Kelompok 12: Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah Waterpass Dan Total Station
Kelompok 12: Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah Waterpass Dan Total Station
M
T
S
LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU UKUR TANAH
WATERPASS DAN TOTAL STATION
KELOMPOK 12
Dikerjakan Oleh:
MELLYANA MORATO
92211410141075
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL (S1)
UNIVERSITAS SINTUWU MAROSO
POSO - SULAWESI TENGAH
2020
H
M
T
S
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa :
NPM : 92211410141075
Kelas :B
Telah mengikuti dan telah menyelesaikan seluruh praktikum Ilmu Ukur Tanah
dengan baik. Modul praktikum yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut :
NIDN :
KATA PEGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum
Ilmu Ukur Tanah ini tepat waktu.
Praktikum ilmu ukur tanah ini merupakan suatu hal yang wajib bagi seluruh
mahasiswa yang memprogram matakuliah ini. Hal ini bertujuan untuk menerapkan
teori yang di dapatkan di ruang kuliah dan di lapangan secara langsung.
Penyusun
MELLYANA MORATO
92211410141075
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ( )
DAFTAR ISI ( )
METODOLOGI
2.1 Tujuan ( )
A. Definisi Waterpass ( )
METODOLOGI
1.1 Tujuan ( )
1.2 Alat dan Bahan ( )
1.3 Tinjauan Pustaka ( )
A. Arti dan Tujuan Ilmu Ukur Tanah ( )
B. Dimensi – Dimensi Yang Dapat Diukur ( )
C. Prinsip Dasar Pengukuran ( )
D. Peta dan Jenis – Jenis Peta ( )
E. Pengukuran Polygon ( )
1.4 Petunjuk Umum ( )
1.5 Langkah Kerja ( )
A. Menyetel Pesawat dan Memeriksa Sumbu I ( )
B. Memeriksa Sumbu II, Sumbu I, dan Garis Bidik Sumbu II ( )
C. Pembacaan Skala Lingkaran ( )
D. Pengukuran Sudut Horizontal ( )
E. Pengukuran Sudut Vertikal ( )
F. Membuat Lengkungan di Lapangan Dengan Alat
Sederhana ( )
G. Polygon Terbuka ( )
H. Polygon Tertutup ( )
1) METODOLOGI WATERPASS
2) METODOLOGI TOTAL STATION
1) WATERPASS
2) TOTAL STATION
BAB VI : PENUTUP
1) WATERPASS
2) TOTAL STATION
LAMPIRAN
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi praktikum
Praktikum merupakan bagian dari pengajaran yang bertujuan agar mahasiswa
mendapat kesampatan untuk menguji dan melaksanakan dalam keadaan nyata apa
yang diperoleh dala pelajaran praktik.
1.4 Skala
Skala merupakan perbandingan jarak pada gambar dengan jarak aslinya.
Penggunaan rumus skala umumnya digunakan dalam menggambar peta maupun
denah sehingga dapat mewakili keadaan sesungguhnya. Artinya ukuran yang
tertera pada gambar lebih kecil dari ukuran sebenarnya atau biasa dikenal dengan
faktor skala. Hal tersebut hanya mengubah ukuran tanpa mengubah bentuk
gambar. Misalnya :
Peta dengan skala 1 : 200
Artinya 1 cm diatas kertas sama dengan 200 cm di lapangan.
1.5 Prinsip Dasar Pengukuran
Prinsip – prinsip dasar dalam pengukuran ada 4 yaitu :
A. Pengukuran dan kesalahan.
B. Standar pengukuran.
C. Pembacaan hasil pengukuran.
D. Jenis – jenis kesalahan.
Ada dua hal mendasar yang harus dimiliki oleh seorang pengamat (seseorang
yang membaca hasil pengukuran), yaitu :
a) Cara grafis
Alat ukur menyipat datar ditempatkan antara titk A dan B,
sedang diantar titik A dan B ditempat 2 mistar. Jarak dari alat ukur
menyipat datar kedua mistar, ambilah kira-kira sama, sedang alat ukur
penyipat datar tidaklah perlu terletak perlu terletak digaris lurus yanmg
menghubungkan dua titk A dan B. Arahkan garis bidik dengan
gelembung ditengah-tengah mistar A (belakang) dan mistar B (muka).
Dan misalkan pembacaan pada dua mistar berturut-turut adalah B
(belakang) dan m (muka), maka beda tinggi antara titk A dan N adalah
t = b – m.
Tidaklah selalu mungkin untuk menempatkan alat ukur
menyipat datar diantara dua titk A dan B, misalnya karena antara titk
A dan B ada selokan. Maka dengancara ketiga alat ukur menyipat
datar diantara titk A dan B tetapi sebelah kiri A atau disebelah kanan
titk B, jadi diluar garis A dan B pada gambar 1.1 alat ukur menyipat
datar diletakkan disebelah kanan titik B. Pembacaan yang dilakukan
pada mistar yang diletakkan diatas titik-titik A sekarang berturut-turut
adalah b dan m, sehingga dapat diperoleh dengan mudah, bahwa beda
tinggi t = b–m.
b) Cara Analitis
D. Metode Pengukuran
1) Metode pembacaan muka dan belakang (loncat)
Metode ini biasanya digunakan pada pengukuran jaringan irigasi atau
pengukuran memanjang tanpa diselingi potongan melintang, karena
metode loncat, pesawat waterpass berada ditengah-tengah antara patok 1
dan 2 atau berada pada patok genap sedangkan rambu berada pada patok
ganjil. Untuk pengukuran melintang hal ini agak sulit dilakukan karena
pesawat tidak berdiri disemua patok. Untuk itu digunakan garis
bidik.Adapun keunggulan dan kelemahan metode loncat adalah sebagai
berikut :
Metode loncat bisa mengukur jarak dan beda tinggi.
Tidak efisien digunakan dalam pengukuran jalan yang tiap 25 m dibuat
potongan melintang.
Pesawat harus pas diatas patok sehingga menyulitkan pengkuran pada
areal daerah yang padat (dalam hal ini jalan).
3) Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan dari kedua metode diatas, namun
diperhatikan bahwa dalam menentukan beda tinggi suatu wilayah metode
perhitungannya harus tersendiri tidak bisa dicampur baur karena
mempunyai prinsip berbeda.
2) Polygon tertutup
Polygon tertutup adalah kerangka dasar pengukuran yang membentuk
polygon segi banyak yang menutup. Yang dimaksud menutup adalah
apabila mulai dari titik satu kemudian ketitik dua dan seterusnya akan
Kembali ketitik satu lagi. Sehingga akan membentuk segi banyak. Fungsi
dari kembali ketitik awal adalah digunakan untuk mengkoreksi besaran
sudut pada tiap segi banyak tersebut.
B. Garis Kontur
1) Garis kontur adalah garis yang menghubungkan antara titik yang
mempunyai ketinggian yang sama dari suatu ketinggian/bidang acuan
tertentu. Garis ini merupakan garis yang kontinue dan tidak dapat bertemu
atau memotong garis kontur lainnya, kecuali dalam keadaan kritis seperti
jurang atau tebing. Keadaan curaman dari suatu lereng dapat ditentukan
dari jarak interval kontur dan jarakjarak horizontal antara dua buah garis
kontur ini menyangkut beda tinggi.
2) Syarat – syarat kontur
Kegunaan dan pengembangan dari pengukuran apabila perencanaan
dibutuhkan untuk pekerjaan detail dan interval kontur yang kecil
sangat dibutuhkan
Untuk daerah kecil : 0,5 m
Untuk daerah luas : 1 sampai 2 m 2.
Skala dari peta Biasanya untuk skala kecil interval kontur harus besar,
jika tidak detail yang penting akan tidak tergambar dikarenakan
banyaknya garis kontur yang digambarkan dengan interval yang kecil.
Merupakan Garis kontinue.
Tidak memotong garis kontur lainnya
Tidak dapat bercabang menjadi garis – garis kontur lainnya atau baru.
3) Metode pengambaran garis kontur
Cara Grafis
Dengan cara ini garis kontur diikuti secara fisis –ada
permukaan bumi.Pekerjaan ini kebalikan dari cara kerja sipat datar
dimana titik akhir ketinggian adalah merupakan titk yang akan
diketahui dan diperlukan pada penarikan garis kontur.
Cara Analitis
Dengan cara ini garis kontur tidak dapat dibuat dengan
langsung, kecuali melaui beberapa titik tinggi yang ditentukan dan
posisi garis- garis kontur ditentukan dengan cara interpolasi. Cara ini
dilakukan dengan 3 tahap:
Penentuan garis (jaringan)
Sifat datar.
BAB II
2.1 Tujuan
1) Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran profil memanjang dan profil
melintang.
2) Mahasiswa dapat melaksanakan pengukuran peta situasi dengan menyipat
datar.
3) Mahasiswa dapat melaksanakn perhitungan kuantitas / volume hasil
pekerjaan.
4) Mahasiswa dapat menggambar hasil pengukuran.
5) Mahasiswa dapat mengukur jarak optis dan beda tinggi suatu tempat.
6) Mahasiswa dapat membaca skala lingkaran pada pesawat waterpass.
2.2.1 Alat
Payung
Patok
Buku
Polpen
2.2.2 Bahan
Waterpass
Statif
Bak ukur
Unting – unting
2.1 Tinjauan Pustaka
A. Definisi Waterpass
d1 =d2 = d3 Maka
dx = ⅓ cy
P= d + h1
cp = c – p
dx = ½ c p → x = d - dx y = c – cy
P0 P 1 P2 P 3 P4
BT = BA + BB
P 0 a b P0 a = √(P1a)2 – (P1P0)2
P0 b = √(P1b)2 – (P1P0)2
Dimana :
P 1 P0a = Jarak analitis P0 – a
a a a
P0 P1 P2
d d d Men
ghitung beda tinggi patok utama:
(BT di P0 – TA di P1 ) dan
BAB III
3.2.1 Alat
Pesawat Total Station
Statif
Rambu ukur
3.2.2 Bahan
Jenis-jenis peta:
1) Untuk tujuan teknis:
Peta topografi untuk perencanaan.
Peta top Dam untuk keperluan perang.
Peta atlas untuk ilmu bumi di SD, SLTP, SLTA.
2) Untuk tujuan non teknis :
Peta pariwisata atau perjalanan.
Peta masalah sosial : kependudukan, daerah kumuh, dll.
Sebuah peta topografi yang baik terdiri dari bagian – bagian yaitu :
1) Rangka peta terdiri dari polygon.
2) Situasi / detail.
3) Garis ketinggian
4) Titik kontrol tetap.
E. Pengukuran polygon
Pengukuran polygon dimaksud menghitung koordinat, ketinggian tiap
– tiap titik polygon untuk itu kita mengadakan pengukuran sudut dan
jarak dengan mengikat pada satu titik tetap seperti titik triagulasi,
jembatan dan lain – lain yang sudah diketahui koordinat dan
ketinggiannya.
1) Pengukuran sudut dan jarak
Sudut diukur dengan alat ukur theodolite dengan mengarahkan
teropong pada arah tertentu dan kita akan memperoleh pembacaan
tertentu pada plat lingkaran horizontal alat tersebut. Dengan bidikan
tersebut, selisih pembacaan kedua dan pertama merupakan sudut dari
kedua arah tersebut. Jarak dapat diukur dengan roll meter, EDM atau
secara optis dengan theodolite seperti di bawah ini :
BA = Benang Atas
BT = Benang Tengah
BB = Benang Bawah
Polygon Tertutup
Pada polygon ini dititik awal dan titik akhir merupakan satu
yang sama. Bila pengukuran sudut tidak sesuai dengan rumus
diatas maka harus diratakan sehingga memenuhi syarat diatas.
3) Menghitung Azimuth
Untuk menghitung azimuth tiap-tiap garis penghubung
haruslah ditentukuan lebih dahulu azimuth awalnya. Penentuan
azimuth awal dapat dilakukan dengan cara magnetis(kompas) atau
pengamatan matahari.
Azimuth B-C adalah azimuth A-B + β c-180 dan seterusnya
dimana α adalah sudut datar dari masing-masing titik.
4) Menghitung koordinat
Setelah azimuth dan arah datar telah dihitung, maka kita
dapat menghitung koordinat titik-titik polygon. Perhitungan
dimulai dengan mencari selisih koordinat ¿X dan ∆ Y).
Rumus perhitungan selisih koordinat:
D.sin a untuk∆ X
D.cos a untuk ∆ Y
Dimana: D= jarak datar
a= azimuth
Perhitungan dimulai dari titik awal yang sudah diketahui
koordinatnya kemudian ditambah atau dikurangi dengan selisih
koordinat terkoreksi.
5) Menghitung beda tinggi
Jika menggunakan waterpass, beda tinggi=pembacaan
belakang-pembacaan muka, jika menggunakan theodolite, beda
tinggi(∆ h)=D’sin β sudut kemiringan lereng
6) Koreksi beda tinggi
Untuk polygon tertutup Ʃ∆ h=0, jika Ʃ∆ h tidak sama dengan
0 maka besarnya kesulitan harus dibagikan ke masing-masing titik.
PC = QD = Y
Maka dalam hal ini terdapat kesalahan garis bidik tidak tegak
lurus sumbu II, tapi sumbu II telah sumbu I.
Membidik teropong C.
Dengan sekrup koreksi diafragma, garis bidik digeser hingga
berhimpit dengan titik P.
Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diputar dari atas
kebawah atau sebaliknya garis bidik akan melukiskan PTQ.
d) Sewaktu teropong dibidik ketitik P, garis bidik akan menunjuk
ketitik G sebelah kanan atau kiri titik P dan sewaktu teropong
dibidik ketitik Q garis bidik akan menunjuk ketitik H, sebelah
kanan atau kiri titik Q, tapi PQ = a ≠ QH = b. Maka hal ini
menunjukkan adanya kesalahan kombinasi, yaitu sumbu II tidak
tegak lurus sumbu I dan garis bidik tidak tegak lurus sumbu II.
Menghitung besarnya x dan y.
Membidik teropong ke skala atas (titik G).
Memutar sekrup koreksi sumbu II sedemikian rupa hingga
pembacaan skala = Y (Y = pengaruh tidak tegak lurusnya garis
bidik terhadap sumbu II).
Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong dibidikkan ke
segala arah maupun bawah permukaan sama dengan y dan
terletak pada belahan yang sama terhadap garis PTQ yang
berarti sumbu II telah tegak lurus sumbu I.
Membidik kembali teropong ke skala atas.
Memutar sekrup koreksi diafragma sedemikian rupa hingga
garis bidik menunjuk skala nol (berhimpit dengan titik P).
Mengulangi pekerjaan hingga bila teropong diarahkan dari atas
kebawah atau sebaliknya garis bidik tetap berhimpit dengan
PTQ.
Pesawat telah baik.
H. Polygon Tertutup
Untuk polygon tertutup ini, pada prinsipnya langkah kerja dalam pengukuran
sama dengan Langkah kerja polygon terbuka.
Hanya bedanya :
Untuk polygon terbuka :
a) Pada ujung awal polygon diperlukan suatu titik K yang tentu dan sudut
jurusan yang tentu pula.
b) Supaya keadaan menjadi simetris, maka pada ujung akhir dibuat titik
yang tentu pula dan ikatan pada jurusan yang tentu pula.
Untuk polygon terutup :
a) Pada pengukuran cukup diperlukan suatu titik tertentu saja atau
beberapa titik tertentu dan sudut jurusan yang tentu pula pada awal
pengukuran.
b) Pengukuran akhir harus kembali (menutup) ketitik awal.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI WATERPASS
Waktu dan tempat
1) Praktikum Penggunaan Pesawat Waterpass
Hari dan Tanggal : Jumat, 15 Maret 2023
Waktu : 01:00 - selesai
Lokasi : Jln. Poros Lembomawo – Tagolu
PENGUKURAN WATERPASS
P4 1,290
P4-P3 2,021 1,861 1,700
P4-A 1,298 1,269 1,240
P4-B 1,381 1,350 1,318
P4-C 1,495 1,450 1,405
P4-D 1,413 1,392 1,371
P4-E 1,729 1,699 1,668
P4-P5 1,339 1,220 1,100
P6 1,290
P6-P5 1,,300 1,195 1,090
P6-A 1,178 1,163 1,148
P6-B 1,277 1,243 1,208
P6-C 1,607 1,561 1,515
P6-D 1,495 1,272 1,448
P6-E 2,095 1,057 2,018
P6-p7 1,408 1,257 1,106
P8 1,300
P8-P7 1,449 1,267 1,085
P8-A 1,359 1,337 1,315
P8-B 1,413 1,383 1,353
P8-C 1,819 1,769 1,719
P8-D 1,438 1,413 1,388
P8-E 1,792 1,261 1,706
P8-P9 1,412 1,261 1,110
P10 1,320
P10-P9 1,555 1,400 1,245
P10-A 1,325 1,298 1,270
P10-B 1,393 1,368 1,343
P10-C 1,873 1,831 1,789
P10-D 1,362 1,343 1,323
P10-E 1,605 1,577 1,549
BAB V
PERHITUNGAN WATERPAS DAN TOTAL STATION
∆ P0 – P1 = TA P0 – BT P1
=1,362 – 1.054
= 0,308 + 0,75
= 1,058 M
∆ P1 – P2 = BT P1 – TA P2
=1.054 – 1,278
= -0,224 + 0,75
= 0,526 M
∆ P2 – P3 = TA P2 – BT P3
=1,278 – 0,714
= 0,564 + 0,75
= 1,314 M
∆ P3 – P4 = BT P3 – TA P4
=0,714 – 1,290
= -0,576 + 0,75
= 0,174 M
∆ P4 – P5 = TA P4 – BT P5
=1,290 – 1,220
= 0,07 + 0,75
= 0,058 M
∆ P5 – P6 = BT P5 – TA P6
=1,220 – 1,278
= -0,058 + 0,75
= 0,692 M
∆ P6 – P7 = TA P6 – BT P7
= 1,278 – 1,257
= 0,021 + 0,75
= 0,729 M
∆ P7 – P8 = BT P7 – TA P8
=1,257 – 1,300
= -0,043 + 0,75
= 0,707 M
∆ P8 – P9 = TA P8 – BT P9
=1,300 – 1,261
= 0,039 + 0,75
= 0,711 M
∆ P9 – P10 = BT P9 – TA P10
= 1,261– 1,320
= -0,059 + 0,75
= 0,691 M
III. Menghitung Tinggi Patok Utama (TT)
TT = T 0 + Keterangan : T 0 = Tinggi titik sebelumnya
∆T ∆ T = Beda tinggi
TT P1 =T 0 P0 + (∆ T P0-P1)
= 0 + 1,058
= 1,058 M
TT P2 = T 0P1 + (∆ T P1-P2)
= 1,058 + 0,526
= 1,584 M
TT P3 =T 0P2 + (∆ T P2-P3)
= 1,584 + 1,314
= 2,898 M
TT P4 = T 0P3 + (∆ T P3-P4)
= 2,898 + 0,174
= 3,072 M
TT P5 = T 0P4 + (∆ T P4-P5)
= 3,072 + 0,058
= 3,13 M
TT P6 = T 0P5 + (∆ T P5-P6)
= 3,13 + 0,692
= 3,822 M
TT P7 = T 0P6 + (∆ T P6-P7)
= 3,822 + 0,729
= 4,551 M
TT P8 = T 0 P7 + (∆ T P7-P8)
= 4,551 + 0,707
= 5,258 M
TT P9 = T 0P8 + (∆ T P8-P9)
= 5,258 + 0,711
= 5,969 M
TT P10 = T 0P9 + (∆ T P9-P10)
= 5,969 + 0,691
= 6,66 M
IV. Menghitung jarak detail
(BA – BB) x 100 Keterangan : BA = Benang Atas
BB = Benang Bawah
P0 :
P0 - A = {(BA P0-A) - (BB P0-A)} x 100
=(1,308 – 1,278) x 100
=3M
P0 - B = {(BA P0-B) - (BB P0-B)} x 100
=(1,485 – 1,400) x 100
= 8,5 M
P0 - C = {(BA P0-C) - (BB P0-C)} x 100
=(1,733 – 1,643) x 100
=9M
P0 - D = {(BA P0-D) - (BB P0-D)} x 100
=(1,424 – 1,378) x 100
= 4,6 M
P0 - E = {(BA P0-E) - (BB P0-E)} x 100
=(1,658 – 1,608) x 100
=5M
P2 :
P2 - A = {(BA P2-A) - (BB P2-A)} x 100
=(1,259 – 1,213) x 100
= 4,6 M
P2 - B = {(BA P2-B) - (BB P2-B)} x 100
=(1,453 – 1,380) x 100
= 7,3 M
P2 - C = {(BA P2-C) - (BB P2-C)} x 100
=(1,869 – 1,789) x 100
=8M
P2 - D = {(BA P2-D) - (BB P2-D)} x 100
=(1,387 – 1,348) x 100
= 3,9 M
P2 - E = {(BA P2-E) - (BB 2P-E)} x 100
=(1,905 – 1,830) x 100
= 7,5 M
P4 :
P4 - A = {(BA P4-A) - (BB P4-A)} x 100
=(1,298 – 1,240) x 100
= 5,8 M
P4 - B = {(BA P4-B) - (BB P4-B)} x 100
=(1,381 – 1,318) x 100
= 6,3 M
P4 - C = {(BA P4-C) - (BB P4-C)} x 100
=(1,495 – 1,405) x 100
=9M
P4 - D = {(BA P4-D) - (BB P4-D)} x 100
=(1,413 - 1,371) x 100
= 4,2 M
P4 - E = {(BA P4-E) - (BB P4-E)} x 100
=(1,729 – 1,668) x 100
= 6,1 M
P6 :
P6 - A = {(BA P6-A) - (BB P6-A)} x 100
=(1,178 – 1,148) x 100
=3 M
P6 - B = {(BA P6-B) - (BB P6-B)} x 100
=(1,277 – 1,208) x 100
=6,9 M
P6 - C = {(BA P6-C) - (BB P6-C)} x 100
=(1,607 – 1,515) x 100
=9,2 M
P6 - D = {(BA P6-D) - (BB P6-D)} x 100
=(1,495 – 1,448) x 100
=4,7 M
P6 - E = {(BA P6-E) - (BB P6-E)} x 100
=(2,095 – 2,018) x 100
=7,7 M
P8 :
P8 - A = {(BA P8-A) - (BB P8-A)} x 100
=(1,359 – 1,315) x 100
=4,4 M
P8 - B = {(BA P8-B) - (BB P8-B)} x 100
=(1,413 – 1,353) x 100
=6 M
P8 - C = {(BA P8-C) - (BB P8-C)} x 100
=(1,819 – 1,719) x 100
=10 M
P8 - D = {(BA P8-D) - (BB P8-D)} x 100
=(1,438 – 1,388) x 100
=5 M
P8 - E = {(BA P8-E) - (BB P8-E)} x 100
=(1,792 – 1,706) x 100
=8,6 M
P10 :
P10 - A = {(BA P10-A) - (BB P10-A)} x 100
=(1, 325 – 1,270) x 100
=5,5 M
P10 - B = {(BA P10-B) - (BB P10-B)} x 100
=(1,343 – 1,273) x 100
=7 M
P10 -C = {(BA P10-C) - (BB P10-C)} x 100
=(1,873 – 1,789) x 100
=8,4 M
P10 -D = {(BA P10-D) - (BB P10-D)} x 100
=(1,362 – 1,323) x 100
=3,9 M
P10 - E = {(BA P10-E) - (BB P10-E)} x 100
=(1,605 – 1,549) x 100
=5,6 M
V. Menghitung Beda Tinggi titik detail
BT D = TA - BT DETAIL Keterangan : ∆ T =Beda Tinggi Detail
Atau ∆ T = TA - BT TA= Tinggi Alat
BT= Benang Atas
P0 :
(A) = TA P0 – BT A
= 1,362 – 1,293
= 0,069 + 0,75
= 0,819 M
(B) = TA P0 – BT B
=1,362 – 1,443
=0,081 + 0,75
= 0,831 M
(C) = TA P0 – BT C
=1,362 – 1,688
= -0,326 + 0,75
= 0,424 M
(D) = TA P0 – BT D
=1,362 – 1,401
= -0,039 M + 0,75
= 0,711 M
(E) = TA P0 – BT E
=1,362 – 1,633
= -0,271 M + 0,75
= 0,479 M
P2 :
(A) = TA P2 – BT A
=1,278 – 1,236
=0,042 + 0,75
= 0,792 M
(B) = TA P2 – BT B
=1,278 – 1,417
= -0,139 + 0,75
= 0,611 M
(C) = TA P2 – BT C
=1,278 – 1,829
= -0,467 M + 0,75
= 0,283 M
(D) = TA P2 – BT D
=1,278 – 1,368
= -0,09 M + 0,75
= 0,66 M
(E) = TA P2 – BT E
=1,278 – 1,868
= -0,59 + 0,75
= 0,16 M
P4 :
(A) = TA P4 – BT A
= 1,290 – 1,269
= 0,021 + 0,75
= 0,771 M
(B) = TA P4 – BT B
=1,290 – 1,350
= -0,06 + 0,75
= 0,68 M
(C) = TA P4 – BT C
=1,290 – 1,450
= -0,16 + 0,75
= 0,59 M
(D) = TA P4 – BT D
=1,290 – 1,392
= -0,102 + 0,75
= 0,648 M
(E) = TA P4 – BT E
=1,290 – 1,699
= -0,409 + 0,75
= 0,314 M
P6 :
(A) = TA P6 – BT A
= 1,278 – 1,163
= 0,115 + 0,75
= 0,865 M
(B) = TA P6 – BT B
= 1,278 – 1,243
= 0,035 + 0,75
= 0,785 M
(C) = TA P6 – BT C
= 1,278 – 1,561
= -0,283 + 0,75
= -0,283 M
(D) = TA P6 – BT D
=1,278 – 1,472
= -0,194 + 0,75
= 0,556 M
(E) = TA P6 – BT E
= 1,278 – 2,057
= -0,779 + 0,75
= -0,029 M
P8 :
(A) = TA P8 – BT A
= 1,300 – 1,337
= -0,037 + 0,75
= 0,713 M
(B) = TA P8 – BT B
= 1,300 – 1,383
= -0,083 + 0,75
= 0,667 M
(C) = TA P8 – BT C
= 1,300 – 1,769
= -0,469 + 0,75
= 0,281 M
(D) = TA P8 – BT D
= 1,300 – 1,413
= -0,113 M + 0,75
= 0,637 M
(E) = TA P8 – BT E
=1,300 – 1,261
= 0,039 + 0,75
= 0,789 M
P10 :
(A) = TA P10 – BT A
=1,320 – 1,298
= 0,022 + 0,75
= 0,772 M
(B) = TA P10 – BT B
=1,320 – 1,308
= 0,012 + 0,75
= 0,762 M
(C) = TA P10 – BT C
=1,320 – 1,831
= -0,511 + 0,75
= 0,239 M
(D) = TA P10 – BT D
=1,320 – 1,343
= -0,023 + 0,75
= 0,727 M
(E) = TA P10 – BT E
=1,320 – 1,577
= -0,257 + 0,75
= 0,493 M
VI. Menghitung Titik Tinggi Detail (TTD)
P0 :
(A) = TT P0 ± ∆T A
= 0 + 0,819
=0,819 M
(B) = TT P0 ± ∆T B
= 0 + 0,831
= 0,831 M
(C) = TT P0 ± ∆T C
= 0 + 0,424
= -0,424 M
(D) = TT P0 ± ∆T D
= 0 + 0,711
= 0,711 M
(E) = TT P0 ± ∆T E
= 0 + 0,479
= 0,479 M
P2 :
(A) = TT P2 ± ∆T A
= 1,584 + 0,792
= 2,376 M
(B) = TT P2 ± ∆T B
= 1,584 + 0,611
= 2,195 M
(C) = TT P2 ± ∆T C
= 1,584 + 0,283
= 1,867 M
(D) = TT P2 ± ∆T D
= 1,584 + 0,66
= 2,244 M
(E) = TT P2 ± ∆T E
= 1,584 + 0,16
= 1,744 M
P4 :
(A) = TT P4 ± ∆T A
= 3,072 + 0,771
= 3,843 M
(B) = TT P4 ± ∆T B
= 3,072 + 0,68
= 3,752 M
(C) = TT P4 ± ∆T C
= 3,072 + 0,59
=
(D) = TT P4 ± ∆T D
= 3,072 + 0,648
= 3,72 M
(E) = TT P4 ± ∆T E
= 3,072 + 0,314
= 3,386 M
P6 :
(A) = TT P6 ± ∆T A
= 3,822 + 0,865
= 4,687 M
(B) = TT P6 ± ∆T B
= 3,833 + 0,785
= 4,607 M
(C) = TT P6 ± ∆T C
= 3,822 + (-0,283)
= 3,539 M
(D) = TT P6 ± ∆T D
= 3,822 + 0,556
= 4,378 M
(E) = TT P6 ± ∆T E
= 3,822 + (-0,029)
= 3,793 M
P8 :
(A) = TT P8 ± ∆T A
= 5,258 + 0,713
= 5,971 M
(B) = TT P8 ± ∆T B
= 5,258 + 0,667
= 5,925 M
(C) = TT P8 ± ∆T C
= 5,258 + 0,281
= 5,539 M
(D) = TT P8 ± ∆T D
= 5,258 + 0,637
= 5,895 M
(E) = TT P8 ± ∆T E
= 5,258 + 0,789
= 6,047 M
P10 :
(A) = TT P10 ± ∆T A
= 6,66 + 0,772
= 7,432 M
(B) = TT P10 ± ∆T B
= 6,66 + 0,762
= 7,422 M
(C) = TT P10 ± ∆T C
= 6,66 + 0,239
= 6,899 M
(D) = TT P10 ± ∆T D
= 6,66 + 0,727
= 7,387 M
(E) = TT P10 ± ∆T E
= 6,66 + 0,493
= 7,153 M
VII. Menghitung Luas Penampang.
P0 = 243,8704
P1 = (LP0 + LP0) = 243,8704 + 243,8704
2 2
= 243,8704 M²
P2 = 181,4399 M²
P3 = (LP2 + LP4) = 181,4399 + 155,0127
2 2
= 168,2263 M²
P4 = 155,0127 M²
P5 = (LP4 + LP6) = 155,0127 + 192,5599
2 2
= 173,7863 M²
P6 = 192,5599 M²
P7 = (LP6+ LP8) = 192,5599 + 176,0000
2 2
= 184,2799 M²
P8 = 176,0000 M²
P9 = (LP8 + LP10) = 176,0000 + 173,2959
2 2
= 174,6479 M²
P10 = 173,2959 M²
TITIK PATOK LUAS (m2)
P0 243,8704
P1 243,8704
P2 181,4399
P3 168,2263
P4 155,0127
P5 173,7863
P6 192,5599
P7 184,2799
P8 176,0000
P9 174,6479
P10 173,2959
P0 6047,98592
P1 6047,98592
P2 4073,325755
P3 4373,8838
P4 4340,3556
P5 2010,49245
P6 4929,53344
P7 6136,52067
P8 5860,8
P9 5344,22574
P10 2686,08645