Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERSEPSI SOSIAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial

Dosen Pengampu : Erna Multahada, S,HI., S.Psi., M.Si.

Disusun oleh :

Dzikri Rahmanudin (11180541000052)

Aldannisa Patsyanov (11180541000053)

Rafi Salam (11180541000054)

Elis K. (11180541000075)

Kesejahteraan Sosial – 2B

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak ternilai dan
tak terhitung sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalh ini. Makalah yang
berjudul “Persepsi Sosial” ini disusun guna memenuhi tugas dari mata kuliah Psikologi
Sosial.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penyusun
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Akhir kata kami berharap
semoga makalah tentang makhluk manusia ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki
kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang diperoleh dari lingkungan di
sekitarnya. Melalui indra yang dimilikinya, membuat persepsi terhadap apa-apa yang
dilihat atau dirabanya, serta berfikir untuk memutuskan aksi apa yang hendak
dilakukan untuk mengatasi keadaan yang dihadapinya. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi kemampuan kognitif pada manusia meliputi tingkat intelejensi,
kondisi fisik, serta kecepatan sistem pemrosesan informasi pada manusia.
Persepsi dalam arti sempit melibatkan pengalaman kita. Lebih tepatnya,
persepsi merupakan proses yang menggabungkan dang mengorganisir data-data indra
kita untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling
kita, termasuk sadar dengan diri kita sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan persepsi sosial?
2. Faktor apa yang mempengaruhi persepsi sosial?
3. Apa saja macam-macam persepsi sosial?

C. Tujuan
Tujuannya ialah guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial, menjelaskan
pengertian persepsi sosial, faktor yang mempengaruhinya serta macam-macam dari
persepsi sosial.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Persepsi Sosial
1. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. 1
Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat penerima yaitu alat indera. Namun proses tersebut tidak berhenti
di situ saja, pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak
sebagai pusat susunan syaraf dan proses selanjutnya merupakan proses
perepsi. Karena itu, proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan
dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya
persepsi. Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu individu
menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera. Stimulus yang
mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan sehingga
individu menyadari tentang apa yang diinderanya itu. Proses inilah yang
dimaksud dengan persepsi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap
stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan
sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang intergrated dalam diri
individu.2 Karena merupakan aktivitas yang terintegrated, maka seluruh
pribadi, seluruh apa yang ada dalam diri individu ikut aktif berperan dalam
persepsi itu.
Dengan persepsi, individu dapat menyadari, mengerti tentang keadaan
lingkungan yang ada di sekitarnya dan juga tentang keadaan diri individu yang
bersangkutan (Davidoff, 1981). Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa
dalam persepsi stimulus dapat datang dari luar diri individu dan dari dalam diri
individu yang bersangkutan. Bila yang dipersepsi dirinya sendiri sebagai objek
persepsi, inilah yang disebut persepsi diri (self-perception). Karena dalam
persepsi merupakan aktivitas yang intergrated, maka seluruh apa yang ada
dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir,
kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut
berperan dalam persepsi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama, tetapi
karena pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka
acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu satu
dengan individu yang lain tidak sama. Keadaan tersebut memberikan
gambaran bahwa persepsi itu memang bersifat individual (Davidoff, 1981).
2. Persepsi Sosial
Dalam mempersepsi diri sendiri, orang akan dapat melihat bagaimana
keadaan dirinya sendiri, mengerti dirinya sendiri dan mengevaluasi tentang
dirinya sendiri. Dalam mempersepsi seseorang, individu yang dipersepsi itu
mempunyai kemampuan-kemampuan, perasaan, dan harapan walaupun
kadarnya berbeda seperti halnya pada individu yang mempersepsi. Orang yang
dipersepsi dapat berbuat sesuatu terhadap orang yang mempersepsi sehingga

1
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) (Yogyakarta: ANDI, 1978), hlm. 53.
2
Ibid., hlm. 54.

2
kadang atau justru sering hasil persepsi tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya. Orang yang dipersepsi dapat menjadi teman atau juga menjadi
lawan dari individu yang mempersepsi. Hal tersebut tidak akan dijumpai bila
yang dipersepsi itu bukan manusia atau orang (Tagiuri dan Petrullo, 1958). Ini
berarti bahwa orang yang dipersepsi dapat memberikan pengaruh kepada
orang yang mempersepsi.
Persepsi sosial merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui,
menginterpretasikan dan mengevaluasi orang lain yang berkaitan dengan
sifatnya, kualitasnya, dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang
dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi
(Tagiuri dalam Lindey dan Aronson, 1975). Demikian itu, karena yang
dipersepsi itu manusia seperti halnya dengan yang mempersepsi, maka objek
persepsi dapat memberikan pengaruh kepada yang mempersepsi. Dengan
demikian dapat dikemukakan dalam mempersepsi manusia atau orang
(person) adanya dua pihak yang masing-masing mempunyai kemampuan,
perasaan, harapan, pengalaman tertentu yang berbeda satu dengan yang lain
dan dapat berpengaruh dalam mempersepsi orang tersebut.
Dari uraian diatas ada beberapa hal yang dapat ikut berperan dan dapat
berpengaruh dalam mempersepsi manusia, yaitu :
 Keadaan stimulus, dalam hal ini berujud manusia yang akan dipersepsi;
 Situasi atau keadaan sosial yang melatarbelakangi stimulus; dan
 Keadaan orang yang mempersepsi.
Walaupun stimulus personnya sama tetapi kalau situasi sosial yang
melatarbelakangi stimulus person yang berbeda maka akan berbada hasil
persepsinya (Tagiuri dan Petrullo, 1958).
Pikiran, perasaan, kerangka acuan, pengalaman atau dengan kata lain
keadaan pribadi orang yang mempersepsi akan berpengaruh dalam seseorang
mempersepsi orang lain. Hal tersebut disebabkan karena persepsi merupakan
aktivitas yang integrated (Moskowitz dan Orgel, 1969). Demikian pula situasi
sosial yang melatarbelakangi stimulus person juga akan ikut berperan dalam hal
mempersepsi seseorang. Bila situasi sosial yang dilatarbelakangi berbeda hal
tersebut akan membawa perbedaan hasil persepsi seseorang. Karena itu situasi
sosial yang melatarbelakangi stimulus person mempunyai peran yang penting
dalam persepsi, khususnya persepsi sosial.3

B. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sosial


Pada bahasan sebelumnya telah dijelaskan tentang faktor internal yang
mempengaruhi persepsi individu. Di samping itu, masih ada faktor lain yang dapat
mempengaruhi proses persepsi, yaitu faktor stimulus itu sendiri dan faktor
lingkungan di mana persepsi itu berlangsung, dan ini merupakan faktor eksternal.
Stimulus dan lingkungan sebagai faktor eksternal dan individu sebagai faktor
internal saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi.4 Agar stimulus
dapat dipersepsi maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui
3
Ibid., hlm. 57.
4
Ibid., hlm. 54.

3
kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah menimbulkan kesadaran, sudah
dapat dipersepsi oleh individu. Kejelasan stimulus akan banyak berpengaruh
dalam persepsi.
Mengenai keadaan individu yang dapat mempengaruhi hasil persepsi datang
dari dua sumber, yaitu yang berhubungan dengan segi kejasmanian dan segi
psikologis. Bila sistem fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan berpengaruh
dalam persepsi seseorang. Sedangkan segi psikologis seperti telah dipaparkan di
depan yaitu mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka
acuan, motivasi akan berpengaruh pada seseorang dalam mengadakan persepsi.
Sedangkan lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi stimulus
juga akan berpengaruh dalam persepsi, lebih-lebih bila objek persepsi adalah
manusia. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek merupakan sebuah
kebulatan atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan situasi
sosial yang berbeda dapat menghasilkan persepsi yang berbeda.5

C. Membentuk Kesan Terhadap Orang Lain


Kesan kita terhadap orang lain adalah penting. Dalam mengkaji bagaimana orang
membentuk kesan tentang orang lain, ada enam prinsip umum dan sederhana 6:
1. Orang membentuk kesan tentang orang lain dengan cepat berdasarkan
informasi minimal dan kemudian menyebut ciri-ciri umum dari orang lain.
2. Orang memberikan perhatian khusus pada ciri yang paling menonjol dari
seseorang, bukan memerhatikan seluruh ciri seseorang.
3. Dalam memproses informasi tentang orang lain kita akan memberi maaakna
yang koheren pada perilaku mereka.
4. Kita menata persepsi kita dengan mengorganisasikan atau mengelompokkan
stimuli.
5. Kita menggunakan struktur kognitif kita untuk memahami perilakj orang lain.
6. Kebutuhan pihak yang memahami dan tujuan personal juga akan memengaruhi
bagaimana dia memandang orang lain.

a. Peran
Mengetahui peran sosial orang lain lebih penting ketimbang mengetahui
tentang sifat orang lain. Ada banyak cara menjadi ekstrover namun hanya ada
relatif sedikit cara untuk menjalankan peran yang konkret. Peran adalah
informatif, meringkas banyak informasi untuk berbagai macam situasi. Peran
juga lebih menonjol daripada sifat.
Skema peran juga lebih berguna sebagai pengingat ketimbang ciri
seseorang. Kemungkinan besar kita akan lebih mudah mengingat banyak nama
berdasarkan perannya ketimbang berdasarkan ciri-cirinya. Orang cenderung
memandang orang lain dalam konteks perannya terlebih dahulu, baru
kemudian berdasarkan ciri-cirinya.

b. Petunjuk atau Ciri Fisik


Kesan pertama kita sering didasarkan pada penampilan dan perilaku orang lain
(Livingston, 2001). Faktor-faktor tersebut dapat membuat kita punya kesan

5
Ibid., hlm. 55.
6
Shelley E. Taylor, dkk, Psikologi Sosial (Terjemahan) (Jakarta: Prenadamedia Group, 2009), hlm. 40.

4
yang mendalam. Kita juga menggunakan perilaku untuk menarik kesimpulan
tentang orang lain. Kita bahkan menarik kesimpulan tentang ciri personalitas
berdasarkan wajah seseorang ( Fiedler & Schenck, 2001), atau berdasarkan
ciri fisiknya.

c. Kemenonjolan
Orang langsung mengarahkan perhatiannya pada aspek yang menonjol
ketimbang latar belakang atau setting ( Nelson & Klutas, 2000). Ini dinamakan
figure-ground principle. Dalam kasus pembentukan kesan, implikasi
utamanya adalah petunjuk atau ciri yang menonjol akan lebih banyak dipakai
sebagai dasar penilaian.Apa yang menentukan salience (kemenonjolan) dari
ciri seseorang dibanding yang lain adalah sejumlah kondisi objektif bisa
membuat ciri tampak menonjol. Menurut prinsip persepsi objek Gestlat,
cahaya terang, suara bising, gerakan dan hal baru adalah kondisi-kondisi yang
paling kuat dalam menciptakan kesan (McArthur & Post, 1977). Segala
sesuatu yang membuat suatu petunjuk tampak tidak biasa atau aneh akan
menjadi menonjol dan lebih mungkin untuk diperhatikan.
Kemenoniolan memiliki sejumlah konsekuensi bagi persepsi
seseorang. Pertama, perilaku yang mencolok menarik lebih banyak perhatian
ketimbang perilaku yang kurang jelas (Taylor & Fiske, 1978). Kedua,
kemenonjolan memengaruhi persepsi kausalitas karena orang yang lebih
mencolok dianggap memiliki pengaruh lebih besar dalam konteks sosialnya
( Taylor & Fiske, 1975).
Karena stimuli yang menonjol adalah yang paling menarik perhatian, stimuli
itu juga menimbulkan penilaian yang ekstrem. Efek kemenonjolan ini
dideskripsikan sebagai “top of the head” oleh Taylor & Fiske (1978) karena
tampaknya terjadi pada level yang relatif superfisial untuk menarik perharian
kita. Karenanya, stimuli menonjol adalah stimuli yang tampak terkuat ketika
stimuli itu bisa menarik perhatian orang lain. Efek kemenojolan ini terjadi
bahkan dalam situasi penting ketika orang termotivasi untuk mendapatkan
kesan yang akurat ( Borgida & Howard-Pitney, 1983).

D. Tingkah Laku dan Komunikasi Nonverbal


Seringkali tingkah laku sosial manusia sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang bersifat sementara. Perubahan mood, emosi, kelelahan (fatigue), penyakit,
obat-obatan, semuanya dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak.
Karena faktor-faktor temporer ini demikian berpengaruh terhadap perilaku sosial
dan pola pikir sosial manusia, kita sangat tertarik untuk mencoba memahami: kita
mencoba mencari tahu bagaimana perasaan orang lain saat ini. Bagaimana cara
kita melakukannya? Kadang kala, dengan cara yang sangat sederhana, yaitu
bertanya langsung pada yang bersangkutan. Sayangnya, strategi ini lebih sering
gagal, karena orang lain tak selalu bersedia menceritakan perasaannya yang
terdalam pada kita. Sebaliknya, merea justru berupaya keras menyembunyikan
atau bahkan berdusta pada kita tentang emosi mereka saat itu.
Dalam situasi ini, kita kerap berpaling pada strategi lain, yaitu berusaha
memperoleh informasi tentang reaksi orang lain secara tidak langsung:
memperhatikan petunjuk nonverbal (nonverbal cues) yang tampil lewat ekspresi

5
wajah, kontak mata, postur, gerak tubuh, dan berbagai tingkah laku ekspresif
lainnya. Sebagaimana dinyatakan oleh DePaulo (1922), perilaku nonverbal relatif
tak bisa dikekang (irrepressible)—sulit dikontrol—sehingga tatkala orang lain
mencoba menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya dari kita, perilaku itu
tetap tampil dalam ekspresi-ekspresi nonverbal.7

 Komunikasi Nonverbal : Saluran-saluran Dasar


Penelitian menunjukkan bahwa ternyata informasi tentang kondisi psikologis
kita sering kali justru tampil melalui lima saluran dasar: ekspresi wajah (facial
expressions), kontak mata (eye contact), gerak tubuh (body movements), postur
(posture), dan sentuhan (touching),8 yang akan kita bahas lebih lanjut.

a. Ekspresi Wajah Sebagai Tanda Emosi Orang Lain


Melalui ekspresi wajah, kita dapet mengenali dan mengerti emosi orang
lain. Penelitan-penelitian tentang hubungan antara ekspresi wajah dengan
emosi menunjukan bahwa ada lima emosi dasar yang secara jelas diwakili
oleh ekspresi wajah: marah, takut, bahagia, kaget dan jijik (Izard, 1991).
Ekspresi wajah, selain mengungkapkan emosi secara sendiri-sendiri, juga
dapat mengungkapkan kombinasi emosi, seperti marah bercampur kaget
dan sedih bercampur takut.

b. Kontak Mata Sebagai Penanda Nonverbal


Petunjuk dari tatapan mata sangatlah penting. Sebagai catatan betapa
pentingnya petunjuk dari tatapan mata, para penyair kuno sering
menggambarkan mata sebagai “jendela hati”. Peribahasa ini ada benarnya:
kita memang sering belajar banyak tentang perasaan orang lain dari tatapan
wajahnya. Contoh, kita mengartikan tatapan mata yang dalam dan lama
dari seseorang sebagai sinyal rasa suka atau pertemanan (Kleinke, 1989;
Baron & Byrne, 2003). Sebaliknya, jika seseorang menghindari kontak
mata, kita bisa berkesimpulan bahwa dia tidak ramah, tidak menyukai kita,
atau mungkin sekedar pemalu (Zimbardo, 1977).

c. Bahasa Tubuh : Gestur, Postur, dan Gerakan


Pada umumnya orang mengubah gerakan badannya ketika perasaannya
berubah. Posisi tubuh berubah, gerakan berubah baik dari bentuk maupun
kecepatannya. Gerakan badan mencerminkan keadaan emosionalnya.
Sebagai salah satu saluran komunikasi nonverbal, gerakan badan
memberikan kita tanda-tanda nonverbal sehingga kita dapat mengenali dan
mengerti keadaan emosional orang lain. Perpaduan posisi tubuh, gerakan
badan, dan postur biasa disebut juga bahasa tubuh (body languange).
Gerakan yang dilakukan dalam jumlah besar dan berulang-ulang
(menyentuk, menghentak, menggaruk) mengindikasikan adanya
ketegangan emosional. Semakin tinggi frekuensinya, makin tinggi pula
tingkat ketegangan atau kegugupannya. Gerakan-gerakan kecil (gesture)

7
Robert A. Baron & Donn Byrne, Psikologi Sosial (Terjemahan) (Jakarta: Erlangga, 2004), hlm. 39.
8
Ibid., hlm. 40.

6
yang berulang-ulang dapat mencerminkan perasaan cemas dari orang
tersebut.
Gestur terbagi dalam beberapa kategori, tetapi satu yang paling
penting, yaitu emblem (geraakan tubuh yang menyiratkan makna khusus
menurut budaya tertentu). Selain itu, gestur tertentu memiliki makna yang
berbeda untuk perempuan dan laki-laki. Untuk laki-laki, gestur yang
menunjukan kekuatan seperti menghentakkan kedua tangan yang mengepal
merupakan ungkapan ketakutan, sedangkan untuk perempuan
mengungkapkan perasaan lemah atau panik.

d. Sentuhan
Sentuhan orang lain pada kita dapat membantu memahami apa yang
dirasakan orang lain terhadap kita. Pemaham terhadap apa yang hendak
diungkapkan melalui sentuhan bergantung pada beberapa faktor yang
terkait dengan siapa yang menampilkan sentuhan; jenis kontak fisik; dan
(konteks yang ada pada saat sentuhan ditampilkan).
Bentuk sentuhan yang paling umum di berbagai budaya ketika bertemu
dengan orang lain adalah berjabat tangan. Jabat tangan yang mantap
merupakan cara yang baik untuk memberikan kesan positif terhadap orang
lain (Chaplin, et al, 2000). Semakin mantap dan lama jabat tangan
dilakukan, semakin kuat kesan positif yang dihasilkan.

E. Macam-macam Persepsi
1. Persepsi orang, persepsi kita mengenai orang-orang yang ada di sekitar kita
dapat membawa pengaruh tertentu terhadap sikap dan perilaku kita dalam
berhubungan dengan mereka.
2. Persepsi emosi, yaitu untuk mengenal stimulus apa saja yang dapat
menimbulkan persepsi bahwa seseorang sedang mengalami suatu emosi
tertentu.
3. Persepsi sifat dan ciri kepribadian, persepsi untuk mengetahui mengenai sifat
atau ciri pribadi seseorang.
4. Persepsi motif, yaitu untuk menjelaskan sebab-sebab atau landasan dari
perilaku tertentu pada diri seseorang, atau menerangkan apa yang menjadi
motif dari timbulnya sesuatu tingkah laku tertentu.
5. Persepsi kausalitas, ada dua kategori dalam menentukan persepsi kausalitas,
yaitu kausa disposisional (bersumber pada diri perilaku yang terlibat dalam
peristiwa tersebut) dan kausal situasional, yaitu bersumber pada keadaan
sesaat atau keadaan yang melingkupi terjadinya peristiwa tersebut.
6. Persepsi diri, yaitu persepsi yang menunjukan pada persepsi pribadi seseorang
mengenai ciri-ciri dan kualitas diri sendiri.9

9
Toha Nursalam, Psikologi Perpustakaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 1996), hlm. 40.

7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Stimulus yang
mengenai individu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan sehingga individu menyadari
tentang apa yang diinderanya itu. Proses inilah yang dimaksud dengan persepsi. Dengan
persepsi, individu dapat menyadari, mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di
sekitarnya dan juga tentang keadaan diri individu yang bersangkutan. Karena dalam persepsi
merupakan aktivitas yang intergrated, maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti
perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada
dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut. Berdasarkan hal tersebut,
dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena
pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya
kemungkinan hasil persepsi antara individu satu dengan individu yang lain tidak sama.
Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi itu memang bersifat individual.
Persepsi sosial merupakan suatu proses seseorang untuk mengetahui,
menginterpretasikan dan mengevaluasi orang lain yang berkaitan dengan sifatnya,
kualitasnya, dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi sehingga
terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi Stimulus dan lingkungan sebagai faktor
eksternal dan individu sebagai faktor internal saling berinteraksi dalam individu mengadakan
persepsi. Objek dan lingkungan yang melatarbelakangi objek merupakan sebuah kebulatan
atau kesatuan yang sulit dipisahkan. Objek yang sama dengan situasi sosial yang berbeda
dapat menghasilkan persepsi yang berbeda.

8
DAFTAR PUSTAKA

Baron, Robert A. & Donn Byrne. 2004. Psikologi Sosial (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Nursalam, Toha. 1996. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Taylor, S.E., dkk. 2009. Psikologi Sosial (Terjemahan). Jakarta: Prenadamedia Group.
Walgito, Bimo. 1978. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: ANDI.

Anda mungkin juga menyukai