“ AGRESI “
OLEH :
NI KETUT SINTA
NIM :2012101006
➢ Frustasi Agresi?
Teori FAH atau Frustation Aggression Hypothesis teori ini oleh Miller
dan Dolars dkk yang beranggapan bahwa agresi merupakan konsekuensi
dari frustasi yang dilakukan oleh individu atau manusia , jadi dalam teori
FAH ini, dinamika prilaku agresif dihadapkan pada kondisi riil itu tidak
dipersepsi atau tidak sesuai dengan harapan , jadi kesenjangannya antara
harapan dan kenyataan tersebut menyebabkan depresi , putus asa dan
dapat menyebabkan stress atau gangguan mental dan dapat mengganggu
jiwa seseorang atau individu tersebut. Dalam teori FAH ini mengkritis
teori ITA, yaitu bahwa dalam teori FAH ini dijelaskan bahwa agresi
tersebut bukanlah sesuatu naluri bawaan, tapi agresi tersebut merupakan
dampak dari kesenjangan yang sesuai dengan harapan yang menyebabkan
frustasi. Teori FAH ini dibagi dalam dua dalil yang utama, yang pertama
kondisi seseorang yang menyebabkan ketegangan menyebabkan orang
tersebut orang tersebut melakukan tindakan agresi. Contonya seperti:
merusak , melukai pihak yang menggagalkan tuajuan tersebut, yang
kedua ungkapan terhadap agresi dapat mereduksi energy seseorang untuk
melakukan sesuatu agresi. Teori FAH ini digunakan oleh ahli ilmu pakar
social untuk mengkaji kekerasan kolektif yang kemudian melahirkan teori
deprivasi relative, yang dijelaskan bahwa kekerasan kolektif terjadi
karena kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dilandasi oleh
rasa ketidakadilan sehingga menyebabkan sikap frustasi, sikap putus asa ,
depresi dan lain- lain.
Berdasarkan video tersebut dapat kita lihat bawasannya pria atau laki-laki
dalam video tersebut merasa frustasi karena apa yang ia rencang untuk
membuat sebuah karya tidak sesuai harapan, kemudia dia melampiaskan
kemarahannya kepada ketiga temannya tersebut.
RESUME BUKU PSIKOLOGI SOSIAL
KARANGAN KOMARUDDIN HIDAYAT & KHOIRUDDIN BASHORI
Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Psikologi Sosial yang di ampu oleh:
Dr. I Ketut Wisarja,S.Ag,M.Hum
OLEH :
NI KETUT SINTA
NIM :2012101006
❖ Sikap Ambivalen
Dalam kajian mengenai sikap, dikenal istilah dual attitudes atau
sikap ambivalen. Pada kenyataannya sikap memang tidak selalu tunggal
atau monolitik. Benci tapi rindu adalah salah satu ungkapan yang dapat
menjadi contoh dari sikap ambivalen. Seseorang memang dapat memiliki
dua sikap yang berbeda terhadap sesuatu. Misalnya, ada orang yang
gemar mendengarkan rekaman pertunjukan wayang kulit di radio, tetapi
karena kesibukannya yang sangat padat dan ketidakmampuannya untuk
menahan kantuk, ia hampir tidak pernah menyaksikan pertunjukan
wayang kulit semalam suntuk yang digelar secara langsung. Sikap
ambivalen dapat didefinisikan sebagai evaluasi yang berbeda terhadap
objek sikap yang sama. Sikap ambivalen terdiri dari dua jenis, yaitu sikap
ambivalen implisit dan eksplisit (Wilson, dkk., 2000). Sikap implist
merujuk pada respons intuitif atau reaksi yang alami. Adapun sikap
eksplisit mengacu kepada respons yang disengaja dan disadari. Apabila
seseorang mememiliki sikap impl dan eksplisit yang berbeda terhadap
sesuatu, maka ia dikatakan memiliki sikap Ambivalen.
Memang masih terdapat perdebatan mengenai apakah respons
intuitif dan respons yang disengaja merupakan bagian dari satu atau dua
sikap. Namun , penulis lebih lebih setuju dengan pendapat yang
menyatakan bahwa respons intutif merupakan representasi dari sikap
yang sebenarnya, sementara respons yang disengaja cenderung tidak
autentik karena bisa saja itu muncul dengan sarat pertimbangan sadar
akan untung rugi dalam menghadapi realitas kehidupan yang terkadang
sarat tekanan. Manakal seorang remaja tertarik atau menyukai teman
sekelasnya perasaan inilang yang merupakan sikapnya yang sebenanya.
Respons intuitif berupa salah tingkah adalah sikap yang lebih autentik.
❖ Fungsi Sikap
Katz (1960) berpendapat bahwa terdapat empat fungsi penting
sikap bagi manusia.
1. Fungsi manfaat atau instrumental (utilitarian). Disebut fungsi manfaat
atau instrumental karena dengan sikapnya, individu berusaha untuk
memaksimalkan manfaat dari hal-hal yang diinginkan dan
meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Sikap ini dilandasi oleh
hasrat untuk mendapatkan hadiah dan menghindari hukuman. Individu
akan mengembangkan sikap positif terhadap hal-hal yang
dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan kemudahan sesuai
kepentingan dirinya dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal
yang menurut dirinya akan merugikan atau mengganggu
kepentingannya. Jika sikap yang muncul didasari oleh pertimbangan
untung rugi, hal itu berarti yang bersangkutan sedang melaksanakan
fungsi instrumental. Fungsi ini juga bermanfaat untuk proses adaptasi
dalam kehidupan sosial. Individu tidak jarang harus menyesuaikan
sikap pribadinya dengan sikap kelompok agar dapat diterima secara
sosial.
2. Fungsi pengetahuan (knowledge). Fungsi ini membantu seseorang
mengatur dan menafsirkan informasi baru. Informasi ini kemudian
menjadi semacam skema dalam melihat fenomena yang terjadi dalam
kehidupan. Memang benar, seseorang perlu mempertahankan
pandangan yang sudah mapan, bermakna, dan stabil tentang banyak
hal. Apa yang kita sebut sebagai nilai-nilai penting dan prinsip-prinsip
umum ini dapat memberikan kerangka kerja bagi pengetahuan kita
selanjutnya. Sikap kita terhadap informasi baru dalam banyak kasus
diuji dengan pengetahuan kita yang telah mapan. Pengetahuan lama
dan baru dapat saling melengkapi atau bahkan mengoreksi. Interaksi
dialektis pengetahuan lama dan baru ini dapat melahirkan pengetahuan
lain yang lebih bermakna. Sementara itu, masuknya pengetahuan baru
dapat pula mengusik kemapanan pengetahuan lama.
3. Fungsi perlindungan harga diri ( ego-defesive ). Sikap dapat
membantu melindungi harga diri seseorang dengan menggunakan
makanisme pertahanan diri. Fungsi ini melibatkan prinsip – prinsip
psikoanalis untuk melindungi diri dari bahaya psikologi. Oleh karena
itu mekanisme pertahanan diri seperti penyangkalan, represi ,
proyeksi, dan resionalisasi menjadi penting. Penyangkalan merupakan
penolakan seseorang terhadap fakta – fakta menyakitkan pada dirinya.
Represi merupakan upaya psikologis seseorang untuk menekan
keinginan hasrat atau instingnya untuk menghindari ancaman atau
konflik. Proyeksi mekanisme pertahanan diri dengan cara
mengalihkan atau memindahkan penyebab tidak tercapainya suatu
keinginan di luar dirinya. Rasionalisasi proses pembenaran kelakuan
diri sendiri dengan menyajikan alasan yang masuk akal atau yang bisa
diterima secara sosial untuk menggatikan alasan yang sesungguhnya.
4. Fungsi pengekspresian nilai (value-expressive). Fungsi ini digunakan
dalam mengekspresikan nilai-nilai atau keyakinan utama. Sikap
membantu kita untuk secara positif mengekspresikan nilai-nilai dasar,
citra diri, dan aktualisasi diri. Manakala seseorang memiliki citra diri
sebagai seorang "fundamentalis", misalnya, hal tersebut akan
memengaruhi sikapnya terhadap budaya barat atau tentang perubahan
sosial yang terjadi. Nilai-nilai dasar penting untuk membangun
identitas, mendapatkan persetujuan sosial, dan dengan demikian
menunjukkan siapa diri kita yang sesungguhnya serta apa yang kita
perjuangkan. Individu yang setia dengan nilai-nilai dasar dan secara
konsisten mengekspresikannya dengan benar disebut sebagai pribadi
yang memiliki integritas. Secara psikologis, individu dengan integritas
yang tinggi serta mampu menyatukan kata dan perbuatan tidak saja
lebih dihormati oleh orang lain, tetapi juga lebih sehat dan stabil
kehidupannya