PENDAHULUAN
Kegiatan titrasi pada tahap pertama itu akan mengukur jumlah total asam
dapat dititrasi yang digantikan oleh ion K yang setara dengan jumlah ion H
yang digantikan, sehingga junlah ion Al yang digantikan dapat dihitung
dengan pengurangan. Kandungan Al-dd dan H-dd dinyatakan dalam millie
quivalen (me) per 100 gram tanah kering.
C. PENETAPAN BAHAN ORGANIK
Bahan organik merupakan akumulasi dari sisa tanaman dan hewan yang
mengalami pelapukan parsiil dan sebagian merupakan bahan resisten. Banyak
sedikitnya bahan organik dalam tanah mempengaruhi sifat-sifat tanah. Seperti
daya penahan air, kapasitas jerapan kation, kapasitas penyediaan unsur N, P,
dan S, stabilitas tanah, aerasi dan sebagainya. Dengan demikian perananan
bahan organik sangat besar dalam meningkatkan kesuburan tanah dan tidak
dapat digantikan bahan yang lain
Penetapan bahan organik tanah adalah berdasarkan oksidasi. Macam
oksidasi yang sering digunakan untuk penetapan bahan organik adalah
oksidasi basah dan oksidasi kering. Penetapan bahan organik pada percobaan
ini menggunakan oksiadasi basah, menurut metode Walkey Black, dimaan
bahan organik tanah dioksidasi oleh kalium dikromat berlebih diberikan
untuk mengoksidasi bahan organik. Kalium dikromat yang berlebih tidak
digunakan untuk proses oksidasi tersebut dititrasi dengan ferrosulfat yang
sudah diketahui normalitasnya. Difinilame dalam H2SO4 pekat digunakan
untuk petunjuk titik akhir titrasi sedangakn pemberian H3PO4 85 % untuk
menghulangkan gangguan yang mungkin timbul karena adanya ion ferro.
1.2 TUJUAN PRAKTIKUM
A. PENETAPAN KEBUTUHAN KAPUR TANAH DENGAN METODE KURVA
Ca(OH)2 DENGAN PH
Tujuan :
Agar mahasiswa dapat menetapkan kebutuhan kapur tanah dengan
menggunakan metoda kurva Ca(OH)2 dengan PH.
B. PENETAPAN KEBUTUHAN KAPUR TANAH DENGAN BERDASARKAN
Al DAPAT DIPERTUKARKAN (Al-dd)
Tujuan :
1. Agar mahasiswa dapat menetapka jumlah Al dapat dipertukarkan (Al-
dd) dalam tanah.
2. Agar mahasiswa dapat mentapkan kebutuhan kapur (KK) tanah
berdasarkan jumlah dd.
C. PENETAPAN BAHAN ORGANIK
Tujuan :
Agar mahasiswa dapat menetapkan kandungan bahan organik tanah dengan
metode “Wakley dan Blak” dan metode “kurmies kolorometer”.
II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengapuran adalah suatu teknologi pemberian kapur kedalam tanah, yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kesuburan tanah. Sebelum pengapuran
dilakukan, terlebih dahulu harus diketahui mengenai tujuannya, cara
penentuan kebutuhan, bahan dan mutu kapur yang akan digunakan serta cara-
cara pengguanannya. Secara umum pengapuran bertujuan untuk memperbaiki
sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi dari tanah. Di wilayah-wilayah subtropika,
pengapuran bertujuan untuk menaikkan ph hingga 6,5 atau 7. Alasan mereka
karena pada kisaran ph tersebut adalah paling cocok untuk wilayah-wilayah
tropik. Pemberian kapur untuk mencapai ph, sering dapat menurunkan
produksi karena terjadi kelebihan kapur (Hakim,1996).
Semakin besar nilai perhitungan yang didapatkan, maka kandungan
kapur dalam tanah juga semakin banyak. Faktor-faktor yang menentukan
kadar / banyaknya kapur dalam tanah antara lain adalah ph tanah, tekstur
tanah, kadar bahan organik tanah, mutu kapur, dan jenis tanaman yang hidup.
Faktor ph tanah dapat menunjukan kejenuhan basa dan ph tanah yang rendah,
maka kapur juga rendah. Tekstur dan kandungan bahan organik menentukan
besarnya kapasitas absorsi dan besarnya daya penyangga (buffering capacity)
dari tanah (Kartasapoetra, 1991).
Kandungan kapur dari setiap jenis tanah berbeda-beda. Bahkan
kandungan kapur dari lapisan atas tentu berbeda dengan lapisan dibawahnya.
Hal ini disebabkan oleh adanya proses pelindian kapur pada lapisan atas oleh
air yang akan diendapkan pada lapisan bawahnya. Kapur dalam tanah
memiliki asosiasi dengan keberadaan kalsium dan magnesium tanah. Hal ini
wajar, karena keberadaan kedua unsur tersebut sering ditemukan berasosiasi
dengan karbonat. Secara umum pemberian kapur ketanah dapat
mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah serta kegiatan jasad renik tanah.
Selain itu, keberadaan kapur tanah sangat dipengaruhi oleh batuan induk yang
ada disuatu lokasi (poerwowidodo, 1992).
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang
yang terdapat didalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan
bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova,
1961).
Menurut (Stevenson, 1994), bahan organik tanah adalah semua jenis
senyawa organik yang terdapat didalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan
organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut didalam air,
dan bahan organik yang stabil atau humus.
Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan
tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah
menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga
menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk
kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah
penting bagi negara berkembang karena intensitasnya yang cenderung
meningkat sehingga tercipta tanah-tanah rusak yang jumlah maupun
intensitasnya meningkat. (red) Bahan organik tanah juga merupakan salah
satu indikator kesehatan tanah. Tanah yang sehat memiliki kandungan bahan
organik yang rendah. Kesehatan tanah penting untuk menjamin produktivitas
pertanian. Bahan organik dalam tanah merupakan fraksi bukan mineral yang
ditemukan sebagai bahan penyusun tanah. Kadar bahan organik yang terdapat
dalam tanah Alfisol berkisar antara (0,005-5) % dan merupakan tanah yang
ideal untuk lahan pertanian, dan untuk tanah organik mendekati 60 % dan
pada titik oleh kadar bahan organik memperlihatkan kecenderungan yang
menurun (Pairunan, dkk. 1985).
Bahan organik memiliki peranan sangat penting di dalam tanah. Bahan
organik tanah terdiri dari sisa-sisa tumbuhan atau binatang melapuk. Tingkat
pelapukan bahan organik berbeda-beda dan tercampur dari berbagai macam
bahan.
Fungsi bahan organik tanah :
Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena
memiliki beberapa peranan kunci ditanah. Peranan-peranan kunci bahan
organik tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
Fungsi Biologi
Menyediakan makanan dan tempat hidup (Habitat) untuk organisme
(termasuk mikroba) tanah menyediakan energi untuk proses-proses
biologi tanah memberikan kontribusi pada daya pulih (resiliansi)
tanah.
Fungsi Kimia
Merupakan ukuran kapasitas retensi hara tanah penting untuk daya
pulih tanah akibat perubahan PH tanah menyimpan cadangan hara
penting, khususnya N dan K.
Fungsi Fisika
Mengikat partikel-partikel tanah menjadi remah untuk meningkatkan
stabilitas struktur tanah, meningkatkan kmamapuan tanah dalam
menyimpan air perubahan moderate terhadap suhu tanah
Fungsi – fungsi bahan organik tanah ini saling berkaitan satu dengan yang
lain. Sebagai contoh, bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas
mikroba yang juga dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan
meningkatkan daya pulih tanah (Miller et al, 1985).
Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah juga harus diperhatikan
karena mempengaruhi jumlah bahan organik. (Miller et al, 1983).
Berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bahan organik
dalam tanah adalah sifat jumlah bahan organik yang dikembalikan,
kelembapan tanah, temperatur tanah, tingkat aerasi tanah, topografi dan sifat
penyediaan hara. Pemberian bahan organik kedalam tanah memberikan
dampak yang baik terhadap tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan
memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut tumbuh
memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya.
Bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah menyediakan zat pengatur
tumbuh tanaman memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan
perkembangannya. Bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah
menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman seperti, Vitamin, asam amino,
auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik
(Brady, 1990).
Pengapuran tanah masam secara umum bertujuan untuk meningkatkan ph
tanah dan kejenuhan basa, agar ketersediaan hara bagi tanaman meningkat
dan potensi toksik dari unsur mikro atau unsur toksik (seperti Al) menjadi
tertekan. Dengan membaiknya sifat kimia tanah, maka aktivitas mikrpba
dalam penyediaaan hara dan zat perangsang tumbuh juga membaik, sehingga
secara akumulatif akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman
yang optimum. Apabila pengapuran dilakuakn secara tepat akan berpengaruh
positif terhadap sifat kimawi dan biologis tanah. Namun demikian, apabila
berlebihan pengapuran dapat berdampak negatif berupa penurunan
ketersediaan Zn, Mn, Cu, dan B yang dapat menyebabkan tanaman menjadi
defisiensi keempat unsur ini, serta dapat mengalami keracunan Mo. Oleh
karena itu, pengapuran (juga pemupukan) harus dilakukan dengan empat
tepat, yaitu tepat dosis, tepat cara, tepat waktu, dan tepat kondisi (Hanafiah,
2007).
III