Anda di halaman 1dari 17

Ibadat Tenebrae

Renungan Tujuh Sabda Terakhir Yesus Kristus


TENEBRAE
Tata Laksana :
 Gereja dalam keadaan terang. Di panti imam
ditempatkan 7 lilin yang besarnya sama dan pada
awal ibadat telah dinyalakan. Di bagian tengah,
ditempatkan satu lilin besar yang menyala. Altar dan
sekitarnya kosong dan taplak altar tidak dipasang.
 Koor menyanyikan “Bleibet Hier” secara berulang-
ulang. Setelah koor menyanyikan lagu tersebut
beberapa kali moderator menyampaikan pengantar
tentang “Tenebrae” sementara itu koor menyanyikan
lagu dengan suara lembut.
 Setelah moderator selesai menyampaikan pengantar,
suara koor kembali mengeras. Selanjutnya para
petugas ibadat masuk ke kapel. Setelah menghormati
altar dengan menundukkan kepala mereka berjalan menuju ke tempat
duduk yang telah disediakan di panti imam. Ketika para petugas ibadah
telah menempati posisinya masing-masing suara koor semakin lembut
dan akhirnya hilang.

1
L : (Pemandu mengenakan pakaian lektor)

Saudara-saudari yang terkasih,


Ibadat yang akan kita laksanakan pada hari Jumat agung petang
hari ini merupakan adaptasi dari OFFICIUM TENEBRARUM. Officium
Tenebrarum adalah suatu ibadah yang biasa dilaksanakan dalam gereja-
gereja dan biara-biara kuno. Sampai sekarang ibadat ini masih tetap
dilaksanakan di sejumlah biara atau gereja-gereja kuno. Tujuannya
adalah untuk ikut serta merasakan suasana kegelapan kubur Yesus. Kita
mengimani bahwa Ia benar-benar mengalami kematian seperti kita, dan
olehnya setiap kata menjelang wafat-Nya menjadi pesan emas untuk kita
yang masih berziarah. Selain itu, ibadat ini juga menjadi visualisasi ketika
sang Terang dunia tidak berada lagi di dunia ini. Maka ibadat ini sekaligus
mengarahkan kita pada Liturgi Cahaya pada Malam Paskah.

Oleh karena itu, marilah kita menggunakan daya dan kemampuan akal
budi kita untuk membayangkan bahwa pada saat ini, diri kita hadir
mengelilingi jenazah Yesus bersama Bunda Maria, para perempuan, Yusuf
dari Arimatea dan beberapa murid. Marilah kita mengingat apa yang baru
saja terjadi di Kalvari dan ikut merasakan apa yang dirasakan Bunda
Maria, para perempuan yang setia mengikuti Yesus dan beberapa orang
yang ikut memakamkan Tuhan Yesus.

Simbol-simbol yang akan dipakai dalam ibadat ini dimaksudkan untuk


membantu kita merasakan makna Ibadat Tenebrae. Lilin besar yang
diletakkan di tengah adalah simbol Yesus sendiri. Sedangkan lilin yang
lain adalah simbol dari ketujuh sabda terakhir yang diucapkan Yesus
ketika ia tergantung di salib. Suara gemuruh pada akhir ibadat ini
melambangkan kekacauan dunia dan gempa bumi yang mengakibatkan
tabir Kenisah terbelah menjadi dua seperti yang diceritakan dalam Kitab
Suci. Dan bunyi gong di akhir upacara melambangkan peletakan batu
penutup kubur Yesus.

Lagu Bleibet Hier kembali berkumandang menyambut Imam/Diakon dan


petugas.

2
A. UPACARA PEMBUKA

D/I Terpujilah Tuhan yang mengampuni dosa-dosa kita.


U Belas kasih-Nya kekal selama-lamanya.

D/I Tuhan Allah yang Mahakuasa, kepada-Mu semua hati terbuka, semua
harapan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang tersembunyi di hadapan-
Mu. Bersihkan hati dan pikiran kami dengan Roh Kudus-Mu sehingga
kami dapat mencintai-Mu dengan sepenuh hati dan dengan demikian
dapat memuliakan nama-Mu dengan perantaraan Kristus, Tuhan kami.
U Amin

D/I Inilah hari pengadilan Tuhan, Terang telah terbit ke atas dunia,
sementara kami lebih mencintai kegelapan daripada Terang
U Tuhan adalah terang dan hilanglah segala kegelapan.

D/I Karena Allah telah mengutus Putra-Nya ke dunia, bukan untuk


menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya.
U Barangsiapa melakukan kejahatan, tidak mencintai Terang dan tidak
datang kepada Sang Terang. Barangsiapa melakukan yang benar
datang kepada Terang.

P Marilah kita datang menyembah dalam Roh dan Kebenaran.


U Allah yang penuh belas kasih, pandanglah kami umat-Mu yang
berkumpul di tempat ini. Untuk menyelamatkan jiwa kami, Yesus
telah dikhianati, diserahkan ke tangan orang berdosa, menderita
sengsara dan wafat di kayu salib. Kuatkanlah iman kami dan
ampunilah dosa kami. Karena pada saat ini kami ingin
mengenangkan sengsara Yesus Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami.
Amin.
 Koor menyanyikan lagu "Kyrie Eleison"

3
B. RENUNGAN TUJUH SABDA

 Setiap kali satu sabda terakhir Yesus selesai direnungkan misdinar


memadamkan satu lilin secara bergantian sebelah kiri dan sebelah kanan
pada saat lagu masih dinyanyikan.

L Kata-kata terakhir yang diucapkan seseorang sebelum meninggal, sangat


berharga bagi orang yang akan ditinggalkan. Terlebih lagi bila orang itu
adalah orang yang kita kasihi. Kadang kata-kata itu menjadi ungkapan
duka dan derita. Di lain waktu, kata-kata itu bermakna sebagai
penghiburan. Dan tak jarang kata-kata itu juga mengandung suatu pesan
penting yang pantas diingat. Sejak masa Gereja Purba, umat Kristen
mengingat, merenungkan dan merefleksikan kata-kata terakhir yang
diucapkan oleh Yesus menjelang wafat-Nya di kayu salib. Mereka
melakukan semua itu untuk menemukan makna yang mendalam dari
sabda Yesus itu di tengah kehidupan mereka sehari-hari. Maka marilah
pada saat ini, kita merenungan apa yang sudah sejak gereja purba
renungkan. Semoga kita pun dapat menemukan makna terdalam dari
jeritan hati Yesus, yang telah diungkapkan menjelang akhir hidup-Nya.

SABDA PERTAMA
L Yesus bersabda: “Bapa ampunilah
mereka, sebab mereka tidak tahu apa
yang mereka lakukan.”
Para serdadu telah menyiksa Yesus
dan meletakkan mahkota duri di atas
kepalanya. Ia diludahi, disiksa, ditelanjangi,
dipermalukan dan akhirnya tangan dan
kakinya dipaku pada salib. Ia disalibkan
bersama dua orang penjahat.
Usaha para serdadu untuk
mempermalukan Yesus sebenarnya justru
lebih mempermalukan diri mereka sendiri
daripada mempermalukan Yesus. Yesus bersabda, “Mereka tidak tahu apa
yang mereka lakukan.” Sabda Yesus itu benar, karena memang hati para
serdadu telah menjadi degil dan jauh dari Allah. Mereka tidak tahu apa
yang mereka lakukan. Sebab, di dalam inti terdalam kemanusiaan kita
yaitu hati kita, semestinya ada kesadaran yang tidak akan mengizinkan
kita memperlakukan orang lain seturut kehendak kita sendiri.

4
Pada masa kini, perbuatan para penyalib Yesus masih terus terjadi.
Setiap kali kita mendengar perbuatan seperti itu. Ada sekelompok orang
yang memperlakukan orang lain di luar batas-batas kemanusiaan. Bisa
jadi, kita sendiri telah memperlakukan orang lain di luar batas normal
kemanusiaan. Dan tidak mustahil bahwa di antara kita ada pula yang
pernah merasa diperlakukan seperti itu. Rasanya, justru kita sendiri yang
sering merendahkan martabat dan harga diri kita dengan melakukan
perbuatan-perbuatan seperti itu. Ya, dalam kehidupan ini, ada banyak
tindakan jahat manusia yang sangat membutuhkan pengampunan.
Ketika kita merasakan kebutuhan akan pengampunan, tak jarang
kita teringat akan perbuatan bodoh yang telah kita lakukan. Dalam
keadaan seperti itu kata-kata yang ingin kita ucapkan adalah, “Saudara,
maafkanlah aku” atau “Tuhan ampunilah dosaku.” Dan kita pun
mendambakan kata-kata, “Aku memaafkan dirimu.”
Doa Yesus di atas kayu salib itu membesarkan hati dan sekaligus
melegakan. Sebab doa Yesus itu menampakkan kemaharahiman Allah
yang sulit dibayangkan. Doa Yesus itu menampakkan bahwa dalam hal
pengampunan, Tuhan telah melangkah lebih jauh daripada yang bisa kita
bayangkan. Mengapa demikian? Sebab kendati para tentara dan para
penghujat itu tidak pernah memohon pengampunan kepada Allah, Yesus
justru memohonkan pengampunan dari Allah bagi mereka.
 Maka marilah kita bersama-sama memohon pada Yesus: “O.. Yesus ,
O Tuhan Yesus… ampunilah aku, O... Christe domine Jesu"

 Dinyanyikan lagu " O... Christe domine Jesu"


 Misdinar dengan penuh hormat memadamkan satu lilin.

5
SABDA KEDUA

L Kata Yesus kepadanya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga,
engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus. (Luk 23: 43)

Yesus disalib bersama dua orang penjahat. Penjahat di sebelah kiri


Yesus tertunduk lesu tak berdaya. Sedangkan penjahat yang lain berseru
kepada Yesus, “Tuhan, ingatlah akan daku bila Engkau masuk ke dalam
kerajaan-Mu.” Lalu Yesus menanggapi harapan penjahat itu. “Hari ini juga
engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
Dengan jawaban Yesus itu, penjahat itu dapat merasakan
pengampunan, damai dan keselamatan. Kita sendiri memang tidak tahu
bagaimana penderitaan dan kesengsaraan penjahat itu sebelumnya.
Apakah sejak ditangkap dan menjalani proses pengadilan, ia juga
mengalami siksaan fisik seperti yang diderita oleh Yesus? Yang pasti, ia
dapat mengalami kedamaian, keselamatan dan persatuan dengan Yesus.
Bersama Yesus, ia dapat menanggung penderitaan fisik yang berat
dengan harapan akan hidup abadi. Duka derita penjahat itu justru
menjadi pintu gerbang baginya untuk masuk ke dalam hidup yang baru.
Berkat sabda Yesus, penderitaannya di Golgota ternyata menjadi saat
yang menentukan. Ia akan meninggalkan hidup lama yang penuh dengan
luka-luka dan mengenakan hidup baru yang disebut Firdaus dalam
persatuan dengan Yesus.
Bukankah hal itu juga menjadi dambaan kita semua? Bukankah kita
yang hidupnya penuh dosa dan jauh dari Tuhan, juga berharap diterima
untuk hidup di Firdaus? Dari sabda Yesus itu, hendaknya jelas bagi kita
bahwa bila seseorang benar-benar berpaling kepada Tuhan, maka
hidupnya akan berubah. Tak mengherankan apabila seorang penjahat
besar akhirnya bisa menjadi Santo atau Santa. Dalam sejarah Gereja ada
banyak contoh. Misalnya saja Santo Agustinus. Ia menyadari hal itu
ketika ia mengatakan terlambat aku mencintai-Mu ya Tuhan, O..
Keindahan yang tak pernah pudar. Maka marilah kita berdoa bersama
dengan penjahat itu dan mohon kepada Yesus, “Ingatlah akan kami, ya
Tuhan. Jesus remember me when you come into your Kingdom.”
 Dinyanyikan lagu “Jesus Remember Me.”
 Misdinar dengan penuh hormat memadamkan lilin kedua.

6
SABDA KETIGA

L Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di


sampingnya, berkatalah Ia kepadanya, “Ibu, inilah anakmu.”
Kemudian katanya kepada murid-Nya, “Itu, ibumu.”

Jauh sebelum peristiwa yang mengerikan di Kalvari ini, Maria telah


diberitahu oleh Simeon bahwa sebilah pedang akan menembus jiwanya.
Dalam sejarah hidupnya, Maria berulang kali mengalami bahwa nubuat
itu menjadi kenyataan.
Segera setelah kelahiran Yesus, Maria mendengar bahwa Herodes
berusaha membunuh bayi Yesus sehingga bersama Yusuf, ia harus
mengungsi ke Mesir. Ketika menemukan bahwa Yesus tidak bersama
rombongan yang berjalan pulang dari Yerusalem, Maria pun kembali ke
Yerusalem untuk mencari Yesus. Suatu perjalanan yang melelahkan
karena membutuhkan waktu 3 hari. Ketika menemukan Yesus di dalam
Kenisah, Yesus justru mengucapkan kata-kata yang tak dapat dimengerti
oleh Maria.

7
Ketika anak yang dikasihnya mulai berkarya… justru di Nazarethlah
orang banyak berusaha mencampakkan Yesus ke jurang. Dari peristiwa
itu, Maria juga ikut merasakan ada suatu perlawanan. Ada kelompok-
kelompok yang melawan putranya.
Perlawanan ini telah berkembang menjadi kebencian. Para
pemimpin agama dan politik ingin melenyapkan nyawa anaknya. Maria
benar-benar merasakan bahaya yang menimpa putranya.
Pada saat Yesus ditangkap dan proses pengadilan terjadi atasnya,
para rasul dari pontang-panting. Namun Maria selalu dekat pada Yesus
dan mengikuti seluruh proses. Mengapa? Karena derita Yesus adalah
derita ibu-Nya. Maka sekarang berdirilah dia di bawah palang penghinaan
itu. Bersama Yohanes dan tiga wanita lain. Tidak sulit membayangkan
bagaimana derita seorang ibu ketika mendengar suara anaknya yang
sedang menghadapi ajal. Dengan suara parau sang anak berseru, “Ibu,
inilah anakmu.” Dan kepada Yohanes, Ia berkata, “Itu ibumu.” Seolah-olah
Yesus mempercayakan ibunya kepada Yohanes. Menghadapi hal seperti
itu mungkin saja terlintas di benak kita ribuan dan bahkan jutaan ibu
yang menderita seperti Maria.
Pada saat itu, kendati pasti sulit baginya, dengan perlahan-lahan
Maria mengucapkan doa yang dulu pernah dia ucapkan ketika menerima
kabar dari Malaikat Tuhan. “Terjadilah padaku menurut apa yang Engkau
kehendaki.” Jelaslah bagi kita bahwa Maria adalah teladan kesetiaan. Lalu
bagaimana dengan diri kita? Marilah … kita bersama Maria belajar
berkata, “Terjadilah, Let it be.”
 Solis menyanyikan lagu “Let It Be. “
 Misdinar dengan penuh hormat memadamkan satu lilin
When I find myself in times of trouble, Mother Instrumental 2x
Mary comes to me
Speaking words of wisdom, let it be Let it be, let it be, let it be, let it be
And in my hour of darkness Whisper words of wisdom, let it be
she is standing right in front of me
Let it be, let it be, let it be, let it be
Speaking words of wisdom, let it be
Whisper words of wisdom, let it be, be
Let it be, let it be, let it be, let it be
And when the night is cloudy
Whisper words of wisdom, let it be
there is still a light that shines on me
And when the broken hearted people Shinin' until tomorrow, let it be
living in the world agree I wake up to the sound of music,
There will be an answer, let it be Mother Mary comes to me
For though they may be parted, there is still a Speaking words of wisdom, let it be
chance that they will see
And let it be, let it be, let it be, let it be
There will be an answer, let it be
Whisper words of wisdom, let it be
Let it be, let it be, let it be, let it be
And let it be, let it be, let it be, let it be
There will be an answer, let it be
Whisper words of wisdom, let it be
Let it be, let it be, let it be, let it be

8
SABDA KEEMPAT

L Kira-kira jam tiga, berserulah Yesus dengan suara nyaring.


“Eli, Eli, lama sabachtani?”
Artinya, “Allahku, ya Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan aku?
(Matius 27: 46)

Kehilangan harapan, kesendirian, derita yang tak bisa ditahan lagi,


dan perasaan ditinggalkan. Itulah kata-kata yang dapat melukiskan suatu
kegelapan jiwa. Namun sebenarnya kata-kata itu tidak cukup melukiskan
apa yang sedang dialami Yesus. Yesus sedang mengalami penderitaan
yang sangat mengerikan. Bukan hanya dalam tubuhnya yang tak berdaya
sehingga membuat para penonton merinding dan gemetar. Melainkan
terlebih dalam batin-Nya yang sedang menderita. Ia merasa sendirian,
ditinggalkan oleh sahabat-sahabat-Nya dan oleh Bapa-Nya sendiri.
Dengan galau Yesus berdoa, “Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?” Inilah satu-satunya doa Yesus di mana Yesus
memakai sapaan: “Allahku, ya Allahku.” Kalau dalam keadaan biasa, Yesus
selalu mengatakan “Bapa” dan bukan “Allah”. Sulit bagi kita untuk bisa
mengerti bagaimana dia yang adalah Putera mengalami perasaan
kesendirian seperti itu? Kita tidak dapat mengerti sepenuhnya dan
mendengar seruan Yesus seperti ini kita hanya bisa terpaku dalam diam.
Namun bukankah kita sering mengalami hal yang sama? Misalnya
kalau kita dikhianati, ditinggalkan oleh orang yang semula kita percayai
sebagai teman dalam bisnis, atau teman di tempat kerja, atau teman yang
dapat dipercayai di dalam komunitas, atau bahkan di rumah? Bukankah
pengalaman Yesus ini juga menjadi bagian dalam hidup harian kita? Yang
jelas: kita diundang untuk membagikan pengalaman serupa. Pengalaman
akan kesendiria, ditinggalkan, kegelapan hati, yang juga sering kita alami.
Ada saat di mana kita mengalami kedamaian hati. Kedamaian hati
itu adalah salah satu anugerah terbaik yang dikaruniakan oleh Allah. Saat
di mana cinta Allah menyentuh sampai ke kedalaman hati kita. Namun
ada juga saat ketika kita sama sekali tidak mengalami kedamaian hati.
Seringkali manusia merasa seakan-akan ia masuk ke dalam gelapnya
malam, dan gelapnya jiwa. Kita menyebutnya “desolasi”. Suatu keadaan
yang acap kali disertai suatu pengalaman akan kekosongan. Seakan-akan
kita berjalan sendirian dalam sebuah terowongan gelap yang panjang,
tanpa pandangan, dan tanpa arah.

9
Pada saat seperti itu, seringkali kita mau memberontak, ingin
keluar dari situasi sulit yang sedang dihadapi. Namun justru di saat-saat
seperti itu, kita diajak untuk menelusuri malam gelap jiwa kita. Hal itu
dimaksudkan supaya kita mampu menerima dan mengalami kepenuhan
hidup yang lebih dalam. Iman kita sering diuji dan diperkembangkan
justru melalui gelapnya kehidupan. Yang diharapkan pada saat seperti itu
ialah, kita berani mempercayakan diri kepada penyelenggaraan Ilahi.
Maka, Jangan takut dan jangan cemas sebab rahmat Tuhan
berlimpah. Janganlah takut, yang penting ialah: “kita serahkan Tuhan.”

 Dinyanyikan lagu “Nada Te Turbe”


 Misdinar dengan penuh hormat memadamkan satu lilin

10
SABDA KELIMA

L Karena Yesus tahu bahwa segala sesuatu telah selesai


berkatalah Dia supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci.
“Aku haus.”

Yesus sangat lelah oleh karena penderitaannya. Telah berjam-jam


darah-Nya terkuras habis, keringat mengucur deras, tenaga-Nya hilang
lenyap. Ia kehausan. Pandangan mata-Nya hampir tertutup oleh darah
yang membeku. Ia mengharapkan seseorang memberi seteguk air pelepas
dahaga. Tapi yang didapati adalah: “Seorang algojo memberi-Nya anggur
asam.”
Sangat mungkin bahwa dahaga yang Yesus rasakan lebih besar
daripada suatu kehausan fisik. Kehausan fisik mungkin hanyalah cermin
dari kehausan yang Yesus rasakan akan hal-hal yang lebih mendalam.
Seluruh hidup Yesus adalah sebuah manifestasi cinta. Dan barangkali,
minuman yang dapat mengobati dan menghilangkan kehausan Yesus
ialah manusia yang mencinta. Manusia yang mencintai Yesus sebagai
balasan cinta kasih yang telah terlebih dahulu diberikan oleh Yesus.
Namun yang Yesus terima adalah anggur asam, simbol penolakan,
penghinaan dan hujatan.
Dari semua sabda yang diucapkan dalam peristiwa penyaliban
Yesus, sabda yang berbunyi, “Aku haus” adalah sabda yang paling bersifat
personal. Yang dimaksudkan Yesus adalah kehausan akan dunia yang
hidup berdasarkan kasih. Bukankah duka dan derita Tuhan yang paling
dalam disebabkan oleh karena penolakan terhadap cinta kasih-Nya?
Dewasa ini penolakan terhadap cinta kasih Allah itu jelas-jelas
masih berlangsung dalam berbagai bentuk. Maka marilah kita mohon
agar diberi cinta kasih, karena di mana ada cinta kasih di situ hadirlah
Tuhan. Ubi Caritas et Amor
 Dinyanyikan lagu Ubi Caritas et Amor
 Misdinar dengan penuh hormat memadamkan satu lilin.

11
SABDA KEENAM

L Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia.


“Sudah selesai.” (Yohanes 19:30)

Telah selesai, telah


berakhir. Kata-kata itu
mengisyaratkan suatu
kepenuhan dari apa yang
diucapkan Yesus di
Taman Zaitun. “Jadilah
kehendak-Mu dan bukan
kehendak-Ku.” Untuk
melaksanakan kehendak
Bapa itu Yesus datang ke
dunia ini dan rela menerima penderitaan yang menimpa-Nya. Sekarang
kehendak Bapa telah Ia laksanakan sampai titik terakhir hidup-Nya.
Tugas yang diberikan Bapa kepada-Nya telah terlaksana, karya
keselamatan Allah sudah terjadi bagi kita semua.
Allah mengutus Putra-Nya untuk menebus kita, untuk memberikan
kedamaian dan keadilan serta untuk mengembalikan Citra Adam pertama.
Kita ingat akan kata-kata Pilatus, “Lihatlah manusia ini!” Inilah Adam
yang baru, yang ditunjukkan Pilatus yaitu hamba Allah yang setia dalam
penderitaan sampai akhir, agar kehendak Allah itu terlaksana.
Hidup kita di dunia ini hanyalah sementara pada suatu saat hidup
kita akan berakhir. Akan tiba saatnya semua harus dianggap selesai.
Dapatkah kita seperti Yesus mengatakan, “telah selesai”, “telah
terlaksana”. Seluruh apa yang dikehendaki Allah, telah selesai saya
laksanakan? Seluruh penyucian kita terletak dalam menerima, memenuhi
dan menjalankan kehendak Tuhan selama hidup ini.
Marilah kita membuka hati dan pikiran untuk Tuhan,
mendengarkan panggilan dan kehendak Tuhan. Semoga… ya Yesus
berkat salib dan sengsara-Mu, Engkau berkenan membebaskan kami.
 Dinyanyikan lagu “Per Crucem”
 Misdinar dengan penuh hormat memadamkan satu lilin

12
SABDA KETUJUH

L Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring,


“Bapa, ke dalam tangan-Mu, Kuserahkan jiwa-Ku.“ (Lukas 23 : 46)

Tidak ada satu orang sahabat pun yang mau menyerahkan


hidupnya untuk kita. Hanya Dialah sahabat sejati kita, yaitu Yesus yang
bersedia melakukan itu. Bila sakit dan luka derita semakin menjadi-jadi,
bila kegelapan hati telah menyelimuti atau bila hati yang mengasihi
terlukai, kita merasakan bahwa hidup ini menjadi berat. Namun,
sesungguhnya lewat peristiwa-peristiwa seperti itulah muncul kehidupan
yang baru. Mengapa bisa demikian? Karena, berkat Yesus ,segala tragedi
kemanusiaan justru diberi makna yang baru.
Seperti dikatakan dalam perumpamaan, “Seperti biji gandum yang
tumbuh meski jatuh dulu ke tanah dan mati.” Perumpamaan itu
disampaikan Yesus untuk menjelaskan wafat-Nya yang sudah dekat. Biji
gandum mesti jatuh dulu ke tanah dan kemudian mati supaya ada daya
hidup, dan bisa tumbuh sampai menghasilkan buah. Kematian suatu
benih itu tersembunyi di dalam tanah, tidak kelihatan. Begitu juga
kehidupan barunya, seringkali tersembunyi. Hanya bisa dirasakan saja.
13
Pertumbuhan harapan baru dan daya hidup baru sering terjadi
justru pada saat kita merasakan suatu kegelapan dan kehancuran. Orang
berani berkata seperti Yesus, “Ke dalam tangan-Mu, kuserahkan Jiwa-Ku.”
Pada saat-saat gelap seperti itu, kehendak Allah bisa menjadi jelas dan
mungkin juga dijadikan kehendak kita sendiri.
Di sepanjang sejarah, doa penyerahan Yesus ini diucapkan oleh
para tokoh besar manakala mereka sampai pada puncak penderitaan.
Maka daya hidup ilahi juga akan tumbuh dalam diri kita kalau kita mau
mengizinkannya tumbuh.
Daya Ilahi itu mungkin justru akan tumbuh melalui luka-luka hidup
harian, seperti: kegelisahan, kekecewaan, salah pengertian, kegagalan ,
pengalaman kesendirian, dst.
Mari kita menyadari bersama bahwa ibadat ini mengarahkan kita pada
kebahagiaan dan kemuliaan kebangkitan. Maka janganlah takut, mari kita
letakkan tangan kita di dada, tanda penyerahan diri kepada Yesus.
Marilah dalam kegelapan sekalipun, kita menjadikan diri mampu
menyerahkan diri seperti Yesus. Ke dalam tangan Bapa aku serahkan
hidupku, ke dalam tangan Bapa aku serahkan hidupku.
 Dinyanyikan lagu “In Manus Tuas, Pater”
 Misdinar dengan penuh hormat memadamkan lilin terakhir.
 lampu gereja dimatikan.

14
C. PROSESI LILIN

 Setelah lilin ketujuh dimatikan. Semua


lampu di dalam gereja dimatikan. Pemimpin
ibadat dan misdinar maju ke depan. Setelah
hormat dengan menundukkan kepala ke
arah lilin, kemudian pemimpin ibadat
mengambil lilin besar yang masih menyala.
Dengan membawa lilin itu. pemimpin ibadat,
diikuti oleh para misdinar, pergi keluar
ruangan sebelah kiri atau kanan, dan
kemudian berhenti sebentar di sana.
 Saat lilin besar mulai diangkat, kegaduhan
dimulai. Semakin lilin itu menjauh dari altar,
suara kegaduhan semakin keras, dan
memuncak pada saat lilin itu sudah berada di luar ruangan.
 Lalu pemimpin ibadat masuk ke ruangan kembali dan lilin itu dibawa
kembali sampai ke altar. Pada saat itu, kegaduhan mulai berkurang
dan kemudian hilang.
 Selanjutnya, lilin diangkat kembali dan oleh pemimpin diikuti para
misdinar, lilin itu dibawa keluar dari gereja (ke arah Sakristi) sampai
cahayanya tidak kelihatan lagi dari dalam gereja. Pada saat lilin
dibawa keluar, kegaduhan mulai lagi. Semakin jauh lilin, semakin
kuat kegaduhan itu. Kegaduhan ini menandakan keadaan dunia
ketika dunia tanpa Sang Cahaya. Dunia ada dalam kegelapan dan
kekacauan.
 Akhirnya, sebuah gong dibunyikan. Bunyi gong itu simbol peletakan
Batu Nisan yang menutup makam Yesus. Pada saat gong dibunyikan,
kegaduhan berhenti total. Suasana menjadi sunyi senyap,
menantikan dengan penuh harap kebangkitan pada hari Paskah.
Lampu tidak dinyalakan lagi.

15
D. PENUTUP

M : Saudara-saudari, kita telah mengikuti proses penguburan Yesus


dan merenungkan ketujuh sabda terakhir Yesus dari atas kayu salib.
Tubuh Yesus telah dimakamkan dan disambut oleh sepi dan
dinginnya pratala. Dunia gelap dan senyap. Bumi telah menerima
tubuh Tuhan.
Saudara-saudari dipersilahkan untuk hening sejenak di dalam
gereja ini untuk merasakan kekosongan dan kesunyian di sekitar
makam Yesus . . . ✠

16

Anda mungkin juga menyukai