Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-
Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
berjudul “Perencaan Manajemen Pendidikan”.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridloi segala
urusan kita. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan
individu yang lainnya. Dari perbedaan karakter-karakter itu, manusia tidak dapat hidup sendiri
melainkan membutuhkan orang lain untuk saling mendukung dan membantu, itulah mengapa
manusia disebut sebagai makhluk social. Sebagai makhluk social kita harus beradaptasi, mampu
mengerti, dan mampu memahami maksud dari perbuatan orang lain. Disinilah dibutuhkan
sebuah persepsi sosial.
Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik, dan ia bekerja dengan
cara yang hampir serupa pada masing-masing individu, tetapi sekalipun demikian secara tipikal
menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-beda. Karena itulah persepsi menjadi begitu
penting dalam penafsiran individu terhadap keadaan atau kondisi disekelilingnya. Bahwa selalu
terdapat perbedaan tentang cara seorang individu dengan individu lain dalam mempersepsi.
Seseorang individu tidak bereaksi atau berperilaku dengan cara tertentu, karena situasi yang
terdapat di sekitarnya, melainkan karena apa yang terlihat olehnya, atau apa yang diyakini
olehnya tentang situasi tersebut. Seseorang bisa ‘suka’ dan ‘tidak suka’ yang juga bisa dikatakan
sebagai penilaian dan tanggapan mereka terhadap berbagai hal.
Persepsi atau pandangan adalah sebuah proses saat individu mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan guna memberikan arti bagi lingkungan masyarakat. Perilaku
individu seringkali didasarkan pada persepsi masyarakat tentang kenyataan, bukan pada
kenyataan itu sendiri. Menurut Brehm dan Kassin (1989), persepsi sosial adalah penilaian-
penilaian yang terjadi dalam upaya manusia memahami orang lain. Tentu saja sangat penting,
namun bukan tugas yang mudah bagi setiap orang. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk
menyajikan bahasan menarik mengenai persepsi dalam pandangan atau konteks psikologi sosial.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
1. Hakikat Persepsi
Istilah persepsi sering disebut juga disebut juga dengan pandangan, gambaran, atau
anggapan, sebab dalam persepsi terdapat tanggapan seseorang mengenai satu hal atau objek.
Persepsi mempunyai banyak pengertian, (Bimo Walgito, 2004: 87-88) ‘‘persepsi merupakan
suatu proses yang didahului oleh penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris’’.
Slameto (2010: 102), persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau
informasi kedalam otak manusia, melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan
hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera
pengelihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium. Kartini Kartono (1990: 6), persepsi
adalah proses pengalaman secara global sebelum disertai kesadaran sementara subjek dan
objeknya belum terbedakan satu dengan lainnya.
Dakir (1997: 4) mengungkapakan bahwa proses persepsi terbagi menjadi tiga tahapan
sebagai berikut:
(a). Seleksi terhadap stimulus yang datang dari luar melalui indera,
(b). Interprestasi yaitu proses pengorganisasian informasi, sehingga mempunyai arti bagi
seseorang, dan
Dalam kamus besar psikologi, persepsi diartikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang
terhadap lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi
sadar akan segala sesuatu yang ada dilingkungannya (Dali, 1982: 71).
Menurut Purwodarminto (1990: 759), persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu serapan
atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pengindraan. Atkitson, dkk (1938:
201) mengungkapkan bahwa persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasikan pola
stimulus dalam lingkungan. Persepsi meliputi kognisi sehingga persepsi menyangkut
penafsiran objek dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Seperti yang diungkapkan oleh
Nata Wijaya Rohman (1978: 18) bahwa setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda
pada suatu objek, interprestasi seseorang terhadap sesuatu hal tergantung dari kemampuan,
pengalaman, dan lain-lain.
Persepsi mempunyai sifat subjektif, karena bergantung pada kemampuan dan keadaan dari
masing-masing individu, sehingga akan ditafsirkan berbeda oleh individu yang satu dengan
yang lain. Dengan demikian persepsi merupakan proses perlakuan individu yaitu pemberian
tanggapan, arti, gambaran, atau penginterprestasian terhadap apa yang dilihat, didengar, atau
dirasakan oleh indranya dalam bentuk sikap, pendapat, dan tingkah laku atau disebut sebagai
perilaku individu.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah anggapan seseorang
sesuatu. Anggapan tersebut muncul setelah sesorang menerima informasi ataupun
stimulus yang telah dialami sebelumnya untuk dijadikan suatu refrensi dalam bertindak.
Meskipun persepsi muncul secara disadari ataupun tidak disadari oleh seseorang.
merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu
alat indra. Namun proses tersebut tidak berhenti di situ saja, pada umumnya stimulus
tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, danproses
selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidakdapat lepas dari
terjadinya persepsi. Proses pengindraan terjadi setiap saat,yaitu pada waktu individu
menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alatindra. Alat indra merupakan
Marquis, 1957).
Stimulus yang mengenai individu itukemudian di organisasikan, diinterpretasikan,
sehingga individu menyadari tentang apa yang di indranya itu. Proses inilah yang
dimaksud dengan persepsi.Jadi stimulus diterima alat indra, kemudian melalui proses
persepsi sesuatu yang diindra tersebut menjadi sesuatu yang berarti setelah
Disamping itu menurut Maskowitz dan Orgel(1969) persepsi itu merupakan proses yang
Intergrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat
stimulus yang diterimaoleh organism atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti, dan
merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri individu. Karena merupakan aktifitas yang
integrated, maka seluruh pribadi, seluruh apa yang ada dalamdiri individu ikut aktif
berperan dalam persepsi itu. Dengan persepsi individu dapatmenyadari, dapat mengerti
tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya,dan juga tentang keadaan diri
bahwa dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar diri individu, tetapi juga dapat
datang dari dalam diri individu yang bersangkutan. Bila yang dipersepsi dirinya sendiri
sebagai objek persepsi,inilah yang disebut persepsi diri (selfperception). Karena dalam
persepsi itu merupakan aktifitas yang intergrated, maka seluruhapa yang ada dalam diri
aspek lain yang ada dalam diri individuakan ikut berperan dalam persepsi tersebut.
Berdasarkan atas hal tersebut,dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun
stimulusnya sama, tetapikarna pengalaman tidak sama, kemampuan berfikir tidak sama,
kerangka acuan tidak sama, ada kemungkinan hasil persepsi antara individu satu dengan
individuyang lain tidak sama. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi
Menurut Brehm dan Kassin (1989), persepsi sosial adalah penilaian-penilaian yang
terjadi
dalam upaya manusia memahami orang lain. Tentu saja sangat penting, namun bukan
tugas yang mudah bagi setiap orang. Tinggi,berat, bentuk tubuh, warna kulit, warna
rambut, dan warna lensa mata, adalahbeberapa hal yang mempengaruhi persepsi sosial.
Contohnya di Amerika Serikat,wanita berambut pirang dinilai sebagai seorang yang
Persepsi merupakan suatu respon yang didahului oleh pengindraan. Pengindraan merupakan
proses stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indra. Stimulus diteriskan oleh
syaraf e otak sebagai pusat susunan syaraf sehingga selanjutnya dilakukan proses persepsi
(Bimo Walgito) Dan dapat disimpulkan persepsi adalah pendapat individu mengenai sesuatu
yang menggunakan panca indra dan melibatkan sel syaraf dan stimulus sebelum menafsirkan
pesan / informasi.
Persepsi sosial merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui, menginterprestasikan
dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi tentang sifat-sifatnya, kualitasnya dan keadaan
yang lain yang ada dalama diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai
orang yang dipersepsi.
Brems& Kassin (dalam Lestari, 1999) mengatakan bahwa persepsi sosial memiliki
meniiai
sesuatu.
c. Behavior, yaitu sesuatu yang di lakukan oleh orang lain.Ada dua pandangan mengenai
proses
persepsi, yaitu:
fisik dan
perhatian sekilas.
orang lain dengan teliti hingga di peroleh analisissecara lengkap terhadap person,
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi suatu proses
aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadapsuatu obyek yang merupakan faktor
internal
serta eksternal individu meliputikeberadaan objek, kejadian dan orang lain melalui
pemberian nilai terhadap objek tersebut. Sejumlah informasi dari luar mungkin tidak
kurang sempurna merupakan salah satu sumber kesalahan persepsi (Bartol &
Bartol,1994).
Wrightman
e. Variatif – kesamaan
f. Kompleksitas – kesederhanaan
Kesan yang terbentuk dalam pikiran seseorang di saat pertama kali berjumpa dengan orang
lain ditentukan oleh berbagai hal, yaitu :
1) Ciri ciri penampilan fisik ( fisikal attractiveness ) meliputi :
Penampilan fisik akan menentukanbagaimana persepsi kita terhadap orang lain.
Penampilan fisik ini berakar pada:
a. Wajah (menarik / tdk menarik)
b. Bagaimana cara berpakaian, bahan, model,cara memakainya
c. Postur tubuh, make up, potongan gayarambut
d. Assesories yang dikenakan
2) Ciri ciri sosial demografik (social demographic characteristic ) meliputi :
A, Jenis Kelamin : umumnya perempuandinilai lebih rendah kemampuannya dibanding
laki-
laki dalam pekerjaan tertentu.(lihat penelitian Goldberg 1968).
b. Suku / Ras / Etnis : Suatu hari kitadiminta unt bertemu dengan orang yang bernama
Situmorang yang berasal dariBatak karo, dan pada hari lain kita
diminta bertemu dengan Widodo Rahardjo yangberasal dari Solo
Jawa tengah. Biasanya sebelum kita bertemu kita membayangkan
seperti apa sifat/karakter rang yang akan kita jumpai. Dalam
persepsi kita ada perbedaan sifat antra orang yang berbeda suku.
c. Status Sosial Ekonomi meliputi :Social economic performance (penampilan berdasar
persepsi status sosial ekonomi)sering menjebak penilaian terhadap
orang lain). Social economic performance inibiasanya
dilihat/dinilai dari penampilan luaran. Misalnya tongkrongannya,
style pergaulannya, fashion, assesories, pekerjaan dll.
3) Komunikasi non verbal ( non communication verbal skill management ) : Kesan
terhadap
orang lain ikut ditentukan oleh komunikasi non verbal seperti :
Ekpresi wajah (wajah adalah ekpresikejiwaan)
Gerakan tubuh/tangan/ gerak mata
Intonasi suara
Kontak pandangan mata
Menurut Walgito (1989: 54) ada beberapa hal yang di perlukan agar persepsi dapat disadari
oleh individu yaitu:
a. Adanya objek yang dipersepsikan. Objek menimbulkan stimulus yangmengenai alat indera
atau reseptor stimulus dapat datang dari luarlangsung mengenai alat indera (reseptor), dapat
datang dari dalam yanglangsung mengenai syaraf penerima (sensoris) yang bekerja sebaga
reseptor.
b. Alat indera atau reseptor. Yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus, disamping itu
harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulu yang di terima reseptor
ke pusat syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan
respon diperlukan syaraf motoris.
Persepsi terjadi di dalam benak individu yang mempersepsi, bukan di dalam objek, dan
selalu merupakan pengetahuan tentang penampakan. Maka, apa yang mudah bagi kita boleh jadi
tidak mudah bagi orang lain, atau apa yang jelas bagi orang lain mungkin terasa membingungkan
bagi kita. Dalam konteks inilah kita perlu memahami tataran intra pribadi dari komunikasi
antarpribadi dengan melihat lebih jauh sifat-sifat persepsi.
1) persepsi adalah pengalaman. Untuk mengartikan makna dari seseorang, objek, atau
peristiwa, kita harus memiliki dasar/basis untuk melakukan interpretasi. Dasar ini
biasanya kita temukan pada pengalaman masa lalu kita dengan orang, objek, atau
peristiwa tersebut, atau dengan hal-hal yangmenyerupainya. Tanpa landasan pengalaman
sebagai pembanding, tidak mungkin untuk mempersepsikan suatu makna, sebab ini akan
membawa kita kepada suatu kebingungan.
4) persepsi tidak akurat. Setiap persepsi yang kita lakukan, akan mengandung kesalahan
dalam kadar tertentu. Hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh pengalaman masa
lalu, selektivitas, dan penyimpulan. Biasanya ketidakakuratan ini terjadi karena
penyimpulan yang terlalu mudah, atau menyamaratakan. Adakalanya persepsi tidak
akurat karena orang menanggap sama sesuatu yang sebenarnya hanya mirip. Dan
semakin jauh jarak antara orang yang mempersepsi dengan objeknya maka semakin
tidak akurat persepsinya. Meskipun demikian kita biasanya mengabaikan
ketidakakuratan tersebut dalam kegiatan persepsi kita sehari-hari, dan ketidakakuratan
persepsi tidak selalu menjadi/menimbulkan masalah dalam komunikasi antarpribadi.
5) persepsi adalah evaluatif. Persepsi tidak akan pernah objektif, karena kita melakukan
interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan
pribadi yang digunakan untuk member makna pada objek persepsi. Karena persepsi
merupakan proses kognitif psikologis yang ada di dalam diri kita maka bersifat
subyektif.
Menurut Robbins (1989, dalam Hanurawan, 2010) yang mengemukakan bahwa persepsi
sosial adalah proses dalam diri seorang yang menunujukkan organisasi dan interpretasi
terhadap kesan-kesan inderawi, dalam usaha untuk memberikan makna terhadap orang lain
sebagai objek persepsi.
Dalam proses persepsi seseorang, memori akan merinci masukan stipulus dalam usaha
menentukan ciri tertentu yang sesuai dengan spesifikasi suatu konsep. Dalam proses
persepsi itu terjadi organisasi ciri-ciri utama yang bersifat teratur, dampak gema (halo
effect), efek awal dan efek akhir, serta kualitas orang yang dipersepsi. Ciri-ciri utama yang
teratur adalah ciri-ciri yang dimiliki individu yang dapat dievaluasi orang lain. Contohnya,
kecerdasan, keterampilan, kerajinan atau keakraban.
Dampak gema adalah asumsi individu terhadap orang lain bahwa orang lain itu
memiliki ciri-ciri tertentu yang memengaruhi perseptor tentang sebagian besar perilaku
orang itu. Efek awal adalah suatu cara yang menunjukkan bahwa informasi awal akan
banyak mewarnai persepsi seseorang terhadap informasi berikutnya. Efek akhir adalah
kecenderungan seseorang untuk menilai orang lain berdasarpada ciri paling akhir
dijumpai.Selain itu, memori juga memberikan pengaruh kuat terhadap sosial seseorang.
Apabila individu mengingat sesuatu informasi maka terdapat tiga tahap proses memori.
Tahap pertama adalah pengkodean, yaitu proses pengaturan informasi dalam satu
kesatuan sistem informasi.
Tahap kedua adalah penyimpanan, yaitu proses pemeliharaan informasi secara teratur
sampai pada suatu saat diperlukan.
Tahap ketiga adalah pemanggilan informasi, yaitu suatu proses pengumpulan informasi
untuk dimanfatkan pada suatu situas dan kondisi tertentu.
1) Faktor Penerima
Apabila seseorang mengamati orang lain yang menjadi objek sasaran persepsi
dan mencoba untuk memahaminya tidak dapat disangkal bahwa pemahaman
sebagai suatu proses kognitif akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik
kepribadian seorang pengamat. Pengalaman di masa lalu sebagai bagian dasar
informasi juga menentukan penbentukan persepsi seseorang.
2) Faktor Situasi
Pengaruh situasi dalam proses persepsi sosial dapat dikatagorikan menjadi tiga,
yaitu seleksi, kesamaan, dan organisasi. Secara alamiah seseorang akan memilih
hal yang disukai. Unsur kedua dalam faktor situasi adalah kesamaan. Kesamaan
adalah kecenderungan dalam proses persepsi sosial untuk mengklasifikasi orang-
orang ke dalam suatu katagori yang kurang lebih sama. Kemudian sebagai unsur
ketiga adalah organisasi perseptual. Dalam proses persepsi sosial, individu
cenderung untuk memahami orang lain sebagai objek persepsi ke dalam sistem
yang bersifat logis, teratur, dan runtut.
3) Faktor Objek
Dalam proses persepsi sosial secara khusus, objek yang diamati itu adalah orang
lain. Beberapa ciri yang terdapat dalam siri objek sangat mungkin untuk dapat
memberikan pengaruh yang menentukan terhadap bentuknya persepsi sosial.
Ciri-cirinya, yairu keunikan, kekontrasan, ukuran dan intensitas yang terdapat
dalam diri objek, dan kedekatan objek dengan latar belakang sosial orang lain.
4. Perilaku Sosial
Baron dan Byrne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang dapat membentuk
perilaku sosial seseorang, yaitu :
Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki karakter santun,
ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter
santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang
berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu. Pada aspek ini
guru memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat mempengaruhi
pembentukan perilaku sosial siswa karena ia akan emberikan pengaruh yang cukup besar
dalam mengarahkan siswa untuk melakukan sesuatu perbuatan.
2) Proses kognitif
Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi
dasar kesadaran sosial seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku sosialnya.
Misalnya seorang calon pelatih yang terus berpikir agar kelak dikemudian hari menjadi
pelatih yang baik, menjadi idola bagi atletnya dan orang lain akan terus berupaya dan
berproses mengembangkan dan memperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya. Contoh
lain misalnya seorang siswa karena selalu memperoleh tantangan dan pengalaman
sukses dalam pembelajaran penjas maka ia memiliki sikap positif terhadap aktivitas
jasmani yang ditunjukkan oleh perilaku sosialnya yang akan mendukung teman-
temannya untuk beraktivitas jasmani dengan benar.
3) Faktor lingkungan
4) Latar Budaya sebagai tampat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi
Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu mungkin akanterasa
berperilaku sosial aneh ketika berada dalam lingkungan masyarakat yang beretnis
budaya lain atau berbeda. Dalam konteks pembelajaran pendidikan jasmani yang
terpenting adalah untuk saling menghargai perbedaan yang dimiliki oleh setiap anak.
Perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola respon antarpribadi, yaitu :
Orang yang memiliki sifat pemberani secara sosial, biasanya dia suka mempertahankan dan
membela haknya, tidak malu-malu atau tidak seganmelakukan sesuatu perbuatan yang sesuai
norma di masyarakat dalam mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat tenaga. Sedangkan
sifatpengecut menunjukkan perilaku atau keadaan sebaliknya, seperti kurang suka
mempertahankan haknya, malu dan segan berbuat untukmengedepankan kepentingannya.
Orang yang memiliki sifat sok berkuasa dalam perilaku sosial biasanya ditunjukkan oleh
perilaku seperti bertindak tegas, berorientasi kepada kekuatan, percaya diri, berkemauan keras,
suka memberi perintah dan memimpin langsung. Sedangkan sifat yang patuh atau penyerah
menunjukkan perilaku sosial yang sebaliknya, misalnya kurang tegas dalam bertindak, tidak
suka memberi perintah dan tidak berorientasikepada kekuatan dan kekerasan.
Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka mengorganisasi kelompok, tidak sauka
mempersoalkan latar belakang, suka memberi masukan atau saran-saran dalam berbagai
pertemuan, dan biasanya suka mengambil alih kepemimpinan. Sedangkan sifat orang yang pasif
secara sosial ditunjukkan oleh perilaku yang bertentangan dengan sifat orang yang aktif,
misalnya perilakunya yang dominan diam, kurang berinisiatif, tidak suka memberi saran atau
masukan.
Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala sesuatunya dilakukan oleh dirinya
sendiri, seperti membuat rencana sendiri, melakukan sesuatu dengan cara-cara sendiri, tidak suak
berusaha mencari nasihat atau dukungan dari orang lain, dan secara emosiaonal cukup stabil.
Sedangkan sifat orang yang ketergantungan cenderung menunjukkan perilaku sosial sebaliknya
dari sifat orang mandiri, misalnya membuat rencana dan melakukan segala sesuatu harus selalu
mendapat saran dan dukungan orang lain, dan keadaan emosionalnya relatif labil.
Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain biasanya tidak berprasangka buruk
terhadap orang lain, loyal, dipercaya, pemaaf dan tulus menghargai kelebihan orang lain.
Sementara sifat orang yang ditolak biasanya suak mencari kesalahan dan tidak mengakui
kelebihan orang lain.
Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan sosial yang baik, senang bersama
dengan yang lain dan senang bepergian. Sedangkan orang yang tidak suak bergaul menunjukkan
sifat dan perilaku yang sebaliknya.
Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka, mudah didekati orang,dan suka
bersosialisasi. Sedang orang yang tidak ramah cenderung bersifat sebaliknya.
a. Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing (suka bekerjasama)
Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan sosial sebagai perlombaan, lawan
adalah saingan yang harus dikalahkan, memperkaya dirisendiri. Sedangkan orang yang tidak
suka bersaing menunjukkan sifat-sifat yang sebaliknya.
Orang yang agresif biasanya suka menyerang orang lain baik langsungataupun tidak langsung,
pendendam, menentang atau tidak patuh padapenguasa, suka bertengkar dan suka menyangkal.
Sifat orang yang tidak agresif menunjukkan perilaku yang sebaliknya.
Orang yang kalem biasanya tidak nyaman jika berbeda dengan orang lain, mengalami
kegugupan, malu, ragu-ragu, dan merasa terganggu jika ditontonorang.
Orang yang suka pamer biasanya berperilaku berlebihan, suka mencari pengakuan, berperilaku
aneh untuk mencari perhatian orang lain.
Buhler (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan tahapan dan ciri-ciri perkembangan
perilaku sosial individu sebagaimana dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tahap Ciri-Ciri
Anak Sekolah ( 6 – 12 )
Membandingkan dengan aturan – aturan
Masa Obyektif
Kritis II ( 12 – 13 )
Perilaku coba-coba, serba salah, ingin diuji
Masa Pre Puber
Remaja Awal ( 13 – 16 )
Mulai menyadari adanya kenyataan yang
Masa Subyektif Menuju
berbeda dengan sudut pandangnya
Masa Obyektif
5. Kognisi
Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses
berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan
dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, memahami, menilai, menalar,
membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai
kecerdasan atau inteligensi. Bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, diantaranya adalah
psikologi, filsafat komunikasi, neurosains, serta kecerdasan buatan. Kepercayaan atau
pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada
akhirnya mempengaruhi perilaku atau tindakah mereka terhadap sesuatu. Merubah pengetahuan
seseorang akan sesuaut dipercaya dapat merubah perilaku mereka.
Istilah kognisi berasal dari bahasa latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi dapat
pula diartikan sebagai pemahaman terhadap pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh
pengetahuan. Istilah ini digunakan oleh filsuf untuk mencari pemahaman terhadap cara manusia
berpikir. Karya Plato dan Aristoteles telah memuat topik tentang kognisi karena salah satu tujuan
filsafat adalah memahami segala gejala alam melalui pemahaman dari manusia itu sendiri.
Kita tidak bisa sepenuhnya percaya pada apa yang kita lihat karena penglihatan berbeda dari
dunia faktual dalam pengertian absolutnya. Apa yang kita lihat mungkin berbeda dari apa yang
dilihat dan diyakini orang lain. Hal inilah yang dinamakan dengan persepsi. Persepsi dipengaruhi
oleh beberapa factor yaitu termasuk usia, pematangan, lingkungan dan situasi. Latar belakang
kebudayaan tetap merupakan penentu yang berpengaruh dalam persepsi kita terhadap dunia
(persepsi dapat dibentuk, diubah, dan dipengaruhi oleh kebudayaan di mana kita dibesarkan).
Kategorisasi yang merupakan bagian dari proses kognisi ternyata tak berbeda anta
budaya bila terkait dengan pengalaman seperti warna, ekspresi wajah, dan bentuk-bentuk
geomeetris. Hal ini berarti, proses-proses dasar ini akan sama pada semua orang namun kategori
dapat pula menjadi berbeda ketika individu memiliki latar belakang pengalaman kultural yang
berbeda. Ketika ada perbedaan kultural yang muncul bukanlah dalam kemampuan kognitif
melainkan perbedaan dalam preferensi (pilihan) untuk menggunakan gaya-gaya kognitif tertentu.
Hubungan inteligensi sebagai bagian dari proses kognisi memiliki banyak definisi yang
dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Bagaimana sutau budaya mendefinisikan apa yang
disebut cerdas barangkali tidak sama dengan bagaimana budaya lain mendefinisikan inteligensi.
Oleh karena itu, pengukuran inteligensi seharusnya disesuaikan dengan kemungkinan terjadinya
bias budaya.
Perspektif kognitif menyodorkan masukan baru yaitu pengaruh motif (apa yang kita peroleh
dalam suatu situasi) kita dalam membentuk suatu kesan tertentu, dan bahkan keseluruhan proses
tentang hal itu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Proses persepsi tidak bisa terlepas dari proses penginderaan. Karena persepsi diawali dengan
adanya stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor. Kemudian stimulus tersebut dibawa
oleh susunan syaraf menuju otak. Di otak inilah stimulus yang mengenai individu
diorganisasikan dan diintrepetasikan sehingga terbentuklah persepsi terhadap stimulus yang
diterimanya.
Persepsi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang berasal dari dalam diri
individu dan faktor eksternal berupa stimulus dan lingkungan.
Persepsi memiliki dua objek, bila objek persepsi berwujud benda-benda disebut persepsi benda
(things perception) atau disebut non-social perception, sedangkan bila objek persepsi berwujud
manusia atau orang, disebut dengan persepsi sosial atau social perception. Jika objek persepsi
berupa manusia, maka objek yang dipersepsi tersebut (manusia) dapat memberikan pegaruh
kepada orang yang mempersepsi. Hal ini menunjukkan adanya beberapa peran penting dalam
proses mempersepsi manusia, yaitu (1) keadaan stimulus, dalam hal ini berwujud manusia yang
akan dipersepsi; (2) situasi atau keadaan social yang melatarbelakangi; dan (3) keadaan orang
yang mempersepsi.
Daftar Pustaka
[1] Dr. Faturochman, MA., Pengantar Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Penerbit Pinus,
2006), h. 29.
[2] William N. Demmer dan Joel S. Warm, Psychology of Perception, (USA, 1928), h. 3.
[3] Prof. Dr. Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Andi,
2002), h. 45.
[4] Lailatul Fitriyah dan Muhammad Jauhar, Pengantar psikologi Umum, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2004), h. 120.
[5] Ibid.
[6] Prof. Dr. Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar),……….. h. 46.
[7] Ibid.
[8] Ibid., h. 47.
[9] Ibid., h. 48.
[10] Theodore M. Newcomb, dkk., Psikologi Sosial, (Bandung: CV. Diponegoro, 1981),
h. 207.
[11] Prof. Dr. Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar),……….. h. 49.