Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan nikmat dari pencipta yang harus kita syukuri setiap harinya.
Mengkonsumsi obat merupakan salah satu upaya manusia untuk menjaga dan memulihkan
kesehatan jasmani. Obat yang kita konsumsi memiliki komposisi bahan aktif dan bahan
pembantu bisa berasal dari hewani, nabati, atau sintesis. Bahan yang terbuat dari hewan bisa jadi
terbuat dari darah, babi ataupun hewan mati. Karena banyaknya obat yang beredar di masyarakat
yang diperjual belikan tanpa memiliki sertifikat halal dengan kelayakan yang jelas, ini akan
berindikasi mengandung komposisi bahan yang tidak halal atau berbahaya yang jika dikonsumsi
akan merusak tubuh atau menyebabkan kemadharotan untuk kesehatan tubuh manusia. Dalam
penelitan ini dilakukan untuk mengukur persepsi dan sikap masyarakat terhadap obat halal.
Karena tinggi rendahnya kepedulian masyarakat terhadap penggunaan obat halal dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu sikap dan presepsi masyarakat. Sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak (Notoadmodjo, 2012). Sedangkan persepsi merupakan proses
seseorang dapat mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan dengan
tujuan untuk memberi makna terhadap suatu lingkungan (Notoadmodjo, 2010). Tingginya
tingkat persepsi, dan sikap masyarakat maka akan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
obat halal. Kesadaran masyarakat tentang produk halal dan bahan baku produk berpengaruh
terhadap minat beli produk halal (Azam, 2016). Kesadaran masyarakat terhadap pembelian
produk dengan lebel halal juga menjamin keselamatan dalam mengkonsumsi obat yang dibeli.
Untuk mewujudakan perlindungan kepada masyarakat telah dikeluarkan undang-undang
oleh pemerintah mengenai konsumsi pangan, obat, maupun bahan kosmetika. Undang-Undang
nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal atau disingkat dengan UUJPH. Lima tahun
setelah Undang-Undang ini lahir, dikeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2019
tentang pelaksanaan UUJPH, yang diantaranya mengatur prosedur pelaksanaan pengurusan
sertifikat halal atau disebut dengan Proses Produk Halal, yaitu serangkaian kegiatan untuk
menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan,
pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.
Populasi muslim di Indonesia saat ini sudah ratusan juta, mengacu pada data demografis
oleh Kementrian Agama (2020), populasi umat beragama di Indonesia mayoritas memeluk
agama islam dengan persentase 87,2 % dari total 269,6 juta jiwa penduduk Indonesia. Jika
diproyeksikan dengan populasi muslim di dunia yang pada tahun 2030 diperkirakan mencapai
2,2 milyar (23% populasi dunia) maka Indonesia menyumbang sekitar 13,1% umat muslim di
dunia (Kemenag, 2020). Dari data demografis tersebut minat msyarakat terhadap obat halal
semakin tinggi karena mayoritas penduduk di Indonesia mayoritas islam. Dalam perspektif islam
mengkonsumsi makanan dijelaskan dalam Al-qur’an surat Al Baqoroh ayat 168 yaitu :

۟ ُ‫ض ِم َّما فِى ُكل‬


(١٦٨) ‫وا لنَّاسُ َأيُّهَا‬ ۟ ‫ين نَّهُۥل َّش ْي ٰطَن ُخطُ ٰ َوتِ َواَل تَتَّبع‬
ِ ْ‫ُوا َح ٰلَاًل طَيِّبًا َأْلر‬ ِ ِ ‫لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُّمبِ ٌ ِإ‬
Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.” (Q.S Al Baqoroh 168).
Mengacu pada undang-undang, perspektif islam, dan data demografis, sikap dan persepsi
masyarakat terhadap obat halal perlu diperhatikan untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan
populasi manusia dan juga mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi obat yang sudah
bersertifikat halal agar terhindar dari kemadhatan dan mencegah masuknya bahan-bahan bahaya
yang bisa merusak tubuh.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sedikit banyak terinspirasi dari penelitian yang telah
ada untuk dijadikan bahan referensi dan acuan baik kelebihan maupun kekurangan dari
penelitian sebelumnya. Menurut Sopa (2016) dalam islam.com dari sekitar 18.000 jenis obat
yang beredar di tengah masyarakat, ternyata hanya 22 jenis yang sudah mendapatkan sertifikat
halal untuk digunakan oleh umat Islam. Jenis obat tersebut antara lain produk minyak freshcare
aromatheraphy, Holistic Bio medicare, Obat Herba Nusantara, Menveo Meningococcal Group
A,C,W135 Y Conjugate Vaccine (kategori vaksin), dll. Lembaga Pengkajian dan Pengawasan
Obat dan Makanan (LPPOM) MUI menyatakan 28 item dari sekitar 18.401 jenis obat yang
beredar di masyarakat bersertifikat halal MUI tercatat per Januari 2014 hanya kurang dari 1%
obat-obatan yang beredar saat ini memiliki sertifikasi halal berasal dari lima perusahaan farmasi.
Trisnawati (2016) pada penelitian tingkat pengetahuan terhadap tenaga kesehatan di rumah
sakit daerah Kabupaten Banyumas tentang kehalalan obat memiliki tingkat pengetahuan tinggi
yaitu sebanyak 96% sebanyak 73 responden karena nilai menunjukkan angka diatas 50%
sehingga dikategorikan memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Sedangkan pada sikap resp
onden tentang 4 kehalalan obat memiliki tingkat sikap yang tinggi atau baik yaitu sebanyak 97%
sebanyak 74 responden karena nilai menunjukkan angka diatas 50% sehingga dikategorikan
memiliki sikap yang baik terhadap kehalalan obat.
Dibuktikan juga pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2017) bahwa pengetahuan
konsumen dalam penggunaan dan pengetahuan terhadap kehalalan obat didapatkan data
sebanyak (23%) responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik mengenai kehalalan obat,
pada responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup mengenai kehalalan obat sebanyak
(67%) dan sebanyak (10%) memiliki tingkat pengetahuan yang buruk mengenai kehalalan obat.
Tingkat sikap dan persepsi konsumen terhadap kehal alan obat sebanyak (100%) responden
dengan sikap dan persepsi yang baik. Konsumen lebih memilih membeli obat halal dengan
menjawab sangat setuju (69%) dan setuju (31%). Konsumen setuju jika perusahaan dengan jelas
melabeli bungkus obat dengan logo “Halal” dan “Haram” sangat setuju (34%) dan setuju (62%).
Masyarakat Indonesia saat ini mulai tertarik dengan halal life style, dimana kesadaran
masyarakat tentang mengkonsumsi dan menggunakan produk halal semakin tinggi. Hal ini
bukan lagi hanya untuk kaum muslim saja, bagi kaum non muslim juga sudah menjadi budaya
sehari-hari untuk memilih produk yang ber lebel halal. Hal ini terbukti dengan maraknya iklan
yang menyebutkan produk yang di keluarkan sudah bersertifitat halal dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Kesadaran masyarakat tentang mengkonsumsi produk halal tidak lepas dari
dasar pemahaman agama dan edukasi dari produsen tentang sertifikat halal. Hal ini
mengakibatkan toko-toko dan produk makanan mencantumkan kata halal, sebagaimana
contohnya di Amerika dan Eropa telah menggunakan kata halal untuk kepercayaan dan
kebutuhan konsumen khususnya konsumen muslim (Salea, 2014).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang diuraikan diatas dapat diketahui bahwa tingkat
presepsi dan sikap mengenai obat halal secara rasional masih termasuk ke dalam kategori yang
cukup. Tingkat presepi dan sikap konsumen dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari
internal maupun eksternal. Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih mengenai tingkat
presepsi dan sikap masyarakat terhadap kehalalan obat, peneliti melakukan penelitian ini di
Kabupaten Bojonegoro, karena mayoritas masyarakat bojonegoro beragama Islam. Tingginya
tingkat pengetahuan, persepsi, dan sikap masyarakat maka akan meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap obat halal. Kesadaran masyarakat tentang produk halal dan bahan baku
produk berpengaruh terhadap minat beli produk halal (Azam, 2016).
Presepsi dan sikap masyarakat terhadap produk halal tidak terlepas dari aktifitas yang
masyarakat lakukan. Semakin masyarakat rajin mencari informasi mengenai produk halal maka
secara alami masyarakat juga dapat meningkatkan pengetahuan, presepsi dan sikapnya terhadap
produk halal (Muchith, 2013). Peran tenaga kesehatan maupun apoteker diperlukan dalam
menginformasikan kehalalan produk kepada masyarakat. Selain itu peran apoteker diperlukan
untuk mewujudkan produk farmasi yang halal secara bertahap. Apoteker harus turut aktif dalam
produk farmasi yang disebarluaskan di masyarakat, dengan memberikan pemahaman yang benar
terhadap kehalalan suatu produk. Hal tersebut berguna untuk meningkatkan pengetahuan,
presepsi dan sikap masyarakat tentang produk halal.
Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui presepsi dan sikap masyarakat terhadap
kehalalan obat maka penulis melakukan peneliatian tentang persepsi dan sikap masyarakat Desa
Kedungrejo Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro, yang mayoritas masyarakatnya beragama
islam.
1.2 Rumusan Masalah
Melihat latar belakang masalah tersebut dapat dirumusakan suatu permasalahan :
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kehalalan obat di desa Kedungrejo ?
2. Bagaiman sikap masyarakat terhadap kehalalan obat di Desa Kedungrejo ?

1.3 Batasan Masalah


Untuk menghindari kemungkinan meluasnya pembahasan dari seharusnya, perlu kiranya
dilakukan batasan – batasan permasalahan sebagai berikut :
1. Objek penelitian ini adalah masyarakat Desa Kedungrejo

1.4 Tujuan
Untuk menjawab pokok permasalahan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, maka
pembuatan skripsi ini dititik beratkan pada pencapaian tujuan yaitu :
1. Mengetahui gambaran persepsi masyarakat terhadap kehalalan obat di desa Kedungrejo
2. Mengetahui gambaran sikap msyarakat terhadap kehalalan obat di desa Kedungrejo

1.5 Manfaat penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak – pihak terkait,
diantaranya :
1. Bagi masyarakat
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
kepada masyarakat untuk mengkonsumsi obat halal.
2. Bagi peneliti
Dengan dilakukannya penelitian ini penulis dapat mengembangkan memikiran dan juga
untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh
selama perkuliahan.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat digunakan untuk memperluas referensi pustaka mengenai
mengkonsumsi obat halal.

Anda mungkin juga menyukai