Anda di halaman 1dari 36

Ali Asmul,M.

Pd

SUMBER
AJARAN
ISLAM

0
DAFTAR ISI

BAB I ...................................................................................................................... 3

AL-QUR’AN .......................................................................................................... 3

A.Pendahuluan .................................................................................................... 3

B.Tinjauan Pustaka.............................................................................................. 3

1. Pengertian Al-Qur’an................................................................................... 3

2.Fungsi dan Peran Al-Qur’an ......................................................................... 7

3. Kodifikasi Al-Qur’an................................................................................... 8

4.Kandungan al-qur’an. ................................................................................... 9

5.Keistimewaan Al-Qur'an 2 ......................................................................... 13

6.Penafsiran Al-qur’an................................................................................... 14

BAB II................................................................................................................... 16

SUNNAH .............................................................................................................. 16

A.Pendahuluan .................................................................................................. 16

B.Tinjauan Pustaka............................................................................................ 16

1.Pengertian Sunnah ...................................................................................... 16

2.Hubungan antara Al-qur’an dan Sunnah .................................................... 17

3.Perbedaan Al-Qur’an dan sunnah ............................................................... 18

4.Macam-macam hadis .................................................................................. 19

5. Penelitian hadis .......................................................................................... 23

BAB III ................................................................................................................. 27

IJTIHAD ............................................................................................................... 27

A.Pendahuluan .................................................................................................. 27

B.Latar Belakang............................................................................................... 27

1
1.Pengertian Ijtihad........................................................................................ 27

2.Masalah yang diijtihadkan .......................................................................... 28

3.Macam-Macam dan Cara-Cara Ijtihad ....................................................... 30

4.Syarat Mujtahid........................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

2
BAB I

AL-QUR’AN
A. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan secara lengkap dari lauhil
mahfudz ke langit dunia, selanjutnya diturunkan secara berangsur-angsur
kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril dan
disampaikan kepada ummat manusia untuk dijadikan pedoman dalam
kehidupan di dunia ini. Membaca Al-Qur’an merupakan ibadah kepada Allah
SWT. Al-Qur’an sebagai kitab terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk
bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa sampai akhir zaman. Di
dalamnya terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang
beriman dan aturan-aturan manusia di dunia dalam hubungan dengan Allah
maupun hubungan dengan sesama manusia lainnya dan hubungan dengan alam
sekitarnya.
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan Allah
kepada rasulnya yang terakhir yaitu nabi Muhammad SAW sekaligus sebagai
mukjizat yang terbesar diantara mukjizat- mukjizat yang lain. Turunnya Al-
Qur’an dalam kurun waktu 23 tahun, dibagi menjadi dua fase. Pertama
diturunkan di Mekkah yang biasa disebut dengan ayat-ayat Makkiyah. Dan
yang kedua diturunkan di Madinah disebut dengan ayat-ayat Madaniyah.
(Muhammad Roihan Daulay, 2014).

B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Menurut
istilah, Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pegangan bagi mereka yang ingin
mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Al-Qur’an menggunakan bahasa Arab
dan merupakan mukjizat bagi rasul. Sebagian besar ayat-ayat Al- Qur’an

3
diturunkan di kota Mekah dan kota Madinah. Isi yang terkandung dalam Al-
Qur’an terdapat 6.236 ayat 114 surat dan 30 juz. (Rudiyanto, 2014). Secara
etimologis Al-Qur’an adalah mashdar (infinitif) dari qara-a--yaqra-u—qirâ-
atan—qur’â-nan yang berarti bacaan. Al- Qur’an dalam pengertian bacaan ini
misalnya terdapat dalam firman Allah SWT :

“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan


(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.” (Q.S. Al- Qiyâmah 75:17-18).
2. Nama-Nama Al-Qur’an
a. Al Kitab atau Kitabullah
Nama lain Al Quran yakni Al-Kitab atau Kitabullah biasanya
seringkali digunakan ketika menyebut Al-Quran. Al-Kitab itu dalam bahasa
Arab berarti memang bermakna buku. Nama ini terdapat dalam surah Al-
Baqarah yang artinya kitab ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi
mereka yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah : 2)
b. Al Furqan
Nama lain Al Quran berikutnya yakni, Al-Furqan yang memiliki arti
pembeda benar dan salah, Nama ini ada dalam QS Al-Furqan ayat 1 Maha
suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hanba-Nya agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (QS. Al-Furqan : 1).
c. Adz-Dzikir
Nama lain Al Quran juga kadang disebut dengan Adz-Dzikr artinya
pemberi peringatan. hal ini bahkan secara tersirat juga disebutkan pada ayat
sebelumnya ‫ ﻟَ َﺤﺎﻓِﻈُﻮنَ ﻟَﮫُ َوإِﻧﱠﺎ اﻟ ﱢﺬ ْﻛ َﺮ ﻧَ ﱠﺰ ْﻟﻨَﺎ ﻧَﺤْ ﻦُ إِﻧﱠﺎ‬Sesungguhnya Kami-Lah yang
menurunkan Adz-Dzikr dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.(QS. Al-Hijr : 9)
d. Al Mau’idzhoh
Nama lain Al Quran selanjutnya adalah Al-Mau’idhoh berarti
pelajaran atau nasihat. Nama ini keluar dalam ayat

4
‫ﺼﺪُو ِر ﻓِﻲ ﻟِﻤَﺎ َو ِﺷﻔَﺎ ٌء َرﺑﱢ ُﻜ ْﻢ ﻣِﻦْ ﻣَﻮْ ِﻋﻈَﺔٌ َﺟﺎ َء ْﺗ ُﻜ ْﻢ ﻗَ ْﺪ اﻟﻨﱠﺎسُ أَﯾﱡﮭَﺎ ﯾَﺎ‬
‫ﻟِ ْﻠﻤُﺆْ ِﻣﻨِﯿﻦَ َو َرﺣْ َﻤﺔٌ وَ ھُﺪًى اﻟ ﱡ‬
Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang ada) dalam dada
dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman". (QS. Yunus :
57)
e. Asy-Syifa’
Nama lain Al Quran lainnya yakni, Asy-Syifa yang berarti
penyembuh.
‫َﺧﺴَﺎرًا إ ﱠِﻻ اﻟﻈﱠﺎﻟِﻤِﯿﻦَ ﯾَﺰِﯾ ُﺪ َو َﻻ ۙ◌ ﻟِ ْﻠ ُﻤﺆْ ِﻣﻨِﯿﻦَ َو َرﺣْ َﻤﺔٌ ِﺷﻔَﺎ ٌء ھُ َﻮ ﻣَﺎ ا ْﻟﻘُﺮْ آ ِن ﻣِﻦَ َوﻧُﻨَ ﱢﺰ ُل‬
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra :
82)
Al Quran memang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah SAW
untuk mengobati penyakit hati manusia. Untuk itu saat kita merasa
mempunyai penyakit yang berkaitan dengan hati, misalnya saja iri, kecewa,
sedih, dan sebagainya dianjurkan untuk membaca Al-Quran. Membaca ayat
suci Al-Quran Insya Allah dapat meringankan bahkan menghilangkan
penyakit-penyakit tersebut.
f. Al-Hukmu
Al Quran juga kadang disebut dengan Al-Hukmu berarti juga hukum
atau peraturan. Seperti diketahui sumber hukum Islam memang harus
didasarkan pada Al Quran.
‫ﻚ‬
َ ِ‫ك ﺑَ ْﻌ َﺪﻣَﺎ أَ ْھ َﻮا َءھُ ْﻢ اﺗﱠﺒَﻌْﺖَ َوﻟَﺌِ ِﻦ ۚ◌ َﻋ َﺮﺑِﯿًّﺎ ُﺣ ْﻜﻤًﺎ أَ ْﻧ َﺰ ْﻟﻨَﺎهُ َو َﻛ َٰﺬﻟ‬
َ ‫ﻚ ﻣَﺎ ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ ِﻢ ﻣِﻦَ َﺟﺎ َء‬
َ َ‫ﷲِ ﻣِﻦَ ﻟ‬
‫ﻣِﻦْ ﱠ‬
‫ق و ََﻻ َوﻟِ ﱟﻲ‬
ٍ ‫َوا‬
Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al-Quran itu sebagai
peraturan (yang benar) dalam Bahasa Arab. Dan seandainya kamu
mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka
sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu akan (siksa)
Allah.(QS. Ar-Ra’d: 37).

5
g. Al-Hikmah
Nama lain Al Quran selanjutnya yakni Al Hikmah yang berarti
kebijaksanaan. Nama Al Hikmah disebutkan dalam Surat Al Isra:
‫ﻚ‬
َ ِ‫ﻚ أَوْ َﺣ ٰﻰ ِﻣﻤﱠﺎ َٰذﻟ‬
َ ‫ﻚ إِﻟَ ْﯿ‬
َ ‫ﷲ َﻣ َﻊ ﺗَﺠْ ﻌَﻞْ و ََﻻ ۗ◌ ا ْﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤ ِﺔ ﻣِﻦَ َرﺑﱡ‬
ِ ‫َﻣﻠُﻮﻣًﺎ َﺟﮭَﻨﱠ َﻢ ﻓِﻲ ﻓَﺘُ ْﻠﻘ َٰﻰ آ َﺧ َﺮ إِ َٰﻟﮭًﺎ ﱠ‬
‫َﻣ ْﺪﺣُﻮ ًرا‬
Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Janganlah
kamu mengadakan Tuhan yang lain selain Allah yang (bisa) menyebabkan
kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan
(dari rahmat Allah). (QS. Al Isra’ : 39)
h. Al-Huda
Nama lain Al Quran lainnya adalah Al-Huda yang bermakna
petunjuk. Nama AL Huda terdapat dalam Surat Al Jin.
‫َرھَﻘًﺎ َو َﻻ ﺑَﺨْ ﺴًﺎ ﯾَ َﺨﺎفُ ﻓ ََﻼ ﺑِ َﺮﺑﱢ ِﮫ ﯾُﺆْ ﻣِﻦْ ﻓَﻤَﻦْ ۖ◌ ﺑِ ِﮫ آ َﻣﻨﱠﺎ ا ْﻟﮭُﺪَىٰ َﺳ ِﻤ ْﻌﻨَﺎ ﻟَﻤﱠﺎ َوأَﻧﱠﺎ‬
“Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk, kami beriman
kepadanya (quran). Barang siapa beriman kepada Tuhannya, maka ia
tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak pula akan penambahan
dosa serta kesalahan". (QS. Al-Jin : 13).

i. At Tanzil
At-Tanzil merupakan nama lain Al Quran. At Tanzil memiliki arti
yang diturunkan.
ُ‫ا ْﻟﻌَﺎﻟَﻤِﯿﻦَ َربﱢ ﻟَﺘَ ْﻨﺰِﯾ ُﻞ َوإِﻧﱠﮫ‬
Dan sesungguhnya (Al-Quran) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta Alam. (QS. Asy Syu’araa’ : 192)
j. Ar-Rahmat
Ar Rahmat juga nama lain Al Quran yang memiliki artai rahmat.
ُ‫ﻟِ ْﻠﻤُﺆْ ِﻣﻨِﯿﻦَ َو َرﺣْ َﻤﺔٌ ﻟَﮭُﺪًى َوإِﻧﱠﮫ‬
Dan sesungguhnya Quran itu benar-benar menjadi petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. An-Naml : 77).

6
3. Fungsi dan Peran Al-Qur’an
a.Fungsi Al-Qur'an
Al-qur'an memiliki beberapa fungsi, seperti yang berikut ini :
1) Sebagai “Al Huda” (Petunjuk)
Alquran bisa dijadikan sebagai petunjuk bagi orang-orang yang
bertakwa dan juga beriman. Tidak hanya itu, namun Alquran juga bisa
dijadikan sebagai petunjuk bagi manusia yang hidup di dunia.
2) Sebagai “Al Furqon” (Pemisah)
Alquran berperan juga sebagai pemisah antara mana yang haq dan
mana yang batil. Artinya, Alquran bisa dijadikan sebagai pembeda
antara mana yang benar dan mana yang salah. Dalam Alquran
dijelaskan mana yang buruk yang tidak boleh dilakukan dan mana hal
yang baik dan boleh dilakukan.
3) Sebagai “Asy Syifa” (Obat)
Alquran bisa dijadikan sebagai obat untuk penyakit mental dan juga
penyakit hati. Dalam hal ini, isi dari dalam Alquran seperti halnya
petunjuk di dalamnya sebaiknya diamalkan agar bisa memberikan
pencerahan bagi mereka yang menjalankannya.
4) Sebagai “Al Mau’izah” (Nasehat)
Alquran juga berperan sebagai nasehat yang di dalamnya terdapat
nasihat, pengajaran, peringatan mengenai kehidupan untuk orang-
orang yang beriman dan berjalan di jalan Allah. Adapun nasehat yang
terdapat di dalam Alquran bisanya memiliki kaitan dengan peristiwa
yang bisa dijadikan sebagai pelajaran untuk manusia yang hidup
setelahnya.
b.Peran Alquran
1) Peran Alquran untuk Kehidupan Manusia
Hingga sekarang, Alquran masih terjaga keasliannya dan dibukukan ke
dalam bahasa Arab. Meski demikian, Alquran juga sudah
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sebagai pedoman dalam

7
menjalankan kehidupan, Alquran memiliki peran yang cukup beragam
bagi kehidupan manusia, seperti yang berikut ini :
a) Menjelaskan masalah yang terjadi pada umat sebelumnya
b) Penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya
c) Memantapkan iman Islam
d) Tuntutan dalam menjalankan kehidupan
2) Peran Alquran Sebagai Sumber Ilmu
Berperan juga sebagai sumber ilmu seperti yang berikut ini: :
-Ilmu hukum
-mu sejarah Islam
-Ilmu tentang pendidikan agama Islam
-Ilmu tauhid
-Ilmu hukum
4. Kodifikasi Al-Qur’an
Yang dimaksud dengan kodifikasi Al-Qur’an yaitu proses
pemeliharaan, penulisan, pengumpulan, dan percetakan Al-Qur’an sejak masa
Nabi Muhammad sampai sekarang.
a. Masa Nabi Muhammad SAW
Pemeliharaan al-quran masa nabi dibagi menjadi dua :
a). metode hafalan
setiap kali malaikat Jibril datang membawa ayat al-quran nabi
langsung menghafalnya.
b). metode tulisan
setiap kali ayat turun beliau langsung menuliskan ayat tersebut. Alat
tulis yang digunakan nabi ialah pelepah kurma, lempengan batu, daun
lontar, kulit kayu, potongan tulang, kulit hewa.
b. Masa Abu Bakar
Yang dimaksud dengan kodifikasi masa Abu Bakar adalah
pengumpulan al-quran yang masih terpisah pada berbagai macam alat
tulis menjadi satu kesatuan yang utuh. Alas an yang mendorong Abu
Bakar melakukan hal tersebut karna banyaknya para sahabat penghafal

8
al-quran yang gugur dalm perang. Jika hal itu dibiarkan maka lama
kelamaan al-quran akan hilang Bersama para sahabat yang gugur
tersebut. Perang yang dimaksud Ketika itu adalah perang yamamah,
yakni perang melawan orang-orang murtad.
Lalu al-quran hasil pengumpulan disimpan oleh Abu Bakar, Umar, dan
Hafsah.
c. Masa Usman bin Affan
Yang dimaksud dengan pemeliharaan al-quran pada masa Usman ialah
penulisan kembali naskah al-quran yang bersumber dari naskah yang
sudah dikumpulkan Abu Bakar menjadi beberapa copy. Alasan yang
mendorong Usman melakukan itu adalah munculnya perbedaan cara
membaca ayat al-quran dikalangan umat islam, setelah islam
berkembang secara luas, sehingga membawa pada perselisihan.
5. Kandungan al-qur’an.
a. Akidah dan Tauhid
Isi kandungan Al Quran pertama yakni tentang akidah. Secara
etimologi akidah berarti kepercayaan atau keyakinan. Bentuk jamak
Akidah (‘Aqidah) adalah aqa’id. Akidah juga disebut dengan istilah
keimanan. Orang yang berakidah berarti orang yang beriman (Mukmin).
Akidah secara terminologi didefnisikan sebagai suatu kepercayaan yang
harus diyakini dengan sepenuh hati, dinyatakan dengan lisan dan
dimanifestasikan dalam bentuk amal perbuatan. Akidah Islam adalah
keyakinan berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran dan
hadits. Seorang yang menyatakan diri berakidah Islam tidak hanya cukup
mempercayai dan meyakini keyakinan dalam hatinya, tetapi harus
menyatakannya dengan lisan dan harus mewujudkannya dalam bentuk
amal perbuatan (amal shalih) dala kehidupannya sehari-hari. Inti pokok
ajaran akidah adalah masalah tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah Maha
Esa. Setiap Muslim wajib meyakini ke-Maha Esa-an Allah. Orang yang
tidak meyakini ke-Maha Esa-an Allah Swt. berarti ia kafir, dan apabila
meyakini adanya Tuhan selain Allah SWT dinamakan musyrik. Dalam

9
akidah Islam, di samping kewajiban untuk meyakini bahwa Allah SWT itu
Esa, juga ada kewajiban untuk meyakini rukun-rukun iman yang lain.
Tidak dibenarkan apabila seseorang yang mengaku berakidah/beriman
apabila dia hanya mengimani Allah saja, atau meyakini sebagian dari
rukun iman saja. Rukun iman yang wajib diyakini tersebut adalah: iman
kepada Allah SWT, Iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada
kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-Rasul, iman kepada hari akhir, dan
iman kepada Qadla’ dan Qadar. Al Quran banyak menjelaskan tentang
pokok-pokok ajaran akidah yang terkandung di dalamnya, di antaranya
Surat Al Ikhlas 1-4 yang artinya :
Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS.
Al-Ikhlas: 1-4)
b. Ibadah
Isi Kandungan Al Quran berikutnya yakni masalah ibadah. Ibadah
berasal dari kata 'abada-ya'budu-'abadan artinya mengabdi atau
menyembah. Yang dimaksud ibadah adalah menyembah atau mengabdi
sepenuhnya kepada Allah SWT dengan tunduk, taat dan patuh kepada-
Nya. Ibadah merupakan bentuk kepatuhan dan ketundukan yang
ditimbulkan oleh perasaan yakin terhadap kebesaran Allah SWT, sebagai
satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Karena keyakinan bahwa
Allah Swt. mempunyai kekuasaan mutlak. Dalam Al-Quran dijelaskan
bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain adalah untuk
beribadah kepada Allah Swt. Firman Allah SWT: "Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz Dzariyaat [51] : 56).
Manusia harus menyadari bahwa dirinya ada karena diciptakan
oleh Allah SWT. Karena itu, manusia harus sadar bahwa dia
membutuhkan Allah SWT, dan kebutuhan terhadap Allah WT. Hal itu
diwujudkan dengan bentuk beribadah kepada-Nya.

10
Ibadah dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : ibadah mahdhah dan
ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah artinya ibadah khusus yang tata caranya
sudah ditentukan, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji. Sedangkan ibadah
ghairu mahdhah artinya ibadah yang bersifat umum, tata caranya tidak
ditentukan secara khusus, yang bertujuan untuk mencari ridha Allah SWT,
misalnya: silaturrahim, bekerja mencari rizki yang halal diniati ibadah,
belajar untuk menuntut ilmu, dan sebagainya.
c. Akhlak
Isi kandungan Al Quran berikutnya memuat tentang akhlak.
Ditinjau dari segi etimologi, Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata
khuluq (yang berarti perangai, tingkah laku, tabiat, atau budi pekerti.
Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku hidup sehari-hari.
Dalam konsep bahasa Indonesia, akhlak semakna dengan istilah etika atau
moral. Akhlak merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam,
sehingga Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah hadis bahwa tujuan
diutusnya Nabi SAW adalah untuk memperbaiki dan menyempurnakan
akhlak mulia. Rasulullah saw. bersabda: “Bahwasanya aku diutus untuk
menyempurnyakan akhlak yang baik. (HR. Ahmad) Nabi Muhammad
SAW adalah model dan suri tauladan bagi umat dalam bertingkah laku
dengan akhlak mulia (karimah). Al Quran merupakan sumber ajaran
tentang akhlak mulia itu.
d. Hukum
Isi kandungan Al Quran lainnya yakni tentang Hukum. Dalam
Islam, hukum sebagai salah satu isi pokok ajaran Al Quran berisi kaidah-
kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar dan menyeluruh bagi umat manusia.
Tujuannya adalah untuk memberikan pedoman kepada umat manusia agar
kehidupannya menjadi adil, aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia,
dan Selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagai sumber hukum
ajaran Islam, Al Quran banyak memberikan ketentuan-ketentuan hukum

11
yang harus dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum baik secara
global (mujmal) maupun terperinci (tafsil).
Beberapa ayat-ayat Al Qur an yang berisi ketentuan hukum antara lain
adalah :
1) Hukum perkawinan, antara lain dijelaskan dalam
QS. al-Baqarah [2]: 221;
QS. al-Maidah [5]: 5;
QS.an-Nisa’ [4]: 22-24;
QS.an-Nur [24]: 2;
QS. alMumtahanah [60]:10-11.
2) Hukum waris, antara lain dijelaskan dalam
QS. an-Nisa’ [4]: 7-12 dan 176,
QS. al-Baqarah [2]:180;
QS. al-Maidah [5]:106
3) Hukum perjanjian, antara lain dijelaskan dalam
QS. al-Baqarah [2]: 279, 280 dan 282;
QS. al-Anfal [8]: 56 dan 58; QS. at-Taubah [4]: 4
4) Hukum pidana, antara lain dijelaskan dalam
QS. al-Baqarah [2]: 178;
QS. An-Nisa’ [4]: 92 dan 93;
QS. al-Maidah [5]: 38; QS.
Yanus [10]: 27; QS. al- Isra’ [17]: 33; QS. asy-Syu’ara [26]: 40
5) Hukum perang, antara lain dijelaskan dalam
QS. al-Baqarah [2]: 190-193;
QS. al-Anfal [8]: 39 dan 41;
QS. at-Taubah [9]: 5,29 dan 123,
QS. al-Hajj [22]: 39 dan 40

6) Hukum antarbangsa, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Hujurat [49]:


13
e. Sejarah atau Kisah Umat Masa Lalu

12
Isi kandungan Al Quran berikutnya tentang sejarah atau kisah umat
pada masa lalu. Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan hanya sekedar
cerita atau dongeng semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah
(pelajaran) bagi umat Islam. Ibrah tersebut kemudian dapat dijadikan dapat
menjadi petunjuk untuk dapat menjalani kehidupan agar senantiasa sesuai
dengan petunjuk dan keridhaan Allah SWT.
f. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Teknologi
Isi kandungan Al Quran terakhir adalah memuat ilmu pengetahuan
dan teknologi. Al Quran juga disebut dengan kitab suci ilmiah. Banyak
ayat yang memberikan isyaratisyarat ilmu pengetahuan (sains) dan
teknologi yang bersifat potensial untuk kemudian dapat dikembangkan
guna kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia. Allah SWT yang
Maha memberi ilmu telah mengajarkan kepada umat manusia untuk dapat
menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik. Al Qur-
an menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal itu diisyaratkan pada saat ayat Al Quran untuk pertama
kalinya diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu QS. al-‘Alaq: 1-
5. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.

6. Keistimewaan Al-Qur'an 2
Alquran bagi umat Islam antara lain:
1. Al-quran adalah pedoman hidup, Al-quran yang merupakan wahyu dari
Allah SWT yang turun kepada Rasulullah SAW melalui Malaikat Jibril.
Tidak hanya berupa tulisan tanpa makna, melainkan memiliki makna
mendalam, karena Alquran adalah kalamullah yang merupakan bimbingan
bagi umat Islam.

13
2. Al-quran yang terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6236 ayat ini tidak hanya
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja, melainkan juga mengatur
hubungan manusia dengan manusia, serta hubunga manusia dengan alam
sekitarnya.
3. Membaca dan mendengarkan bacaan Alquran mendapat pahala. Alquran
merupakan pedoman hidup bagi umat manusia, sehingga umat seharusnya
mengkaji, memahami, dan menghayati sekaligus mengamalkannya dalam
segala aspek kehidupan. Di dalam Alquran terkumpul firman Allah yang
menjadi pedoman, petunjuk dan pelajaran bagi siapa yang mempercayai
serta mengamalkannya.

7. Penafsiran Al-qur’an
Tafsir Al-Qur'an (bahasa Arab: ‫ )اﻟﻘﺮآن ﺗﻔﺴﯿﺮ‬adalah ilmu pengetahuan
untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan
isinya berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang
arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di
pahami dan samar artinya. Kebutuhan umat Islam terhadap tafsir Al-Qur'an,
sehingga makna-maknanya dapat dipahami secara penuh dan menyeluruh,
merupakan hal yang mendasar dalam rangka melaksanakan perintah Allah
(Tuhan dalam Islam) sesuai yang dikehendaki-Nya. Dalam memahami dan
menafsirkan Al-Qur'an diperlukan bukan hanya pengetahuan bahasa Arab,
tetapi juga berbagai macam ilmu pengetahuan yang menyangkut Al-Qur'an dan
isinya. Ilmu untuk memahami Al-Qur'an ini disebut dengan Ushul Tafsir atau
biasa dikenal dengan Ulumul Qur'an (ilmu-ilmu Al-Qur'an).
Terdapat tiga bentuk penafsiran yaitu :
a. Tafsîr bil ma’tsûr,
b. at-tafsîr bir ra’yi,
c. tafsir isyari,
dengan empat metode,
a. ijmâli, tahlîli,
b. muqârin dan

14
c. maudhû’i.
Sedangkan dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak
a. sastra bahasa, fiqh, teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra
budaya kemasyarakatan. Usaha menafsirkan Al-Qur'an sudah dimulai
semenjak zaman para sahabat Nabi ‫ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﯿﮫ ﷲ ﺻﻠﻰ‬sendiri. ‘Ali ibn Abi
Thâlib, ‘Abdullah ibn ‘Abbâs, ‘Abdullah Ibn Mas’ûd dan Ubay ibn Ka’ab
adalah di antara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur'an dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain.

15
BAB II

SUNNAH
A. Pendahuluan
Sunnah sering disamakan dengan hadits, artinya semua perkataan,
perbuatan, dan taqrir yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
menyetujui perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, misalnya Kholid bin
Walid memakan daging biawak, Rasulullah SAW membiarkannya maka hal itu
dikesani bahwa Nabi tidak mengharamkannya.

Sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Dalam


kajian ushul fiqh, as-Sunnah merupakan metode untuk menjelaskan al-Qur’an,
oleh karena itu fungsi as-Sunnah adalah penjelas, penafsir, menguat,
penambah, dan pengkhusus berbagai hukum yang terdapat dalam al-Qur’an
yang masih global atau masih multitafsir dan adapula yang masih mubham.

B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Sunnah
Secara etimologi makna kata sunnah adalah perbuatan yang semula
belum pernah dilakukan kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan
yang terpuji maupun yang tercela. Sabda rasulullah SAW :

ْ‫ ﺑَ ْﻌ ِﺪ ِه ﻣِﻦْ ﺑِﮭَﺎ َﻋ ِﻤ َﻞ ﻣَﻦْ اَﺟْ ُﺮ َو أَﺟْ َﺮهُ ﻓَﻠَﮫُ َﺣ َﺴﻨَﺔً ُﺳﻨﱠﺔً ا ِﻻ ْﺳﻼَمِ ﻓِﻰ ﺳَﻦﱠ ﻣَﻦ‬.
Artinya: “Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik didalam
Islam, maka ia menerima pahalannya dan pahala orang-orang
sesudahnya yang mengamalkannya”. (H.R. Muslim )
Secara terminology. Pengertian sunnah bisa dilihat dari tiga disiplin ilmu ;
a. Ilmu hadits
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
b. Ilmu ushul fiqhi
Segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW berupa perbuatan, perkataan,
dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.

16
c. Ilmu fiqhi

Jadi sunnah adalah perbuatan yang semula belum pernah dilakukan


kemudian diikuti oleh orang lain, baik perbuatan yang terpuji maupun
yang tercela. Sunnah dibagi menjadi 3 bagian:

a. Sunnah Qauliyah (perkataan nabi)


b. Sunnah Fi’liyyah (perbuatan nabi)
c. Sunnah Taqririyyah (persetujuan nabi)

2. Hubungan antara Al-qur’an dan Sunnah


Ditinjau dari hukum yang ada maka hubungan As-Sunnah dengan
Al-Qur-an, sebagai berikut :

a. As-Sunnah bekerja sebagai booster hukum yang sudah ada di dalam Al-
Qur-an. Dengan demikian hukum tersebut memiliki dua sumber dan
terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang ada di dalam Al-Qur-an
dan dalil booster yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam. Berdasarkan hukum-hukum tersebut banyak kita dapati perintah
dan larangan. Ada perintah mentau Allah, berbuat baik kepada kedua
orang tua, mendirikan shalat, membayar zakat, berdoa di bulan
Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah, dan di samping itu juga tidak
menyekutukan Allah, kedua orang tua itu, serta banyak lagi yang
lainnya.
b. As-Sunnah juga bekerja sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang
disebut secara mujmal dalam Al-Qur-an.
c. As-Sunnah menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di
dalam Al-Qur-an. Di antara hukum-hukum itu adalah tentang haramnya
memakan daging keledai negeri, daging binatang buas yang memiliki
taring, burung yang memiliki kuku tajam, juga tentang haramnya
mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi kaum laki-laki. Semua
ini disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih.

17
3. Perbedaan Al-Qur’an dan sunnah
Al-Quran adalah kitab suci yang diwahyukan melalui malaikat
Jibril AS kepada Nabi Muhammad SAW dari Allah SWT dan yang terdiri
dari prinsip-prinsip kebahagiaan bagi seluruh umat manusia . Al-Quran
menyatakan hukum untuk ketertiban dan kebahagiaan baik kehidupan
agama maupun kehidupan duniawi . Al-Qur’an menyatakan mengapa alam
semesta diciptakan , apa tugas dari makhluk dan apa makna seni dan
perhiasan dunia yang menakjubkan, dengan kata lain, tujuan hidup ,
penciptaan dan alam semesta .Al- Quran menyelamatkan manusia dari
ketidakteraturan dan anarki dengan memberitahukan manusia nilai yang
unik dan tujuan manusia yang nyata dan signifikan. Al-Qur’an
memberikan kemakmuran , perdamaian dan ketertiban baik kehidupan
pribadi maupun sosial melalui ibadah , keyakinan dan perspektif yang
setia
Sedangkan sunnah menunjukkan ucapan , tindakan , persetujuan
dan sifat Nabi Muhammad SAW. Sunnah adalah perintah Islam yang
memiliki begitu banyak kebajikan duniawi dan spiritual bagi umat Islam
yang mengikuti , banyak pahala bagi mereka yang menjalankan sunnahnya
dan kerugian besar bagi mereka yang meninggalkannya . Sunnah adalah
sumber Islam kedua setelah Quran .
Ada tiga jenis sunnah :
a. Sunnah Qawliyyah :
Perkataan Nabi Muhammad ( saw ) disebut " sunnah qawliyyah " .
Istilah " hadits " umumnya sinonim dengan sunnah qawliyyah ini ,
karena perkataan Nabi Muhammad ( saw ) dicatat oleh para sahabat
dan disebut " hadis " .
b. Sunnah al Fi’iliyyah :
Perbuatan baginda Nabi Muhammad ( saw ) disebut " sunnah al
fiiliyyah "Jenis sunnah ini meliputi perbuatan keagamaan dan
duniawi”
c. Sunnah Taqririyyah :

18
Sunnah taqririyyah terdiri dari persetujuan dari Nabi Muhammad (
saw ) mengenai tindakan para sahabat dengan cara mendiamkan atau
menghargai mereka .

Jenis sunnah persetujuan Nabi ini dapat terjadi dalam dua cara yang
beda

1) Ketika Nabi Muhammad SAW diam untuk suatu tindakan dan


tidak menentangnya .
2) Ketika Nabi SAW menunjukkan kesenangan dan tersenyum karena
perbuatan seorang sayhabat. ( al Muwafaqat , Af’al ar Rasul )

4. Macam-macam hadis
a. Berdasarkan tingkat keaslian hadits
Ada 4 tingkat dalam kategori ini, diantaranya:
1) Hadits Sahih.
Hadits sahih adalah tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu
hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Sanadnya bersambung. Sanad ialah rantai periwayat hadits.


b) Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat
istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya. Rawi adalah
masing-masing orang yang menyampaikan hadits tersebut
(contoh: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan
Anas).
c) Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup umur
(baligh) dan beragama Islam.
d) Matannya tidak bertentangan serta tidak ada sebab tersembunyi atau
tidak nyata yang mencacatkan hadits.
2) Hadits Hasan.

19
Jika hadits yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada
sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya. Misalnya diriwayatkan
oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun
matannya tidak syadz atau cacat.

3) Hadits Dhaif.
Hadits dhaif adalah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat
berupa hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas,
munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak
adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau
cacat.
4) Hadits Maudlu’.

Bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai


sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.

b. Berdasarkan ujung sanad

Awal sanad merupakan orang yang mencatat hadits tersebut


dalam bukunya. Orang ini disebut mudawwin atau mukharrij.

Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini akan bergantung pada
beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya.
Terdapat 3 golongan di dalam klasifikasi hadits ini, yakni:

1) Hadits Marfu’.
Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada
Nabi Muhammad S.A.W
2) Hadits Mauquf.
Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para
sahabat Nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun
perbuatan yang menunjukkan derajat marfu. Sebagai contoh, Al
Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan
bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan:
"Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah".

20
Dan dalam pernyataan contoh itu tidak memiliki kejelasan, apakah
berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat.
Akan tetapi jika ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti
"Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa...
jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadits tersebut tidak
lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
3) Hadits Maqthu’
Hadits Maqthu’ diartikan sebagai hadits yang sanadnya berujung
pada para tabi'in (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadits ini
adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya
bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah
agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil
agamamu".
c. Berdasarkan keutuhan rantai sanad
1) Hadits Musnad
Hadits yang tergolong musnad jika urutan sanad yang dimiliki tidak
terpotong pada bagian tertentu. Urutan penutur memungkinkan
terjadinya penyampaian hadits berdasarkan waktu dan kondisi,
yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan
menyampaikan hadits. Hadits ini juga disebut muttashilus sanad
atau maushul.
2) Hadits Mursal
Hadis mursal adalah jika penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata
lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW.
Sebagai contoh, seorang tabi'in (penutur 2) mengatakan "Rasulullah
berkata..." tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan
kepadanya).
3) Hadits Munqathi’.
Hadits ini berarti jika sanad putus pada salah satu penutur, atau pada
dua penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
4) Hadits Mu’dlal.

21
Hadits mu'dlal berarti jika sanad terputus pada dua generasi penutur
berturut-turut. Dan hadits Mu’allaq, jika sanad terputus pada
penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada sanadnya. Sebagai
contoh, "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan
sanad antara dirinya hingga Rasulullah.
5) Hadits Mudallas
Untuk hadits ini dapat dicontohkan, bila salah satu rawi mengatakan
"..si A berkata .." atau "Hadits ini dari si A.." tanpa ada kejelasan
"..kepada saya.."; yakni tidak tegas menunjukkan bahwa hadits itu
disampaikan kepadanya secara langsung.
Bisa jadi antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak
terkenal, yang tidak disebutkan dalam sanad. Hadits ini disebut juga
dengan hadits yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan
melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada
cacatnya. Padahal sebenarnya ada, atau dengan kata lain merupakan
hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
d. Berdasarkan jumlah penutur
Dalam poin ini, jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur
dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur
berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi
terdapat 3 macam hadits, diantaranya:
1) Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok
orang dari beberapa sanad. Dan juga tidak terdapat kemungkinan
bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta mengenai hal terebut.
Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur
pada tiap lapisan generasi (thaqabah) berimbang. Para ulama
berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits
mutawatir. Ssebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan
sanad.

22
Hadits mutawatir dapat dibedakan menjadi 2 jenis yakni:
a) Mutawatir lafzhy, yang merupakan lafaz redaksional sama pada
tiap Riwayat
b) Ma'nawy, yang dimana pada redaksional terdapat perbedaan
namun makna sama pada tiap Riwayat

2) Hadits Ahad
Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok
orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad
dibedakan menjadi tiga jenis antara lain:
a) Gharib: bila hanya terdapat satu jalur sanad. Pada salah satu
lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain
mungkin terdapat banyak penutur.
b) Aziz: Bila terdapat dua jalur sanad. Dua penutur pada salah satu
lapisan, pada lapisan lain lebih banyak.
c) Masyhur: Bila terdapat lebih dari dua jalur sanad. tiga atau lebih
penutur pada salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih
banyak. Namun, tidak mencapai derajat mutawatir. Dinamai
juga hadits mustafidl.

5. Penelitian hadis
a. Takhrij al-Hadīṡ
Takhrij didefinisikan oleh para ulama dengan banyak definisi
yang beragam, namun adapun yang sesuai dengan penelitian hadis
adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada
sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab yang di dalamnya
dikemukakan hadis-hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing-
masing kemudian ntuk kepentingan penelitian, dijelaskan kualitas
hadis yang bersangkutan . Bagi peneliti hadis proses takhrij al-hadis
adalah suatu yang sangat penting.tanpa takhrij al-hadis, akan sulit
mengetahui asal-usul hadis yang kemudiankan menyulitkan untuk
menelusri ada tidaknya syahi atau mutabi’. Oleh karena itu perlu

23
mengetahui langkah-langkah yang harus kdiikuti dalam proses takhrij
al-hadis.
Minimal ada tiga hal yang menjadi sebab perlunya takhrij al-
hadis:
1) Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti. Suatu
hadis akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya bila tidak
terlebih dahulu dilakukan takhrij sehingga tidak dapat dilacak asal-
usulnya.tanpa menegtahui asal-usulnya, sangat sulit menentukan
kualitas sanad dan matan suatu hadis. Hal tersebut dikarenakan
tidak dapatnya menyingkap susunan sanad dan matn karena tidak
ketahuan asal-usulnya.
2) Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti.
Suatu hadis yang akan diteliti bisa saja memiliki lebih dari satu
sanad atu jalur periwayatan. Namun bisa juga hanya memilikisatu
sanad saja. Mengetahui riwayat hadis atau jalur-jalur sanad suatu
hadis sangatlah penting. Bisa saja suatu hadis sebagaian sanadnya
sahih namun yang lain daif. Keadaan seperti ini sangat berpengaruh
pada kualitas sanad itu sendiri bahkan kualitas hadis tersebut.
3) Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid atau mutabi’ pada hadis
yang diteliti. Sanad sebuah hadis bisa saja didukung oleh sanad
yang lain yang diriwayatkan oleh periwayat yang lain. Dukungan
itu bila terletak pada tingkat periwayat tertingggi yaitu sahabat,
maka disebut syahid. Sedangkan bila terdapat pada bagian bukan
tingkat sahabat maka disebut mutabi’. Syahid atau mutabi’ yang
memiliki sanad yang kuat, mungkin dapat mendukung dan
menaikkan derajat atau kualitas sanad hadis yang diteliti. Dengan
ketiga hal tersebut, jelaslah bahwa dalam sebuah penelitian hadis,
proses takhrij merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus
dilakukan bila ingin mendapatkan hasil penelitian yang maksimal.

24
b. I'tibar
Kata I’tibar merupakan masdar dari kata I’tabara (‫) اﻋﺘﺒﺮ‬.
Menururt bahasa arti kata I’tibar adalah peninjauan terhadap berbagai
hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.
Menurut istilah ilmu hadis, al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad
yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada sanadnya
tampak hanya seorang periwayat saja; dan dengan menyertakan sanad-
sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat
yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis
dimaksud. Dengan melakukan I’tibar maka akan terlihat dengan jelas
seluruh jalur sanad yang diteliti, demikian juga nama-nama
periwayatnya dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-
masing periwayat yang bersangkutan. Dengan kata lain, I’tibar
berfungsi untuk mengetahui keadaan sanad sesungguhnya dilihat dari
ada atau tidaknya sanad-sanad pendukung.
c. Meneliti pribadi periwayat
Setelah melakukan I’tibar, maka langkah selanjutnya adalah
dengan meneliti pribadi para periwayat hadis, meskipun I’tibar itu
sendiri adalah awal dari proses penelitian sanad. Hal ini dialkukan
untuk memastikan kesahihan sanad. Secara operasional yang menjadi
dasar dalam masalah ini adalah kaidah kesahihan sanad.
Hal-hal yang perlu diteliti dari seorang periwayat adalah :
1) Kualitas pribadi periwayat
Kualitas periwayat bagi suatu hadis yang sahih adalah bahwa
periwayat haruslah adil. Dalam kamus umum bahasa Indonesia
dinyatakan bahwa kata adil berarti “ tidak berat sebelah “. Dalam
bahasa arab adl berarti : pertengahan, lurus, atau condong kepada
kebenaran. Namun dalam istilah ulama hadis, adl adalah beragama
islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama dan menjaga
muru’ah.11 Semua kriteria yang disebutkan dalam definisi tersebut,
merupakan sesuatu yang bersifat kumulatif. Seorang periwayat yang

25
memenuhi kriteria hadis sahih haruslah memenuhi semua kriteria
tersebut.
2) Kapasitas intelektual periwayat
Intelektualitas periwayat haruslah memenuhi kapasitas tertentu
sehingga riwayat hadis yang disampaikannya dapat memenuhi salah
satu unsure hadis sahih. Periwayat yang memenuhi hal tersebut
disebut dengan dābit yang secara bahasa berarti kokoh, kuat ,tepat
dan yang menghapal dengan sempurna. Dalam menilai pribadi
periwayat ini, ada satu hal yang sangat berpengaruh yaitu ilmu Jarh
wa ta’dil. Penilaian terhadap kualitas pribadi periwayat dan kapasitas
intelektualnya tidak dapat didapatkan tanpa menggunakan jarh wa
ta’dil. Disamping itu, ilmu jarh wa ta’dil juga ditopang oleh ilmu
yang lain, seperti ilmu tabaqat, dan ilmu –ilmu yang lain.
d. Penelitian matan hadis

Unsur kedua dalam suatu hadis adalah matn, hadis yang sahih
haruslah merupakan hadis yang sahih sanad dan matnnya. Matn suatu
hadis sangat berpengaruh dalam kesahihan suatu hadis. Penelitian matn
hadis sangatlah penting, sebab tidak semua sanad yang sahih disertai
dengan matn yang sahih pula. Penelitian matn hadis dapat dilakukan
dengan mengikuti langkah-langkah yang telah disebutkan oleh ulama
hadis:

1) Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya.


2) Meneliti susunan lafadz berbagai matn yang semakna.
3) Meneliti kandungan matn.
Dengan mengikuti ketiga langkah tersebut diharapkan segi-segi
penting yang harus diteliti pada matn suatu hadis dapat mendatangkan
hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Bila dalam penelitian sanad
dan matn didapati hasil bahwa sanad suatu hadis sahih, dan matnnya
juga sahih, maka hadis tersebut dikatakan sebagai hadis sahih

26
BAB III

IJTIHAD
A. Pendahuluan
Islam adalah agama yang sempurna. Agama ini memperhatikan
umatnya dari urusan-urusan yang penting, hingga hal-hal kecil dalam
kehidupan. Maka beruntunglah bagi kaum muslimin, karena kehidupannya
sudah diatur sedemikian rupa oleh agama Islam. Adalah Al Quran dan
Sunnah yang menjadi dua sumber pedoman dalam hidup seorang muslim.
Tapi sebagai salah satu agama terbesar di dunia, umat Islam juga sering
dihadapkan dengan berbagai permasalahan, terutama yang berkaitan dengan
syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain menggunakan Al Quran dan
Sunnah, ulama juga menggunakan ijma dan qiyas sebagai instrumen untuk
membantu memecahkan masalah umat.
Selain itu, para ulama juga harus melakukan ijtihad dalam mencari
solusi permasalahan yang dihadapi umat Islam. Berbagai perbedaan mazhab
yang kita kenal saat ini merupakan hasil dari ijtihad. Kita tahu tidak ada yang
salah dari mazhab-mazhab tersebut karena itu semua merupakan hasil terbaik
dari para mujtahid untuk menemukan hukum terbaik. Dengan adanya ijtihad,
Islam menjadi agama yang luwes, dinamis, fleksibel sesuai dengan dinamika
zaman.

B. Latar Belakang
1. Pengertian Ijtihad
Ijtihad sebagai kata bahasa arab berakar dari bahasa al-juhd, yang
berarti al-thaqah (daya kemampuan, kekuatan) atau dari kata al-jahd yang
berati al-masyaqah (kesulitan, kesukaran). Sedangkan ijtihad dalam artian
terminologi ishuliyah adalah kemampuan secara maksimal untuk
mendapatkan pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at. Dalam arti luas
atau umum, ijtihad juga digunakan dalam bidang-bidang lain agama.
misalnya Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa ijtihad juga digunakan

27
dalam bidang tasawuf dan lain-lain, mengatakan: “sebenarnya mereka
(kaum sufi) adalah mujtahid-mujtahid dalam masalah-masalah kepatuhan,
sebagaimana mujtahid-mujtahid lain.” “dan pada hakikatnya mereka
(kaum sufi di Bashrah), dalam masalah ibadah dan ahwal (hal ihwal) ini
adalah mujtahid- mujtahid, seperti halnya dengan tetangga mereka di
Kuffah yang juga mujtahid- mujtahid dalam masalah hukum, tata Negara,
dan lain-lain”. Menurut Abdul Hamid Hakim, ijtihad adalah pengerahan
kesanggupan berpikir dalam memperoleh hukum dengan jalan istimbath
(menarik kesimpulan) dari Al-Qur’an As-Sunnah; sedangkan A. Hanafi
mengartikan dengan tambahan “dengan cara-cara tertentu.” Menurut At-
Ta’ribat bab “Alif” ijtihat adalah keadaan dimana seorang fakih
mencurahkan kemampuan pikirannya untuk menemukan hukum islam
yang masih zhonni (dalam persangkaan). Sedangkan menurut ahli ushul
fiqih memberikan banyak definisi yang berbeda-beda mengenai ijtihat,
dengan mendefinisikan ijtihad dari berbagai pandangan namun adapun
maksud mereka ialah agar mentup jalan ijtihad dari orang yang tergesa-
gesa mengambil hukum dan orang-orang lalai mengambil hukum
seenaknya tanpa memeras kemampuan terlebih dahulu untuk meneliti
dalilnya, memperdalam pemahamannya dan mengambil konklusi dari
dalil-dalil tersebut serta memperbandingkan dalil yang bertentangan
dengannya. Imam syafi’i r.a. mengatakan bahwa seorang mujtahid tidak
boleh mengatakan “tidak tahu” dalam suatu permasalahan sebelum ia
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menelitinya dan tidak memenuhi
hukumnya. Sebagaimana juga seorang mujtahid tidak boleh mengatakan
“aku tahu” seraya menyebutkan hukum yang diketahuinya itu sebelum ia
mencurahkan kemampuannya dan mendapatkan hukum itu.

2. Masalah yang diijtihadkan


a. Ijtihad mutlak

Ijtihad mutlak adalah kegiatan seorang mujtahid yang bersifat


mandiri dalam berijtihad dan menemukan sebab-sebab hukum dan

28
ketentuan hukumnya dari teks Al-Qur'an dan sunnah, dengan
menggunakan rumusan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syara', serta
setelah lebih dahulu mendalami persoalan hukum, dengan bantuan
disiplin-disiplin ilmu.

b. Ijtihad fi al-madzhab

Al-madzhab adalah pendapat imam tentang hukum


agama.Seorang ulama berijtihad mengenai hukum syara' dengan
menggunakan metode istinbath hukum yang telah dirumuskan oleh
imam mazhab, baik yang berkaitan dengan masalah-masalah hukum
syara' yang tidak terdapat dalam kitab imam mazhabnya, meneliti
pendapat paling kuat yang terdapat di dalam mazhab tersebut, maupun
untuk memberikan fatwa hukum yang disesuaikan kepada
masyarakatnya. Ijtihad tingkat ini dikelompokkan menjadi 3 yaitu:

1) Ijtihad at-takhrij, yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan seorang


mujtahid dalam mazhab tertentu untuk melahirkan hukum syara'
yang tidak terdapat dalam kumpulan hasil ijtihad imam mazhabnya,
dengan berpegang kepada kaidah-kaidah atau rumusan-rumusan
hukum imam mazhabnya. Pada tingkatan ini kegiatan ijtihad terbatas
hanya pada masalah-masalah yang belum pernah difatwakan imam
mazhabnya ataupun yang belum pernah difatwakan oleh murid-
murid imam mazhabnya.
2) Ijtihad at-tarjih, yaitu kegiatan ijtihad yang dilakukan untuk memilah
pendapat yang dipandang lebih kuat di antara pendapat-pendapat
imam mazhabnya, atau antara pendapat imam dan pendapat murid-
murid imam mazhab, atau antara pendapat imam mazhabnya dan
pendapat imam mazhab lainnya. Kegiatan ulama pada tingkatan ini
hanya melakukan pemilahan pendapat, dan tidak melakukan
istinbath hukum syara'.
3) Ijtihad al-futya, yaitu kegiatan ijtihad dalam bentuk menguasai
seluk-beluk pendapat hukum imam mazhab dan ulama mazhab yang

29
dianutnya, dan memfatwakan pendapat-pendapat tersebut kepada
masyarakat.Kegiatan yang dilakukan ulama pada tingkatan ini
terbatas hanya pada memfatwakan pendapat-pendapat hukum
mazhab yang dianutnya, dan sama sekali tidak melakukan istinbath
hukum dan tidak pula memilah pendapat yang ada di dalamnya.

Salah satu contoh ijtihad yang sering dilakukan untuk saat ini adalah
tentang penentuan 1 Syawal, disini para ulama berkumpul untuk berdiskusi
mengeluarkan argumen masing-masing untuk menentukan 1 Syawal, juga
penentuan awal ramadhan.Masing-masing ulama memiliki dasar hukum
dan cara dalam penghitungannya, bila telah ditemukan kesepakatan maka
ditentukanlah 1 Syawal itu.

3. Macam-Macam dan Cara-Cara Ijtihad


a. Macam-macam ijtihad
1) Ijma’(fatwa)

Ijma’ merupakan kesepakatan yang diambil oleh ulama dalam


mengambil suatu hukum. Tentu saja, pengambilan hukum tersebut
sudah melalui proses panjang dan mengambil referensi Quran-hadits.

2) Qiyas (menyamakan)

Qiyas adalah hukum tentang suatu kejadian atau peristiwa yang


ditetapkan dengan cara membandingkannya dengan hukum kejadian
atau peristiwa lain yang telah ditetapkan berdasarkan nash karena
adanya kesamaan ‘illat. Contoh qiyas adalah meng-qiyas-kan
pembunuhan dengan menggunakan alat berat dengan pembunuhan
menggunakan senjata tajam.

3) Istihsan (mengambil yang baik)


Istihsan adalah berpindahnya seorang mujtahid dari ketentuan
hukum yang satu ke hukum yang lain karena ada dalil yang
menuntut demikian.

30
Contoh istihsan adalah wasiat. Walaupun secara qiyas tidak dibolehkan,
namun karena adalanya dalil dari Al Qur’an maka wasiat dibolehkan.
4) Maslahah mursalah
Maslahah mursalah atau istislah adalah mengambil satu hukum
dengan pertimbangan efek negatif-positif suatu masalah. Prinsip
dasarnya adalah bagaimana agar suatu masalah memberi manfaat
dan terhindar dari bahaya atau mudlorot.Contohnya adalah membuat
akta nikah, akta kelahiran, akta kematian, dan lain sebagainya.
5) Istishab

Istishab ini adalah memutuskan satu hukum dengan menunggu


ketetapan suatu perkara. Hal ini seperti seorang perempuan yang
ditinggalkan suaminya ke perantauan tanpa kabar.

6) ‘Urf
‘Urf adalah segala sesuatu berupa perkataan atau perbuatan yang
sudah dikenal masyarakat dan telah dilakukan secara turun temurun.
Contoh ‘urf adalah acara halal bi halal yang kerap dilakukan pada
Hari Raya Idul Fitri atau setelahnya.
7) Saddzui dzariah
Sadzzui dzariah adalah sesuatu yang secara lahiriah hukumnya
boleh, namun dapat mengarah pada kemaksiatan. Contoh sadzzui
dzariah adalah bermain kuis yang dapat mengarah pada perjudian.
8) Qaul al-Shahabi
Qaul al-Shahabi adalah pendapat para sahabat terkait hukum suatu
perkara yang dirumuskan setelah Rasulullah Saw wafat.
9) Syar’u man qablana
Syar’u man qablana adalah hukum Allah yang disyariatkan kepada
umat terdahulu, yang diturunkan melalui nabi-nabi sebelum Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Contoh syar’u man
qablana adalah kewajiban berpuasa bagi orang-orang beriman (QS.
Al Baqarah : 183).

31
b. Cara-cara ijtihad
Cara ijtihad dapat dibagi ke dalam dua bagian,yakni:
1) ijtihad perseorangan (fardi)
Ijtihad perseorangan ialah ijtihad yang dilakukan secara mandiri
oleh seseorang yang mempunyai keahlian, dan hasil ijtihad-nya
belum mendapat persetujuan ulama atau mujtahid lain.Ijtihad ini
diakui dalam Islam dan merupakan hak setiap muslim yang
memiliki keahlian dalam menganalisis dan mengkaji suatu masalah
secara mendalam.Ijtihad semacam ini tidak merupakan kewajiban
bagi orang lain untuk mengikutinya. Pengamalan ijtihad fardiy
hanya menjadi kewajiban bagi orang yang menghasilkannya.
2) ijtihad kolektif (jama'i)

Ijtihad Jama'i ialah Ijtiihad yang dilakukan oleh para mujtahid untuk
menyatukan pendapat-pendapatnya dalam suatu masalah dengan
ketentuan hasil sesuai dengan Al-Qur'an dan hadis.

4. Syarat Mujtahid
Mujtahid adalah orang yang mampu melakukan ijtihad melalui cara
istinbath (mengeluarkan hukum dari sumber hukum syariat) dan tatbiq
(penerapan hukum). Terdapat banyak perbedaan dalam menentukan
syarat-syarat mujtahid. Adapun syarat-syarat yang telah disepakati adalah
a. Mengetahui al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam primer sebagai fondasi dasar


hukum Islam. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus mengetahui al-
Qur’an secara mendalam.

b. Mengetahui Asbabunnuzul

Mengetahui sebab turunnya ayat termasuk dalam salah satu syarat


mengetahui al-Qur’an secara komprehensif, bukan hanya pada tataran
teks tetapi juga akan mengetahui secara sosial-psikologis.

c. Mengetahui Nasikh dan Mansukh

32
Hal ini bertujuan untuk menghindari agar jangan sampai berdalih
menguatkan suatu hukum dengan ayat yang sebenarnya telah di-nasikh-
kan dan tidak bisa dipergunakan untuk dalil.

d. Mengetahui Sunnah

As-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau ketentuan yang diriwayatkan


dari Nabi SAW.

e. Mengetahui Ilmu Diroyah Hadis


Seorang mujtahid harus mengetahui pokok-pokok hadis dan ilmunya,
mengenai ilmu tentang para perawi hadis, syarat-syarat diterima atau
sebab-sebab ditolaknya suatu hadis, tingkatan kata dalam menetapkan
adil dan cacatnya seorang perawi hadis dan hal-hal yang tercakup dalam
ilmu hadis. Kemudian mengaplikasikan pengetahuan tadi dalam
menggunakan hadis sebagai dasar hukum.
f. Mengetahui Hadis yang Nasikh dan Mansukh
Mengetahui hadis yang nasikh dan mansukh ini dimaksudkan agar
seorang mujtahid jangan sampai berpegang pada suatu hadis yang
sudah jelas dihapus hukumnya dan tidak boleh dipergunakan.
g. Mengetahui Asbabulwurud Hadis
Syarat ini sama dengan seorang mujtahid yang seharusnya menguasai
asbab al-nuzul, yakni mengetahui setiap kondisi, situasi dan lokus hadis
tersebut muncul.
h. Mengetahui Bahasa Arab
Seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa Arab dalam rangka agar
penguasaannya pada objek kajian lebih mendalam karena teks otoritatif
Islam menggunakan bahasa Arab.
i. Mengetahui Tempat-Tempat Ijma’
Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah
disepakati oleh para ulama sehingga tidak terjerumus dalam
memberikan fatwa yang bertentangan dengan hasil ijma.
j. Mengetahui Ushul Fiqh

33
Ilmu ushul fiqh, yaitu suatu ilmu yang telah diciptakan oleh para fuqaha
untuk meletakkan kaidah-kaidah dan cara untuk mengambil istinbat
hukum dari nash dan mencocokkan cara pengambilan hukum yang
tidak ada nashhukumnya.
k. Mengetahui Maksud dan Tujuan Syariah
Sesungguhnya syariat Islam diturunkan untuk melindungi dan
memelihara kepentingan manusia.
l. Mengenal Manusia dan Kehidupan Sekitarnya
Seorang mujtahid harus mengetahui tentang keadaan zaman,
masyarakat, problem, aliran ideologi, politik dan agamanya serta
mengenal sejauh mana interaksi saling memengaruhi antara masyarakat
tersebut.
m. Bersifat Adil dan Taqwa
Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh
mujtahid benar-benar proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari
kepentingan politik dalam istinbat hukumnya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo persada, 2013)

Toto Suryana Dkk, Pendidikan Agama Islam ( Jakarta: PT Tiga Mutiara, 2012)

www.dosen pendidikan.co.id/ijtihaddalam Islam.com/landasan_agama/fiqih

http://www.rumahpintarr.com/2016/09/makalah-pengertian-dan-contoh-ijma-
dan.html?m=1
http://mujtahid269.blogspot.co.id/2014/07/sumber-ajaran-islam.html?m=1

http://baihaqi-annizar.blogspot.co.id/2014/11/sumber-ajaran-islam.html?m=1

https://almanhaj.or.id/1857-hubungan-as-sunnah-dengan-al-quran.html

http://www.rumahpintarr.com/2016/09/makalah-pengertian-dan-contoh-ijma-
dan.html?m=1
https://kumparan.com/berita-update/keutamaan-dan-keistimewaan-alquran-bagi-
umat-islam-1vhEgNF1XiO

35

Anda mungkin juga menyukai