Anda di halaman 1dari 28

RENCANA PENELITIAN

JUDUL : TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT


YANG MELAKUKAN SWAMEDIKASI OBAT
ANTIPIRETIK DI APOTEK AL-AZZURA FARMA
MAKASSAR
NAMA : NUR FATIMAH RAHMADANI AMRAN
NIM : PO713251181031
PRODI : D-3 FARMASI
PEMBIMBING I : Djuniasti Karim, S.Si., M.Si., Apt.
II : Arisanty, S.Si., M.Si, Apt.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan.
Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh
kesehatannya kembali. Pilihan untuk mengupayakan kesembuhan dari suatu
penyakit antara lain adalah dengan berobat ke dokter atau mengobati diri
sendiri. Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 tentang
Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat
Bagi Tenaga Kesehatan bahwa swamedikasi merupakan upaya yang paling
banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi gejala penyakit sebelum
mencari pertolongan dari tenaga kesehatan.(Aziz, 2020)
Banyaknya obat-obatan yang dijual di pasaran memudahkan
seseorang melakukan pengobatan sendiri terhadap keluhan penyakitnya,
karena relatif lebih cepat, hemat biaya, dan praktis tanpa perlu periksa ke
dokter. Namun untuk melakukan pengobatan sendiri dibutuhkan informasi
yang benar agar dapat dicapai mutu pengobatan sendiri yang baik, yaitu
tersedianya obat yang cukup dengan informasi yang memadai akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami.
Pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi kriteria penggunaan obat
yang rasional, antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis obat,
tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya
interaksi obat, dan tidak adanya polifarmasi. Dalam praktiknya, kesalahan
penggunaan obat dalam swamedikasi ternyata masih terjadi, terutama karena
ketidaktepatan obat dan dosis obat. Apabila kesalahan terjadi terus-menerus
dalam waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan resiko pada
kesehatan (Aziz, 2020).
Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2014
menunjukkan bahwa presentase penduduk yang melakukan swamedikasi atau
pengobatan diri sendiri akibat keluhan kesehatan yang dialami sebesar
61,05%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia
masih cukup besar. Alasan masyarakat Indonesia melakukan swamedikasi
atau peresepan sendiri karena penyakit dianggap ringan (46%), harga obat
yang lebih murah (16%) dan obat mudah diperoleh (9%) (Statistik, 2016).
Antipiretik digunakan untuk membantu mengembalikan suhu set
point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan
prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus.
Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun
pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena
bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan
antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi
hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air (Lastari, 2020).
Menurut data, demam menjadi salah satu keluhan yang sering diatasi oleh
masyarakat secara swamedikasi. Tingginya upaya masyarakat dalam
mengatasi demam ditunjukkan berdasarkan data 19-30% kunjungan ke dokter
dengan keluhan demam (Qommarudin et al., 2016)
Pengetahuan dan wawasan yang luas pada umumnya sangat
diperlukan karena sangat berpengaruh dalam penerimaan informasi, dalam
hal ini seseorang dapat mengatasi secara aktif penyakit yang terjadi pada
dirinya maupun keluarganya, efek dari pengetahuan yang kurang akan
berdampak pada perilaku pengobatan yang tidak rasional, sehingga
mengakibatkan kurangnya kualitas dari pengobatan tersebut.
Oleh karena itu peneliti melakukan survey awal sebanyak 20 orang di
salah satu Apotek di makassar yaitu Apotek Al Azzura Farma, dari hasil
survey tersebut banyaknya ditemukan kasus swamedikasi dalam pengobatan
penyakit antipiretik. Diantaranya seorang pasien yang datang ke apotek
membeli obat antipiretik sesuai dengan pengalaman dan informasi yang
didapatkan dari keluarga atau kerabat, mengenai informasi yang tidak tepat
dalam penyampaian aturan pemakaian obat antipiretik, dimana jika
penggunaan obat antipiretik digunakan secara terus menerus hingga obat
habis walau gejala demam hilang atau sembuh akan menimbulkan sifat toksik
dalam tubuh.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tersebut dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat dalam melakukan swamedikasi obat antipiretik di Apotek Al
Azzura Farma, serta belum adanya penelitian mengenai tingkat pengetahuan
swamedikasi antipiretik di Apotek tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat yang melakukan
swamedikasi antipiretik di apotek Al- Azzura Farma Makassar ?
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
masyarakat dalam melakukan swamedikasi antipiretik di Al- Azzura Farma
Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini , yaitu :
1. Sebagai upaya agar dapat mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat
dalam hal swamedikasi antipiretik.
2. Menambah wawasan bagi peneliti tentang pegobatan secara swamedikasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah pemahaman teoritis dan praktis (know-how)
yang dimiliki oleh manusia. Pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat
penting bagi intelegensia orang tersebut. Pengetahuan dapat disimpan
dalam buku, teknologi, praktik, dan tradisi. Pengetahuan yang disimpan
tersebut dapat mengalami transformasi jika digunakan sebagaimana
mestinya. Pengetahuan berperan penting terhadap kehidupan dan
perkembangan individu, masyarakat, atau organisasi (Sanifah, 2018)
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi pengetahuan


seseorang yaitu :

a. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola fikir seseorang,
semakin bertambahnya usia maka semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola fikir seseorang. Setelah melewati usia madya
(40-60 tahun), daya tangkap dan pola fikir sesorang akan menurun
(Sanifah, 2018).
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat kemampuan
seseorang dalam memahami dan menyerap pengetahuan yang
telah di peroleh. Umumnya, pendidikan mempengaruhi suatu
proses pembelajaran, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka semakin baik tingkat pengetahuannya (Sanifah, 2018).
c. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu proses dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang telah di peroleh dalam memecahkan masalah
yang di hadapi saat masa lalu dan dapat di gunakan dalam upaya
memperoleh pengetahuan (Sanifah, 2018).
d. Social ekonomi atau pekerjaan
Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup
disesuaiakn dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut
pengetahuan yang dimiliki harus di pergunakan semaksimal
mungkin, begitu pula dalam mencari bantuan kesarana kesehatan
ada, mereka sesuaikan dengan pendapatan (Aziz, 2020)

B. Swamedikasi
a. Tinjauan Swamedikasi
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari
upaya masyarakat dalam menjaga kesehatannya sendiri. Pada
pelaksanaanya, swamedikasi atau pengobatan sendiri dapat menjadi
masalah terkait obat (Drug Related Problem) akibat terbatasnya
pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya (Sasmita, 2018)
Swamedikasi atau pengobatan secara mandiri adalah salah satu
upaya untuk pemilihan dan penggunaan obat oleh seseorang untuk
mengobati penyakit atau gejala penyakit yang dirasakan. Swamedikasi
merupakan plihan pertama dari 60% masyarakat dalam mengatasi
permasalahan kesehatan yang dialami, dan lebih dari 80% yang
melakukan swamedikasi menggunakan obat modern. Swamedikasi akan
memberikan manfaat dan keuntungan jika dilakukan secara benar dan
tepat. Untuk dapat melakukan swamedikasi dengan benar maka gejala
penyakit dan informasi terkait obat perlu dipahami terlebih dahulu.
Informasi terkait obat yang perlu dipahami meliputi : jenis obat, kegunaan
obat, cara penggunaan, aturan penggunaan, lama penggunaan, efek
samping obat, dan kontra indikasi obat. Swamedikasi dapat dilakukan
masyarakat dengan bantuan seorang Apoteker di Apotek (Titien Siwi
Hartayu, Yosef Wijoyo, 2018)
Ketika pasien atau konsumen memilih untuk melakukan
pengobatan sendiri atau swamedikasi, ada beberapa hal yang perlu untuk
diperhatikan agar pengobatan sendiri tersebut dilakukan dengan tepat dan
bertanggung jawab, antara lain (Aziz, 2020) :
1. Pada pengobatan sendiri, pasien bertanggung jawab terhadap obat
yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya baca label obat secara
seksama dan teliti.
2. Jika pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri maka ia
harus dapat :
a. Mengenali gejala yang dirasakan.
b. Menentukan apakah kondisi mereka sesuai untuk melakukan
pengobatan sendiri atau tidak.
c. Memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya.
d. Mengikuti instruksi yang sesuai pada label obat yang
dikonsumsi.
3. Pasien juga harus mempunyai informasi yang tepat mengenai obat
yang mereka konsumsi. Konsultasi dengan dokter merupakan pilihan
terbaik bila dirasakan bahwa pengobatan sendiri atau swamedikasi
yang dilakukan tidak memberikan hasil dengan apa yang diharapkan.
4. Setiap orang yang melakukan swamedikasi harus menyadari
kelebihan dan kekurangan dari pengobatan sendiri yang dilakukan
Kecenderungan swamedikasi yang masih tinggi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya persepsi masyarakat mengenai penyakit
ringan, harga obat yang relatif lebih murah, serta kepraktisan dalam
penggunaan obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi penyakit
ringan dengan penanganan sendiri menggunakan obat-obat yang dapat
dibeli tanpa resep dokter. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan saat terapi swamedikasi pasien yaitu perilaku swamedikasi
di kalangan masyarakat (Jayanti et al., 2020)

b. Penyakit yang bisa diatasi secara swamedikasi


Dalam pelayanan kesehatan di Indonesia, peran masing – masing
tenaga kesehatan sudah diatur dalam peraturan perundang – undangan
dengan sangat jelas, demikian pula dengan peran apoteker. Ada
kewenangan yang diberikan kepada seorang apoteker untuk membantu
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya, yaitu penyakit yang
dapat diatasi secara mandiri tanpa harus periksa ke dokter. Beberapa
penyakit tersebut antara lain :
1) Penyakit infeksi ringan
Contoh penyakit infeksi ringan antara lain demam, flu, batuk, pilek,
yang disebabkan oleh infeksi virus dan dapat sembuh dalam waktu 3-
5 hari, dengan bantuan obat bebas, bebas terbatas atau obat wajib
apotek.
2) Pemeliharaan penyakit kronik dan penyakit tanpa gejala
Pemeliharaan penyakit kronik contohnya adalah pengulangan obat
rutin seperti DM, obat asma, obat TBC dan obat KB. Pelayanan
swamedikasi untuk kasus tersebut harus memperhatikan batasan –
batasan sesuai peraturan yang berlaku, terutama batasan jumlah obat
yang boleh diberikan. Selain itu, rekomendasi untuk periksa dokter
secara rutin harus selalu disampaikan. (Titien Siwi Hartayu, Yosef
Wijoyo, 2018)

c. Faktor yang mempengaruhi dalam memilih swamedikasi dalam


pengobatan
Swamedikasi memang merupakan pilihan dan sudah menjadi
kebiasaan di masyarakat, hal itu sebabkan oleh beberapa factor antara
lain:
1. Kondisi ekonominya mahal dan tidak terjangkaunya pelayanan
kesehatan, seperti biaya rumah sakit dan berobat ke Dokter, membuat
masyarakat mencari pengobatan yang lebih murah untuk penyakit-
penyakit yang relatif ringan.
2. Berkembangnya kesadaran akan arti penting kesehatan bagi
masyarakat karena meningkatnya sistem informasi, pendidikan dan
kehidupan sosial ekonomi, sehingga meningkatkan pengetahuan
untuk melakukan swamedikasi
3. Kampanye swamedikasi yang rasional di masyarakat mendukung
perkembangan farmasi yang komonitas.
4. Semakin banyak obat yang dahulu termasuk obat keras dan harus
diresepkan Dokter, dapat perkembangan ilmu kefarmasian yang
ditinjau dari khasiat dan keamanan obat diubah menjadi (obat wajib
apotik, obat bebas terbatas, dan obat bebas) sehingga memperkaya
pilihan masyarakat terhadap obat.
5. Semakin tersebarnya distribusi obat melalui warung obat desa yang
berperan dalam peningkatan pengenalan dan penggunaan obat,
terutama obat tanpa resep dalam swamedikasi.
6. Promosi obat bebas dan bebas terbatas yang gencar dari pihak
produsen baik melalui media cetak maupun elektronik bahkan sampai
beredar sampai kepelosok Desa (Aziz, 2020)
d. Resiko Swamedikasi
Pengobatan sendiri membawa beberapa resiko, yaitu gejala
tersamarkan dan tidak dikenali sebagai penyakit serius, selain
penggunaan obat yang kurang tepat.
1) Tidak mengenali keseriusan gangguan
Keluhan dapat dinilai keliru atau mungkin tidak dikenali
sehingga pengobatan sendiri tidak menimbulkan perbaikan.
Gangguan-gangguan bisa menjadi lebih parah sehingga terlambat
pengobatannya dan dokter mungkin perlu menggunakan obat – obat
yang lebih keras.
2) Penggunaan obat kurang tepat
Resiko lain adalah dapat terjadinya pemilihan obat yang keliru
terlampau lama atau dalam takaran yang terlau besar. Contoh yang
dapat diambil pada obat tetes hidung dan obat sembelit (laxsansia),
yang bila digunakan terlampau lama dapat memperburuk keluhan.
Begitu pula apa yang dinamakan obat - obat alamiah, yang mencakup
ramuan jamu dan tumbuhan yang dikeringkan, sering kali dianggap
lebih baik dan lebih aman. Namun pada penggunaan jamu masih
sangat kurang efektif karena sering kali mengadung zat aktif yang
akan menimbulkan efek samping yang berbahaya. (Setya Enti
Rikomah, M.farm., 2018)

e. Penggolongan obat untuk swamedikasi


Golongan obat yang digunakan untuk melakukan swamedikasi, yaitu :
a. Obat bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan
dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan
etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna
hitam. Contoh obat dari golongan ini adalah parasetamol.

Gambar. Logo Obat Bebas

b. Obat bebas terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk
obat keras, tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep
dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan
garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan selalu tercantum pada
kemasan obat bebas terbatas sebagai berikut:

Gambar. Tanda peringatan obat bebas


Gambar. Logo obat bebas terbatas

c. Obat Wajib Apotek


Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan
oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Apoteker di
apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat dimaksud
diwajibkan untuk (Kemenkes Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990).
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan Obat Wajib Apoteker yang bersangkutan.
2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya,
kontra indikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu
diperhatikan oleh pasien. (Aziz, 2020)

C. Anti Piretik
a. Tinjauan Antipiretik
Antipiretik ialah golongan obat yang bisa menurunkan
temperatur badan. Golongan obat yang termasuk antipiretik diantaranya
yaitu acetaminophen, ibuprofen, serta aspirin. mekanisme kerja
antipiretik dengan memblokade produksi prostaglandin yang berperan
sebagai penginduksi suhu pada termosfat. Obat-obatan antipiretik banyak
dikonsumsi masyarakat untuk menurunkan demam, salah satu obat yang
seringkali dipergunakan yaitu parasetamol. Parasetamol bekerja pada
tubuh dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin sebagai
akibatnya dapat menurunkan demam. tetapi, Bila obat sintetik tersebut
terus dikonsumsi pada jangka panjang mengakibatkan efek samping
dalam tubuh. termofat (Sapti, 2019)
Menurut Husori, D.I., 2016 obat yang dapat menurunkan suhu
demam kembali ke suhu normal bekerja melalui penghambatan enzim
siklooksigenase-2 pada susunan saraf pusat sehingga dapat mencegah
terjadinya konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin yang
merupakan perantara demam. prosedur aksi antipiretik ialah dengan
memblokade produksi prostaglandin yang berperan menjadi penginduksi
suhu pada termostat hipotalamus (Rahayu & Andini, 2019).

b. Tinjauan Tentang Demam


Demam adalah salah satu gangguan kesehatan yang ditandai
dengan kenaikan suhu tubuh diatas suhu tubuh normal yaitu 36-37‫ﹾ‬C.
Demam diawali dengan kondisi menggigil saat terjadi kenaikan suhu, lalu
terjadi kemerahan pada permukaan kulit. Kondisi menggigil terjadi
karena peningkatan sintesis prostaglandin yang mengatur thermostat pada
hipotalamus pada suhu yang lebih tinggi. Prostaglandin bekerja pada
pusat termoregulasi hipotalamus sehingga terjadi peningkatan produksi
panas serta penurunan evaporasi (Sapti, 2019).
Proses terjadinya demam menjadi salah satu gangguan adaptasi pada
tubuh dan jika didukung dengan intervensi yang tepat maka dapat
menghasilkan respon yang adaptif, namun bila sebaliknya maka akan
terjadi respond maladaptif. Demam dapat dialami berbagai usia baik anak
- anak maupun orang dewasa. Kondisi seseorang saat demam sebenarnya
tidak berbahaya, tetapi jika mengalami kenaikan suhu tubuh yang tinggi
dapat membahayakan dan menyebabkan kejang pada anak maupun orang
dewasa. Pada umumnya kondisi tubuh saat demam sebagai salah satu
gejala yang menyertai penyakit infeksi. Demam akibat infeksi terjadi
yang ditandai dengan respons terhadap masuknya mikroba yang
menyebabkan pengeluaran prostaglandin. (Sapti, 2019)
Gejala demam dihasilkan oleh hasil kerja dari sitokin yang
menyebabkan peningkatan titik patokan suhu pada pusat pengatur suhu di
Hipotalamus Sitokin sebagai suatu pirogen endogen (penghasil panas),
yang dapat menyebabkan demam dengan menghasilkan prostaglandin,
kemudian meningkatkan titik patokan termoregulasi hipotalamus.
Dengan terjadinya peningkatan titik patokan tersebut, maka hipotalamus
mengirim sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh. Demam dapat
membantu suatu organisme dengan meniadakan infeksi, namun demam
tinggi dapat merusak sel terutama sel-sel di susunan saraf pusat (Aziz,
2020)
Proses terjadinya demam diawali dengan sel-sel darah putih,
seperti monosit, limfosit, dan neutrophil yang di stimulasi oleh pirogen
eksogen yang berupa toksin, mediator inflamasi, dan reaksi imun,
kemudian sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yaitu
pirogen endogen dan pirogen eksogen yang akan merangsang
endothelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin
yang terbentuk akan meningkatkan patokan thermostat dipusat
termoregulasi hipotalamus, sedangkan hipotalamus akan merespond suhu
tubuh sekarang lebih rendah dibandingkan dengan suhu patokan yang
baru dan memicu terjadinya mekanisme peningkatan suhu tubuh menjadi
panas seperti menggigil. Menggigil terjadi karena pengurangan panas dan
peningkatan produksi panas yang menyebabkan suhu tubuh naik menuju
patokan yang baru (Sapti, 2019)
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006,
Pilihan obat untuk mengatasi Demam pada swamedikasi ialah obat dari
golongan analgetik-antipiretik atau antiinflamasi non-steroid (AINS),
antara lain Parasetamol dan Asetosal. Kedua jenis obat tersebut selain
mempunyai efek antipiretik, juga mempunyai efek analgetik. Selain
kedua obat tersebut, juga dapat digunakan obat AINS lainnya yaitu
Ibuprofen. Obat-obat tersebut bekerja dengan menghambat pembentukan
prostaglandin. (Aziz, 2020)
Berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997),
perlu diperhatikan bahwa obat penurun panas atau antipiretik hanya
mengurangi gejala penyakit, namun tidak mengobati penyakit yang
menyebabkan timbulnya Demam. (Aziz, 2020)
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1997)
menyataan bahwa dosis pemakaian obat antipiretik untuk dewasa
umumnya adalah 3-4 kali sehari. Batas waktu pemakaian obat antipiretik
pada swamedikasi tidak lebih dari 2 hari. (Aziz, 2020)

Tipe-tipe demam yang sering dijumpai

Tabel 2.1 Tipe-Tipe Demam

No Jenis Demam Penjelasan


1. Demam Septik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke
tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ke tingkat di atasnormalpada pagi
Hari
2. Demam Hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke
tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ke tingkat yangnormalpada pagi hari
3. Demam Remiten Pada demam ini, suhu badan dapat turunsetiap hari
tetapi tidak pernah mencapai suhu normal
4. Demam Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang
Intermiten normal selama beberapa jam dalam satu hari
5. Demam Kontinyu Pada demam ini, terdapat variasi suhu
sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari satu
derajat.
6. Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama
beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas
demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
oleh kenaikan suhu seperti semula.

c. Terapi Non Farmakologi Demam


Adapun yang termasuk dalam terapi non farmakologi dari
penatalaksanaan demam:
1) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi
dan beristirahat yang cukup.
2) Tidak memberikan penderita menggunakan pakaian tebal yang
berlebihan pada saat menggigil.
3) Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat
memberikan rasa nyaman kepada penderita.
4) Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres
hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan
meningkatkan kembali suhu inti (Aziz, 2020)

d. Terapi Farmakologi Demam


Pengobatan penyakit demam dapat dilakukan dengan meberikan
obat analgesik/antipiretik. Antipiretik bekerja menghambat enzim COX
20 (Cyclo-Oxygenase) sehingga pembentukan prostaglandin terganggu
dan selanjutnya menyebabkan terganggunya peningkatan suhu tubuh.
Terdapat berbagai macam obat antipiretik yang beredar di Indonesia,
misalnya parasetamol, ibuprofen, aspirin, acetosal, metamizole, turunan
pirazolon. Namun yang sering digunakan pada pengobatan secara
swamedikasi yaitu parasetamol, ibuprofen, dan aspirin karena
jangkauannya lebih mudah dan harga relatif murah. Oleh karena itu
berikut akan dibahas mengenai penggunaan parasetamol, ibuprofen, dan
aspirin sebagai obat antipiretik.(Aziz, 2020)
a. Paracetamol (Asetaminofen)
Parasetamol ini merupakan derivat para amino fenol.
Parasetamol merupakan penghambat prostaglandin yang lemah. Efek
analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek iritasi, erosi, dan
perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga
gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa.
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam
(antipiretik) adalah Parasetamol (Asetaminofen). Sebagai antipiretik,
obat Parasetamol akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan
demam, namun tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena
bersifat toksik apabila digunakan secara rutin atau terlalu lama (Aziz,
2020)
Selain itu daya antipiretik obat Parasetamol berdasarkan
rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya
pengeluaran kalor yang disertai keluarnya banyak keringat (Aziz,
2020)
Asetaminophen umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang
paling aman, juga untuk swamedikasi. Efek analgetiknya dapat
diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50%. Resorpsinya dari usus
cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. Dalam hati, zat
tersebut diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi
melalui saluran kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat. Efek
samping tak jarang terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan
darah. Parasetamol termasuk dalam daftar obat kategori aman untuk
wanita hamil juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu.
Dosis dewasa untuk nyeri dan demam oral 2-3 kali sehari 0,5-1 gram,
maksimum 4 gram/hari (Aziz, 2020)
b. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat
sebagai antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Efek analgesiknya
sama seperti aspirin, sedangkan daya antiinflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung, dan
perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping
hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik.
Efek lainnya seperti aritema kulit, sakit kepala, dan trombositopenia
jarang terjadi. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut, terutama
bila dikombinasikan dengan asetaminofen. Dosis terapeutik yaitu 5-
10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam. (Aziz, 2020)
c. Aspirin
Aspirin atau yang disebut dengan Asam Asetil Salisilat sering
digunakan sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin
tidak direkomendasikan pada anak <16 tahun karena terbukti
meningkatkan risiko Sindroma Reye. Aspirin juga tidak tidak
dianjurkan untuk demam ringan karena memiliki efek samping
merangsang lambung dan perdarahan usus. Efek samping lain, seperti
rasa tidak enak di perut, mual, dan pendarahan saluran cerna biasanya
dapat dihindarkan bila dosis per hari tidak lebih dari 325 mg. (Aziz,
2020)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu
untuk mengetahui pengetahuan masyarakat yang melakukan swamedikasi
obat antipiretik dengan membuat penelitian berdasarkan kuesioner melalui
media Google form.
B. Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Makassar, mulai dari bulan Januari – Juni
tahun 2021.
C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah keseluruhan pengunjung

Apotek Al Azzura Farma Makassar yang berjumlah 350 orang.

2. Teknik pengambilan sampel


Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam
penelitian ini teknik Nonprobability Sampling yaitu teknik Sampling
Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau
kriteria tertentu dari penelit (Prof. Dr. Sugiyono, 2018).
3. Sampel

Pada penelitian ini, sampel yang diambil berdasarkan kriteria


tertentu, antara lain :

a. Usia 17 – 40 tahun
b. Pengunjung yang melakukan swamedikasi di Apotek Al Azzura
Farma
c. Mengetahui obat apa saja yang termasuk dalam obat antipiretik
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yaitu statistik deskriptif (analisis univariat)
menggunakan skala Guttman. Pertanyaan disusun berdasarkan item
pernyataan yang berkaitan dengan hal apa saja yang perlu diketahui saat
melakukan swamedikasi antipiretik. Kuesioner untuk pernyataan
pengetahuan terdapat 15 pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban “benar” dan
jawaban “salah” dengan pertimbangan sederhana, mudah dipahami dan
dikerjakan oleh responden dengan melalui media Google from. Tiap
pertanyaan ditentukan jenis pernyataan positif (favorable) dan pernyataan
negative (unfavorable) untuk variasi jawaban tiap pernyataan.
Kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan skala
Guttman :
Skor untuk jawaban yang benar :1
Skor untuk jawaban yang salah :0
Rumus yang digunakan untuk mengukur presentase dari jawaban yang
didapat dari kuesioner menurut Arikunto (2013), yaitu :
Jumlah nilai yang benar
Presentase x 100 %
Jumlah Soal
mencari persentasi subjek sesuai dengan tingkat pengetahuan yang
dikelompokkan, yaitu (Natalia et al., 2020):
1. Pengetahuan tinggi : > 80%
2. Pengetahuan sedang : 60 – 79%
3. Pengetahuan rendah : < 60%
E. Definisi Operasional

1. Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu


seseorang terhadap objek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang
cenderung dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang.
2. Swamedikasi atau pengobatan sendiri ialah bagian dari salah satu upaya
masyarakat dalam menjaga kesehatan dirinya sendiri. Umumnya
swamedikasi dilakukan unutuk mengatasi keluhan atau penyakit ringan
yang banyak dialami oleh masyarakat seperti demam, batuk, flu, nyeri,
diare dan gastritis. Swamedikasi atau pegobatan sendiri dapat menjadi
dua persoalan terkait obat (Drug Related Problem) dampak terbatasnya
pengetahuan tentang obat dan penggunaannya.
Lampiran 1

SKEMA PENELITIAN

Pengurusan surat izin penelitian di Kampus Jurusan Farmasi


Poltekkes Kemenkes Makassar

Membawa surat izin kepada pihak Apotek Al- Azzura Farma

Membagikan kuesioner kepada Masyarakat/pasien Apotek


dengan melalui media Google from

Pengumpulan dan pengolahan data

Hasil dan Pembahasan


Lampiran. 2

KUESIONER PENELITIAN
TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT YANG MELAKUKAN
ANTIPIRETIK DI APOTEK AL AZZURA FARMA MAKASSAR
A. Karakteristik Responden
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Pertanyaan Pembuka
1. Pernahkah anda meminum obat yang dibeli tanpa resep dokter ?
 Ya
 Tidak

2. Dimanakah anda memperoleh obat ?


 Apotek
 Warung
 Toko obat
 Supermarket

3. Dimanakah anda mendapatkan informasi mengenai obat ?


 Iklan & media cetak/elektronik
 Pengalaman penggunaan obat
 Petugas kesehatan (dokter, apoteker, perawat, bidan, mantri)
 Saran dari orang lain
B. Pernyataan Tingkat Pengetahuan Yang Melakukan Swamedikasi
Antipiretik
No Pernyataan Tanggapan
B S
.
1. Benarkah arti kata Swamedikasi adalah mengobati
penyakit/gejala dengan menggunakan obat tanpa resep
dokter ? (+)
2. Apakah obat-obat yang memiliki tanda lingkaran hijau
atau biru pada kemasannya adalah obat-obat yang
boleh dibeli tanpa resep dokter ? (-)
3. Benarkah dosis obat/jumlah obat yang diminum anak-
anak sama dengan dosis obat/jumlah obat yang
diminum oleh orang dewasa ? (+)
4. Obat-obat yang boleh dibeli tanpa resep dokter selalu
diminum 3 kali sehari (+)
5. Aturan minum obat 3 kali sehari, berarti obatnya
seharusnya diminum setiap 8 jam (-)
6. Pengertian dari indikasi obat adalah kegunaan dari
suatu obat (-)
7. Bila tubuh terasa demam harus menggunakan pakaian
yang tebal (+)
8. Obat penurun demam diminum sampai habis
walaupun demamnya sudah membaik (-)
9. Obat penurun demam harus diberikan dengan resep
dokter (-)
10. Penggunaan obat demam perlu dikonsultasikan kepada
dokter/apoteker ketika akan mengkonsumsi (+)
11. Paracetamol selain dapat menurunkan demam dapat
pula sebagai obat pereda nyeri(-)
12. Demam jika tidak segera diobati maka akan
mengakibatkan kejang (+)
13. Penggunaan obat demam jika dalam waktu panjang
akan bersifat toksik (+)
14. Obat penurun demam dapat diminum sebelum makan
(+)
15. Seseorang dinyatakan demam dengan suhu tubuh >37
‫ﹾ‬C (+)

Keterangan :
Kategori tinggi : Dapat menjawab dengan tepat 8-10 point pertanyaan
Kategori sedang : Dapat menjawab dengan tepat 4-7 point pertanyaan
Kategori rendah : Dapat menjawab dengan tepat 0-3 point pertanyaan
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, F. (2020). KTI Studi Literatur:Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang


Swamedikasi Demam. Journal of Chemical Information and Modeling, 21(1),
1–9.
https://doi.org/10.1016/j.tmaid.2020.101607%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.ijsu.2
020.02.034%0Ahttps://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/cjag.12228%0
Ahttps://doi.org/10.1016/j.ssci.2020.104773%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.jinf.2
020.04.011%0Ahttps://doi.o
Jayanti, M., Arsyad, A., Farmasi, P. S., Ratulangi, U. S., Farmasi, J., Tinggi, S., &
Kesehatan, I. (2020). Profil Pengetahuan Masyarakat tentang Pengobatan
Mandiri (Swamedikasi) di Desa Bukaka Kecamatan Kotabunan Kabupaten
Bolaang Mongondow Timur. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 9(1), 116–
125.
Lastari, I. Y. (2020). Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan obat
antipiretik sebagai upaya pengobatan sendiri di apotek sebantengan ungaran
artikel. Universitas Ngudi Waluyo, 2.
Natalia, R. N., Malinti, E., & Elon, Y. (2020). Kesiapsiagaan Remaja Dalam
Menghadapi Wabah Covid-19. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 15(2),
2302–2531.
Prof. Dr. Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
ALFABETA, cv.
Qommarudin, A., Jami’atusholihah, I. P., Martdina, D. E., Hermawan, I. P., Faisal,
M., Hanifa, A. R., Zulkifli, M. H. Bin, Palupi, R. N., Safitri, S. A., & Amirah,
N. (2016). Profil Pengetahuan Ibu-Ibu Pkk Tentang Penggunaan Obat
Antipiretik Secara Swamedikasi. Jurnal Farmasi Komunitas, 3(1), 7–11.
Rahayu, S. M., & Andini, A. S. (2019). Tumbuhan Antipiretik Di Desa Sesaot ,
Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat. Journal of Phamaceutical
Science and Medical Research, 2(2), 42–49.
Sanifah, L. J. (2018). Skripsi Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap
Keluarga Tentang Perawatan Activities Daily Living (ADL) PADA LANSIA.
Universitas Insan Cendekia Medika, 4, 6–10.
Sapti, M. (2019). Identifikasi dan pemanfaatan tumbuhan antipiretik oleh masyarakat
kecamatan senduro kabupaten lumajang sebagai sumber belajar biologi.
Kemampuan Koneksi Matematis (Tinjauan Terhadap Pendekatan
Pembelajaran Savi), 53(9), 1689–1699.
Sasmita, M. A. R. (2018). Profil Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Surakarta periode NovemberDesember 2017. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Setya Enti Rikomah, M.farm., A. (2018). Farmasi Klinik.pdf. In C. M. S.
Herlambang Rahmadhani (Ed.), Farmasi Klinik (Ed-1, p. 158,162). Deepublish.
Statistik, B. P. (2016). Statistik Indonesia. Jakarta :BPS.
Titien Siwi Hartayu, Yosef Wijoyo, D. G. M. (Ed.). (2018). Manajemen dan
pelayanan kefarmasian di apotek. In Manajemen dan pelayanan kefarmasian di
apotek (cetakan pe, pp. 28–29). Sanata Dharma University Press.

Anda mungkin juga menyukai