HALUSINASI
DI BIMBING OLEH: 1.
2.
DISUSUN OLEH:
17.02.03.1283
PROFESI NERS
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan
(Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin,
2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health
Nursing, 1987).
1
d. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi
bau/ hirup. Individu itu merasa (mengecap) suatu rasa dimulutnya.
e. Halusinasi singgungan (taktil, kinestetik). Individu yang bersangkutan
merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaan ini
merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi haptik..
Sedangkan Stuart dan Sunden (1998) membagi jenis halusinasi seperti yang
tertulis dibawah ini :
a. Pendengaran/ auditori
Karakteristik, mendengar suara, paling sering suara oramg.suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai
pasien, untuk menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih tentang
orang yang sedang berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat
didengar yaitu pasien mendengar suara orang sedang membicarakan apa
yang sedang dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu, kadang-kadang melakukan hal-hal yang berbahaya.
Perilaku pasien yang teramati, melirikkan mata kekiri dan ke kanan
seperti mencari apa atau siapa yang sedang berbicara, mendengarkan dengan
penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau kepada
benda mati seperti mebel,terlibat percakapan dengan benda mati atau
seseorang yang sedang tidak tampak, mengerak-gerakkan mulut seperti
sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
b. Penglihatan/ visual
Karakteristik, stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambar geometrik, gambar karton, dan/ atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang
menakutkan seperti monster
Perilaku pasien yang teramati, tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan
atau ditakuti oleh orang lain, benda lain atau stimulus yang tidak terlihat,
tiba-tiba berlari keruangan lain.
c. Penghidu/ olfaktori
Karakteristik, bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti
darah,urin, atau feses. Kadang-kadang terhidu bau harum. Halusinasi
penghidu khususnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
demensia.
Perilaku yang teramati, hidung yang dikerutkan seperti menghidu bau
yang sedang tidak enak, menghidu bau tubuh, menghidu bau udara ketika
sedang berjalan kearah orang lain, berespon terhadap bau dengan panik,
2
seperti menghidu bau api atau darah, melempar selimut atau menuang air
pada orang lain seakan sedang memadamkan api.
d. Pengecap/ gustatory
Karakteristik, merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan
seperti rasa darah,urin, atau feses.
Perilaku yang teramati, meludahkan makanan atau minuman,menolak
untuk makan, minum, atau minum obat,tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Peraba/ taktik
Karakteristik, mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat,merasakan sensasi listrik datang dari tanah,benda mati atau
orang lain.
Perilaku yang teramati,menampar diri sendiri seakan sedang
memadamkan api, melompat-lompat dilantai seperti menghindari nyeri atau
stimulus lain pada kaki.
f. Senestetik
Karakteristik, merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
venadan arteri, makanan dicerna, atau pembentukan urin.
Perilaku yang teramati, memverbalisasi dan/ atau obsesi terhadap proses
tubuh, menolak untuk menyelesaikan tugas yang memerlukan bagian tubuh
pasienyang diyakini klien tidak berfungsi.
3
D. Faktor Predisposisi
Terjadinya gangguan orientasi realitas dipengaruhi oleh multi faktor baik
internal maupun eksternal yang terdiri dari :
1) Faktor perkembangan
Hambatan dalam perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2) Faktor sosial budaya
Berbagai faktor dimasyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau
kesepian, yang selnjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi.
3) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan kecemasan berat yang berakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan.
4) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realita. Dapat ditemukan atropi otak, pembesaran ventrikel perubahan besar
dalam bentuk sel kortikal dan limbik.
5) Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas umumnya ditemukan pada pasien skizofrenia.
Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang anggota keluarga
nya ada yang menderita skizofrenia, dan akan lebih tinggi jika kedua orang
tua menderita skizofrenia.
E. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat besumber dari internal maupun eksternal, yang terdiri
dari :
1) Faktor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau diasingkan dari
kelompok.
2) Faktor biokimia
Berbagaipenelitian tentang dopamine . norepineprine, andolamin, zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas.
4
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkaembangnya
gangguan orientasi realitas.Pasien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan : proses pikir, efektif, persepsi, motorik, dan
sosial.
Perubahan sensori-
Masalah utama Perseptual: halusinasi
pengelihatan
Masalah utama Intoleransi aktivitas
menarik diri
5
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat
mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya (dikutip dari
diktat Pelatiahan Nasional Asuhan Keperawatan Profesional Jiwa Dan
Komunikasi Terapeutik Kepera-watan).
6
sensori halusinasi berhenti Ada tanda-tanda fisik
Psikotik ansietas berat: berkeringat,
tremor,tidak mampu
mematuhi perintah.
Fase IV : Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku teror akibat panik
Panik mengancam jika klien Potensi kuat suicide atau
Umumnya mengikuti perintah halusinasi. homicide
menjadi Halusinasi berakhir dari Aktivitas fisik merefleksikan
melebur beberapa jam atau hari jika isi halusinasi seperti perilaku
menjadi dalam tidak ada intervensi terpeutik. kekerasan,agitasi, menarik
halusinasinya Psikotik Berat. diri atau katatonia
Tidak mampu berespon
terhadap perintah yang
komplek.
Tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
7
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
8
Untuk sidrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diari terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi,gangguan perasaan dan perilaku yang aneh dan tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Meknisme kerja
Memblokade dopamin pada reseptor pasca sinap diotak khususnya system
ekstra piramidal.
Efek samping:
1. Sedasi
2. Gangguan otonomi
(hipotensi,antikolinergik/parasimpatik,mulut kering,kesulitan dalam
miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler
meninggi, gangguan irama jantung).
3. Gangguan ekstra piramidal (distonia akut,
akatshia, sindroma Parkinsontremor, bradikinesia rigiditas)
4. Gangguan endokrin (amenorrhea, ginekomastia).
5. Metabolik (jaundice).
6. Hematologik, agranulosis, biasanya untuk
pemakaian jangka panjang.
Kontra indikasi:
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran disebabkan CNS
depresan.
b. Haloperidol (HP)
Indikasi:
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja:
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada reseptor paska
sinaptik neuron diotak khususnya sistem limbik dan sistem ekstra piramidal.
Efek sampig:
1. Sedasi dan inhibisi psikomotor
2. Gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi,
9
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler mneninggi, gangguan
irama jatung)
10
kontra indikasi:
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.
c. Trihexyphenidil (THP)
Indikasi:
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk paska ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya rserpina dan fenotiazine.
Mekanisme kerja:
Sinergis dengan kinidine, obat anti depresan trisiklik dan anti kolinergik
lainnya.
Efek samping:
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi,
konstipasi, takikardi. Dilatasi, ginjal, retensi urin.
Kontra indikasi:
Hipersensitifitas terhadap trihexyphenidyl, glaucoma sudut sempit,psikosis
berat, psikoneurosis, hipertropi prostate, dan obstruksi saluran cerna.
Sedangkan Ingram (1993) menambahkan Trifluoperazin (stelazine)
dimana indikasi sama dengan chlorpromazine namun lebih kuat dan kurang
sedative. Efek samping pada dosis rekomendasi atau pada dosis yang lebih
tinggi, sering ada gejala ekstra piramidalis dan perlu diterapi.
11
Asuhan Keperawatan
Halusunasi
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sundeen), cara ini yang akan
dicapai pada uraian berikut, cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi
yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.
Dalam diktat Pelatihan Nasional Asuhan Keperawatan Profesional jiwa dan
Komunikasi Terapeutik Keperawatan (2002) data pengkajian meliputi :
1) Faktor predisposisi
Terjadinya gangguan orientasi realitas dipengaruhi oleh multi faktor baik
internal maupun eksternal yang terdiri dari :
2) Faktor perkembangan
Hambatan dalam perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
3) Faktor sosisl budaya
Berbagai faktor dimasyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau
kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi.
4) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan kecemasan berat yang berakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan.
5) Faktor biologis
6) Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien
gangguan orientasi realita. Dapat ditemukan atropi otak, pembesaran
ventrikel perubahan besar dalam bentuk sel kortikal dan limbik.
a) Faktor genetic
Gangguan orientasi realitas umumnya ditemukan pada pasien
skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang
12
anggota keluarga nya ada yang menderita skizofrenia, dan akan lebih
tinggi jika kedua orang tua menderita skizofrenia.
7) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat besumber dari internal maupun eksternal, yang
terdiri dari :
a) Faktor sosial budaya.
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting atau
diasingkan dari kelompok.
b) Faktor biokimia.
Berbagaipenelitian tentang dopamine . norepineprine, andolamin,
zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas.
c) Faktor psikologis.
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkaembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan : proses pikir, efektif, persepsi,
motorik, dan sosial.
8) Sumber- sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pema-haman terhadap
gangguan otak terhadap perilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal
intelegensia atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping
karena mereka biasa-nya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang
cukup, ketersediaan waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberi-
kan dukungan secara berkesinambungan.
9) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologist
termasuk :
a) Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi
dan upaya untuk menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit
energi yang tertinggal untuk aktivitas hidup sehari-hari.
13
b) Proyeksi sebgai upaya untuk menjelaskan kerancuan
persepsi dan
c) Menarik diri: tidak mempercayai orang lain dan asik
dengan stimulus internal.
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Resiko mencederai Tujuan umum: 1.1 Bina hubungan saling percaya
diri sendiri, orang Tidak terjadi perilaku dengan klien dengan menggunakan/
lain, dan kekerasan yang diarahkan komunikasi terapeutik yaitu sapa
lingkungan kepada diri sendiri, orang klien dengan ramah, baik secara
berhubungan lain dan lingkungan. verbal maupun non verbal,
dengan halusinasi Tujuan khusus: perkenalkan nama perawat, tanyakan
pendengaran. TUK 1: nama lengkap klien dan panggilan
Klien dapat membina yang disukai, jelaskan tujuan
hubungan saling percaya pertemuan, jujur dan menepati janji,
KH : Ekspresi wajah bersikap empati dan menerima klien
bersahabat, klien nampak apa adanya.
tenang, mau berjabat 1.2 Dorong klien mengungkapkan
tangan, membalas salam, perasaannya.
mau duduk dekat perawat. 1.3 Dengarkan klien dengan penuh
perhatian dan empati.
TUK 2: 2.1 Adakan kontak sering dan singkat.
Klien dapat mengenal 2.2 Observasi segala perilaku klien
halusinasinya. verbal dan non verbal yang
KH : klien dpat berhubungan dengan halusinasi.
menyebutkan waktu, 2.3 Terima halusinasi klien sebagai hal
timbulnya halusinasi, yang nyata bagi klien, tapi tidak
14
mengidentifikasi kapan nyata bagi perawat.
frekuensi situasi saat 2.4 Diskusikan dengan klien situasi yang
terjadi halusinasi, dan menimbulkan dan tidak
mengungkapkan menimbulkan situasi.
perasaanya saat muncul 2.5 Diskusikan dengan klien faktor
halusinasi predisposisi terjadinya halusinasi.
TUK 3: 3.1. Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat mengontrol tindakan yang dilakukan bila
halusinasi. halusinasinya timbul.
KH : Klien dapat 3.2. Berikan reinforcement positif atas
menyebutkan tindakan keberhasilan klien menyebutkan
yang dapat dilakukan kembali cara memutuskan
apabila halusinasinya halusinasinya.
timbul, klien dapat 3.3. Diskusikan dengan klien tentang
menunjukkan cara baru cara memutuskan halusinasinya.
untuk mengontrol 3.4. Dorong klien menyebutkan kembali
halusinasi cara memutuskan halusinasi.
3.5. Berikan reinforcement positif atas
keberhasilan klien menyebutkan
kembali cara memutuskan
halusinasinya.
TUK 4: 4.1. Kaji kemampuan keluarga tentang
Klien mendapat sistem tindakan yg dilakukan dalam
pendukung keluarga dalam merawat klien bila halusinasinya
mengontrol halusinasinya. timbul.
KH : Klien mendapat 4.2. Diskusikan juga dengan keluarga
sistem pendukung tentang cara merawat klien yaitu
keluarga jangan biarkan klien menyendiri,
selalu berinteraksi dengan klien,
anjurkan kepada klien untuk rajin
minum obat, setelah pulang kontrol 1
x dalam sebulan.
4.3. Diskusikan juga dengan keluarga
tentang cara merawat klien yaitu
jangan biarkan klien menyendiri,
selalu berinteraksi dengan klien,
anjurkan kepada klien untuk rajin
15
minum obat, setelah pulang kontrol 1
x dalam sebulan
5.1 Diskusikan dengan klien tentang obat
TUK 5: untuk mengontrol halusinasinya.
Klien dapat memanfaatkan 5.2 awasi pemberian obat, dan pastikan
obat dalam mengontrol obat diminum
halusinanya.
16
manfaat berhubungan lain.
dengan orang lain. Klien 3.2. Dorong klien untuk
dapat mengungkapkan menyebutkan kembali manfaat
keuntungan berhubungan berhubungan dengan orang lain.
dengan orang lain. 3.3. Beri reinforcement positif atas
keberhasilan klien menyebutkan
kembali manfaat berhubungan
dengan orang lain
TUK 4: 4.1. Dorong klien untuk
Klien dapat berhubungan berhubungan dengan orang lain.
dengan orang lain secara 4.2. Diskusikan dengan klien cara
bertahap. Klien dapat berhubungan dengan orang lain
menyebutkan cara secara bertahap.
berhubungan dengan 4.3. Beri reinforcement atas
orang lain secara bertahap keberhasilan yg dilakukan.
.
TUK 5 : 5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan
Klien dapat perasaannya berhubungan dengan
mengungkapkan orang lain.
perasaannya setelah 5.2 Diskusikan dengan klien tentang
berhubungan dengan manfaat berhubungan dengan orang
orang lain. Klien dapat lain.
mengungkapkan 5.3 Berikan reinforcement positif atas
perasaannya setelah kemampuan klien mengungkapkan
berhubungan dengan perasaan manfaat berhubungan orang
orang lain. lain.
17
Isolasi sosial; Tujuan umum: 1.1 Bina hubungan saling percaya
menarik diri Klien dapat berhubungan dengan klien dengan menggunakan/
berhubungan dengan orang lain tanpa komunikasi terapeutik yaitu sapa
dengan harga diri merasa rendah diri. klien dengan ramah, baik secara
rendah. 2). Tujuan khusus: verbal maupun non verbal,
TUK 1: perkenalkan nama perawat, tanyakan
Klien dapat membina nama lengkap klien dan panggilan
hubungan saling percaya. yang disukai, jelaskan tujuan
KH: Ekspresi wajah pertemuan, jujur dan menepati janji,
bersahabat, klien nampak bersikap empati dan menerima klien
tenang, mau berjabat apa adanya.
tangan, membalas salam, 1.2 Dorong klien mengungkapkan
mau duduk dekat perawat. perasaannya.
1.3 Dengarkan klien dengan penuh
perhatian dan empati.
18
TUK 4:
Klien dapat membuat 4.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang
rencana yang realistis. ingin di capai.Motivasi klien untuk
Klien dapat menyebutkan melakukan kegiatan yang telah
tujuan yang ingin dicapai. dipilih.
4.2 Motivasi klien untuk melakukan
kegiatan yang telah dipilih.
4.3 Berikan pujian atas keberhasilan
yang telah dilakukan.
TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan 5.1 Beri pendidikan kesehatan pada
system pendukung keluarga tentan cara merawat klien
keluarga. Keluarga dengan harga diri rendah.
memberi dukungan dan 5.2 Bantu keluarga memberikan
ujian. dukungan selama klien dirawat.
5.3 Bantu keluarga menyiapkan
lingkungan di rumah.
HALUSINASI Tujuan umum: 1.1 Bina hubungan saling percaya
berhubungan Klien dapat meningkatkan dengan klien dengan menggunakan/
dengan intoleransi motivasi dalam komunikasi terapeutik yaitu sapa
aktifitas. mempertahankan klien dengan ramah, baik secara
kebersihan diri. verbal maupun non verbal,
2). Tujuan khusus: perkenalkan nama perawat, tanyakan
TUK 1: nama lengkap klien dan panggilan
Klien dapat membina yang disukai, jelaskan tujuan
hubungan saling percaya. pertemuan, jujur dan menepati janji,
Ekspresi wajah bersikap empati dan menerima klien
bersahabat, klien nampak apa adanya.
tenang, mau berjabat 1.2 Dorong klien mengungkapkan
tangan, membalas salam, perasaannya.
mau duduk dekat perawat. 1.3 Dengarkan klien dengan penuh
Klien dapat mengenal perhatian dan empati.
pentingnya perawatan diri.
19
badan tidak bau, rambut aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
rapi, bersih dan tidak bau, 2.2 Dorong klien untuk menyebutkan
gigi bersih dan tidak bau, kembali tanda-tanda kebersihan diri.
baju rapi tidak bau, kuku 2.3 Berikan pujian atas kemampuan
pendek. klien menyebutkan kembali tanda-
tanda kebersihan diri.
2.4 Klien dapat menyebutkan tentang
pentingnya dalam perawatan diri,
memberi rasa segar, mencegah
penyakit mulut dan memberikan rasa
nyaman
2.5 Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya dalam melakukan
perawatan diri.
2.6 Dorong klien untuk menyebutkan
kembali manfaat dalam melakukan
perawatan diri.
20
mengingat hal-hal yang
berhubungan dengan
kebersihan diri.
21
DAFTAR PUSTAKA
Tim MPKP Keperawatan Jiwa RS. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, 2006,
Pelatihan Nasional Asuhan Keperawatan Profesional jiwa dan komunikasi
Terapeutik Keperawatan, Program Studi Ilmu Keperawatan, FKUI.
Brawijaya, Malang.
Komite Medik RS. Grhasia Propinsi DIY. 2005. Buku Standar Pelayanan Medik.
Yogyakarta.
Maramis, W.F., 1995, Catatan Umum Kedokteran Jiwa, Airlangga university Press,
Surabaya
Maslim, R., 2002, Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ III,
Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Depkes RI, Jakarta.
Nurjannah, I, 2008, Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa : Manajemen
Proses Keperawatan Dan Hubungan Terapeutik Perawat- Klien. Cetakan
Pertama, Penerbit Mocomedia, Yogyakarta.
Nursalam, 2008, Proses Keperawatan Konsep dan Praktik. Ed 1, Salemba Medika,
Jakarta
Rasmun, 2005, Keperawatan Kesehatah Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga, Ed.1, Fajar Interpratama, Jakarta.
Stuart,G.W. and Sundeen., 2007, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Ed.III, EGC,
Jakarta.
22