Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Menurut Wagner dan Hollenback (2003). Persepsi sebagai suatu

proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan

menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada

lingkungan mereka. Sejumlah factor yang mempengaruhi persepsi

menurut Robbins adalah pelaku persepsi, obyek atau target yang

dipersepsikan dan situasi. Di antara karakteristik pribadi dari perilaku

persepsi yang lebih relavan mempengaruhi persepsi adalah sikap,

motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan

pengharapan (ekspetasi).

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan suatu objek yang

diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya rangsang

oleh alat indera, kemudian individu memiliki perhatian, selanjutnya

diteruskan ke otak, lalu individu menyadari tentang sesuatu yang

diamati. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan memahami

keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya dan hal-hal yang ada dalam

diri individu tersebut (Sunaryo, M.Kes, 2014).

Persepsi adalah daya mengenal individu terhadap barang, kualitas atau

7
8

hubungan, dan perbedaan di antara hal tersebut yang dilakukan melalui

proses pengamatan, pemahaman, atau penafsiran setelah pancaindera

mereka mendapat rangsang (Maramis, 1999).

Persepsi sebagai kemampuan individu untuk membeda-bedakan,

mengelompokkan, dan memfokuskan pengamatan. Persepsi juga

merupakan pengamatan terhadap suatu hal yang bersifat global dan

belum disertai dengan kesadaran, sedangkan subjek dan objeknya

belum dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya

(Kartono,1996).

Persepsi masyarakat adalah suatu kumpulan individu-individu yang

saling bergaul dan saling bertata keramah dan saling berinteraksi

kerumah-rumah saudaranya. Persepsi masyarakat juga mempunyai

nilai norma kehidupan yang baik, cara-cara dan prosedur yang

merupakan kebutuhan bersama berupa suatu sistem adat istiadat

tertentu, yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu identitas

bersama (Soelaiman, dalam Musadun, 2000:86).

Ciri-ciri umum adanya persepsi yaitu:

a. Modalitas : rangsangan-rangsangan yang diterima harus sesuai

dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dan

masing-masing indera misal : cahaya untuk penglihatan, bunyi

untuk pendengaran dst.


9

b. Dimensi ruang : wujud rasa yang dimiliki manusia dapat

dirasakan melalui dimensi ruang seperti: luas dan sempit, atas dan

bawah, tinggi dan rendah, depan dan belakang.

c. Dimensi waktu : dimensi ini membuat kita bisa mengetahui waktu

seperti: cepat dan lambat, tua dan muda.

d. Struktur konteks : keseluruhan yang menyatu : objek-objek atau

gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang

menyatu dengan konteksnya.

e. Dunia penuh arti : persepsi adalah dunia penuh arti. Kita

cenderung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-

gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya

dalam diri kita.

2. Syarat Terjadinya persepsi

1. Adanya objek. Objek berperan sebagai stimulus, sedangkan

pancaindera berperan sebagai reseptor.

2. Adanya alat indera atau reseptor.

3. Adanya perhatian.

3. Proses terjadinya persepsi

Menurut Sunaryo (2002) persepsi mempunyai tiga proses yaitu ;

a. Proses kealaman atau proses fisik yakni proses ditangkapnya suatu

stimulus “objek” oleh panca indera.


10

b. Proses fisiologis yakni proses dilanjutkannya stimulus atau objek

yang sudah diterima alat indera dengan saraf-saraf sensorik ke

otak.

c. Proses psikologis yakni proses didalam otak, sehingga membuat

individu mengerti, menyadari, menafsirkan dan menilai objek

tersebut.

d. Hasil yang didapatkan oleh persepsi yang dalam bentuk

tanggapan, gambar atau kesan.

4. Macam-Macam Persepsi.

Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo 2002 :

a. Persepsi Eksternal, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya

rangsangan yang datang dari luar individu.

b. Persepsi Diri, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya

rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini

yang menjadi obyek adalah diri sendiri.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Jalaludin Rakhmat (1985), bahwa ada kecenderungan kita

melihat apa yang ingin kita lihat, mendengar apa yang kita dengar.

Perbedaan ini timbul dari factor-faktor dalam diri kita. Adapun factor

yang meliputinya adalah : factor-faktor biologis, factor-faktor

sosiologis, motif sosiologis, sikap, kebiasaan, dan kemauan. Dalam

mempersepsi diri sendiri orang akan dapat melihat keadaan dirinya


11

sendiri, orang akan dapat mengerti bagaimana keadaan dirinya dan

dapat mengevaluasi tentang dirinya sendiri.

a. Faktor-Faktor Fungsional

Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan,

pengalaman masa lalu, jenis kelamin dan hal-hal lain yang disebut

sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang menentukan

persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang

melakukan persepsi.

b. Faktor-Faktor Struktural

Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata

dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek saraf yang ditimbulkan

pada sistem saraf individu. Faktor-faktor struktural yang

menentukan persepsi menurut teori Gestalt bila kita ingin

memahami suatu peristiwa kita tidak dapat meneliti faktor-faktor

yang terpisah tetapi memandangnya dalam hubungan keseluruhan.

Dalam mengorganisasikan suatu hal, kita harus dapat melihat

konteksnya, walaupun stimulus yang kita terima tidak begitu

lengkap, tetatpi kita mengisinya dengan cara menginterprestasi

yang konsisten dengannya. Menurut Shaleh dan Wahab (2004)

Karena persepsi sifatnya lebih ke psikologis daripada

penginderaan maka ada beberapa factor yang mempengaruhi

persepsi yaitu :
12

a. Perhatian yang selektif

Yakni pemusatan perhatian pada rangsangan-rangsangan

tertentu. Sebenarnya dalam kehiudpan manusia, rangsangan

yang diterima tidak dapat dihitung secara kuantitatif. Fungsi

kognitif dan emosi manusia, akan menggiring manusia untuk

tidak menanggapi terhadap semua rangsang yang diterima.

b. Ciri- ciri rangsangan

Rangsangan yang bergerak diantara rangsangan-rangsangan

yang diam akan lebih menarik perhatian. Rangsang yang besar

diantara yang kecil atau yang kontras dengan latar belakang

yang memiliki intensitas paling kuat akan lebih menarik

perhatian dan lebih mudah mempengaruhi persepsi seseorang.

c. Nilai dan kebutuhan individu

Seorang seniman akan mempunyai kedalaman pengamatan

yang berbeda terhadap objek tertenti dibandingkan dengan

orang yang bukan seniman.

d. Pengalaman terdahulu

Pengalaman terdahulu juga mempengaruhi persepsi seseorang

terhadap dunianya. Pengalaman-pengalaman seseorang akan

sangat mempengaruhi rangsang atau obyekpersepsi yang

diterima.
13

B. Individu dan Masyarakat

1. Pengertian Individu

Individu merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat. Dalam ilmu

social, individu berarti juga bagian terkecil dari kelomok masyarakat

yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yanglebih kecil.

Menurut Marthen Luter, individu berasal dari kata individum (Latin),

yaitu satuan kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Individu menurut

konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu

sebagai makhluk ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh

kelengkapan hidup yang meliputi: raga, rasa, rasio, dan rukun.

2. Pengertian Masyarakat

Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi

sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya

berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama

(Koenjaraningrat,2012).

Ciri-ciri masyarakat yang dikemukakan Koentjaraningrat adalah :

a. Berada di wilayah tertentu.

b. Hidup secara berkelompok.

c. Terdapat suatu kebudayaan.

d. Terjadi perubahan

e. Terdapat interaksi social.


14

f. Terdapat pemimpin.

g. Terdapat stratafikasi social.

Dengan demikian masyarakat adalah setiap kelompok yang hidup dan

bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat

keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap

sebagai kesatuan social (Raplh Linton,1968).

Menurut Soerjono Soekanto, Masyarakat memiliki beberapa unsur :

a. Manusia yang hidup bersama.

b. Bercampur untuk waktu yang cukup yang lama.

c. Adanya kesadaran bahwa mereka merupakan satu kesatuan

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama

3. Jenis-jenis Masyarakat Menurut Soerjono Soekanto (2006):

a. Masyarakat Desa

Masyarakat desa adalah masyarakat yang tinggal di suatu

Kawasan, wilayah, territorial tertentu yang disebut desa.

Sedangkan masyarakat tradisonal adalah masyarakat yang

menguasaan ipteknya rendah sehingga hidupnya masih sederhana

dan belum kompleks.

Ciri-ciri masyarakat desa:

1) Saling mengenal walaupun tinggal berjauhan.

2) Tingkat solidaritas tinggi.

3) Dalam berkomunikasi lebih sering menggunakan bahasa

daerah.
15

4) Mata pencaharian yang cenderung sama.

5) Masih terjaga norma kesopanannya.

6) Tingkat buta huruf masih meningkat.

b. Masyarakat Kota

Masyarakat kota merupakan masyarakat urban dari berbagai

asal/desa yang bersifat heterogen dan majemuk karena terdiri dari

berbagai jenis pekerjaan/keahlian dan dating dari berbagairas,

etnis, dan agama.

Ciri-ciri masyarakat kota:

Kehidupan keagamaan berkurang jika dibandingkan dengan

masyarakat desa.

1) Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian.

2) Kekuatan dari keagamaan yang tidak terlalu kuat.

3) Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar.

4) Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata.

5) Kepercayaan masyarakat yang kuat akan manfaat ilmu

pengetahuan dan teknologi.

4. Fungsi masyarakat terhadap individu

Dengan adanya fungsi masyarakat terhadap individu, maka

masyarakat bisa mengembangkan cipta, rasa, karya dan karsa. Karya

masyarakat yaitu menghasilkan teknologi dan kebudayaan


16

kebendaan/lebudayaan kebendaan yang dubutuhkan manusia

menguasai alam sekitarnya, agar dapat diabadikan pada keperluan

masyarakat.

Perkembangan jiwa seseorang banyak ditentukan oleh pergaulan

dengan orang-orang lainnya. Sebagai contoh orang yang sejak

kecilnya diasingkan dari pergaulan dengan orang lain, mempunyai

kelakuan-kelakuan yang mirip dengan hewan. Tak dapat berbicara

dan tak dapat berperilaku sebagai manusia biasa. Secara fisik mereka

sebagai manusia, tetapi perkembangan jiwanya jauh terbelakang.

C. Stigma dan

Diskriminasi

1. Pengertian Stigma

Menurut Scheid dan Brown, pengertian Stigma adalah sebuah

fenomena yang terjadi pada saat seseorang diberikan labeling,

stereotip, separation, serta mengalami diskriminasi (Scheid dan

Brown,2010).

2. Pengertian

Diskriminasi

Diskriminasi adalah suatu perilaku yang tidak seimbang terhadap

seseorang, individu, dan kelompok, berdasarkan sesuatu, hal ini

biasanya bersifat kategorikal atau juga khas seperti ras, suku, agama

atau keanggotaan kelas-kelas social (Theodorson,1979).


17

Diskriminasi adalah suatu perilaku yang bersifat menunjukan

penolakan terhadap individu atau kelompok semata-mata karena

keanggotaan seseorang di dalam kelompok (Sears, Freedman, dan

Peplau,1999).

D. Sehat Jiwa

1. Pengertian Sehat Jiwa

Kesehatan jiwa adalah tingkatan kesejahteraan psikologis atau

ketiadaan gangguan jiwa atau masalah jiwanya. Kesehatan jiwa terdiri

dari berbagai jenis kondisi yang secara umum dikategorikan dalam

kondisi sehat, gangguan kecemasan, stress, dan depresi. Menurut

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, kesehatan jiwa yang baik

adalah dimana kondisi bathin kita berada dalam keadaan tenteram dan

tenang tanpa ada gangguan, sehingga memungkinkan kita untuk

meninkmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang-orang

disekitarnya (Keliat, DKK dalam Prabowo,2014).

E. Gangguan Jiwa

1. Pengertian

Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan

perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan

ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Hal ini terjadi karena


18

menurunnya semua fungsi kejiwaan (Abdul Nashir, 2011).

Dengan demikian, gangguan jiwa dapat didefenisikan sebagai berikut.

1. Keadaan adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan

meliputi: proses berpikir, emosi, kemauan, dan perilaku

psikomotorik, termasuk bicara ( Undang-Undang No.3 Tahun

1966).

2. Adanya kelompok gejala atau perilaku yang ditemukan secara

klinis yang disertai adanya penderitaan distress pada kebanyakan

kasus dan berkaitan dengan fungsi seseorang (PPDGJ III).

2. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

a. Gangguan kognisi

Merupakan proses mental dimana seorang menyadari,

mempertahankan hubungan lingkungan baik, lingkungan dalam

maupun limgkungan luarnya (fungsi mengenal).

b. Ketegangan (Tension)

Merupakan murunga tau rasa putus asa, cemas, gelisah, rasa

lemah, histeris, perbuatan terpaksa (Convulsive), takut dan tidak

mampu mencapai tujuan pikiran-pikiran buruk.

c. Gangguan Sensasi

Sensasi merupakan tahap awal dari proses penerimaan informasi.

Sensasi berasal dari kata latin sensatus, yaitu berarti dianugerahi

dengan indera (inetelek), yang secara lebih luasnya dapat diartikan


19

sebagai aspek kesadaran yang paling sederhana yang dihasilkan

oleh indera.

a. Hiperestesia adalah suatu kondisi yang melibatkan peningkatan

sensitivitas yang abnormal terhadap rangsangan indera.

Rangsangan indera dapat berupa suara yang didengar, makanan

yang dicicipi, tekstur yang dirasakan, dan sebagainya. Sensitivitas

sentuhan yang meningkat disebut sebagai “hiperestesia taktil”, dan

peningkatan sensitivitas suara disebut “hiperestesia pendengaran”.

Dalam konteks nyeri, hiperestesia dapat merujuk pada

peningkatan sensitivitas dimana terdapat alodinia dan

hyperalgesia.

b. Anestesia adalah suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit

Ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang

menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut

dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan

pembedahan.

c. Parestesia adalah sensasi kesemutan, menggelitik, menusuk-

nusuk, atau pembakaran kulit seseorang tanpa efek fisik jangka

panjang yang jelas. Manifestasi dari parestesia mungkin bersifat

sementara atau kronis.

d. Sinestesia adalah metafora berupa ungkapan yang berhubungan

dengan suatu indera untuk dikenakan pada indera lain. Contoh:

Betapa sedap memandang gadis cantik yang selesai berdandan,


20

suaranya terang sekali, rupanya manis, namanya harum.

e. Hiperosmia adalah meningkatnya kemampuan penciuman –

sebagai contoh kemampuan untuk mengenali bau parfum orang

yang sebelumnya menduduki sebuah kursi. Hiperosmia sering

terjadi bersamaan dengan sakit kepala, migran dan penyakit

Addison.

f. Anosmia adalah suatu keadaan dimana terjadi

kegagalan/kehilangan daya penciuman baik sebagian maupun

seleruh.

g. Gangguan Persepsi

Persepsi dalam pengembangan, dapat mengalami beberapa

gangguan. Gangguan persepsi atau yang biasa deisebut dengan

dispersepsi adalah kesalahan atau gangguan yang terjadi pada

persepsi individu. Gangguan ini dapat disebabkan oleh gangguan

otak (kerusakan pada otak, keracunan, obat halusinogenik);

gangguan jiwa, seperti emosi tertentu yang dapat mengakibatkan

ilusi dan psikosis sehingga menimbulkan halusinasi dan pengaruh

lingkungan sosio-budaya (sosio-budaya yang berbeda

menimbulkan persepsi berbeda atau orang yang berasal dari sosio-

budaya yang berbeda)

a. Halusinasi atau maya adalah persepsi tanpa adanya rangsang

apapun pada pancaindera seseorang, yang terjadi pada keadaan

sadar atau bangun,, berupa organik, fungsional, psikotik, atau


21

histerik (Maramis,1999). Secara umum dapat diaktakan bahwa

halusinasi adalah persepsi palsu atau suatu keadaan menghayati

gejala yang dikhayalkan sebagai hal yang nyata.

b. Jenis-jenis halusinasi:

1) Halusinasi yang terkait dengan indera pendengar (halusinasi

akustik)

Suatu persepsi yang seakan-akan dia mendengarkan suara-

suara aneh, padahal suara tersebut sebenarnya tidak ada.

Suara yang terdengar dapat berupa suara manusia, hewan,

musik, barang, mesin, dan suara kejadian alami.

2) Halusinasi yang terkait dengan indera penghilat (halusinasi

optik)

Suatu persepsi yang seakan-akan bisa melihat sesuatu,

namun pada kenyataannya tidak ada apa-apa.

3) Halusinasi yang terkait dengan indera pencium (halusinasi

olfaktorik)

Halusinasi yang seolah-olah mencium suatu bau tertentu.

Misalnya, bau bunga sedap malam, dirasakan sebagai bau

bangkai.

4) Halusinasi yang terkait dengan indera perasa (halusinasi

gustatorik)
22

Halusinasi yang seolah-olah merasakan suatu zat atau rasa

tentang sesuatu yang dimakan. Misalnya, saaat akan

diberikan obat, individu mrasakan seolah-olah diberi racun.

5) Halusinasi yang terkait dengan indera perraba (halusinasi

taktil)

Halusinasi yang seolah-olah merasa diraba-raba, disentuh,

dicolek-colek, ditiup, dirambati ular, dan disinari.

6) Halusinasi yang terkait dengan gerak (halusinasi kinestik)

Halusinasi yang seolah-olah merasa badannya bergerak di

sebuah ruang tertentu dan merasa anggota badannya

bergerak dengan sendirinya.

7) Halusinasi yang terkait dengan alat tubuh bagian dalam

(halusinasi viseral). Halusinasi yang seolah-olah ada

perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagian dalam.

Misalnya, lambung seperti ditusuk-tusuk jarum.

8) Halusinasi hipnagogik

Aktivitas kinerja persepsi sensorik yang salah, terjadi pada

orang normal dan tepat sebelum tidur.

9) Halusinasi hipnopompik

Aktivitas kinerja persepsi sensorik yang salah, terjadi pada

orang normal dan tepat sebelum bangun tidur.


23

10) Halusinasi histerik

Halusinasi yang terjadi pada neurosis histerik karena konflik

emosional.

h. Gangguan perhatian

Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian

stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli

lainnya melemah. Hal itu dapat terjadi pada saat kita

mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan

mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain

(Jalaludin Rahmat,2000).

Beberapa gangguan perhatian :

• Distraktibiliti adalah bagian dari gangguan pemusatan

perhatian (GPP). Gangguan pemusatan perhatian (GPP)

adalah suatu gangguan pada otak yang mengakibatkan

kesulitan konsentrasi dan pemusatan perhatian. Sebanyak 80%

pasien GPP memperlihatkan kesulitan belajar dan kelainan

perilaku.

• Aproseksia adalah keadaan dimana terdapat ketidaksanggupan

seseorang dalam memperhatikan suatu situasi secara tekun

terhadap keadaan tanpa memandang pentingnya masalah

tersebut (Nasir,2011).

• Hiperproseksia adalah suatu keadaan yang dimana terjadinya


24

konsentrasi perhatian yang berlebihan, sehingga sangat

mempersempit persepsi yang ada disekitarnya.

i. Gangguan ingatan

Ingatan (memory) kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan

mereproduksikan kesan-kesan. Jadi, ada 3 unsur salam perbuatan

ingatan; menerima kesan-kesan, menyimpan dan

mereproduksikan.

Dengan demikan ingatan itu merupakan kemampuan yang

berkaitan dengan kemampuan untuk menerima atau memasukkan,

menyimpan, dan menimbulkan Kembali hal-hal yang lampau.

Berikut beberapa gangguan ingatan:

• Amnesia

Kondisi terganggunya daya ingat. Penyebab amnesia dapat

berupa organik atau fungsional. Penyebab organic dapat berupa

kerusakan otak, akibat trauma atau penyakit, atau penggunaan

obat-obatan (biasanya yang bersifat sedatif) dan yang terparah

juga bisa disebabkan oleh transplantasi sumsum tulang

belakang.

• Hipernemsia

Hipernemsia adalah peningkatan memori yang terjadi dengan

upaya untuk mengambil materi yang dikodekan sebelumnya.

Hipernemsia adalah hasil bersih dari ingatn dan kelupaan,


25

sedemikian rupa sehingga jumlah ingatan harus melebihi

jumlah lupa sehingga menghasilkan peningkatan bersih secara

keseluruhan.

• Paramnemsia (pemalsuan/pemulihan ingatan)

Adalah delusi atau confabulation berbasis memori atau

ketidakmampuan untuk membedakan antara memori nyata dan

fantasi. Ingatan yang keliru karena distorsi pemanggilan

Kembali.

j. Gangguan asosiasi

Asosiasi adalah tehnik yang digunakan dalam terapi psikoanalisis.

Tehnik ini menuntut klien untuk mengatakan segala sesuatu yang

muncul dalam kesadarannya dengan leluasa, tanpa perlu berusaha

membuat uraian yang logis, teratur dan penuh arti

1) Retradasi (perlambatan) adalah kondisi sebelum usia 18 tahun

yang ditandai dengan rendahnya kecerdasan (biasanya nilai

IQ-nya dibawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan

sehari-hari. Retardasi tertuju pada sekelompok kelainan pada

fungsi intelektual dan deficit pada kemampuan adaptif yang

terjadi sebelum usia dewasa.

2) Kemiskinan ide; dimana suatu keadaan terdapat kekurangan

asosiasi yang kurang dipergunakan seseorang.

3) Perseverasi; suatu keadaan dimana seseorang pembicaraannya


26

yang diulang berkali-kali.

3. Dampak - Dampak Pada Gangguan Jiwa.

a. Dampak Psikosis

Psikosis adalah kondisi kejiwaan yang bisa ditandai dengan adanya

gangguan hubungan dengan realita. Psikosis juga merupakan gejala

yang serius yang muncul akibat adanya gangguan mental yang

serius yang meliputi adanya gangguan halusinasi atau delusi.

b. Dampak Sosial

Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai

perbedaan terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu

psikosis dalam suatu sosia-budaya tertentu berbeda dengan budaya

lainnya. Menurut Zubin (1969), adanya perbedaan satu budaya

dengan budaya yang lainnya, merupakan salah satu faktor

terjadinya perbedaan distribusi dan tipe gangguan jiwa.

c. Dampak Fisik

Dampak fisik yang dipengaruhinya adalah tubuh dan fungsi,

misalnya nyeri lambung karena selalu merasa khawatir dengan

keadaaan masa depannya.

F. Karakteristik demografi

1. Umur

Gangguan mental emosional yang cenderung meningkat erat

kaitannya dengan pertambahan usia karena menurut Maramis,


27

(2009) terdapat 1 persen masyarakat populasi dunia mengalami

gangguan jiwa dengan 5 - 15% diantaranya anak usia 3-15 tahun.

Menurut Koenig & Blazer (2003) menjelaskan bahwa resiko

gangguan jiwa pada pasien sesudah 50 tahun lebih disebabkan karena

faktor biologi bukan karena faktor genetik yang mungkin juga

disebabkan perubahan sistem saraf pusat. Menurut penelitian Marini

(2008) umur diatas 70 tahun lebih beresiko mengalami gangguan

jiwa.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syarniah dan

Akhmad Rizani di Desa Sungai Arpat, menurut usia masyarakat yang

berusia < 20 tahun paling banyak mempunyai persepsi kurang

mendukung 5 orang (83,3%), masyarakat yang berusia 21-55 tahun

paling banyak mempunyai persepsi kurang mendukung sebanyak 63.

Orang (61,2%), dan masyarakat yang berusia > 55 tahun paling

banyak juga mempunyai persepsi kurang mendukung sebanyak 27

orang (71,1%).

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin berkolerasi dengan prevalensi pada gangguan jiwa

tertentu, termasuk depresi, kecemasan, dan keluhan somatik.

Misalnya pada wanita, wanita lebih mungkin didiagnosis dengan

depresi berat, sedangkan dengan pria lebih mungkin didiagnosis

dengan penyalahgunaan obat atau zat dan gangguan kepribadian


28

antisosial (Marini, 2008).

Berdasarkan jenis kelamin masyarakat dengan jenis kelamin laki-laki

mempunyai persepsi kurasng mendukung sebanyak 68 orang

(58,1%), dan jenis kelamin perempuan paling banyak mempunyai

persepsi kurang mendukung sebanyak 27 orang (90%).

3. Pendidikan

Pendidikan yang semakin tinggi semakin cepat kita menghasilkan

keadaan sosial ekonomi makin baik dan mampu merubah

kehidupannya menjadi yang lebih baik. Pendidikan rendah juga

dihubungkan dengan meningkatnya risiko terjadinya demensia dan

depresi, sebelumnya juga didapatkan bahwa dpresi lebih banyak

terjadi pada orang lanjut usia dengan tingkat pendidikan rendah

(Darmojo, 2004).

4. Pekerjaan

Didalam pekerjaan, status tertentu mempunyai akibat suatu citra

tertentu pula. Perubahan status sosial seseorang akan berakibat bagi

yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik

dalam menghadapi perubahan tersebut. Aspek social tidak dapat

diabaikan dan sebaiknya diketahui sedini mungkin sehingga dapat

mempersiapkan diri

sebaik mungkin. Dan bagi seseorang yang memasuki usia lanjut yang

pernah menduduki suatu jabatan atau pekerjaan formal ( Depkes,


29

2004). Kehilangan pekerjaan memamg sering memiliki dampak

terbesar bagi orang orang yang sudah pensiun. Kadang mereka

merasakan kehilangan struktur kehidupan sehari-hari mereka, apalagi

mereka yang sudah tidak memiliki jadwal harian kerja

(Potter Perry, 2009).

Anda mungkin juga menyukai