Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER DALAM SISTEM


KESEHATAN

Oleh

Andi Tenri Ola Amram

FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, dan negara bertanggung jawab


mengupayakan kesehatan yang berkualitas bagi setiap warga negaranya. Undang-
undang No. 23 tahun 1992, sehat diartikan sebagai suatu keadaan badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis dari suatu negara yang terdiri atas
ketangguhan dan keuletan, serta kekuatan dalam menghadapi ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam atau luar secara langsung maupun
tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integrits, identitas, dan
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Di Indonesia, konsepsi ketahanan nasional
merupakan pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan
kesejahteraan dan keamanan yang serasi, seimbang dalam seluruh aspek berlandaskan
Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantara. Pembangunan sistem pelayanan
kesehatan yang baik di suatu negara akan meningkatkan pengembangan di segala
bidang secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga, pelayanan kesehatan yang
baik merupakan modal dasar keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai ketahanan
nasional.

Sejak dulu, solusi atas penyelesaian masalah kesehatan yang ada tak kunjung
datang, malah bertambah saja masalah yang semakin muncul, selain angka kematian ibu
dan bayi yang masih cukup tinggi di Indonesia dan beberapa penyakit infeksi yang belum
terkontrol; kualitas pelayanan kesehatan yang semakin menurun dan pelayanan
kesehatan yang belum terdistribusi secara merata; serta komersialisasi pelayanan
kesehatan, menambah carut marutnya kondisi kesehatan saat ini. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) melalui kerjasamanya antar negara maju dan berkembang terus berusaha
memecahkan permasalahan kesehatan yang ada dengan serangkaian deklarasi atau
berbagai program yang yang bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan seluruh orang
di dunia. Dimulai dengan Universal Declaration of Human Right tahun 1948 yang
menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia sampai strategi
perencanaan yang dibuat oleh 193 negara di dunia berupa program Millenium
Development Goals (MDGs). Pada MDGs, pelayanan kesehatan yang baik dapat dilihat
melalui pencapaian beberapa target dari beberapa goal yang ada, seperti penurunan
angka kematian bayi, peningkatan mutu kesehatan ibu, serta penurunan angka kejadian
penyakit HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya. Semua target tersebut diharapkan
dapat tercapai pada Tahun 2015 di semua negara di dunia. Program tersebut
selanjutnya menjadi Sustainable Development Goals (SDGs) dengan beberapa
amandemen hingga terbentuknya 17 tujuan yang ditargetkan akan tercapai pada tahun
2030.

Pelayanan Kesehatan Primer merupakan sistem pelayanan kesehatan yang


melingkupi pendidikan mengenai masalah kesehatan, cara pencegahan penyakit, serta
pengendaliannya; peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi; penyediaan air
bersih dan sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak (termasuk keluarga berencana);
imunisasi; pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat, pengobatan
penyakit umum dan ruda paksa; serta penyediaan obat-obat esensial. Sejak Deklarasi
Alma Ata (WHO, 1978), Pelayanan Kesehatan Primer menjadi salah satu satu hal utama
dalam pembangunan ketahanan nasional, dan program ini dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan holistik di
masyarakat.

Di beberapa negara di dunia seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, serta beberapa
negara di Asia berhasil menata sistem pelayanan kesehatan dengan menerapkan konsep
Pelayanan Kesehatan Primer sebagai ujung tombak dari pembangunan nasional. Di
Indonesia, konsep Pelayanan Kesehatan Primer oleh sebagian masyarakat masih dilihat
terbatas hanya pada bangunan fisik puskesmas dan pelayanan kesehatan wajib serta
pendukung di puskemas. Sehingga konsep ini menjadi kerdil di negara ini, yang hanya
dilihat sebatas pelayanan kesehatan kelas bawah. Di lain pihak, pelayan kesehatan yang
diupayakan oleh pihak swasta semakin berkembang. Dominasi kapitalisasi sangatlah
terasa pada jenis pelayanan yang diupayakan oleh pihak swasta. Bagi para pengusaha
kesehatan di dunia, negara ini berhasil dijadikan sebagai target pemasaran yang
menjajikan, sehingga jumlah rumah sakit swasta yang berskala nasional maupun
internasional semakin menjamur.

Saat ini, jumlah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Indonesia sebanyak


22.327, sedangkan jumlah poliknik yang dikelola swasta jumlahnya diperkiran 34.000
dan sekitar 20% merupakan poliknik dokter spesialis. Pelayanan kesehatan yang
dijalankan oleh pihak swasta sarat dengan pelayanan kuratif dan rehabilitatif, sehingga
persepsi masyarakat terbentuk bahwa pelayanan kesehatan di rumah sakit dan klinik
dokter hanya terbatas pelayanan kuratif dan rehabilitatif saja sedangkan pelayanan
promotif dan preventif hanya diusahakan oleh puskesmas dan dinas kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana peran pelayanan kesehatan primer dalam upaya penguatan sistem
kesehatan nasional ?
C. Tujuan
Mengetahui peran kesehatan primer dalam upaya penguatan sistem kesehatan
nasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelayanan Kesehatan Primer


Pengertian pelayanan yang dimaksud disini adalah, kualitas pelayanan kesehatan
yang berhubungan erat dengan kepuasan pengguna pelayanan atau pasien. Suatu
pelayanan dikatakan baik atau buruk tergantung pada tingkat kepuasan pengguna
layanan yang didasarkan pada kualitas pelayanan itu sendiri. Kesehatan adalah suatu
konsep yang telah sering digunakan tetapi sulit untuk dijelaskan artinya, Faktor yang
berbeda menyebabkan sulitnya mendefinisikan kesehatan, penyakit, dan kesakitan
(Gochman, 1988” Endar Sugiharto 1999; 47). Meskipun demikian, kebanyakan sumber
ilmiah setuju bahwa definisi kesehatan apapun harus mencakup komponen biomedis,
personal, dan sosiokultural.
Pada tahun 1974 WHO mencoba menggambarkan kesehatan secara luas yang
tidak hanya meliputi aspek medis tetapi juga aspek mental dan social. Kesehatan dapat
diartikan sebagai keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan social,
dan bukan suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Penyakit dan
kesakitan, meskipun sangat berkaitan satu dengan lainnya , namun mencerminkan suatu
perbedaan fundamental dan konsepsional tentang periode sakit. Menurut Cassel,
kesakitan adalah apa yang dirasakan pasien saat dia pergi ke dokter, sedangkan penyakit
adalah apa yang didapatkannya sepulang dari dokter (Helman,1990 ; Endar Sugiarto
1999; 47).

Puskesmas dan Rumah sakit pada masa lalu berbeda dengan yang sekarang.
Dulu, puskesmas dan Rumah sakit lebih condong ke kepentingan social dari pada bisnis,
sedangkan saat ini sesuai dengan perkembangan zaman semakin banyak Puskesmas dan
Rumah sakit yang dikelola pihak swasta dan mereka mengharapkan pemasukan
keuangan yang sesuai untuk menutupi biaya operasional dan modal penyediaan fasilitas
rumah sakit. Dengan pengelolaan yang lebih professional, tidak berarti Puskesmas dan
Rumah sakit sama sekali kehilangan sifat sosialnya. Pada dasarnya sistem di puskesmas
atau rumah sakit dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : operasional dan
manajerial. Sistem manajerial berarti mengelola Puskesmas atau Rumah sakit melalui
sistem administrasi, dalam sistem ini para petugas yang terlibat di dalamnya dapat
berhubungan dengan langsung maupun tidak langsung dengan pasien maupun
pengunjung peskesmas, sementara dalam sistem operasional sebagian besar tugasnya
langsung berhubungan dengan pasien.

Banyak orang yang pergi ke seorang petugas kesehatan tetapi hanya sedikit
orang yang senang melakukannya. Keluhan atau kepuasan tersebut tergantung pada
keadaan Puskesmas atau tempat praktek dokter, jenis tenaga kesehatan (dokter,
perawat, apoteker, petugas administrasi dan seterusnya) dan struktur sistem perawatan
kesehatan (biaya-biaya). Hal yang penting dalam pelayanan kesehatan adalah interaksi
antara pasien dan tenaga kesehatan. Sifat hubungan ini sangat penting karena
merupakan faktor utama yang menentukan kondisi konsultasi medis, yang akhirnya
menentukan kesehatan pasien tersebut (Endar Sugiarto 1999; 50) Dalam pelayanan
kesehatan ini lebih fokus pada tenaga medis, dokter, perawat, dan petugas, tata usaha
atau administrasi Puskesmas. Puskesmas tidak akan beroperasi dengan baik dan
profesional bila tidak ditunjang dengan unsur tersebut, terutama yang berhubungan
dengan masalah pelayanan.

Menurut Wye Kof (Love lode,1998) kualitas jasa diartikan sebagai tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan (Fandy Tjiptono 1996: 59). Administrator layanan
kesehatan walau tidak langsung memberikan layananan kesehatan, ikut bertanggung
jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, manajemen
keuangan dan logistic akan memberikan suatu tantangan dan kadang-kadang
administrator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga muncul
persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi
mutu pelayanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang
menjadi kebutuhan dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.

Setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang komperhensif


secara berjenjang, termaksud obat ,sesuai indikasi medis. Setiap pasien mempunyai hak
mendapat pelayanan kesehatan di Puskesmas. Puskesmas sering kali terbentur pada
keterbatasan seperti kekurangan sarana prasarana, kekurangan dokter spesialis. Oleh
karena itu pelayanan di Puskesmas di pengaruhi pula oleh mutu Puskesmas tersebut.
Untuk itu, cakupan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bukan semata tercover
dalam seratus persen cakupan penduduk miskin yang terlayani. Terlayaninya pasien
perlu di evaluasi dengan sejauh mana standar pelayanan yang diberikan oleh
Puskesmas. Tuntutan masyarakat adalah optimalnya pelayanan yang diberikan oleh
puskesmas. Demikian pula pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus optimal
dari segi mutu.

Puskesmas sebagai penyedia layanan kesehatan meliputi dimensi peningkatan,


pencegahan, pengobatan, dan pemeliharaan kesehatan, yang terjadi kepada terhadap
pasien. Pada umumnya adalah belum optimalnya perawatan yang diterima dan
peningkatan kesehatan. Diharapkan Puskesmas berperan dalam upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan pasien. Misalnya dengan konsultasi kesehatan bagi
pasien atau tindakan yang memegang prinsip sterilitas agar mencegah timbulnya
penyakit yang lebih parah. Kepuasan pasien di Puskesmas akan turut meningkatkan
mutu puskesmas tersebut. Sebab kepuasan klien adalah keberhasilan pelayanan
kesehatan. Optimalisasi pelayanan para pasien akan mendorong kemajuan suatu
Puskesmas. Peningkatan derajat kesehatan secara tidak langsung memberi jalan untuk
mempertingi produktifitas mereka sehingga pada akhirnya tercapai kemandirian dalam
kesadaran kesehatan. Dampak positifnya bagi puskesmas adalah citra positif yang akan
menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa puskesmas bukan layanan kesehatan
yang tidak bermutu.

Indikator menuju Indonesia Sehat salah satunya adalah indikator proses dan
masukan, Indikator ini salah satunya adalah persentase keluarga miskin yang mendapat
pelayanan kesehatan seratus persen. Oleh karena itu diharapkan Puskesmas sungguh-
sungguh memperhatikan pelayanan. Pelayanan puskesmas harus benar-benar
memenuhi standar pelayanan. Kesehatan pasien adalah jalur menuju keberhasilan
pembangunan kesehatan Indonesia. Rakyat miskin adalah kelompok yang rentan
terhadap kesehatan (utamanya ibu hamil, menyusui, bayi, dan balita). Rakyat miskin
rentan terhadap kesakitan karena latar belakang social ekonomi memberi kontribusi
yang sangat kompleks terhadap status kesehatan. Diantaranya adalah pengaruh gizi,
sanitasi, beban kerja, pendidikan, dan lain sebagainya. Dari beberapa perspektif diatas
pengertian yang lebih tepat untuk layanan kesehatan yang bermutu adalah suatu
layanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan
kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien atau konsumen ataupun
masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. (Imbalo S. Pohan, 2006; 17).

B. Sistem Kesehatan Nasional

Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply


side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap
wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam
bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih luas lagi,
sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO;
1996).

Sistem kesehatan di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak tahun 1982 yaitu
ketika Departemen Kesehatan RI menyusun dokumen system kesehatan di Indonesia
yang disebut Sistem Kesehatan Nasional (SKN).

Penyusunan dokumen tersebut didasarkan pada tujuan nasional bangsa


Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai
tujuan tersebut, maka dibentuklah program pembangunan nasional secara menyeluruh
dan berkesinambungan. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan
nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa
Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan


dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang tangguh. Sistem Kesehatan Nasional adalah
Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia
secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya (Perpres 72/2012 Pasal 1 angka 2).

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan


pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam
satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam
kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Dasar 1945 ( Depkes RI, 2004)

Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan


kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan
kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta
pemberdayaan masyarakat.

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua


komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

SKN perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara


keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, antara lain kondisi
kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan,
keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan
dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.
SKN disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan
kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan yang
adil dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada
kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan
dan melindungi kesehatan masyarakat, kepemimpinan, serta profesionalisme dalam
pembangunan kesehatan.

C. Peran Pelayanan Kesehatan Primer dalam Upaya Penguatan Sistem Kesehatan


Nasional

Di era jaminan kesehatan nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi terpusat
di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun pelayanan
kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medisnya. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS
Kesehatan.

Dalam implementasi sistem kesehatan nasional prinsip managed care


diberlakukan, dimana terdapat 4 (empat) pilar yaitu Promotif, Preventif, Kuratif dan
Rehabilitatif. Prinsip ini akan memberlakukan pelayanan kesehatan akan difokuskan di
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/Faskes Primer seperti di Puskesmas, klinik
atau dokter prakter perseorangan yang akan menjadi gerbang utama peserta BPJS
Kesehatan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Untuk itu kualitas faskes primer ini
harus kita jaga, mengingat efek dari implementasi Jaminan Kesehatan nasional ke
depan, akan mengakibatkan naiknya permintaan (demand) masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan karena kepastian jaminan sudah didapatkan. Jika
FKTP/faskes primer tidak diperkuat, masyarakat akan mengakses faskes tingkat lanjutan
sehingga akan terjadi kembali fenomena rumah sakit sebagai puskesmas raksasa.

Salah satu upaya terhadap penguatan fasilitas kesehatan primer ini, diharapkan
tenaga-tenaga medis yang berada di jenjang FKTP/Faskes Primer ini, harus memiliki
kemampuan dan harus menguasai hal-hal terbaru mengenai prediksi, tanda, gejala,
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan komprehensif mengenai berbagai penyakit.
Lebih jauh dan yang terpenting adalah kemampuan dalam hal pencegahan penyakit
yang kini menjadi produk lokal harus dipahami oleh setiap dokter yang bekerja di tengah
masyarakat agar pasien ke depan memperoleh pelayanan. Inilah yang disebut dengan
penguatan FKTP/Faskes Primer melalui fungsi promotif dan preventif.

Penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai manfaat yang diberikan
JKN berupa manfaat medis, khususnya untuk manfaat promotif dan preventif.
Seharusnya pemberi pelayanan kesehatan (PPK) tingkat I, Puskemas, klinik pratama,
atau yang setara, tidak lalai untuk memberikan layanan yang bersifat promotif dan
preventif kepada peserta JKN. Namun melihat kenyataan yang ada saat ini, apakah
Puskesmas sebagai PPK I sudah memberikan dan mengoptimalkan hal tersebut, padahal
hal tersebut sudah tertuang dalam paket manfaat yang diberikan dalam JKN? Dalam era
JKN ini malah Puskesmas lebih concern terhadap pelayanan kuratif sehingga yang terjadi
adalah kejadian pembludakan pasien marak terjadi di Puskesmas untuk mendapatkan
pelayanan pengobatan (kuratif). Hal ini seperti menunjukkan bahwa JKN hanya berfokus
pada pelayanan kuratif saja dan mengabaikan upaya promotif dan preventif.
Padahal notabene-nya Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang seharusnya
berfokus pada upaya kesehatan masyarakat bukan pada upaya kesehatan perseorangan.

Fokus pelayanan pada cakupan upaya kesehatan perorangan menjadikan


masyarakat terkena sindrom “sedikit-sedikit berobat”. Hal ini terlihat cukup banyak
kasus yang terjadi di lapangan, pasien datang dengan keluhan panas baru sehari sudah
langsung mendatangi pelayanan kesehatan untuk berobat. Kasus lain, adapula pasien
datang ke PPK I hanya untuk meminta surat rujukan untuk dapat berobat ke PPK II
(pasien menjadi “spesialis minded”). Kasus lain yang terjadi di PPK I adalah terkait
tenaga medis seperti “supir angkot kejar setoran” dalam memberikan pelayanan
terhadap peserta JKN. Tenaga medis hanya memeriksa peserta dalam waktu hitungan
menit, menanyakan sakit apa kemudian meresepkan obat dan pelayanan pun selesai.
Dimanakah upaya promotif, preventif perseorangan yang harusnya juga disediakan oleh
PPK I? Padahal upaya promotif dan preventif perorangan menjadi salah satu manfaat
yang dijamin dalam JKN. Jika ditilik lebih lanjut, sebenarnya dampak dari pengoptimalan
upaya preventif dan promotif cukuplah berarti dalam menurunkan angka kunjungan
peserta yang akan menggunakan jasa pelayanan kuratif, hal ini dikarenakan setelah
peserta mendapat paparan mengenai upaya preventif untuk kesehatan dirinya maka ia
akan lebih concern untuk menjaga kesehatannya dan tujuan untuk menyehatkan bangsa
pun dapat tercapai. Walaupun tentunya hal ini tidak dapat terjadi begitu saja,
butuh effort yang cukup besar untuk menjalankan itu semua.

Dalam peraturan-peraturan terkait JKN pun belum ada yang membahas secara
khusus mengenai besaran anggaran yang digunakan untuk pelayanan promotif dan
preventif. Permenkes No. 19 tahun 2014 tentang Penggunaan dana kapitasi jaminan
kesehatan nasional, hanya menjelaskan mengenai penggunaan dana kapitasi ditujukan
untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional
pelayanan kesehatan. Besaran yang ditentukan adalah untuk pembayaran jasa
pelayanan kesehatan sebesar 60% dari dana kapitasi dan untuk dukungan biaya
operasional merupakan selisih dari besar dana kapitasi dikurangi dengan besar alokasi
pembayaran jasa pelayanan, yang artinya sekitar 40% dari dana kapitasi. Pembiayaan
upaya promotif dan preventif masuk ke dalam dukungan biaya operasional bersamaan
dengan pembiayaan obat, alkes, BHP, dan kegiatan operasional pelayanan kesehatan
lainnya. Apakah ini dirasa cukup dan bisa optimal untuk pelaksanaan upaya promotif
dan preventif? Sepertinya jawabannya adalah belum, karena hingga saat ini promotif
dan preventif masih dianaktirikan oleh BPJS padahal hal ini sudah jelas diamanahkan
dalam UU No. 24 tahun 2012 dan Permenkes No. 28 tahun 2014.

Hendaknya pihak BPJS menilik lebih lanjut mengenai manfaat promotif dan
preventif, apakah dalam praktek di lapangannya hal ini dilaksanakan atau hanya sekedar
manfaat yang tercantum dalam peraturan yang mengatur mengenai JKN, apabila sudah
dilaksanakan apakah sudah optimal pencapaiannya atau belum. Hal ini dikarenakan
pembiayaan untuk pengobatan (kuratif) itu tidak akan ada habisnya sepanjang waktu
dan akan terus menerus meningkat jika tidak dibarengi dengan upaya promotif dan
preventif, baik lingkup perseorangan ataupun masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, dan negara bertanggung jawab


mengupayakan kesehatan yang berkualitas bagi setiap warga negaranya. sehat diartikan
sebagai suatu keadaan badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.

Pelayanan Kesehatan Primer merupakan sistem pelayanan kesehatan yang


melingkupi pendidikan mengenai masalah kesehatan, cara pencegahan penyakit, serta
pengendaliannya; peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi; penyediaan air
bersih dan sanitasi dasar, kesehatan ibu dan anak (termasuk keluarga berencana);
imunisasi; pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat, pengobatan
penyakit umum dan ruda paksa; serta penyediaan obat-obat esensial.

Salah satu upaya terhadap penguatan fasilitas kesehatan primer ini, diharapkan
tenaga-tenaga medis yang berada di jenjang FKTP/Faskes Primer ini, harus memiliki
kemampuan dan harus menguasai hal-hal terbaru mengenai prediksi, tanda, gejala,
penegakan diagnosis dan penatalaksanaan komprehensif mengenai berbagai penyakit.
Lebih jauh dan yang terpenting adalah kemampuan dalam hal pencegahan penyakit
yang kini menjadi produk lokal harus dipahami oleh setiap dokter yang bekerja di tengah
masyarakat agar pasien ke depan memperoleh pelayanan. Inilah yang disebut dengan
penguatan FKTP/Faskes Primer melalui fungsi promotif dan preventif.

B. Saran
Untuk mewujudkan sistem kesehatan nasional yang mampu menyelesaikan
permasalahan kesehatan di Indonesia, maka pemberdayaan layanan kesehatan primer
sangat perlu untuk dilakukan. Mengingat layanan kesehatan primer seharusnya
merupakan tujuan pertama masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Sangat penting bagi para tenaga media di layanan kesehatan primer ini untuk senantiasa
menggalakkan tindakan preventif dan promotif sehingga dapat menekan jumlah
kesakitan dan menumbuhkan paradigma sehat di kalangan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai