Program pembelajaran disusun dalam bentuk 1 modul. Modul ini terdiri dari
2 bagian yaitu Petunjuk Umum dan Kegiatan Belajar. Kegiatan belajar terdiri dari :
kegiatan belajar 1-7, topic, tujuan umum pembelajaran, tujuan khusus
pembelajaran, uraian dan contoh, latihan, rangkuman, tes formatif, unpan balik dan
tindak lanjut, referensi dan kunci jawaban. Setiap kegiatan belajar di tulis
kompetensi dan sub kompetensi, diuraukan petunjuk belajar, kegiatan dan latihan
yang akan dilakukan, dan dilengkapi dengan rangkuman . Setelah semua kegiatan
dilakukan dan rangkuman telah dibaca, maka mahasiswa dapat mengerjakan tes
formatif yang telah disediakan. Mahasiswa harus mengikuti urutan kegiatan yang
harus dilakukan. Setelah tes formatif selesai dikerjakan mahasiswa, pekerjaan
diperiksa sendiri dengan menggunakan kunci jawaban. Jika memenuhi syarat maka
mahasiswa dapat pindah ke kegiatan belajar lain, jika tidak maka mahasiswa
mengulangi lagi bagian-bagian yang belum dikuasai.
92
KEGIATAN BELAJAR
A. Kegiatan Belajar 7
93
BAB VII
Sifat kimia tanah adalah semua reaksi pisiko-kimia dan kimia yang
berlangsung diantara bahan penyusun tanah dan bahan yang ditambahkan
kedalam tanah. Reaksi yang terjadi dalam tanah berlangsung dalam rentangan
yang besar antara yang berlangsung sangat cepat sampai yang berlangsung
sangat lambat seperti yang terjadi dalam proses pembentukan tanah. Reaksi tanah
sangat dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan tanah.
94
dan berbanding terbalik dengan tanah basah . Sedang tanah yang bereaksi netral
jumlah H+ = OH-.
95
Tanah dapat dibagi berdasarkan pH tanah atau reaksi tanah sebagai berikut:
No Reaksi Tanah Nilai pH
1 Luar biasa masam < 4,0
2 Sangat masam 4,0 – 5,0
3 Masam 5,0 – 6,0
4 Agak masam 6,0 – 7,0
5 Agak basa 7,0 – 8,0
6 Basa 8,0 – 9,0
7 Sangat basa 9,0 – 10,0
8 Luar biasa basa > 10,0
96
Tanah permukaan di kawasan kering dicirikan oleh pH 7,0 sampai 9,0. Di
sini basa yang terjerap tidak terlindi karena kekahatan air perkolasi. Bahkan
beberapa basa membentuk garam yang mengendap berupa CaCO 3, Na2CO3 dan
atau NaCl. Garam-garam ini menjadi cadangan kation basa yang dapat
mempertahankan kejenuhan basa tinggi pada kompleks jerapan. Proses ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
Lempung-2H + CaCO3 lempung-Ca + H2O + CO2
CaCO3 + H2O Ca2+ + 2OH- + CO2
Hidrolisis garam karbonat menyumbang kepada kenaikan pH tanah di atas
aras yangdapat diharapkan berkenaan dengan kejenuhan basa 100%. Hidrolisis
menghasilkan ion OH. Hidrolisis Na 2CO3 menaikan pH jauh lebih tinggi daripada
hidrolisis CaCO3 karena NaOH adalah basa lebih kuat daripada Ca(OH) 2. Karena
adanya CaCO3 pH tanah naik menjadi 7,0 – 8,0. Na 2CO3 menaikkan pH tanah
menjadi 8,5 atau lebih. NaCl adalah garam netral maka pH tanah berada antara 7,0
– 7,5.
Kemasaman dan kebasahan tanah bersumber dari sejumlah senyawa. Air
adalah sumber kecil ion H karena disosiasi molekul H 2O lemah. Sumber sumber
besar adalah asam-asam organik dan anorganik. Poses yang menghasilkan ion H +
ialah respirasi akar dan jasad penghuni tanah, perombakan bahan organik,
pelarutan CO2 udara dalam lengas tanah, hidrolisis Al, nitrifikasi, oksidasi N 2,
oksidasi S dan pelarutan serta penguraian pupuk kimia.
Respirasi akar dan jasad penghuni tanah serta perombakan bahan organik
menghasilkan CO2. Penggabungan CO2 (termasuk yang berasal dari udara) dengan
air menghasilkan asam karbonat (CaCO 3). Perombakan bahan organik juga
menghasilkan asam asam organik. Hidrolisis Al membentuk ion Al 3+ terhidrat yang
97
merupakan donor proton (ion H+) dan dengan demikian dapat memasamkan tanah.
Peranan seperti ini juga dijalankan oleh ion-ion logam lain bermuatan 3 atau lebih
yang terhidrat (Tan, 1994). Nitrifikasi menghasilkan asam nitra secara hayati dan
oksidasi N2 menghasilkan asam nitrit dan nitrat secara kimia. Oksidasi S
menghasilkan asam sulfit dan asam sulfat. Asam nitrat, sulfit dan sulfat yang
terbentuk di udara dan larut dalam air hujan membentuk hujan asam.
Penghasilan H+ dari berbagai proses dapat digambarkan dengan persamaan reaksi
sebagai berikut:
Respirasi, udara dan perombakan bahan organik:
CO2 + H2O H2CO3
H2CO3 H+ + HCO3-
98
NO + O3 (ozon) NO2 + O2
NO2 + OH- + M HNO3 + M
M= ujud lembam penyerap energi turah.
Oksidasi S ( Alloway & Ayres, 1994, Tan, 1994)
Butiran S + O2 SO2
SO2 + 1/2O2 + SM SO3
SO3 + H2O H2SO4
SM: sinar matahari sebagai katalisator
Sumber-sumber kebasahan ialah garam-garam basa, amonifikasi, dan
hasil pelapukan batuan basa dan ultrabasa. Basa dalam pengertian umum ialah
suatu senyawa yang dalam larutan air menghasilkan ion hidroksil. Dapat juga
dikatakan suatu sat yang berkecenderungan menerima proton (ion H +) atau suatu
zat yang dalam bereaksi dengan suatu asam hanya membentuk garam dan air.
Dalam hal senyawa organik, ialah suatu molekul atau ion yang memiliki pasangan
mandiri elektron yang dapat digunakan untuk koordinasi dengan suatu proton.
Suatu senyawa organik biasa yang memenuhi syarat memperoleh ciri kebasahan
berkat adanya ato oksigen atau nitrogen (Uvarov, dkk; 1971).
Ion H+ dalam tanah dapat berada dalam keadaan terjerap pada permukaan
kompleks kloid atau sebagai ion bebas dalam larutan tanah. Ion H + yang terjerap
menentukan kemasaman potensial atau tertukar, sedang yang bebas menentukan
kemasaman aktif atau aktual. Kemasaman potensial dan aktual secara bersama
menentukan kamasaman total. pH yang diukur pada suspensi tanah dalam air
menunjukan kemasaman aktif oleh karena air tidak dapat melepaskan H + yang
terjerap. pH yang diukur pada suspensi pada tanah dalam larutan garam netral
99
(misal, KCl) menunjukkan kemasaman total oleh karena K + dapat melepaskan H+
yang terjerap dengan mekanisme penukaran.
100
7.2.1. Mineral Lempung
Mineral lempung adalah mineral yang berukuran kurang dari 2 . Mineral
lempung dalam tanah terbentuk karena rekristalisasi (sintesis) dari senyawa-
senyawa hasil pelapukan mineral-mineral primer atau alterasi (perubahan)
langsung dari mineral primer yang telah ada (misalnya mika menjadi illit). Mineral
lempung dalam tanah dapat dibedakan menjadi:
1. Mineral lempung Al-silikat
2. Oksida-oksida Fe dan Al
3. Mineral-mineral primer.
Mineral lempung Al-silikat dapat dibedakan menjadi:
a. Mineral lempung Al –silikat yang mempunyai bentuk kristal yang baik (kristalin)
misalnya kaolinit, haloasit, monmorillonit, illit.
b. Mineral LempungAl-Silikat amorf
Mineral lempung Al-silikat amorf banyak ditemukan pada tanah yang
bahan induknya berasal dari abu volkan seperti tanah andisol.
Mineral liat Al-silika mempunyai struktur berlapis-lapis. Setiap unit terdiri
dari lapisan Si-tetrahedron dan Al-oktahedron. Berdasar atas banyaknya lapisan Si-
tetrahedron dan Al-oktahedron dalam setiap unit mineral, maka mineral liat silikat
dibedakan menjadi:
a. mineral lempung tipe 1:1
b. mineral lempung tipe 2:1
c. mineral lempung tipe 2:2
Mineral lempung tipe 1:1 adalah mineral lempung dimana setiap unit terdiri dari
satu lapis Si-tetrahedron dan satu lapis Al-oktahedron untuk setiap unit. Demikian
101
juga mineral lempung tipe 2:2 terdiri dari dua lapis Si-tetrahedron dan dua lapis Al-
oktahedron untuk setiap unit.
Adanya muatan negatif pada mineral liat silikat disebabkan oleh beberapa hal
(Brady, 1974):
1. Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan kristal baik pada Si-
tetrahedron maupun Al-oktahedron.
2. Disosiasi H+ dari gugus OH- yang terdapat pada tepi atau ujung kristal. Pada pH
rendah (masam) ion H+ terikat erat tetapi bila pH naik ion H menjadi mudah
lepas sehingga muatan negatif meningkat. Muatan ini disebut muatan
tergantung pH.
3. Subtitusi Isomorfik, yaitu penggantian kation dalam struktur kristal oleh
aktivitas/aksi kation lain yang mempunyai ukuran yang sama tetapi dengan
muatan (valensi) yang berbeda tanpa merusak struktur mineral. Pada umumnya
kation yang menggantikan mempunyai muatan yang lebih rendah daripada yang
digantikan, misalnya Mg2+ atau Fe2+ menggantikan Al3+ dalam Al-oktahedron.
Atau Al3+ menggantikan Si4+ dalam Si-tetrahedron, sehingga terjadi kelebihan
muatan negatif pada liat.
Pada mineral lempung kaolinit (tipe 1:1) pada setiap unit melekat pada unit
lain dengan kuat ikatan H sehingga mineral ini tidak mudah mengembang dan
mengkerut bila basah dan kering. Subtitusi isomorfik sedikit atau tidak ada sehingga
kandungan muatan negatif dan kapasitas tukar kation rendah. Muatan negatif
hanya pada pathan-patahan kristal atau akibat dissosiasi H bila pH naik. Karena itu
muatan negatif mineral ini meningkat bila pH naik (muatan tergantung pH).
Mineral lempung montmorillonit (tipe 2:1) dimana masing-masing unit
dihubungkan dengan unit lain oleh ikatan yang lemah (oksigen ke oksigen)
102
sehingga mudah mengembang (bila basah) dan mengkerut (bila kering). Hal ini
karena air (dan kation-kation) dapat masuk dalam ruang antar unit tersebut. Dalam
proses pembentukan montmorillonit banyak Al3+ dalam Al-oktahedron yang
disubtitusi (diganti) oleh Mg2+ sehingga banyak menghasilkan kelebihan muatan
negatif. Kecuali itu ruang-ruang antar unit yang mudah dimasuki air dan aktion-
kation merupakan permukaan internal yang aktif disamping sisi-sisi luar (external
surface) dan ujung-ujung patahan. Karena itu montmorillonit mempunyai muatan
negatif yang tinggi sehingga kapasitas pertukaran kation tinggi. Mineral ini pada pH
kurang dari 6,0 hanya mengandung muatan tetap hasil subtitusi isomorfik, tetapi
bila pH lebih dari 6 terjadi muatan tergantung pH.
Illit (hidrous mika) tidak banyak ditemukan di Indonesia. Mineral ini
tergolong mineral liat 2:1 dan umumnya terbentuk langsung dari mika melalui
proses alterasi. Dalam proses ini struktur mika tidak banyak berubah tetapi terjadi
penggantian sebagian ion K + dari ruang interlayer (antar unit) mika oleh ion H+.
Mineral ini dapat memfiksasi K yang diberikan atau yang ada di larutan tanah.
Adanya subtitusi Si4+ dari Si tetrahedron oleh Al3+ menyebabkan muatan negatif
mineral ini cukup tinggi (kapasitas tukar kation 10-40 me/100 gr).
Mineral lempung silikat amorf yang penting adalah alofan. Mineral ini
terdapat pada tanah yang berasal dari abu volkan (andisol, andept) dan
diperkirakan berasal dari pelapukan gelas volkanik atau mineral feldspar. Mineral ini
mempunyai kapasitas tukar aktion tinggi, tetapi dapat mempiksasi P dengan kuat.
Tanah yang banyak mengandung alofan terasa licin bila dipirid (smeary) dan
umumnya mempunyai bulk density yang rendah (kurang dari 0,85 g/cc).
Oksida-oksida Fe dan Al. Mineral-mineral oksida umumnya banyak
terdapat pada tanah-tanah tua di daerah tropika misalnya tanah oksisol. Jenis-jenis
103
mineral lempung oksida yang sering ditemukan dalam tanah adalah gibsit
(Al2O3.3H2O), hematit (Fe2O3), geotit (Fe2O3.H2O) dan limonit (Fe2O3.3H2O). Oksida-
oksida ini umumnya bersifat amorf dan mempunyai kapasitas tukar kation rendah,
lebih rendah dari kaolinit (krang dari 4 me/100gr). Oksida Al dan Fe sering
bermuatan positif dan dapat melakukan fiksasi P dengan kuat melalui pertukaran
anion sebagai berikut:
Al(OH)3 Al(OH)2+ + OH-
Al(OH)2+ + H2PO4- Al(OH)2H2PO4
104
1. Asam fulfik, berat molekul paling kecil, warna paling terang larut baik dalam
asam maupun dalam alkali. Aktif dalam reaksi-reaksi kimia.
2. Asam humik, berat molekul sedang, warna tidak terlalu terang dan tidak terlalu
gelap, larut dalam alkali tapi tidak larut dalam asam. Aktif dalam reaksi kimia.
3. Humin, berat molekul paling besar, warna paling gelap, tidal larut baik dalam
asam maupun dalam alkali. Tidak aktip dalam reaksi kimia.
105
me/100 gr berarti dalam setiap 100 gram tanah mengandung 6,02 x 10 20 muatan
negatif.
Satuan miliekivalen dapat dirubah menjadi satuan berat, demikian pula dari me/100
gram tanah dapat diubah menjadi ppm (part per million).
Contoh :
a. 1 me H = 1 mg (berat atom H= 1, valensi 1). Perubahan satuan miliekivalen
menjadi berat di hitung dengan cara: nilai ekivalen suatu unsur dikali dengan
berat atom unsur per valensi unsur yang bersangkutan.
b. 1 me Mg = 1 me Mg X 24/2 = 12 ( berat atom Mg 24, valensi 2).
Untuk merubah satuan miliekivalen ke satuan ppm maka nilai miliekivalen di kali
dengan berat unsur yang dihitung. Berat unsur yang digunakan adalah berat yang
setara dengan 1 miliekivalen.
Contoh
1. Bila K dari hasil analisis laboratorium di dapat K = 0,6 me/100 gram tanah, maka
bila di konversi ke nilai ppm maka langkahnya sebagai berikut:
K= 0,6 me/100 gr= 0,6 x 39 mg/100 gr
= 23,4 mg/100 grx1000 (supaya penyebut menjadi satuan miligram maka harus di
kali 1000)
= 23,4mg/100.000 mg (satuan sudah sama yaitu mg)
= 234x10/100.000x10 (supaya penyebut menjadi per satu juta maka harus di kali
10, dengan demikian pembilang juga harus dikali 10
= 234 ppm
106
Contoh 2: Hasil analisis laboratorium diketahui KTK Ca= 21,5 me/100 gr tanah.
Hitunglah berapa ppm?
= 21,5 x 40/2 mg/100 gr tanah.
= 430 mg/100 gr tanah
= 430 mg/100.000 mg
= 4.300mg/1.000.000 mg
= 4.300 ppm.
107
diperkirakan berasal dari muatan permanen dalam mineral liat sehingga sering
disebut pula sebagai KTK tetap (permanen CEC). Walaupun demikian karena
mineral dalam tanah sering diselimuti oleh oksida-oksida Fe dan Al (terutama di
wilayah tropika) sehingga besarnya muatan permanen yang sesungguhnya sudah
tidak jelas lagi, maka digunakan istilak KTK efektif. Dalam Taksonomi Tanah (soil
survey staff, 1987) karena H+ dalam muatan tetap jumlahnya sangat sedikit
dibanding dengan Al, maka KTK efektif dihitung sebagai berikut: KTK efektif = Al
dapat ditukar (ekstraksi dengan 1 N KCl) + jumlah basah dapat ditukar (NH4Oac
pH7).
Bila tanah yang sudah diekstrak dengan 1 N KCl tersebut kemudian
diekstrak lagi dengan BaCl2-TEA pada pH 8,2 maka H+ yang berasal dari bukan
muatan tetap akan terekstrak (disebut extracable acidity = EA). Hidrogen ini berasal
dari gugusan OH dari ujung-ujung (patahan) kristal liat atau gugusan karboksil dari
bahan organik yang akan berdisosiasi bila pH naik (Nelson, 1975). Banyaknya H+
yang terekstrak dengan BaCL2-TEA pH 8,2 (dalam me/100 gr) merupakan muatan
atau KTK tergantung pH dari tanah. Jumlah semua kation yang diekstrak dengan
BaCl2TEA atau KTK efektif + KTK tergantung pH disebut KTK total dari tanah.
Besarnya nilai KTK ekstraksi dengan NH4Oac pH 7) terletak antara KTK efektif (1 N
KCl) dan KTK total (BaCl2-TEA). Dalam Taksonomi Tanah dikenal pula istilah KTK
jumlah kation yang berarti: jumlah basa dapat ditukar (NH4Oac pH 7) + EA (BaCl 2 –
TEA pH 8,2).
Kapasitas tukar kation setiap koloid tanah berbeda. Humus mempunyai
KTK yang jauh lebih tinggi dibanding dengan mineral liat sebagai berikut:
108
No Humus dan Mineral KTK
1 humus 100 – 300 me/100 gr
2 chlorit 10 – 40 me/100 gr
3 montmorillonit 80 – 150 me/100 gr
4 illit 10 – 40 me/100 gr
5 kaolinit 3 – 15 me/100 gr
6 Haloisit 2H2O 5 – 10 me/100 gr
7 Haloisit 4H2O 40 – 50 me/100 gr
8 seskuioksida 0 – 3 me/100 gr
109
Reaksi tersebut banyak terjadi pada tanah-tanah masam. Hasilnya adalah ikatan
yang kuat antara ion fosfat dan Al oktahedral. Seringkali hanya sebagian dari fosfat
tersebut dapat terlepaskan kembali dengan analisis desorpsi.
110
Kesimpulan
Sifat kimia tanah adalah semua reaksi pisiko-kimia dan kimia yang
berlangsung di antara bahan penyusun tanah dan bahan yang ditambahkan ke
dalam tanah. Sifat kimia tanah terdiri dari pH tanah yaitu parameter tanah yang
dikendalikan oleh sifat-sifat elektro-kimia koloid-koloid tanah. Koloid tanah
merupakan bahan penyusun tanh yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik
tanah yang sangat halus, mempunyai luas permukaan sangat tinggi persatuan
massa. Kapasitas tukar kation, pertukaran anion, kejenuhan basa merupakan sifat
kimia yang banyak mempengaruhi proses-proses kimia dalam tanah.
Soal-Soal
1. Jelaskan pengertian pH tanah?
2. Jelaskan mengapa pH tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lain?
3. Mengapa di daerah tropis pH tanah cenderung kea rah masam?
4. Jelakan pengaruh unsure-unsur basa terhadap pH tanah?
5. jelaskan pengaruh Al dan Fe terhadap pH tanah?
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Kapasitas Tukar kation?
7. Jelaskan pengertian kejenuhan basah?
8. Jelaskan peranan koloid tanah dalam proses pertukaran kation?
9. Jelaskan pengertian mineral lempung dan sebutkan tiga jenis mineral
lempung?
Daftar Pustaka
111
A. Darmawijaya, Isa. 1992. Klasifikasi Tanah : Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan
Pelaksana Pertanian di Indonesia. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
E. Paton, T. R. 1978. The Formation of Soil Material. London, George Allen &
Unwin.
112