sampai. Penjaminan hak
konsumen muslim dalam mengkonsumsi produk menjadi tanggung jawab semua pihak baik
pemerintah, farmasi dan masyarakat pada umumnya.
Islam menghendaki kehati-hatian kita dalam membuat serta mengkonsumsi segala
sesuatu termasuk obat. Tujuan kehati-hatian tidak untuk memberatkan manusia dengan
berbagai aturan yang telah ditetapkan, namun ingin menghantarkan manusia dalam
kemuliaan dan kebahagiaan hakiki, di dunia maupun diakhirat. Bahkan beberapa aturan
dalam Islam telah terbukti secara etis meningkatkan kualitas hakiki kehidupan manusia.
Sejak dulu, apotek yang dikelola apoteker merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari institusi rumah sakit. Hal itu sama halnya dengan farmasi dan farmakologi yang juga
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi profesional
secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah.
syifâ’ (kebaikan) dan rahmah sangat bergantung pada manusia yang
mengharapkannya. Apakah yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan utama untuk
memerolehnya? Semakin terpenuhi persyaratan utamanya, maka semakin mungkin seseorang
akan memeroleh syifâ’ dan rahmah dari Allah, begitu juga sebaliknya. Yang perlu di garis
bawai jawaban tegasnya adalah “ IMAN “ Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat
Isrâ’/17: 82
“Dan Kami turunkan dari al Quran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang
zalim selain kerugian.”(QS al-Isrâ’/17:82)

Dia yang menjadikan penyakit dan dia pula yang menyembuhkannya, sebagaimana
diingatkan Allah dalam surat Asy Syu’araa 80 :

‘’ dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku’’ (Asy Syu’araa 80)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


‘’Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia turunkan pula obat
untuk penyakit tersebut." (HR. Bukhari).
Disebutkan pula dari hadits Usamah bin Syarik radiallohu anhu, berkata :
Telah datang seorang Baduwi kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, lalu
berkata: Wahai Rasulullah, Siapakah manusia terbaik? Beliau menjawab: yang paling baik
akhlaknya. Lalu Ia bertanya lagi: Wahai Rasulullah, Apakah boleh kami berobat? Jawab
Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, :

ُ‫ع ِّل َمهُ َو َج ِّهلَهُ من َج ِّهلَه‬ َ ‫َّللاَ لم يُن َِّز ْل دَا ًء أال أ َ ْنزَ َل له ِّشفَا ًء‬
َ ‫ع ِّل َمهُ من‬ ‫تَدَ َاو ْوا فان ه‬
“Berobatlah wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit
melainkan Allah menurunkan obat untuknya, ada yang mengetahuinya dan ada pula
yang tidak mengetahuinya.”

Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain merupakan perkara yang sangat
dianjurkan oleh agama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang Lain”

Oleh karena itu sebagai seorang apoteker muslim hendaknya mengedepankan


Masalah halal dari obat , makanan dan kosmetik merupakan bagian pokok dari tinjauan kritis
produk farmasi bagi seorang muslim, karena hal ini menyangkut keamanan dari segi ruhaniah
bagi seorang yang mengkonsumsinya seperti mempengaruhi terkabulnya doa di sisi Allah
swt.
“Perbaikilah makananmu, maka Allah akan mengabulkan doa-doamu”
(H.R. Ath-Thabrani).

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
1. Sebagai tenaga ahli profesi farmasis yaitu apoteker hendaknya menjalankan tugas-tugas
yang sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah yang sudah ditetapkan.
Menjalankan tugas sebaik-baiknya agar dapat memberi manfaat bagi masyarakat terutama
dalam bidang kesehatan

2. Farmasis/apoteker muslim memiliki tanggung jawab yang besar berkaitan dengan


penjaminan mutu produk farmasi yang dihasilkan baik obat, makanan maupun kosmetik.
Penjaminan hak konsumen muslim dalam mengkonsumsi produk menjadi tanggung jawab
semua pihak baik pemerintah, farmasi dan masyarakat pada umumnya.

2. Tantangan Apoteker muslim adalah mengusahakan membuat sediaan obat , kosmetik


maupun makanan halal

3. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasiaan dalam melakukan pelayanan terhadap


masyarakat hendaknya sebagai seorang apoteker muslim menunjukan etika-etika dan adab
sebagai seorang muslim.
DAFTAR PUSTAKA

An-Nawawi, 2007, Terjemah Hadits Arba’in: An-Nawawiyah, Cetakan V, Penerjemah:


Tim Sholahuddin, Jakarta: Sholahuddin Press.

Departemen Agama RI, 2005, Al Quran dan Terjemahannya, PT. Syamil Cipta Media,
Indonesia.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1996, Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor: 7 tahun 1996 Tentang Pangan, DirJen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Wasito, H. dan D. Herawati, 2008, Etika Farmasi dalam Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu

http://www.kompasiana.com/irmawidiastari/menguak-peranan-apoteker-di
masyarakat_567c2bb362afbdf717109885

Peraturan pemerintah no 51 tahun 2009

Anda mungkin juga menyukai