Timur Kecamatan Payung Sekaki dan banyaknya anak usia dini yang tidak
Mujahidin dengan memberikan kesempatan untuk anak umur 4-6 tahun untuk
mengikuti pelatihan dan belajar mandiri. Untuk tahun 2021-2022 peserta didik
kepala sekolah dan 4 orang guru. Adapun keunggulan dari TK Islam Al-
Mujahidin yaitu anak akan diajarkan hafalan ayat pendek, hafalan doa-doa dan
hafalan hadist.
21
22
Studi kasus ini membahas tentang penerapan terapi bermain puzzle terhadap
Mujahidin dengan mengambil 2 subjek. Adapun yang menjadi subjek yaitu An. G
dan An. Z. Kedua subjek tersebut telah sesuai dengan karakteristik yang telah
perkembangan motorik, anak yang berumur 5-6 tahun. Pada tanggal 4 April 2022
memilih anak yang akan dijadikan subjek serta menjelaskan kepada orang tua
subjek tentang tujuan penelitian. Setelah orang tua subjek setuju dan mengerti,
jadikan subjek.
An.G merupakan anak pertama dari 2 bersaudara yang berusia 6 tahun. tinggal
di jalan sepakat Kelurahan Labuh Baru Barat, Kecamatan Payung Sekaki, Kota
Pekanbaru. Data yang didapatkan dari guru walikelas bahwa An.G memiliki
bagian tidak sama besar, menggambar tanda tambah seperti tanda silang,
belum terbentuk.
An. A merupakan anak terakhir dari 4 bersaudara. Saat ini usianya 6 tahun.
An.A tinggal di jalan gotong royong, Kelurahan Labuh Baru Timur, Kecamatan
Payung Sekaki, Kota Pekanbaru. Dari data yang diberikan oleh guru bahwa An. A
tanda silang, menggambar orang 3 bagian tidak sama besar ,menirukan persegi
Dalam studi kasus ini, observasi awal yang dilakukan berfokus pada
awal, dilakukan terapi bermain puzzle. Terapi ini dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan motorik halus pada subjek. Kegiatan ini dilakukan selama 6 hari
motorik halus.
a. Subjek I (An.G)
puzzle selama 15 menit. Pada hari pertama ini, subjek memilih puzzle
b. Subjek II (An.A)
tua, peneliti lalu mengobservasi motorik halus subjek. Setelah itu peneliti
tanda silang.
a. Subjek I (An.G)
masi sama seperti di hari pertama. Belum ada perubahan yang terlihat pada
subjek.
b. Subjek II (An.A)
berkembang dan persegi masih sama seperti hari pertama, tanda tambah
a. Subjek I (An.G)
Dihari ke tiga ini gambar puzzle yang dipilih subjek yaitu kura-kura.
dan pendek pun masih belum lurus serta tanda tambah masih seperti tanda
silang serta menggambar bagian kepala masih ada yang belum terhubung.
b. Subjek II (An.A)
serta penulisan tanda tambah yang tidak seperti tanda silang lagi, garis
menggambar kepala masih ada yang besar sebelah dan tidak sama panjang.
a. Subjek I (An.G)
memasang kembali puzzle yang telah mereka susun sama seperti hari
mulai terbentuk. Tanda tambah sudah tidak seperti tanda silang lagi dan
garis panjang dan pendek sudah mulai lurus. Menggambar bagian kepala
b. Subjek II (An.A)
dan persegi sudah mulai bagus, tanda tambah pun sudah sama besar
Menggambar bagian kepala sudah cukup baik tetapi masih ada bagian
a. Subjek I (An.G)
tanda tambah serta garis panjang dan pendek pun sudah mulai lebih baik
b. Subjek II (An.A)
lima ini, motorik halus subjek diobservasi lagi setelah 15 menit bermain
puzzle. Adapun hasil yang didapat yaitu motorik halus berkembang sangat
cepat, gambar lingkaran dan persegi sudah cukup baik dan tanda tambah
juga lebih terlihat baik dari sebelumnya serta menggambar bagian kepala
cukup baik.
29
a. Subjek I (An.G)
gambar persegi. Tanda tambah sudah sejajar dan sudah sama panjang.
Gambar garis panjang dan pendek pun sudah tidak bengkok lagi.
b. Subjek II (An.A)
lingkaran dan persegi sudah sangat rapi. Tanda tambah juga sudah
semakin baik. Gambar garis panjang dan pendek juga sudah rapi dan bagus.
Hasil dari penelitian ini terhadap kedua subjek bila ditabulasi dapat dilihat
Setelah dilakukan penelitian selama 6 hari, pada hari ke empat terlihat bahwa
motorik halus subjek mulai berkembang, pada hari ke lima dan ke enam motorik
Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa setelah diberikan terapi bermain puzzle
pada subjek II, perkembangan motorik halus sudah mulai terlihat di hari ketiga. Di
hari ke empat, ke lima dan ke enam perkembangan motorik halus subjek semakin
baik. Hal ini mungkin dikarenakan keseriusan dan kesabaran subjek dalam
menyusun puzzle.
32
4.2 Pembahasan
Pada studi kasus ini, Setelah dilakukan terapi bermain puzzle selama 6 hari
peningkatan. Menurut Dewi (2019), hal ini disebabkan karena puzzle memiliki
perkembangan motorik halus anak akan terlatih dan dapat berkembang dengan
berfikir. Saat bermain puzzle, anak akan fokus untuk menyatukan potongan-
potongan gambar menjadi satu, dengan begitu akan membuat anak menjadi
Permainan puzzle dapat meningkatkan serta melatih koordinasi tangan dan mata.
Pada permainan puzzle anak diminta untuk menyusun potongan kepingan gambar,
dengan begitu anak dapat melatih penggunaan tangan dan mata dalam
pada subjek II peningkatan perkembangan motorik halus sudah terlihat di hari ke-
3. Hal ini mungkin disebabkan subjek I kurang percaya diri dalam menyusun
subjek I merupakan anak yang pendiam dan juga pemalu. Peneliti berpendapat
Berdasarkan teori yang dijelaskan oleh Yuli Astuti (2016), didapatkan bahwa
puzzle adalah salah satu permainan yang harus dimainkan anak untuk membantu
tumbuh kembang anak sejak dini. Permainan puzzle ini juga dapat membantu
dapat melatih anak untuk bersabar dan melatih ketekunan anak, serta dapat
motorik halus dan juga dapat anak dalam berfikir. Oleh sebab itu permainan
sangat penting untuk anak, apalagi anak dengan usia prasekolah. Karena dengan
bermain anak dapat sekaligus belajar, berkomunikasi, berdiskusi dan juga dapat
Menurut Hana (2019), ada 3 faktor yang menyebabkan motorik halus anak
dapat terhambat yaitu, faktor usia anak, faktor pendidikan orang tua dan faktor
yang sama tetapi yang berbeda adalah kecepatan anak dalam mencapai tahapan
perkembangan. Maka dari itu, anak usia prasekolah sebaiknya diajak untuk
orang tua juga mempengaruhi perkembangan anak, jika orang tua memiliki
pendidikan yang tinggi maka pengetahuan orang tua terhadap tumbuh kembang
anak juga lebih banyak. Tak hanya itu, jika kedua orang tua anak bekerja waktu
untuk bersama anak sangat terbatas sehingga anak kurang mendapatkan perhatian
serta kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya. Jika ibu anak tidak
bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga anak akan lebih diperhatikan dan
akan lebih banyak memiliki waktu luang untuk bermain dan bercerita yang dapat
keluarga yang tidak mendukung. Hal ini dikarenakan pendidikan orang tua pada
pengetahuan orang tua terhadap tumbuh kembang anak. Sedangkan pada subjek II
dikarenakan faktor pekerjaan orang tua. Jika kedua orang tua bekerja, anak jarang
mendapatkan perhatian yang lebih, tidak dapat bermain bersama dan tidak dapat
saling berbagi cerita. Hal ini mengakibatkan anak kurang mendapat stimulus
terhadap perkembangannya.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniati (2018) tentang
motorik halus anak usia prasekolah. Menurut Yuniati, ketika anak bermain puzzle
yang dimainkan dengan cara bongkar pasang dapat melatih anak untuk
berkonsentrasi serta anak dapat belajar mengenai bentuk, warna dan ukuran
dimana hal tersebut dapat mengembangkan motorik halus anak yang melibatkan
Hasil pada penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
motorik halus pada anak pra sekolah. Hal ini disebabkan karena permainan puzzle
yang menggunakan gerak mata dan tangan dapat terkoordinasi dengan baik dan
Banyak manfaat ketika anak bermain puzzle yaitu dapat melatih anak dalam
35