Anda di halaman 1dari 2

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PENANGGULANGAN DBD

PUSKESMAS SUELA

1. Pendahuluan
Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah
dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi
dan perubahan lingkungan strategis, baik secara nasional maupun global.
Penerapan desentralisasi di bidang kesehatan dan pencapaian sasaran Millenium
Development Goals (MDGs) merupakan contoh masalah dan tantangan yang perlu
menjadi perhatian seluruh stakeholder bidang kesehatan, khususnya para
pengelola program, dalam menyusun kebijakan dan strategi agar pelaksanaannya
menjadi lebih efisien dan efektif. Program pencegahan dan pengendalian penyakit
menular telah mengalami peningkatan capaian walaupun penyakit infeksi menular
masih tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menonjol terutama TB,
Malaria, HIV-AIDS, DBD dan Diare. Angka kesakitan DBD masih tinggi, yaitu
sebesar 65,57 per 100.000 penduduk pada tahun 2010, sedangkan angka kematian
dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,87 persen. Target pengendalian DBD
tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan 2010-2014
dan KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal yang
menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia hingga
ketingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program
pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka
kesakitan, dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia.

2. Latar Belakang
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di Indonesia. Sejak
ditemukan pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD dilaporkan
meningkat dan penyebarannya semakin meluas mencapai seluruh provinsi di Indonesia
(33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan KLB di beberapa daerah endemis
tinggi DBD. sejak januari sampai dengan Maret tahun 2004 total kasus DBD di seluruh
prOpinsi diIndonesia sudah mencapai 26.015, dengan jumlah kematian sebanyak389
orang (CFR 1,53% ).Kasus tertinggi terdapat di Propinsi DKI Jakarta 11.534 orang.
Sedangkan CFR tertinggi terdapat diPropinsi NTT (3,96 %). Penyakit DBD sering salah
didiagnosis dengan penyakit lain seperti 8lu atau tipus. Hal inidisebabkan karena infeksi
virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas
gejalanya. Data di bagian anak RSCM menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan
gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus
tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. oleh
karena itudiperlukan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus
dengue, patofisiologi, dan ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis
yang baik dan lengkap, diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang
(laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
Masih adanya kasus tiap tahun (daerah endemis) DBD diwilayah
Karangnunggal dan bertambahnya wilayah yang terjangkit karena banyak nya
transportasi, perumahan atau pemukiman penduduk baru, kurangnya kesadaran
prilaku masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, dan banyak nya vektor di
seluruh wilayah.

3. Tujuan
a. Umum
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah dan
melindungi diri dari penularan DBD melalui perubahan perilaku (PSN
DBD) dan kebersihan lingkungan.
b. Khusus
1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian DBD
2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap
penularan DBD
3. Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
4. Menurunkan angka kesakitan DBD
5. Menurunkan angka kematian akibat DBD

Anda mungkin juga menyukai