Anda di halaman 1dari 6

Nama : Feby Ayu Mutia Rachmawati

NPM : 1906289104
Fakultas : Fakultas Kesehatan Masyarakat
IPE-6

Filosofi dan Peran dokter dalam penatalaksanaan pelayanan kesehatan individu,


keluarga, dan komunitas

Profesi dokter telah mengalami perkembangan sejak berabad-abad lalu, dimulai


dengan berkembanganya istilah healer (penyembuh) dengan memanfaatkan khasiat tumbuhan
sebagai obat hingga penyembuhan yang melibatkan kekuatan supranatural. Di Benua Eropa,
tepatnya Yunani, melahirkan tokoh Hippocrates dengan sumpahnya, Hippocrates Oath, yang
hingga kini masih digunakan sebagai sumpah dalam profesi dokter. Sementara di Nusantara,
perkembangan ilmu kedokteran berkaitan erat dengan masa penjajahan Belanda. Tahun 1820,
pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah juru cacar untuk menekan tingginya angka
penyakit cacar pada masa itu. Cikal bakal pendidikan dokter di Indonesia dimulai pada tahun
1851, dimana dibukanya kesempatan bagi para pemuda jawa untuk dididik menjadi dokter
praktik yang bertugas di rumah sakit militer. Pada tahun 1903-1904, muncul lulusan pertama
6 tahun pendidikan tahap kedokteran yang dikenal dengan Inlandsch Arts, yang berasal dari
School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen atau STOVIA. Hingga Akhirnya, institusi
pendidikan kedokteran secara resmi menjadi Perguruan Tinggi kedokteran pada tahun 1927.
Saat ini, pendidikan kedokteran dilakukan di bawah universitas sehingga memungkinkan
untuk terjadinya kolaborasi antarmahasiswa sesama ataupun lintas bidang.
Peran profesi dokter di Indonesia tertuang pada Kompetensi Dokter Indonesia (SDKI)
tahun 2012. Peran Dokter dalam penatalaksanaan pelayanan kesehatan terbagi untuk
individu, keluarga, dan komunitas. Dokter berperan dalam memberikan pelayanan pada strata
primer. Pelayanan dokter harus mudah dicapai masyarakat atau dengan nama lain terjangkau.
Dokter juga harus memberikan pelayanan medis yang bersifat umum, tidak pilih-kasih dalam
melayani pasiennya.
Menkes menyatakan bahwa masyarakat sangat membutuhkan dokter yang profesional
dalam menjalani tugas dan melayani dengan hati. Hal ini dikenal dengan sebutan The Five
Stars Doctor. Dalam konsep tersebut, dokter diharapkan mampu memiliki 5 peran, yaitu
sebagai Penyedia Pelayanan Kesehatan (Care provider) yang bertanggung jawab  bagi
kebutuhan fisik, sosial, dan mental dari pasien. Memastikan bahwa pasien menerima layanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara integratif dan sesuai  standar tertinggi
yang dimiliki.
Yang kedua, sebagai Pengambil Keputusan (Decision-maker) yang mampu memberikan
keputusan terbaik dengan efikasi pengobatan dan biaya yang dibutuhkan. Yang ketiga yaitu
sebagai Komunikator yang baik (Communicator) yang mampu berkomunikasi  dengan pasien,
keluarga dan lingkungan sekitar, serta memberikan persuasi dan edukasi demi peningkatan
kesehatan pasien. Yang keempat yaitu sebagai Pemimpin Masyarakat (Community Leader)
yang berperan sebagai pemimpin masyarakat serta memberikan masukan dan arahan terkait
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Yang kelima yaitu sebagai Pengelola Manajemen
(Manager) yang memiliki kapasitas manajemen yang memadai dalam menyediakan layanan
kesehatan bermutu.
Berdasarkan yang telah tertulis pada paragraf-paragraf sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa dokter memiliki banyak peran penting. Mereka bertugas untuk memberi pelayanan
kesehatan baik kepada individu, keluarga, maupun masyarakat. Salah satunya seorang dokter
harus bisa komprehensif, tidak terbatas pada pelayanan pengobatan/kuratif saja, namun
meliputi preventif-rehabilitatif. Berdasarkan pernyataan kemenkes, seorang dokter
diharapkan mampu memiliki 5 peran yaitu sebagai care provider, decision-maker,
communicator, community leader, dan manager.

Filosofi dan peran apoteker dalam penatalaksanaan pelayanan kesehatan individu,


keluarga, dan komunitas

Farmasi
berasal dari kata pharmacy atau pharmacon yang memiliki arti obat. Farmasis
atau apoteker merupakan seseorang tenaga kesehatan yang melakukan formulasi obat,
dispensing obat, dan memberikan informasi obat kepada pasien maupun tenaga kesehatan
lainnya serta berperan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan dan pelayanan
kefarmasian yang berkualitas bagi masyarakat. Filosofi dan konsep pelayanan kefarmasian
tertuang dalam rumusan The Seven-Star Pharmacist oleh WHO pada tahun 1997. Saat ini The
Seven-Star Pharmacist telah berkembang menjadi The Eight-Star Pharmacist. Kedelapan
filosofi ini antara lain leader, decision maker, communicator, lifelong learner, teacher, care
giver, manager, dan researcher. Saat ini peran apoteker lebih menekankan orientasi terhadap
pelayanan pasien (patient oriented) setelah sebelumnya mengutamakan orientasi terhadap
produk (product oriented). Melalui pendekatan ini, apoteker difokuskan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan konsep Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian. Menurut,
PP RI No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, ruang lingkup pelaksanaan
pekerjaan kerfarmasian meliputi pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan sediaan farmasi,
produksi sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, dan pelayanan sediaan
farmasi.

Proses produksi sediaan farmasi dilakukan oleh seorang apoteker di setiap fasilitas
produksi sediaan farmasi seperti industri farmasi obat industri bahan baku obat, industri obat
tradisional, dan pabrik kosmetika. Dalam bidang distribusi obat, pekerjaan kefarmasian
dilakukan oleh para pedagang besar farmasi, penyalur alat kesehatan, dan instalasi sediaan
farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah. Di bidang pelayanan, pekerjaan kefaramasian
dilakukan di fasilitas pelayanan kefarmasian seperti apotek dan instalasi farmasi rumah sakit
sesuai standar pelayanan kesehatan. Seorang apoteker harus mampu memberikan informasi
obat secara tepat, benar, dan lengkap serta berorientasi pada pasien bukan produk. Di Apotek,
apoteker melakukan 2 kegiatan, yaitu kegiatan manajerial dan pelayanan farmasi klinis.
Kegiatan manajerial ini meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sedangkan,
pelayanan farmasi klinis meliputi pelayanan resep, dispensing, pelayanan informasi obat, dan
lain-lain. Di rumah sakit, apoteker berperan dan memiliki fungsi penting dalam mengatasi
masalah terkait obat, mulai dari memberikan konseling, mencegah dan mengendalikan efek
samping obat, dan masih banyak lainnya.

Filosofi dan Peran Ahli Kesehatan Masyarakat dalam Penatalaksanaan Pelayanan


Kesehatan Individu, Keluarga, dan Komunitas

Ilmu kesehatan masyarakat di Indonesia berawal dari para dokter dan pemerhati
kesehatan. Hal tersebut diawali dengan program “Bandung Plan” pada tahun 1951 yang
berasumsi bahwa dalam pelayanan kesehatan perorangan/individu harus digabungkan dengan
aspek promotif prefentif yang mengandalkan pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga pada
tahun 1965 berdirilah Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Indonesia.
Menurut Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Asosiasi Institut
Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI), kesehatan masyarakat
adalah kombinasi dari ilmu pengetahuan, keterampilan, moral, dan etika yang ciarahkan pada
upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan semua orang, memperpanjang hidup melalui
tindakan kolektif atau tindakan sosial untuk mencegah penyakit, dan memenuhi kebutuhan
menyeluruh dalam kesehatan dengan menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat untuk
hidup sehat secara mandiri [CITATION Ika \l 1033 ].
Dua unsur inti kesehatan masyarakat yaitu: (1) memusatkan perhatian pada kesehatan
atas masyarakat sebagai sasaran tindakan, dan (2) melakukan berbagai bentuk intervensi yang
memerlukan tindakan dan pasrtisipasi banyak orang [CITATION Daw09 \l 1033 ]. Tidak hanya
itu, kesehatan masyarakat juga memiliki tiga fungsi kesehatan berdasarkan Institute of
Medicine pada 1988 [ CITATION Cha10 \l 1033 ] yaitu pengkajian masalah, pengembangan
kebijakan masyarakat, dan penjaminan berlangsungnya kegiatan/program.
Kesehatan masyarakat juga berperan dalam mengidentifikasi faktor risiko lalu
berupaya menghilangkan atau meminimalisir faktor resiko tersebut, sehingga populasi
tercegah dari penyakit. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa sistem pelayanan kesehatan
tidak hanya membutuhkan upaya pelayanan kesehatan perorangan, tetapi membutuhkan
upaya pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih bersifat promotif dan preventif. Sistem
pelayanan kesehatan dalam tatanan di masyarakat juga membutuhkan pengembangan metode
pemberdayaan masyarakat untuk ikut mengatasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
masalah kesehatan. Dengan demikian peran professional ahli kesehatan masyarakat dalam
berbagai bidang, merupakan suatu kebutuhan yang tidak terelakkan.
Peran Kesehatan Masyarakat Dalam menjalankan ketiga fungsinya, peran yang harus
dapat dilakukan oleh ahli kesehatan masyarakat menurut Center for Disease Control and
Prevention adalah:

  Memantau status kesehatan untuk identifikasi masalah kesehatan.

  Mendiagnosis dan menyelidiki masalah kesehatan dengan mempelajari faktor risiko

dan kondisi lingkungan.

  Menginformasikan, mendidik, dan memberdayakan masyarakat seputar kesehatan.

  Menjalin kemitraan dengan masyarakat.

  Menegakkan hukum dan peraturan dalam rangka melindungi dan menjamin


kesehatan

dan keselamatan.

  Menciptakan sistem rujukan yang terjamin.


  Menjamin tenaga kesehatan yang bekerja di masyarakat memiliki kompetensi yang

tepat.

  Mengevaluasi efektivitas, keterjangkauan, dan mutu layanan kesehatan.

  Melakukan penelitian dan menambah wawasan baru, serta mencari solusi kreatif

terhadap masalah kesehatan yang ada.


Referensi :

Chacko, L. R. & S, A. C., 2010. Modern Public Health Systems. In: E. D. B. E. Andresen, ed.
Public Health Foundations: Concepts and Theories. San Fransisco: Jossey-Bass.

Dawson, A., 2009. Introduction: The Philosophy of Public Health. In: A. Dawson, ed. The
Philosophy of Public Health. Surrey, England: Asghate Publishing Limited.

[Internet]. Digilib.unila.ac.id. 2020 [cited 11 February 2020]. Available from:


http://digilib.unila.ac.id/10574/11/BAB%20I.pdf

Lubis, F. Dokter keluarga sebagai tulang punggung dalam system pelayanan kesehatan.
Majalah Kedokteran Indonesia 2008;58(2):27-34

Masyarakat, I. A. K. & (AIPTKMI), A. T. K. M. I. (., 2012. Naskah Akademik Pendidikan


Kesehatan Masyarakat. Jakarta: IAKMI.

Ryadi ALS. Ilmu kesehatan masyarakat. Ed 1. Yogyakarta: Penerbit Andi; 2016.

Soemantri D, Sari SP, Ayubi D. Kolaborasi dan kerja sama tim kesehatan. Edisi pertama.
Jakarta: Sagung Seto; 2019.

Anda mungkin juga menyukai