Anda di halaman 1dari 18

MODUL PSIKOLOGI SOSIAL

(PSI207)

MODUL SESI 2
PERSEPSI SOSIAL

DISUSUN OLEH
Regina Navira Pratiwi, S.Psi., MSc

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 18
PERSEPSI SOSIAL

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep Persepsi Sosial
dalam studi Psikologi Sosial.
2. Mahasiswa mampu menganalisa kasus atau fenomena yang berhubungan
dengan teori Persepsi Sosial dalam kajian Psikologi Sosial.

B. Uraian dan Contoh

Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual.


Sebagaimakhluk sosial, manusia harus melakukan interaksi dengan sesamanya dan
lingkungan disekitrnya untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan sebagai makhluk
individu, antara manusia yang satu dengan yang lain pastilah sedikit banyak
terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut beragam, mulai dari perbedaan fisik,
kepribadian, tingkah laku, watak dan sebagainya. Dalam melihat suatu objek yang
sama sekalipun, individu memiliki penilaiannya masing-masing. Hal ini sangat
tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya.
Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan
oleh persepsinya.
Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik, dan ia
bekerja dengan cara yang hampir serupa pada masing-masing individu, tetapi
sekalipun demikian secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-
beda. Karena itulah persepsi menjadi begitu penting dalam penafsiran individu
terhadap keadaan atau kondisi disekelilingnya. Bahwa selalu terdapat perbedaan
tentang cara seorang individu dengan individu lain dalam mempersepsi.Seseorang
individu tidak bereaksi atau berperilaku dengan cara tertentu, karena situasi yang
terdapat di sekitarnya, melainkan karena apa yang terlihat olehnya, atau apa yang
diyakini olehnya tentang situasi tersebut. Seseorang bisa ‘suka’ dan ‘tidak suka’

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 18
yang juga bisa dikatakan sebagai penilaian dan tanggapan mereka terhadap
berbagai hal.
Persepsi atau pandangan adalah sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan guna memberikan arti bagi lingkungan
masyarakat. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi masyarakat
tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Menurut Brehm dan Kassin
(1989), persepsi sosial adalah penilaian-penilaian yang terjadi dalam upaya
manusia memahami orang lain. Tentu saja sangat penting, namun bukan tugas yang
mudah bagi setiap orang. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk menyajikan
bahasan menarik mengenai persepsi dalam pandangan atau konteks psikologi sosial.

Pengertian Persepsi: Persepsi adalah proses penginderaan, yaitu diterimanya


stimulus oleh alat pengindera.Stimulus yang mengenai individu itu kemudian di
organisasikan, diinterpretasikan, sehingga individu menyadari tentang apa yang di
indranya itu. Proses inilah yang dimaksud dengan persepsi. Disamping itu menurut
Maskowitz dan Orgel (1969) persepsi itu merupakan proses yang intergrated dari
individu terhadap stimulus yang diterimanya.
Persepsi adalah proses membuat penilaian (judgement) atau membangun
kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat dalam lapangan
penginderaan seseorang. Penilaian atau pembentukan kesan ini adalah dalam upaya
pemberian makna kepada hal-hal tersebut (Harvey & Smith; Wrigthsman & Deaux).
Ada dua pandangan mengenai proses persepsi, yaitu:
1) Persepsi sosial, berlangsung cepat dan otomatis tanpa banyak pertimbangan
orang membuat kesimpulan tentang orang lain dengan cepat berdasarkan
penampilan fisik dan perhatian sekilas.
2) Persepsi sosial, adalah sebuah proses yang kompleks, orang mengamati
perilaku orang lain dengan teliti hingga di peroleh analisis secara lengkap terhadap
person, situasional, dan behaviour.

Terjadinya Proses Persepsi: Persepsi merupakan suatu proses yang didahului


oleh pengindraan. Pengindraan adalah merupakan suatu proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indra. Namun proses

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 18
tersebut tidak berhenti di situ saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh
syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan
proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses
pengindraan, dan proses pengindraan merupakan proses yang mendahului
terjadinya persepsi. Proses pengindraan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu
individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alatindra. Alat indra
merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya (Branca, 1964;
Woodworth dan Marquis, 1957). Dengan proses persepsi ini kemudian kita dapat
membedakan sesuatu kepada dua kategori, baik-buruk, cantik-jelek, tinggi-rendah
dan lain sebagainya.
Selain melalui proses penginderaan, persepsi juga dapat terjadi oleh adanya
komunikasi nonverbal. Contohnya, ketika seorang anak sekolah dijemput dengan
mobil mewah setiap hari kemudian hal ini terlihat oleh temannya, pasti temannya
tersebut berpikir bahwa anak tadi berasal dari keluarga yang kaya. Proses
penginderaan terjadi oleh mata, yaitu bahwa teman-temannya tadi melihat suatu
peristiwa. Tanpa ada komunikasi verbal bahwa ada yang memberitahu bahwa anak
tadi adalah orang kaya, dengan sendirinya anak-anak yang lain tadi menafsirkan
dari apa yang telah mereka lihat.

Proses generalisasi: Adalah mendeskripsikan kepribadian seseorang dalam


bentuk kata-kata (verbal). Setiap kata atau frasa yang digunakan dalam
mendeskripsikan seseoarang atau sesuatu akan memperkecil kisaran pencarian.
Makin banyak keterangan atau informasi yang dimiliki, makin tepat pula
antipasinya.
Ilmu linguistik menyatakan bahwa bahasa bersifat generative. Ini berarti,
hanya dengan berbekal sejumlah terbatas kosakata dan aturan tata bahasa saja,
dapat menciptakan kalimat yang tak terhingga.

Pembentukan kesan: Pengetahuan tentang orang-orang tertentu dan kaitannya


dengan atribut tertentu sering diistilahkan sebagai prototype. Hasil prototype
memunculkan adanya stereotype, yaitu pemberian atribut tertentu pada sekelompok
orang tertentu. Contoh: orang Indonesia ramah,orang Amerika individualistis.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 18
Dalam pembentukan kesan, stereotype sulit diabaikan begitu saja. Stereotype
akan membatasi persepsi dan komunikasi, stereotype juga bisa dimanfaatkan untuk
membina hubungan yang lebih lanjut. Pada konsep kepribadian implicit, stereotype
juga akan memunculkan illusorycorrelation, yaitu mengaitkan secara berlebihan
antara satu karakteristik dengan karakteristik yang lain secara general.
Dalam pembentukan kesan terhadap orang lain, ada kecenderungan untuk
secepatnya mengkategorikan orang tersebut kedalam suatu cirri tertentu. Penilaian
yang cepat ini (snap jugdment) memiliki arti penting dalam proses pembentukan
kesan selanjutnya. Contoh yang sering ditemu adalah munculnya halo efek. Yang
disebut gejala self-fulfillingprophecy adalah pembuatan kategorisasi tertentu
dengan diwarnai harapan berdasarkan asumsi penilai.
Pembentukan kesan yang terbentuk dalam pikiran seseorang di saat pertama
kali berjumpa dengan orang lain ditentukan oleh berbagai hal, seperti dari
penampilan fisik, kemudian sosial demografik dan juga komunikasi non-verbal.

Interaksi Antar Kepribadian: Penelitian mengenai kepribadian manusia berawal


ketika seseorang diberikan daftar kepribadian. Beberapa unsur kepribadian — yang
disebut kepibadian utama — lebih “kuat” dibandingkan yang lainnya, sehingga
cenderung memberi warna bagi unsur-unsur kepribadian lainnya. Dingin dan
hangat pada kepribadian seseorang adalah salah satu contohnya.
Hal ini tidak hanya terjadi ketika kita diminta mendeskripsikan seorang hanya
berdasarkan daftar unsur kepribadiannya saja, melinkan juga pada saat menata
kesan terhadap orang yang di hadapi. Bila menilai suatu pribadi sebagai orang baik,
selanjutnya akan terlihat bawa setiap tindak-tanduknya selalu diliputi cahaya
“kebaikan”. Sebaliknya bila terlanjur menilai seseorang sebagai oang jahat, maka
apapun yan dilakukan akan selalu dipandang negatif.

Penilaian: Mengamati karakter-karakter yang dimiliki seseorang satu demi


satu, merangkainya, dan mengungkapkan penilaiannya. Ini diawali dari kaakter
yang sudah jelas maknanya hingga yang bersifat abstrak, tersembunyi, atau tidak
jelas. Contohnya saat melihat seseorang mengenakan pakaian putih, membawa

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 18
stetoskop, serta memiliki sederean ijazah yang tergantung pada dinding ruang
kerjanya, maka akan disimpulkan bahwa orang ini adalah seorang dokter.
Sebagaian penilaian yang dibua itu bersifat definitif; sementara yang lainnya
lebih condong pada keyakinan semata. Faktor yang mempengaruhi kesimpuan
ataupun penilaian, seperti:
a) Senyuman selalu dianggap sebagai tanda kebahagiaan, karena telah menjadi
bagian mekanisme biologis kita.
b) Mengacungkan jari tengah dipandang masyarakat sebagai tanda penghinaan,
karena telah dianggap demikian olh kebudayaan masyarakat.
c) Kaum wanita dipandang memliki kelemahan dalam bidang matematika atau
teknik oleh masyarakat kita. Stereotip ini mendorong orang tua untuk mengabaikan
keampuan atau bakat matematika serta teknik putri-putri mereka.
d) Bayak kesimpulan atau penilaian kita yang sama sekali tidak tepat. Kita
menyebut kesimpulan yang gagal ini sebagai takhayul.

Penilaian Berdasarkan Penampilan: Ekspresi Emosional Wajah  Ekspresi-


ekspresi wajah tertentu bersifat universal diantara berbagai bangsa atau kalangan.
Contoh, tertawa dimana saja dianggap sebagai ekpresi kegembiraan. Tidak ada
orang yang tertwa karena sedih. Sebaliknya, tangisan adalah ekspresi kesedihan
yang dialami seseorang.
Ahli antropologi menemukan bahwa ekspresi-ekspresi emosional universal
ini juga dijumpai pada budaya-budaya yang tidak pernah bersinggungan dengan
peradaban lain (suku terasing—penerj).
Ekspresi wajah seseorang dapat mempengaruhi dan mendorong orang lain
untuk ikut malukan hal serupa. Kita cenderung membalas senyuman orang lain atau
ikut meneteskan air mata bila melihat orang lain tersedu-sedu di depan kia.
Hendaknya kita juga ingat bahwa beberapa ekspresi wajah terikat budayanya
masing-masing. Sebagai contoh, menggeleng yang kita anggap menidakkan sesuatu,
ternyata di India berarti iya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 18
Bentuk Wajah  Landasan biologis ekspresi wajah yang menyebabkan kita
menyimpulkn kepribadian seseorang bedasarkan bentuk wajah adalah: kepala besar
diidentikkn dengan orang bodoh tetapi jujur, dagu kecil berarti berkepribadian
lemah, alis tinggi berarti pemiliknya luar biasa cerdas, alis rendah menandakan
selera rendah, dsb. Menentukan kepribadian berdasarkan suatu bentuk wajah diatas
merupakan suatu takhayul yang bodoh. Oleh karena tidak memiliki landasan ilmiah
sama sekali.
Tubuh  William Sheldon pernah mengembangkan suatu teori mengenai
adanya hubungan antara benuk tubuh dengan kepribadian seseorang : orang
berperawaan kurus (tipe ektomorfik) bersifat penakut, tertutup, dan terkekang;
orang dengan tubuh berotot (mesomorfik) bersifat tegas, bersemangat, dan berani;
orang dengan tubuh gemuk (endomorfik) cenderung tenang, gembira, dan peramah.
Sheldon mengemukakan pendapatnya bahwa memang ada ketekaitan biologis atau
lebih tepatnya secara embriologi.

Penampilan Atraktif  Pengaruh terkuat pada bentuk wajah dan tubuh


tampak pada penampilan atraktif yang kita saksikan pada diri seseorang. Hasil riset
memperlihatkan bahwa guru lebih menyukai siswanya yang cantik atau yang
tampan serta menaruh harapan lebih terhadap mereka ketimbang murid yang
wajahnya biasa-biasa saja atau kurang menarik. Kenyataan semain lama Anda
mengenal seseorang, semakin tidak penting peampilannya bagi anda. Akhirya, kita
hendaknya tidak melupakan bahwa kecantikan atau ketampanan itu juga merupakan
sesuatu yang subjek, sehingga tidak ada ukuran yang pasti.

Gaya Bahasa, Dialek, dan Suara  Kita dapat menyimpukan beberapa hal
berdasarkan gaya bahasa dan dialek yang diucapkan seseorang, meskipun hasilnya
tidak begitu akurat. Kita dapat menyimpulkan asal usul seseorang berdasarkan logat
atau dialek mereka. Telepas dari semua itu, dialek daerah perkotaan cenderung
lepas, terbuka, cepat, dan keras. Sebaliknya, orang desa cenderung berbicara lambat
dan perlahan. Lebih jauh lagi tinggi rendahnya suara juga menentukan stereotype
seseorang terhadap diri anda.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 18
Bila objek persepsi terletak diluar orang yang mempersepsi, maka objek
persepsi dapat bermacam-macam, yaitu dapat berwujud benda-benda, situasi, dan
juga dapat berwujud manusia. Bila objek persepsi berwujud benda-benda disebut
persepsi benda (things perception) atau juga disebut non-social perception,
sedangkan bila objek persepsi berwujud manusia atau orang disebut persepsi sosial
atau social perception (Heider. 1958). Namun disamping istilah-istilahtersebut
khususnya mengenai istilah social perception masih terdapat istilah-istlah lain yang
digunakan. Yaitu persepsi orang atau person perception (Secord dan
Backman.1964), juga istilah person cognitionI atau interpersonal perception. Yang
kurang dapat mendukung istilahsocial perception dalam pengertian person
perception memberikan alasan bahwa karena persepsi sosial menyangkut persepsi
yang berkaitan dengan variable-variabel sosial, sehingga ini memberikan
pengertian yang lebih luas dari pada pengertian person perception (Tagiure dalam
Lindzey dan Aronsome 1975).
Dalam individu mempersepsikan benda-benda mati bila dibandingkan dengan
mempersepsikan manusia, terdapat segi-segi persamaan disamping segi-segi
perbedaan adanya persamaan bila diliha tbahwa manusia atau orang itu dipandang
sebagai benda fisik seperti benda-benda fisik lainnya yang terikat pada waktu dan
tempat, pada dasarnya tidak berbeda. Namun karena manusia bukan semata-mata
bukan hanya benda fisik melulu, tetapi mempunyai kemampuan-kemampuan yang
tidak dipunyai oleh benda fisik lainnya, maka hal ini akan membawa perbedaan
antara persepsi benda-benda dengan mempersepsi manusia (Morgan, dkk. 1984).
Mempersepsi seseorang, individu yang dipersepsi itu mempunyai
kemampuan-kemampuan, perasaan, harapan walaupun kadarnya berbeda seperti
halnya pada individu yang mempersepsi. Orang yangdipersepsi dapat berbuat
sesuatu terhadap orang yang mempersepsi, sehingga kadang-kadang atau justru
sering hasil persepsi tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Orang yang
dipersepsi dapat menjadi teman, namun sebaliknya juga dapat menjadi lawan dari
individu yang yang mempersepsi. Hal tersebut tidakakan dijumpai bila yang
dipersepsi itu bukan manusia atau orang (Tagiuri danPetrullo, 1958). Ini berarti

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 18
bahwa orang yang dipersepsi dapat memberikan pengaruh terhadap orang yang
mempersepsi.
Persepsi sosial merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui,
mempersepsikan, dan mengevaluasi orang lainyang dipersepsi, tentang sifat-
sifatnya, kualitasnya dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang
dipersepsi, sehingga terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi (Tagiuri
dalam Lindzey dan Aronson, 1975). Karena yang dipersepsi itu manusia
sepertihalnya yang mempersepsi, maka objek persepsi dapat memberikan pengaruh
kepada orang yang mempersepsi. Dengan demikian dapat dikembangkan dalam
mempersepsi manusia atau orang (person) adanya dua pihak yang masing-masing
yang mempunyai kemampuan-kemampuan, perasaan-perasaan, harapan-harapan,
pengalaman-pengalaman tertentu yang berbeda satu dengan yang lain, yang akan
berpengaruh dalam orang mempersepsi manusia atau orang tersebut.
Dari uraian tersebut di atas, ada beberapa hal yang dapat ikut berperan dan
dapat berpengaruh dalam mempersepsi manusia, yaitu (1) keadaan stimulus, dalam
hal ini berujud manusia yang akan dipersepsi; (2) situasi atau keadaan sosial yang
melatarbelakangi stimulus; dan (3) keadaan orang yang mempersepsi. Walaupun
stimulus personnya sama, tetapikalau situasi sosial yang melatarbelakangi stimulus
person berbeda, akanberbeda hasil persepsinya (Tagiuri dan petrullo, 1958). Situasi
sosial yang melatarbelakangi stimulus person mempunyai peranyang penting dalam
persepsi, khususnya persepsi sosial.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Sosial  Robbin (1989 dalam


Hanurawan, 2010) mengemukakan bahwa terdapat beberapa factor utama yang
memberi pengaruh terhadap pembentukan persepsi social. Faktor-faktor itu adalah:
1. Factor penerima ( the perceiver)  tidak dapat
disangkal bahwa pemahaman suatu proses kognitif
akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik
kepribadian seorang pengamat. Diantaranya adalah
konsep diri, nilai, sikap, pengalaman masa lalu dan
harapan-harapan yang terdapat dalam dirinya.
Seseorang yang memiliki konsep diri tinggi akan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 18
cenderung melihat orang lain dari sudut tinjauan
yang bersifat positif dan optimistic. Orang yang
memegang nilai dan sikap otoritarian tentu akan
memiliki persepsi social yang berbeda dengan orang
yang memegang nilai dan sikap liberal. Pengalaman
di masa lalu sebagai bagian dasar informasi juga
menetukan pembentukan persepsi seseorang.
Demikian pula harapan-harapan sering memberi
semacam kerangka dalam diri seseorang untuk
melakukan penilaian orang lain.
2. Faktor situasi (the situation)  Pengaruh factor
situasi dalam proses persepsi social dapat dibagi
menjadi tiga yaitu seleksi, kesamaan dan organisasi.
Secara alamiah sesorang akan lebih memusatkan
perhatian pada obyek-obyek yang dianggap lebih
disukai daripada obyek-obyek yang tidak disukai.
Hal ini sering disebut dengan seleksi informasi
tentang keberadaan suatu obyek baik fisik maupun
social. Yang kedua, kesamaan. Kesamaan adalah
kecenderungan dalam proses persepsi sosila untuk
mengklasifikasikan orang-orang ke dalam suatu
kategori yang kurang lebih sama. Pada konteks relasi
social dengan orang lain seringkali individu
mengelompokkan orang lain ke dalam stereotype
tertentu seperti berdasar pada latar belakang jenis
kelamin, status social dan etnik. Kemudian unsur
ketiga dalam factor social adalah organisasi
perseptual. Dalam proses persepsi social, individu
cenderung untuk memahami orang lain sebagai
obyek persepsi ke dalam system yang bersifat logis,
teratur dan runtut. Pemahaman sistematik semacam
itu biasa disebut dengan organisasi perseptual.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 18
Apabila sesorang menerima informasi maka ia
mencoba untuk menyesuaikan informasi itu ke dalam
pola-pola yang telah ada. Pada suatu situasi (tempat
suatu stimulus yang muncul), memiliki konsekuensi
bagi terjadinya interpretasi-interpretasi yang berbeda.
Interpretasi itu menunjukkan hubungan diantara
manusia dengan dunia stimulus. Cara individu
mendefinisikan suatu situasi memiliki konsekuensi
terhadap dirinya sendiri maupun terhadap perilaku
orang lain. Misalnya sebuah universitas sebagi
sebuah institusi akan dapat diinterpretasi secara
berbeda oleh mahasiswa, dosen, sopir angkot,
pegawai dan penjaja makanan.
3. Faktor obyek sasaran (the target)  Beberapa ciri
yang terdapat dalam diri obyek sangat
memungkinkan untuk dapat memberi pengaruh yang
menentukan terhadap terbentuknya persepsi social.
Ciri pertama yang dapat menimbulkan kesan pada
target adalah keunikan (novelty). Ciri-ciri unik yang
terdapat dalam diri seseorang salah satu unsur
penting yang menyebabkan orang lain merasa
tertarik untuk memusatkan perhatiannya sehingga
lebih mudah dipersepsi keberadannya. Ciri kedua
adalah kekontrasan. Seseorang akan lebih mudah
oleh orang lain terutama apabila ia memiliki
karakteristik berbeda dibanding lingkungan fisik
maupun lingkungan sosialnya. Misalnya seseorang
yang berkulit hitam tinggal di lingkungan yang
sebagian besar berkulit putih. Ciri ketiga adalah
ukuran dan intensitas dala diri obyek. Misalnya
seorang miss world yang cantik akan lebih mudah
menimbulkan kesan pada orang lain dibanding gadis-

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 18
gadis pada umumnya. Ciri keempat adalah
kekompakan (proximity) obyek dengan latar
belakang social orang lain. Kecenderungan
mengklasifikasikan dengan ciri-ciri yang sama
karena hubungan kedekatan. Misalnya dosen
ekonomi diklasifikasikan sebagai seseorang yang
memiliki sifat ekonomis, efisien dan sebagainya.

Persepsi sosial sebagai proses : Proses persepsi sosial dimulai dari pengenalan
terhadap tanda-tanda nonverbal atau tingkah laku nonverbal yang ditampilkan
orang lain. Tanda-tanda nonverbal ini merupakan informasi yang dijadikan bahan
untuk mengenali dan mengerti orang lain secara lebih jauh. Dari informasi-
informasi nonverbal, kita membuat penyimpulan-penyimpulan tentang apa kira-
kira yang sedang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Kemudian, ungkapan-
ungkapan verbal melengkapi penyimpulan-penyimpulan dari tanda-tanda
nonverbal.
Dengan menggunakan informasi-informasi dari tingkah laku nonverbal dan
verbal, kita membentuk kesan-kesan tentang orang lain. Kita bisa mendapatkan
kesan apakah orang lain yang kita temui ramah, baik hati, judes, pelit, pemarah,
pintar, dan sebagainya. Kesan-kesan itu tidak bisa kita kenali secara sendiri-sendiri,
melainkan kita perbandingkan satu sama lain untuk mendapatkan kesan yang lebih
menyeluruh tentang orang lain. Asch (1946) menunjukkan bahwa orang melakukan
persepsi terhadap sifat-sifat dalam hubungannya satu sama lain sehingga sifat-sifat
itu dipahami sebagai bagian yang terintegrasi dengan kepribadian orang-orang yang
memilikinya. Sekali kita membentuk kesan tentang orang lain, kita cenderung tidak
suka mengubahnya bahkan jika kita menenukan fakta yang bertentangan dengan
kesan itu.
Persepsi sosial merupakan proses yang berlangsung pada diri kita untuk
mengetahui dan mengevaluasi orang lain. Dengan proses ini, kita membentuk kesan
tentang orang lain. Kesan yang kita bentuk didasarkan pada informasi yang tersedia
di lingkungan, sikap kita terdahulu tentang rangsang-rangsang yang relevan dan
mood kita saat ini. Manusia cenderung beroperasi di bawah bias-bias tertentu keitka

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 18
membentuk kesan tentang orang lain. Contohnya, ketika cenderung berpersepsi
bahwa orang yang berpakaian rapi sebagai orang baik (baik hati, dermawan atau
menyenangkan) daripada orang yang pakaiannya berantakan.
Dalam psikologi sosial, kecenderungan menilai baik orang lain dari
penampilannya terdahulu yang dianggap baik disebut dengan efek halo. Di ini lain,
kita juga bisa menilai orang yang berpakaian tidak rapi, mempunyai rambut
gondrong dan acak-acakan, serta cara bicara yang apa adanya sebagai orang yang
tidak baik, sembarangan, atau tidak berpendidikan. Apa yang ditampilkan orang
lain secara fisik mempengaruhi cara kita menilai aspek psikologisnya. Meskipun
kecenderungan ini tidak serta merta memberikan pengetahuan dan pemahaman
yang tepat tentang orang lain, orang-orang cenderung mempertahankannya sebab
setiap orang membutuhkan pegangan dan petunjuk tentang siapa yang lain yang
sedang dihadapinya.

Tingkah Laku dan Komunikasi Non Verbal: Persepsi sosial terjadi ketika kita
menangkap stimulus sosial, baik melalui pengindraan maupun komunikasi
nonverbal (ekspresi wajah, kontak mata, postur tubuh, gerakan atau sentuhan).
Ketika kita ingin mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain, kita
berusaha menemukan informasi-informasi tentang orang lain. Bisa saja kita
bertanya kepada orang lain tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Akan
tetapi, cara initidak selalu memberikan hasil yang tepat. Orang bisa saja
mengatakan sesuatu yang berbeda, bahkan bertentangan dari yang dialaminya.
Apalagi jika orang lain itu adalah orang yang baru kita kenal.
Orang-oran cenderung tidak menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada
orang lain yang baru dikenalnya. Mereka bahkan berusaha menutupi atau
membantah informasi tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya, terutama pada
saat mereka merasa emosi negatif. Usaha untuk menutupi dan menyembunyikan
perikiran dan perasaan juga dilakukan pada orang-orang yang melakukan kejahatan.
Usaha untuk menyembunyikan apa yang dipikirkan dan dirasakan hamper selalu
ditampilkan orang-orang yang sedang melakukan negosiasi, juga pada orang yang
sedang berjudi. Kita tidak dapat mengandalkan informasi verbal mereka untuk
mengetahui serta mengerti apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Apa yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 18
mereka katakan, tidak jarang bertolak belakang dengan apa yang mereka pikirkan
dan rasakan.
Dalam keadaan seperti itu, untuk memahami orang lain kita mengendalkan
informasi yang ditampilkan oleh penampilan fisik mereka; kita mencoba mengenali
mereka melalu tingkah laku nonverbal mereka, seperti perubahan ekspresi wajah,
kontak mata, postur tubuh dan gerakan badan. Tingkah laku nonverbal dapat
membantu kita untuk mencapai beragam tujuan (Patterson, 1983), sebagai berikut:
 Tingkah laku nonverbal menyediakan informasi tentang perasaan dan niat
secara ajek. Contohnya, emosi sedih yang dialami seseorang dapat dikenali
dari ekspresi wajanya meskipun orang itu menyatakan ia tidak sedang sedih
 Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk mengatur dan mengelola
interaksi. Sebagai contoh, dalam kegitan diskusi, ekspresi wajah atau
seseorang yang mengangkat tangan dapat menjadi tanda bahwa orang itu
hendak ikut berbicara dalam diskusi sehingga peserta diskusi lainnya dapat
member kesepatan padanya.
 Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menangkap keintiman,
misalnya melalui sentuhan, rangkulan dan tatapan mata.
 Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menegakkan dominasi atau
kendali, seperti kita kenal dalam ancaman nonverbal seperti mata melotot,
rahang yang dikatupkan rapat-rapat dan gerakan-gerakan yang
diasosiasikan sebagai tindakan agresif tertentu.
 Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk menfasilitasi pencapaian
tujuan, dengan menunjuk, member tanda pujian dengan mengangkat jempol
dan menampilkan senyum sebagai tanda memberi dukungan positif.

Dari penampilan fisik tersebut, kita mengenai tanda-tanda nonverbal untuk


mencari tahu apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain. Di sisi lain, orang lain
juga mencoba mengenali kita melalui tingkah laku nonverbal. Aktivitas saling
mengenali melalui tingkah laku nonverbal itu disebut sebagai komunikasi
nonverbal. Komunikasi nonverbal didefinisikan sebagai cara orang berkomunikasi
tanpa kata-kata, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Dalam komunikasi
nonverbal, kita mencermati tekanan suara, sentuhan, gesture (gerakan-gerakan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 18
tubuh), ekspresi wajah, dan tanda-tanda nonverbal lainnya. Tingkah laku nonverbal
digunakan untuk mengungkapkan emosi, menunjukkan sikap, mengomunikasikan
sifat-sifat kepribadian, dan menfasilitasi atau memperbaiki komunikasi verbal.
Dalam keseharian sehari-hari, kita sering melakukan komukikasi nonverbal.
Contohnya, saat melewati rumah tetangga dan orangnya sedang duduk diteras
depan, kita tersenyum kepadanya dan ia juga membalas senyum. Di situ kita telah
melakukan komunikasi nonverbal dengan tetangga kita. Orang juga sering
menggunakan komunikasi nonverbal pada saat tertarik kepada lawan lain untuk
menunjukkan kekaguman atau kepedulian merupakan tanda-tanda nonverbal yang
sering digunakan dalam komunikasi non verbal.
Penelitian-penelitian tentang tingkah laku dan komunikasi nonverbal banyak
dilakukan oleh psikolog sosial (diantaranya Ekman & Frieson, 1974; Izard, 1991;
Keltner, 1995; Forest & Fieldman, 2000; Neumann & Strack, 2000; DePaulo et al,
2003). Dari penelitian-penelitian itu diperoleh pemahaman bahwa tanda-tanda
nonverbal yang ditampilkan orang lain dapat mempengaruhi perasaan kita, bahkan
ketika kita tidak member perhatian kepada hal itu secara sadar: Pengaruh tanda-
tanda nonverbal bekerja meskipun kita tidak memfokuskan atau memikirkannya.
Contohnya, ketika kita tiba-tiba bertemu dengan seseorang yang menampilkan
ekspresi wajah marah dan tekanan suara yang tinggi, ktia bisa dengan tiba-tiba juga
menampilkan ekspresi wajah marah atau kesal dan tekanan suara kita pun meninggi.
Kita bisa juga menjadi takut jika orang lain itu adalah atasan kita. Dari contoh ini
dapat dikatakan bahwa tanda-tanda nonverbal memiliki efek penularan emosional.
Neumann dan Strack (2000) menunjukkan terjadinya penularan emosional itu
melalui penelitiannya. Mereka menemukan bahwa ketika orang mendengarkan
orang lain membaca pidato, tekanan suara orang yang membaca itu (senang, netral,
atau sedih) dapat mempengaruhi mood atau suasana hati si pendengar meskipun si
pendengar berkonsentrasi pada isi dari pidato yang dibacakan. Penularan emosional
adalah sebuah mekanisme transfer perasaan yang seakan-akan berlangsung secara
otomatis dari satu orang ke orang lain.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 18
Kesimpulan
Persepsi suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu
obyek yang merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan
objek, kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadapobjek tersebut.
Sejumlah informasi dari luar mungkin tidak disadari,dihilangkan atau
disalahartikan. Mekanisme penginderaan manusia yang kurang sempurna
merupakan salah satu sumber kesalahan persepsi (Bartol & Bartol,1994).
Pembahasan mengenai persepsi seseorang berarti membahas bagaimana
terjadinya proses persepsi itu sendiri, yang dimana proses persepsi terjadi ketika
kita menerima stimulus melalui penginderaan. Dalam segi penilaian seseorang juga
akan memiliki persepsi yang berbeda pula, tergantung dari mana ia menilai sesuatu,
bisa dari ekspresi emosional wajah, bentuk tubuh, cara berpenampilan, gaya bahasa.
Persepsi seseorang terhadap orang lain sangat tergantung dengan komunikasi.
Komunikasi sering dilakukan orang untuk mempertegas kesan dan akan
berpengaruh pada hasil persepsi.
Individu berinteraksi, dari sana saling mempengaruhi dan saling member
penilaian karena adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang
mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung
mengenai indera dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf
penerima (sensoris) tapi berfungsi sebagai reseptor. Adanya indera atau reseptor,
yaitu sebagai alat untuk menerima stimulus. Diperlukan adanya perhatian sebagai
langkah awal menuju persepsi.
Dan yang perlu dipahami lagi yaitu bahwa pesepsi itu dimiliki oleh setiap individu,
artinya setiap dari manusia memiliki cara pandang dan pemahaman yang pasti
berbeda dalam melihat suatu obyek di lingkungan kita,baik itu manusia,makhluk
hidup lain,ataupun benda mati. Jadi Persepsi merupan suatu proses kognitif yang
dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya

C. Latihan

1. Pengertian persepsi sosial ?

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 18
2. Hal-hal yang dapat berperan dan dapat berpengaruh dalam mempersepsi
manusia ?
3. Bagaimana terjadinya persepsi ?

D. Kunci Jawaban

1. Persepsi sosial merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui,


mempersepsikan, dan mengevaluasi orang lainyang dipersepsi, tentang sifat-
sifatnya, kualitasnya dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang
dipersepsi, sehingga terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi (Tagiuri
dalam Lindzey dan Aronson, 1975).
2. (1) keadaan stimulus, dalam hal ini berujud manusia yang akan dipersepsi;
(2) situasi atau keadaan sosial yang melatarbelakangi stimulus; dan (3) keadaan
orang yang mempersepsi. Walaupun stimulus personnya sama, tetapikalau situasi
sosial yang melatarbelakangi stimulus person berbeda, akanberbeda hasil
persepsinya (Tagiuri dan petrullo, 1958). Situasi sosial yang melatarbelakangi
stimulus person mempunyai peranyang penting dalam persepsi, khususnya persepsi
sosial.
3. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan.
Pengindraan adalah merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat penerima yaitu alat indra. Namun proses tersebut tidak berhenti di situ
saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat
susunan syaraf, dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu
proses persepsi tidak dapat lepas dari proses pengindraan, dan proses pengindraan
merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. Proses pengindraan terjadi
setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya
melalui alatindra.

E. Daftar Pustaka

1. Boerre, George. 2010. Psikologi Sosial. Jogjakarta: Prismasophie

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 18
2. Sarwono, Sarlito W. 2002. Psikologi Sosial, Individu Dan Teori Teori
Psikologi Sosial. Jakarta :Balai Pustaka.

3. Taylor, Shelley E, dkk. 2009. Psikologi Sosial, Edisi Kedua Belas. Jakarta:
Kencana.

4. Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Penerbit ANDI.


Yogyakarta

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 18

Anda mungkin juga menyukai