2121020265
Hukum Tata Negara (H)
Mata Kuliah (Hukum Administrasi Negara)
PERATURAN BUPATI LAMPUNG TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2022
TENTANG
ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI PEMERINTAH KABUPATEN LAMPUNG
TIMUR TAHUN 2022-2026
Reformasi birokrasi merupakan sebuah kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam rangka
memastikan terciptanya perbaikan tata kelola pemerintah. Tata kelola pemerintah yang baik
adalah persyaratan utama pembangunan nasional. Kualitas tata kelola pemerintahan akan
sangat mempengaruhi pelaksanaan program-program pembangunan nasional.
Dari peraturan yang dibuat oleh Bupati Lampung Timur tentang reformasi birokrasi
pemerintahan Kabupaten Lampung Timur menyebabkan beberapa dampak negatif yang
dihadapi salah satunya yaitu:
Intervensi Politik
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan reformasi birokrasi sangat dipengaruhi oleh
komitmen para pemimpin dalam menjalankan program reformasi birokrasi. Agenda-agenda
reformasi birokrasi terhambat karena banyak perangkat atau pemimpin daerah tidak memiliki
komitmen untuk mendukung reformasi birokrasi karena birokrasi diposisikan untuk
mengamankan kepentingan politik sehingga birokrasi menjadi tidak netral. Dampak negatif
intervensi politik ke dalam birokrasi dan ketidak netralan ASN dalam penyelenggaraan
pemerintahan dapat meningkat dalam hal korupsi kebijakan, misalnya alokasi anggaran yang
tidak sesuai dengan tujuan awal, hingga pelayanan diskriminatif.
Di sisi lain dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2022 tentang
reformasi birokrasi pemerintah Kabupaten Lampung Timur bertujuan untuk menjabarkan
serta membantu visi misi Bupati Lampung Timur terpilih sebagaimana telah ditetapkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah daerah (RPJMD) Kabupaten Lampung
Timur periode 2021-2026. Hasil yang diharapkan dari reformasi birokrasi ini adalah
terciptanya pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan kapabel, sehingga dapat melayani
masyarakat secara cepat tepat profesional serta bersih dari praktek Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) sebagai tercermin dalam tiga sasaran hasil utama program reformasi
birokrasi.
Sumber:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/206222/PERBUP%20NO.%2008%20TH
%202022.pdf
Revisi Tugas:
Nama : Ranti Aprilia
NPM : 2121020265
Prodi / Kelas : HTN / H
Mata Kuliah : Hukum Administrasi Negara
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
PENETAPAN
NOMOR: 12/G/2013/PTUN.YK
“DEMI KEADILAN BERDASAR KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta yang memeriksa, memutuskan dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada tingkat pertama dengan acara biasa, telah
menjatuhkan penetapan sebagai berikut dalam perkara antara:
1. DANANG WAHYU BROTO, S. E. disebut sebagai PENGGUGAT I
2. MARWANTO HADI, S. H. disebut sebagai PENGGUGAT II
3. R . EKO PURNOMO, S. H. disebut sebagai PENGGUGAT III
4. ROBERT SILVANUS DENDENG disebut sebagai PENGGUGAT IV
Nama-nama diatas merupakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Periode
2009-2014.
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 2 Mei 2013 telah memberi kuasa
kepada:
1. Lima anggota berkewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Advokat dan Konsultan
Hukum Lembaga Pembelaan Hukum (LPH) Yogyakarta beralamat Kantor di Jalan
Pakuningratan No. 14 Yogyakarta
Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta, Dalam hal ini
berdasarkan Surat Kuasa khusus Nomor 180/02/SKK/VI/2013 tertanggal 17 Juni
2013 memberikan kuasa kepada:
1. MUH. SARBINI, S. H
2. BASUKI HARI SAKSONO, S. H
3. IMRON EFENDI, S. H, CN.
4. INDRA BUDI SIREGAR, S. H
5. SOFYAN HARDI, S. H
Pokok Permasalahan:
Referensi
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/
b916d696fa3619188a7164a78b08899d.html
Ada beberapa point permasalahan hukum terhadap putusan PTUN dalam kasus ini.
Pertama, tidak berfungsinya DPRD menjalankan tugas konstitusionalnya yang harus
dipecahkan. Kedua, terabaikannya hak konstitusional warga negara yang telah memilih para
wakilnya. Dalam pemasalahan point pertama, untuk menjamin tetap tegaknya hak-hak
konstitusional tersebut, Mahkamah harus menafsirkan secara konstitusional bersyarat tentang
Pasal 16 ayat (3) UU Parpol, sehingga tidak menimbulkan persoalan konstitusional baru
sebagai akibat terjadinya kekosongan anggota DPR dan DPRD.
Dalam point kedua hak konstitusional merupakan hak yang dimiliki oleh setiap warga
negara yang sesuai dan dijamin oleh konstitusi yang berlaku, maka dari itu tanpa adanya
konstitusi sebuah negara tidak akan mencapai tujuan yang sesuai yang diharapkan
masyarakatnya, dan tanpa konstitusi juga tidak ada yang mengatur hak-hak asasi warga
negaranya. Jadi upaya hukum yang haruis dilakukan dalam melawan keputusan-keputusan
yang telah dibuat oleh Pimpinan DPRD tersebut adalah mengajukan kasasi.