Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

REKONSILIASI FISKAL

DISUSUN OLEH

Anggota Kelompok : 1. Citra T Simanjuntak (2105151025)


2. Deski Situmorang (2105151034)
3. Grace Esther Zebua (2105151019)
4. Naomi Y Silalahi (2105151043)
5. Rohana TS Purba (2105151064)
6. Sartika EN Situmorang (2105151058)
7. Titin Ariani Togatorop (2105151037)

Kelas : AKP-3A

Dosen Pengampu
Dr. Ilham Hidayah Napitupulu, S.E., M.Si

JURUSAN AKUNTANSI
PRODI AKUNTANSI KEUANGAN PUBLIK
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah
Rekonsiliasi Fiskal ini.

Kami telah mencoba untuk menyusun makalah ini sebaik mungkin, kami
juga mengambil bantuan dari berbagai sumber untuk memudahkan pembuatan
makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua ini, kami sepenuhnya menyadari bahwa masih ada
struktur kalimat dan tata bahasa yang masih kurang. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk perbaikan
makalah ini. 

Medan, 28 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.............................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................4
A. Pengertian Rekonsiliasi Fiskal......................................................................................................4
B. Tujuan Rekonsiliasi Fiskal............................................................................................................4
C. Jenis - Jenis Rekonsiliasi Fiskal....................................................................................................5
D. Koreksi Fiskal................................................................................................................................6
E. Penyebab Terjadinya Rekonsiliasi Fiskal....................................................................................7
F. Pasal – Pasal yang Berhubungan dengan Rekonsiliasi Fiskal....................................................7
Undang – Undang No. 36 Tahun 2008................................................................................................7
Undang-Undang No. 7 Tahun 2021...................................................................................................15
G. Contoh Kasus...........................................................................................................................27
BAB III.....................................................................................................................................................32
PENUTUP................................................................................................................................................32
A. Kesimpulan..................................................................................................................................32
B. Saran.............................................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................iv

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan sejarah dan peradaban manusia, perpajakan di
Indonesia berkembang semakin pesat. Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam
mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan yang bersifat langsung maupun
tidaklangsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan
sosial dan ekonomi masyarakat. Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu
kewajiban warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota
masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara yang berupa pembangunan
nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan-peraturan
untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.

Saat ini ada tiga sistem yang diaplikasikan dalam pemungutan pajak yaitu official
assesment system, self assesment system, dan withholding system. Pada tahun 1984,
Indonesia melakukan reformasi dalam sektor perpajakan. Sistem perpajakan yang pada
awalnya menerapkan official assessment system, diganti dengan self assessment system.
Dalam self assessment system ini, tanggung jawab perpajakan lebih dititikberatkan pada
peran serta dan kesadaran dari wajib pajak. 

Wajib pajak diberikan kepercayaan, wewenang dan tanggung jawab oleh


negara agar senantiasa memiliki kemampuan untuk menghitung, membayar,
melaporkan aktivitas perpajakannya serta bertanggung jawab penuh atas hal-hal
yang dicantumkan oleh wajib pajak melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunannya.
Antara wajib pajak dengan pemerintah memiliki perbedaan keperluan dalam hal
pembayaran pajak. Bagi wajib pajak, membayar pajak berarti akan mengurangi
kemampuan ekonomis wajib pajak sehingga wajib pajak akan berusaha untuk membayar
pajak sekecil mungkin. Sedangkan bagi pemerintah, pajak merupakan pendapatan yang

1
terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang nantinya akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Maka terjadi perbedaan standar
pengukuran dan penilaian untuk menyusun laporan keuangan komersial dan keuangan
fiskal. Perbedaan tersebut disebabkan tujuan yang ingin dicapai berbeda. Perbedaan
antara laporan keuangan komersial denganlaporan keuangan fiskal ada yang bersifat tetap
dan ada yang bersifat sementara.
Untuk mengatasi perbedaan tersebut perlu dilakukan penyesuaian diantara kedua
laporan keuangan tersebut, yang dikenal dengan istilah rekonsiliasi fiskal.  Rekonsiliasi
fiskal atau koreksi fiskal adalah proses pencatatan, penyesuaian, dan pembetulan yang
dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan atau laba komersial
maupun biaya antara standar akuntansi dan aturan perpajakan yang berlaku.
  Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan
mengurangkan sejumlah biaya atau pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi,
yang berarti menambah laba menurut akuntansi. Biasanya Koreksi fiskal dilakukan
karena adanya perbedaan baik pada perlakuan ataupun pengakuan penghasilan serta biaya
yang terdapat pada laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak.
Koreksi fiskal ini merupakan bagian dari akuntansi perpajakan.

Rekonsiliasi fiskal perlu dilakukan agar laporan keuangan komersial sesuai


dengan Undang-Undang Pajak Pajak dan peraturan perpajakan lainnya, sehingga dapat
diterima dan digunakan untuk menghitung dan memperhitungkan pajak terutang dari
suatu perusahaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan rekonsiliasi fiskal?
2. Apa yang menjadi perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan
keuangan fiskal?
3. Apa penyebab terjadinya rekonsiliasi fiskal?
4. Apa hubungan pasal 4 dengan rekonsiliasi fiskal?
5. Apa Hubungan pasal 6 dengan rekonsiliasi fiskal?

2
6. Apa hubungan pasal 9 dengan rekonsiliasi fiskal?
7. Apa saja metode rekonsiliasi fiskal?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari rekonsiliasi fiskal.
2. Untuk mengetahui perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan
fiskal.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya rekonsiliasi fiskal.
4. Untuk mengetahui hubungan pasal 4 dengan rekonsiliasi fiskal.
5. Untuk mengetahui hubungan pasal 6 dengan rekonsiliasi fiskal.
6. Untuk mengetahui hubungan pasal 9 dengan rekonsiliasi fiskal.
7. Untuk mengetahui metode apa saja yang digunakan dalam rekonsiliasi fiskal.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rekonsiliasi Fiskal


Rekonsiliasi fiskal adalah proses membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap
laporan keuangan komersial dengan berdasarkan ketentuan-ketentuan perpajakan
sehingga diperoleh yang namanya laba fiskal. Laba fiskal ini, dalam perpajakan sering
disebut Penghasilan Neto.

Dalam pengertian lebih sederhana, rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian


ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan
menurut ketentuan perpajakan.

B. Tujuan Rekonsiliasi Fiskal


Sebagai metode atau cara untuk mengetahui perbedaan yang ada pada laporan
keuangan, rekonsiliasi fiskal memiliki beberapa tujuan yang meliputi:

1. Pengecekan Draft Pajak


Koreksi fiskal penting dilakukan setelah laporan keuangan dibuat oleh
perusahaan. Pengecekan ulang draft tersebut sebelum diangsurkan ke DJP.
Mengecek draft didasarkan pada data-data yang ada dengan memperhatikan
transaksi dan penyesuaian antara penghasilan oleh wajib pajak.
2. Alat Untuk Memenuhi Draft Laporan
DJP Kementerian Keuangan RI mengeluarkan aturan dan regulasi untuk
WP. Supaya draft bisa terpenuhi dengan baik, maka suatu perusahaan harus
melakukan rekonsiliasi fiskal sehingga bisa melihat ada tidaknya kekeliruan pada
laporan yang sudah dibuat. Sebab jika terjadi kesalahan, itu bisa menyebabkan
kesalahan hitung untuk nominal pajak.
3. Meminimalisir Salah Hitung Pajak
Pentingnya koreksi pada fiskal adalah untuk menghindari adanya
kesalahan perhitungan pajak. Sebab dalam bisnis jika ada nominal angka yang

4
salah bisa jadi akan merugikan perusahaan. Untuk itu, ketelitian dalam melakukan
rekonsiliasi fiskal ini dibutuhkan penyesuain data, transaksi hingga penghasilan
yang benar. Dengan memahami tujuan yang menjadi bagian penting dalam
melakukan koreksi untuk fiskal tersebut, maka perusahaan sama dengan
memberikan kemudahan kepada petugas DJP melakukan perhitungan pajak yang
sesuai.

C. Jenis - Jenis Rekonsiliasi Fiskal


Rekonsiliasi fiskal dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan perbedaan
secara komersial dan fiskal, yakni rekonsiliasi beda waktu dan rekonsiliasi beda tetap.

1. Rekonsiliasi Beda Tetap


Rekonsiliasi beda tetap disebabkan oleh adanya transaksi yang diakui oleh
Wajib Pajak sebagai penghasilan atau biaya yang sesuai dengan standar akuntansi
keuangan. Rekonsiliasi beda tetap membedakan laba kena pajak dan laba akuntansi
sebelum pajak yang timbul karena transaksi yang mengacu pada UU Perpajakan dan
tidak akan terhapus dengan sendirinya pada periode lain.
Contoh koreksi fiskal perbedaan beda tetap dalam hal biaya:

 Biaya pajak penghasilan

 Biaya sumbangan

 Biaya sanksi perpajakan

Contoh Penghasilan dalam perbedaan beda tetap:

 Sumbangan

 Penghasilan bunga deposito

 Hibah

2. Rekonsiliasi Beda Waktu

5
Rekonsiliasi beda waktu disebabkan karena adanya beda waktu antara sistem
akuntansi dan sistem perpajakan. Jadi, transaksi yang menurut akuntansi komersial
dan pajak sama, namun terdapat perbedaan yang terletak pada waktu alokasi biaya.
Contoh biaya koreksi fiskal perbedaan beda waktu:

 Biaya sewa

 Biaya penyusutan

Contoh penghasilan koreksi fiskal perbedaan beda waktu:

 Pendapatan lebih selisih kurs

D. Koreksi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal memiliki dua jenis koreksi fiskal, yaitu koreksi fiskal negatif
dan koreksi fiskal positif.

1. Koreksi fiskal negatif


Koreksi fiskal negatif adalah koreksi fiskal yang menyebabkan pengurangan laba
fiskal atau disebut juga sebagai kerugian fiskal yang bertambah. Hal inilah yang
menyebabkan laba fiskal menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan laba
komersial atau kerugian fiskal lebih besar daripada kerugian komersial.
Ada beberapa penyebab yang membuat koreksi fiskal negatif terjadi. Pertama, hal ini
bisa disebabkan karena terdapat selisih komersial yang berada di bawah penyusutan
fiskal. Selain itu, koreksi negatif juga bisa terjadi karena adanya penghasilan yang
sudah terkena PPh final dan penghasilan bukan objek pajak, tapi masuk dalam
peredaran usaha atau bisnis.

2. Koreksi Fiskal Positif


Koreksi fiskal positif adalah koreksi yang menyebabkan laba fiskal mengalami
kenaikan. Hal ini menyebabkan laba fiskal lebih besar daripada laba komersial.
Penyebab terjadi koreksi fiskal positif yaitu karena ada biaya yang dibebankan untuk
wajib pajak. Selain itu, koreksi fiskal positif juga terjadi karena faktor dana cadangan.

6
Imbalan yang berhubungan dengan jasa atau pekerjaan juga bisa menyebabkan
koreksi fiskal positif.

E. Penyebab Terjadinya Rekonsiliasi Fiskal


Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan fiskal adalah karena terdapat
perbedaan prinsip akuntansi. perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan
pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
1. Perbedaan Prinsip Akuntansi
Beberapa prinsip SAK yang telah diakui secara umum tetapi tidak diakui
dalam fiskal, diantaranya adalah:

a) Prinsip konversatisme, penilaian persediaan akhir berdasarkan metode


"terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih" dan penilaian
piutang dengan nilai taksiran realisasi bersih, diakui dalam akuntansi
komersial, tetapi tidak diakui dalam fiskal.
b) Prinsip harga perolehan, dalam akuntansi komersial, penentuan harga
perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan
unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura. Dalam fiskal, pengeluaran
dalam bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan/biaya.
c) Prinsip pemadanan (matching). akuntansi komersial mengakui biaya
penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal,
penyusutan dapat dimulai sebelum menghasilkan.

2. Perbedaan Metode dan Prosedur Akuntansi


a) Metode penilaian persediaan.
Akuntansi komersial meperbolehkan untuk memakai berbagai metode
yang ada. Namun apabila pada akuntansi fiskal hanya diperbolehkan
menggunakan metode Average dan FIFO.
b) Metode penyusutan dan amortisasi.
Akuntansi komersial membolehkan metode penyusutan berbagai
jenis, apabila dalam akuntansi fiskal hanya diperbolehkan garis lurus dan
saldo menurun. Selain itu apabila akuntansi komersial kita dapat

7
memperkirakan umur ekonomis aktiva tetap, namun pada fiskal yang
memutuskan adalah Menteri Keuangan. Demikian pula dengan nilai
residu, akuntansi komersial memperbolehkan menggunakan nilai residu,
sedangkan fiskal tidak diperoleh menggunakan nilai residu
c) Metode penghapusan piutang
Dalam akuntansi komersial penghapusan piutang ditentukan
berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal, penghapusan
piutang dilakukan pada saat piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dengan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan.
3. Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya
a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan
merupakan objek pajak penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal,
penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total PKP atau dikurangkan
dari laba menurut akuntansi komersial. Contoh:

1) Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dalam


bentuk natura.
2) Bagian laba yang diterima oleh perusahaan modal vantura dari
badan pasangan usaha.
3) Hibah, bantuan, sumbangan.
4) Iuran dan penghasilan tertentu yang diterima dari dana pension.
5) Penghasilan dividen yang diterima oleh PT, koperasi,
BUMN/BUMD, sebagai WPDN dengan persyaratan tertentu.
6) Penghasilan lain yang termasuk dalam kelompok bukan objek
pajak (pasal 4 ayat (3) UU PPh).

b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan


pajaknyabersifat final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut
harus dikeluarkan dari total PKP atau dikurangkan dari laba menurut
akuntansi komersial. Contoh:

8
1) Penghasilan berupa deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
2) Penghasilan berupa hadiah undian.
3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya.
4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate dan persewaan
tanah dan atau bangunan.
5) Penghasilan tertentu lainnya (penghasilan dari pengungkapan
ketidakbenaran, penghentian penyelidikan tindak pidana, dll).
6) Dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi.

c) Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah:


1. Kerugian suatu usaha di luar negeri.
2. Kerugian usaha dalam negeri tahun-tahun sebelumnya.
3. Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran.

d) Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya


atau pengurang penghasilan bruto, tetapi dalam fiskal pengeluaran
tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Contoh:
Imbalan atau penggantian yang diberikan dalam bentuk natura, pajak
penghasilan, dan sanksi administrasi berupa denda, bunga, kenaikan
dan sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan penindang-
undangan perpajakan.

F. Pasal – Pasal yang Berhubungan dengan Rekonsiliasi Fiskal

Undang – Undang No. 36 Tahun 2008

9
1. Buatlah rekonsiliasi fiskal untuk
PT. NYAMAN, sehingga
diketahui Penghasilan Kena Pajaknya.
2. Hitunglah PPh pasal 29 untuk th
PPh p UNDANG – UNDANG NO 36 TAHUN 2008

Pasal 4
(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk

10
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:

11
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

a.
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan
yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. warisan;

12
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf i, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;

13
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;

14
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau
khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan
untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

15
(1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
n. biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan.

(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun
pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

(3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

Pasal 9
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
16
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan
syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

17
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang
perpajakan.

(2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang


mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

Undang-Undang No. 7 Tahun 2021

Pasal 4
(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pufl,
termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura
dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha

18
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutllan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;

19
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
(1a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga negara
asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan
hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dengan
ketentuan:
a. memiliki keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang dihitung sejak menjadi subjek
pajak dalam negeri
(1b) Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) berupa penghasilan yang diterima
atau diperoleh warga negara asing sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di
luar Indonesia.
(1c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak berlaku terhadap warga
negara asing yang memanfaatkan Persetujuan Penghindaran pajak Berganda antara
pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tempat warga negara asing memperoleh
penghasilan dari luar Indonesia.
(1d) Dihapus.

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:


a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, bunga atau diskonto surat berharga jangka pendek yang

20
diperdagangkan di pasar uang, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
e. penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang diatur
dalam atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:


a.
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;

21
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:
1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, danf atau minuman bagi
seluruh pegawai;
2. natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja
dalam pelaksanaan pekerjaan;
4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau
5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit, atau karena
meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;
f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak:
a) orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu
tertentu; dan/atau
b) badan dalam negeri;
2. dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung
kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut:

22
1) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan
tersebut paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba
setelah pajak; atau
2) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di
Indonesia sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat
ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan
penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini;
3. dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka
2 merupakan:
a) dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri
yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek; atau
b) dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri
yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai
dengan proporsi kepemilikan saham;
4. dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b) dan
penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada angka 2 diinvestasikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari
jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a)
berlaku ketentuan:
a) atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan
tersebut, dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan;
b) atas selisih dari 3oo/o (tiga puluh persen) laba setelah pajak
dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah pajak
yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada huruf a)
dikenai Pajak Penghasilan; dan
c) atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau
penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana
dimaksud pada huruf a) serta atas selisih sebagaimana dimaksud
pada huruf b), tidak dikenai Pajak Penghasilan;

23
5. dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan
penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada angka 2, diinvestasikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% (tiga puluh persen)
dari jumlah laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf
a) berlaku ketentuan:
a) atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan
tersebut dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan;
b) atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen dan/atau
penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana
dimaksud pada huruf a), tidak dikenai Pajak Penghasilan;
6. dalam hal dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia
setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas
dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (21
Undang-Undang ini, dividen dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2;
7. pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari luar negeri tidak
melalui bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan dalam hal penghasilan
tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi persyaratan berikut:
a) penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan
b) bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri;
8. pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7, berlaku
ketentuan:
a) tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang
terutang;

24
b) tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan;
dan/atau
c) tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
9. dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan penghasilan dalam jangka
waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7, berlaku
ketentuan:
a) penghasilan dari luar negeri tersebut merupakan penghasilan pada
tahun pajak diperoleh; dan
b) Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar
negeri atas penghasilan tersebut merupakan kredit pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang ini;
10. dihapus;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Otoritas Jasa Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu;
i. bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari
koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saharn-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pisangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil rnenengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesial.
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu;

25
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut;
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu;
o. dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan/atau BPIH khusus,
dan penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen
keuangan tertentu, diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH); dan
p. sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan/atau
keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka
waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau
ditempatkan sebagai dana abadi.

Pasal 6

(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;

26
7. biaya promosi dan penjualan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Paiak;
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah;

27
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah; dan
n. biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan.

(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai
tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

(3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri
dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan

28
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang yang dihitung
berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dengan batasan
tertentu setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang memenuhi
persyaratan tertentu;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. dihapus;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m
serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya;

29
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.

(2) Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang


mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.

G. Contoh Kasus
Laporan Laba Rugi PT. Pasugi Kepadaku

Tahun 2020

Rp25.000.000.00
Penjualan Bruto   0
(Rp2.000.000.00
Potongan Penjualan 0)
(Rp1.000.000.00
Retur Penjualan 0)
Rp22.000.000.00
Penjualan Neto 0
Harga Pokok Penjualan:  
Pembelian Rp7.300.000.000  
Persediaan Awal Rp11.000.000.000  
(Rp10.900.000.00
Persediaan Akhir 0)  
Pemakaian Bahan Baku Rp7.400.000.000  
Pemakaian Bahan Pembantu Rp2.500.000.000  
Gaji & Upah Rp3.500.000.000  
Penyusutan Rp1.215.000.000  

30
Biaya Lain-lain Rp785.000.000  
Biaya Produksi Rp15.400.000.000  
Barang dalam Proses Awal Rp600.000.000  
Barang dalam Proses Akhir (Rp500.000.000)  
Harga Pokok Produksi Rp15.500.000.000  
Barang Jadi Awal Rp1.500.000.000  
Barang Jadi Akhir (Rp2.000.000.000)  
Rp15.000.000.00
Harga Pokok Penjualan 0
   
Laba Bruto Usaha Rp7.000.000.000
   
Biaya-biaya Umum, Administrasi, dan
Penjualan  
Gaji, THR, Bonus Rp1.500.000.000  
Premi Asuransi Karyawan Rp300.000.000  
Perjalanan Dinas Rp100.000.000  
Alat Kantor Rp15.000.000  
Listrik Rp100.000.000  
Telepon/Teleks Rp200.000.000  
Penghapusan Piutang Rp200.000.000  
Bunga Pinjaman Rp48.000.000  
Sewa Mesin Rp240.000.000  
Reparasi Rp200.000.000  
Royalti Rp400.000.000  
Pengangkutan Rp150.000.000  
Penyusutan Rp178.750.000  
Pemasaran Rp100.000.000  
Lain-lain Rp66.953.000  
Jumlah Biaya Usaha Rp3.798.703.000
   

31
Laba Usaha Rp3.201.297.000
Pendapatan di Luar Usaha  
Deviden dari PT. Insani (Penyertaan 15%) Rp50.000.000  
Deviden dari PT. Saksi (Penyertaan 30%) Rp30.000.000  
Bunga Deposito dari BCA Rp45.000.000  
Royalti dari PT. Labda Karya Rp10.000.000  
Sewa Truk dari PT. Cipta Pesona Rp50.000.000  
Keuntungan Penjualan Harta Rp38.000.000  
Rugi Selisih Kurs Rp123.000.000  
Jumlah Pendapatan Bersih di Luar
Usaha Rp100.000.000
Laba Bersih   Rp3.301.297.000

Keterangan:

1. Perusahaan mengantisipasi retur penjualan dengan menggunakann metode penyisihan


retur penjualan. Retur penjualan yang benar-benar telah terealisasi tahun 2020 berjumlah
Rp750.000.000
2. Penghitungan Harga Pokok Penjualan:
a. Dalam biaya pembelian, terdapat faktur pajak masukan yang sudah dikreditkan dalam
SPT Masa PPN sebesar Rp100.000.000
b. Dalam gaji dan upah termasuk PPh ditanggung perusahaan sejumlah Rp120.000.000
c. Dalam biaya penyusutan yang dihitung secara fiskal sebesar Rp1.300.000.000
d. Dalam biaya lain-lain termasuk biaya perawatan kendaraan pribadi direktur
operasional sebesar Rp50.000.000
3. Biaya umum, administrasi, dan penjualan:
a. Dalam biaya listrik, termasuk biaya listrik untuk tempat tinggal para pengurus
Rp10.000.000
b. Dalam biaya gaji terdapat PPh ditanggung perusahaan Rp100.000.000 dan gaji
pembantu rumah tangga para pengurus Rp24.000.000

32
c. Dalam biaya asuransi terdapat biaya asuransi pemegang saham sebesar
Rp50.000.000, pembagian obat-obatan untuk karyawan sebesar Rp25.000.000
d. 40% biaya perjalanan dinas tidak didukung bukti-bukti
e. Dalam biaya telepon terdapat biaya penggunaan smartphone untuk divisi marketing
sebesar Rp50.000.000
f. Penghapusan piutang tak tertagih terdiri dari penghapusan piutang kepada karyawan
(tidak berhubungan dengan operasional perusahaan) sebesar Rp30.000.000 dan
piutang usaha Rp170.000.000. Wajib pajak telah menyerahkan dan melaporkan daftar
piutang tak tertagih yang dihapuskan kepada KPP. Dari jumlah Rp170.000.000,
Rp150.000.000 diantaranya sudah dilaporkan dan disetujui oleh DJP.
g. Dalam biaya penyusutan yang dihitung secara fiskal sebesar Rp150.000.000
h. Dalam biaya reparasi, terdapat biaya perbaikan sebesar Rp40.000.000, untuk mobil
direktur sebesar Rp20.000.000, sementara sisanya adalah untuk kendaraan
operasional
i. Dalam biaya pemasaran, terdapat Rp20.000.000 yang tidak memiliki bukti dan tidak
memiliki daftar nominalnya.

Rincian biaya lain-lain:

Jamuan tamu yang tak ada daftar nominatif Rp 7.000.000


Sumbangan Hari Kemerdekaan RI Rp 5.000.000
Sumbangan Bencana Nasional (COVID 19) Rp 15.000.000
Denda dan bunga STP Rp 6.000.000
PBB Rumah Pribadi Direktur Rp 3.453.000
Pajak Daerah atas Reklame Rp 2.500.000
Faktur Pajak Pedagang Eceran Rp 5.000.000
Pemberian bantuan sembako terhadap keluarga karyawan Rp 10.000.000
Cadangan biaya lain-lain Rp 10.000.000
Jumlah biaya lain-lain Rp 63.953.000

4. Keterangan Lain-lain

33
a. Terdapat bukti pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) atas bunga deposito sebesar
Rp9.000.000.
b. Terdapat bukti pungut PPh pasal 22 impor atas pembelian dari luar negeri sebesar
Rp25.000.000.
c. Terdapat bukti pemotongan PPh pasal 23 atas royalti sebesar Rp1.500.000.
d. Terdapat bukti pemotongan PPh pasal 23 atas sewa sebesar Rp1.000.000.
e. Angsuran PPh pasal 25 bulan januari sampai dengan desember telah dibayar tepat
waktu sebesar Rp55.000.000 (untuk setiap bulan).
(dalam ribuan rupiah)

Penyesuaian Fiskal
Deskripsi Komersial Fiskal Keterangan
Positif Negatif
Peredaran Usaha        
Penjualan Bruto 25.000.000     25.000.000
Potongan Penjualan (2.000.000)     (2.000.000)
Retur Penjualan (1.000.000) 250.000   (750.000)
Jumlah Peredaran Bruto 22.000.000   22.250.000
         
Harga Pokok Penjualan:        
Pembelian 7.300.000 100.000   7.200.000
Persediaan Awal 11.000.000     11.000.000
Pasal 10 ayat 6 UU
Persediaan Akhir (10.900.000)     (10.900.000)
PPh
Pemakaian Bahan Baku 7.400.000     7.300.000
Pemakaian Bahan Pembantu 2.500.000     2.500.000
Gaji & Upah 3.500.000 120.000   3.380.000 Pasal 9 ayat 1 huruf h

Penyusutan 1.215.000   85.000 1.300.000 Pasal 6 ayat 1 huruf b

Biaya Lain-lain 785.000 50.000   735.000 Pasal 9 ayat 1 huruf i

Biaya Produksi 15.400.000     15.215.000


Barang dalam Proses Awal 600.000     600.000
Barang dalam Proses Akhir (500.000)     (500.000)
Harga Pokok Produksi 15.500.000     15.315.000
Barang Jadi Awal 1.500.000     1.500.000
Barang Jadi Akhir (2.000.000)     (2.000.000)
15.000.000     14.815.000
         
Laba Bruto Usaha 7.000.000     7.435.000
         

34
Biaya Usaha dan Lainnya:        
Pasal 9 ayat 1 huruf h,
Gaji, THR, Bonus 1.500.000 124.000   1.376.000
dan i
Premi Asuransi Karyawan 300.000 75.000   225.000 Pasal 9 ayat 1 huruf b

Perjalanan Dinas 100.000 40.000   60.000 Pasal 6 ayat 1 huruf a

Alat Kantor 15.000   15.000


Listrik 100.000 10.000   90.000 Pasal 9 ayat 1 huruf i

Telepon/Teleks 200.000 25.000   175.000 KEP-220/2002

Penghapusan Piutang 200.000 50.000   150.000 Pasal 6 ayat 1 huruf h

Bunga Pinjaman 48.000     48.000 Pasal 4 ayat 2

Sewa Mesin 240.000     240.000 Pasal 6 ayat 1

Reparasi 200.000 20.000   180.000


Royalti Pasal 6 ayat 1
Royalti 400.000     400.000
huruf a angka 3
Pengangkutan 150.000     150.000
Penyusutan 178.750 28.750   150.000
Pemasaran 100.000 20.000   80.000
Total Biaya Usaha 3.731.750     3.339.000
Lain-lain:      
Pasal 6 ayat 1 huruf a,
1. Jamuan tamu 10.000 7.000   3.000
SE-27/PJ.22/1986
2. Sumbangan HUT RI 5.000 5.000   - Pasal 9 ayat 1 huruf g

3. Sumbangan COVID 19 15.000     15.000 Pasal 6 ayat 1 huruf i

4. Sanksi Administrasi Pajak 6.000 6.000   - Pasal 9 ayat 1 huruf k

5. PBB Rumah Pribadi Direktur 3.453 3.453   - Pasal 9 ayat 1 huruf i

6. Pajak atas Reklame 2.500     2.500 Pasal 6 ayat 1 huruf a


7. Pemberian bantuan sembako
10.000 10.000   - Pasal 9 ayat 1 huruf i
terhadap keluarga
8. Faktur Pajak Masukan dari Pasal 6 ayat 1 huruf a
5.000     5.000
Pedagang
9. Cadangan biaya lain-lain 10.000 10.000   - Pasal 9 ayat 1 huruf c

Total biaya lain-lain 66.953     25.500


Jumlah Biaya Usaha dan
3.798.703     3.364.500
Lainnya
Penghasilan Neto dari Usaha 3.201.297     4.070.500
         
Penghasilan dari Luar Usaha:        
Deviden dari PT. Insani Pasal 4 ayat 3 huruf f
50.000   50.000
(Penyertaan 15%)
Deviden dari PT. Saksi Pasal 4 ayat 3 huruf f
30.000   30.000 -
(Penyertaan 30%)
Bunga Deposito dari BCA 45.000   45.000 - Pasal 4 ayat 2 huruf a

Royalti dari PT. Labda Karya 10.000     10.000 Pasal 4 ayat 1 huruf h
Sewa Truk dari PT. Cipta Pasal 4 ayat 1 huruf i
50.000     50.000
Pesona

35
Keuntungan Penjualan Harta 38.000     38.000 Pasal 4 ayat 1 huruf d
Jumlah Pendapatan Bersih di
223.000     138.000
Luar Usaha
         
Biaya dari Luar Usaha        
Rugi Selisih Kurs 123.000     123.000 Pasal 4 ayat 1 huruf L

Jumlah Biaya dari Luar Usaha 123.000     123.000


         
Penghasilan Neto dari Luar
100.000     (25.000)
Usaha
Penghasilan Neto dalam
3.301.297     4.095.500 
Negeri

Peredaran Bruto
Peredaran Bruto dari Kegiatan Usaha:
1. Penjualan Bersih Rp 22.000.000.000
Jumlah  Rp 22.000.000.000

Peredaran Bruto dari Luar Usaha:  


1. Deviden dari PT. Insani (15%) Rp 50.000.000
2. Deviden dari PT. Saksii (30%) Rp 30.000.000
3. Bunga Deposito dari BCA Rp 45.000.000
4. Royalti dari PT. Labda Karya Rp 10.000.000
5. Sewa PT. Cipta Pesona Rp 50.000.000
6. Keuntungan Penjualan Harta Rp 38.000.000
Jumlah Rp 223.000.000
Total Peredaran Bruto Rp 22.223.000.000

Perhitungan PPh Terutang


Peredaran Bruto   Rp 22.223.000.000
Penghasilan Kena Pajak   Rp 4.095.500.000
Fasilitas Rp 884.597.039  
Non Fasilitas Rp 3.210.902.961  
PPh Terutang    
Fasilitas Rp 97.305.674  
Non Fasilitas Rp 706.398.651  
Total PPh Terutang   Rp 793.892.284
Kredit Pajak    
1. PPh Pasal 25 Rp 660.000.000  
2. PPh Pasal 22 Impor Rp 25.000.000  
3. PPh Pasal 23 Rp 2.500.000  
Total Kredit Pajak   Rp 687.500.000
PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29)   Rp 116.204.326

36
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Rekonsiliasi fiskal merupakan upaya untuk mencocokkan perbedaan dalam
laporan keuangan yang disusun berdasarkan Sistem Keuangan Akuntansi (komersial)
dengan laporan keuangan yang disusun berdasarkan Sistem Pajak (fiskal). Hal ini
dilakukan untuk menyusun laporan keuangan suatu perusahaan, dimana penyusuanannya
harus sesuai dengan peraturan fiskal yang ada. Rekonsiliasi fiskal dijadikan dasar untuk
membuat SPT PPh perusahaan yang akan dilaporkan kepada Kantor Pajak. Rekonsiliasi
Fiskal berbentukan lampiran SPT tahunan PPh badan yang di dalamnya berisi tentang
penyesuaian antara laba rugi komersial yang dihitung sebelum adanya pajak dengan laba
rugi yang sudah dihitung dengan ketentuan perpajakan, yang disusun atas keseluruhan
pengeluaran atau beban dan pendapatan.
Rekonsiliasi fiskal dilakukan atas pos-pos penghasilan dan pos-pos biaya laporan
keuangan komersial, termasuk verifikasi pendapatan untuk pemungutan pajak
pendapatan final, yaitu rekonsiliasi terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Final,
rekonsiliasi terhadap penghasilan yang bukan objek pajak, wajib pajak mengeluarkan
biaya-biaya yang tidak diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto, wajib pajak
memakai metode pencatatan yang berbeda dengan ketentuan perpajakan, dan wajib
pajak mengeluarkan biaya-biaya untuk mendapatkan penghasilan yang dikenakan PPh
Final dan penghasilan yang dikenakan PPh Non Final. Hal ini mengacu pada Pasal 4
ayat (2), Pasal 4 ayat (3), Pasal 6, dan Pasal 9 Undang-Undang No 36 Tahun 2008 (UU
PPh).

B. Saran
1. Rekonsiliasi fiskal merupakan sarana yang paling tepat digunakan oleh suatu
perusahaan dalam menentukan jumlah pajak penghasilan terutang dan dapat
diterapkan bagi setiap wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan.
2. Dengan adanya Rekonsiliasi fiskal diharapkan para Wajib Pajak dapat memenuhi
kewajiban perpajakan sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

37
3. Perusahaan dapat menjadikan penulisan ini sebagai bahan pertimbangan untuk
koreksi fiskal yang akan dilakukan untuk tahun-tahun berikutnya.
4. Bagi pihak lain yang akan melakukan penelitian mengenai Rekonsiliasi fiskal,
sebainya memperhatikan ketersediaan akses data. Karena banyak data yang
umumnya bersifat rahasia dan tidak ditujukn untuk khalayak ramai, khususnya
pada perusahaan tertutup.

38
DAFTAR PUSTAKA

jurnal.id. "Koreksi Fiskal Positif dan koreksi Negatif dalam Rekonsiliasi." Jurnal Entrepreneur
(n.d.). <https://www.jurnal.id/blog/rekonsiliasi-fiskal/>.

Negara, Kementerian Sekretariat. "Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi


Peraturan Perpajakan." 2021.

Negara, Kementrian Sekretariat. "Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak


Penghasilan." 2008.

Resmi, Siti. Perpajakan Teori & Kasus. Ed. Gofur Sartika P.G. Vol. Edisi 11. Jakarta Selatan:
Salemba 4, 2019.

Waluyo. Perpajakan Indonesia, Buku Pertama, Edisi Ke-9. Jakarta: Salemba 4, 2009.

iv

Anda mungkin juga menyukai