Anda di halaman 1dari 9

NAMA : FEBRI ATMAJA TARIGAN

NPM : B1A016167

MATKUL : HUKUM PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

Hasil Wawancara Penulis Terhadap Pelaku Pernikahan Usia Anak

Dari hasil wawancara yang didapatkan terhadap pelaku, penulis mendapatkan hasil

kronologis proses pernikahan usia anak dari narasumber yang dimana pelaku Informan yang

menikah muda yang berinisial N ini tidak ingin disebut namanya, N berusia 16 tahun pendidikan

terakhir SMP dan suaminya yang berinisial A berumur 18 tahun ketika menikah dan pendidikan

terakhirnya SMA, N dan A Menikah pada tanggal 1 Mei 2015 dan

Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki berusia 4 bulan. Pekerjaan sebagai N ibu rumah

tangga Dan buruh cuci keliling, ditambah N juga membantu suami berjualan dipasar. A sang

suami bekerja di toko menjual sembako milik orang tua. Saat ini pasangan N dan A tinggal

bersama orang tua A. mereka tinggal di kelurahan sawah lebar kecamatan ratu agung kota

Bengkulu..

Faktor penyebab N memutuskan untuk menikah diusia muda karena takut menjadi beban

neneknya yang hanya bekerja sebagai buruh cuci. ditambah N juga mempunyai seorang adek

laki-laki yang berumur 10 tahun yang pernah putus sekolah karena kesulitan biaya. Dan N

bekerja mencari uang dengan cara bekerja di apotek untuk mengurangi beban neneknya yang

kini sedang menyekolahkan adeknya. Kini N tinggal bersama suaminya dan sesekali menjenguk

adek serta neneknya untuk memberi uang yang disisihkannya dari menjual sembako milik

suaminya.
Berdasarkan keterangan N yang dimana pada saat itu berumur 16 tahun berstatus siswa

sekolah yang ada di satu sekolah di Kota Bengkulu dan N Pada saat itu juga masih berstatus

sebagai seorang siswi sekolah dan N tidak satu ruang lingkup dengan kekasihnya.. Pada awalnya

N dan A menjalani suatu hubungan, karna N tidak ingin melanjutkan lagi sekolahnya dikarnakan

dia melihat kondisi keluarganya yang pada saat itu menurutnya tidak mungkin bisa melanjutkan

sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, N juga mempunyai pergaulan yang cukup bebas,

singkat cerita ketika N dan A menjalani hubungan tersebut mereka melakukan hal yang tidak

pantas yang seharusnya pada usia mereka haruslah belajar tetapi mereka melakukan

berhubungan badan. Pada akhirnya N menceritakan kepada neneknya bahwa dia pernah

melakukan hubungan badan dengan kekasihnya A Dan pada saat itu N juga mengandung anak

dari A, Dikarnakan hal tersebut nenknya N Membawa N kerumah kekasihnya A dan

menceritakan kondisi yang sedang di alami N ke pihak keluarga A. Akhinya pihak A mau

bertanggung jawab atas perbuatannya kepada pihak N , dan pihak A tidak mau melanjutkan

sekolah lagi dengan ingin untuk melanjutkan sekolahnya lagi dan Merka lebih memilih berkerja

untuk menghidupi keluarga kecil mereka. Perbuatan N dan A sontak membuat kedua keluarga

mereka bersedih yang mana mereka berharap seharusya anaknya dapat menyelesaikan sekolah

dengan baik dan dapat pekerjaan yang lebih baik setelah tamat sekolah.

Didalam prosedur pernikahan yang mereka lakukan diurus pihak N dimana pihak A ingin

melangsungkan pernikahan di daerah Manna yang sebagian besar keluarga pihak N berasal dari

sana. N selaku Narasumber juga mengatakan orang tua mereka meminta surat rujukan dari

kantor urusan kantor Agama Kota Bengkulu untuk dapat memberikan dispensansi berkenaan

dengan pernikahan mereka yang masih berada di bawah umur. Setelah melangsungkan

pernikahan di Manna, mereka melanjutkan hidup menjadi pasangan suami istri yang dimana
dalam awal pernikahan masih terasa masa-masa indah-indahnya namun hari demi hari mereka

pun akhirnya membutuhkan kebutuhan rumah tangga yang harus mereka penuhi namum

dikarenakan A sudah putus sekolah di suatu SMA hanya bermodalkan ijazah SMP untuk

mendapatkan pekerjaan serta belum siap untuk menghadapi situasi, yang mana seharusnya di

usia mereka masih perlu untuk mendapatkan pendidikan dan pengalaman di usia remaja yang

mereka belum lalui. Akhirnya di awal-awal pernikahan antara A dan N. N pun mendapatkan

berkerja serabutan dan juga membantu ayahnya di toko pasar minggu bersama istrinya, istrinya

juga serabutan menjadi buruh cuci keliling. tak kelang berapa lama istrinya melahirkan seorang

anak, kelahiran seorang anak membuat mereka berbahagia namun kelangsungan rumah tangga

mereka tidak berjalan sebagaimana mestinya yaitu sering sering terjadinya cekcok dan keributan

kecil maupun besar diakarenakan ego mereka masing-masing masih tinggi.

Selama menjalani bidak rumah tangga N juga memaparkan kepada penulis bahwa dia

sering mendapatkan perlakuan kekerasan dari suaminya yang sering kali menampar N, terkadang

mencakar maupun mengancam N dengan senjata tajam, namun N tidak membalas atas tindakan

kekerasan kepada Suaminya waktu itu, sehingga memilih untuk diam dan keluar dari rumah saja.

dan sering kali pergi kerumah neneknya untuk menghindari perbuatan kejam suaminya itu

Keributan yang sering terjadi di rumah tangga N dan A, membuat N tidak tahan sehingga sering

meminta pisah dengan suaminya tapi suaminya tidak pernah mau menceraikan N, tidak sampai

disitu N pernah masuk rumah sakit akibat mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga,

suaminya A tipe orang yang temperamental tapi tidak ingin melepaskan N. Akan tetapi suaminya

A cukup bertanggung jawab dengan anaknya dan N, hanya saja suaminya mempunyai sifat

tempramen dan sangat cemburuan, tiap kali N Pulang dari bekerja menjadi buruh cuci suaminya

A selalu memberikan pertanyaan yang sangat merendahkan N dan pernah N sesekali membalas
lontaran kata-kata yang keluar dari mulut sang suaminya yang kasar memilih untuk kabur

kerumah neneknya si N dan membawa anaknya. Setelah kepergian N dari rumah dalam beberapa

hari kemudian N mendapatkan kabar dari temannya yang dimana melihat sang sang suami

berjudi dan beberapa kali ke tempat diskotik didaerah Bengkulu tanpa sepengetahuan N.

mendengar kabar tersebut N terpukul atas Perbuatan suaminya. N lantas menanyakan perihal

kabar yang didapatkannya dari temanya tersbebut kepada A. Sehingga terjadilah keributan yang

menjadi semakin rumit dan sang suami tanpa pikir panjang meminta cerai dengan suaminya dan

seperti biasanya A tidak ingin menceraikan N dengan alasan A sangat mencintai N dan A

berdalih perbuatan yang dilakukannya kemarin hanya karna ingin mencari hiburan karna pada

saat itu N meninggalkan rumah dan membuat A sangat stress dan mencoba mencari liburan

diluar rumah. Selama menjalin pernikahan dengan A, N tidak pernah menceritakan kelakukan

suaminya kepada neneknya dan keluarga suaminya, N selalu menutupi kelakuan dari suaminya

itu karna berdasarkan cerita N, pihak keluarga A sangat sering menyalahkan dan

mendiskriminasi N. akhirnya N sudak tidak sanggup lagi menutupi dan menahan beban batin

dari suaminya Pihak N nekat dan memberanikan diri menceritakan dan memberitahu perbuatan

dan yang dialaminya selama ini kepada pihak Keluarga A tetapi pihak keluarga A memberikan

nasehat untuk tetap melanjutkan pernikahan tersebut dan tidak usah sampai berpisah, pihak N

mengiyakan permintaan dari pihak keluarga A untuk tetap melanjutkan pernikahan dan

memberikan kesempatan kedua kepada pihak A dengan syarat jika A mengulangi perbuatannya

yang suka pergi ke diskotik dan bermain judi lebih baik mereka berpisah saja dan hak asuh dari

anaknya N dan A harus jatuh ditangan pihak A., dengan pertimbangan tersebut akhirnya

kehidupan rumah tangga mereka terjalin sampai sekarang dan A berubah setelah kejadian

tersebut.
Berdasarkan Hasil Wawancara di atas maka penulis melakukan analisis dari beberapa
ketentuan perundang-undangan yang berlaku antara lain :

1. Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


Bahwa berdasarkan definisi Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang
perkawinan dikatakan sebagai berikut:
Pasal 1, berbunyi :
“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”
bahwa perkawinan yang dilangsungkan memiliki tujuan yang mulia. Bahwa
berdasarkan hasil wawancara penulis dengan narasumber diketahui bahwa pernikahan
AL dan Bunga itu terjadi ketika N berumur 16 tahun sedangkan A berumur 18 tahun,
apabila kita merujuk kepada Undang-Undang perkawinan, usia untuk melaksanakan
perkawinan telah di tentukan secara limitatif melalui ketentuan Pasal 7 ayat (1) yaitu
Laki-Laki berumur serendah-rendanhya 19 (sembilan belas) tahun dan Perempuan 16
(enam belas) tahun. Namun berdasarkan perubahan serta keputusan MK terbaru untuk
saat ini yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-XV/2017 yang
diisyaratkan untuk usia perkawinan baik laki-laki mapupun perempuan menjadi 19
(sembilan belas) tahun yang berarti sejajar. Akan tetapi, ketentuan ini tidaklah
berlaku secara mutlak tetapi dapat disimpani melalui ketentuan Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Perkawinan, yang berbunyi :
“Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi
kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak
pria maupun pihak wanita.”
Aturan inilah yang dipergunakan oleh narasumber untuk melangsungkan
pernikahan yang mana mereka belum menginjak usia yang telah ditentukan secara
limitatif.

2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan


Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Bahwa berdasarkan hasil wawancara dari penulis dengan narasumber, telah
adanya kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga N dan A, maka apabila kita
merujuk kepada Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga khususnya di dalam Pasal 5, berbunyi :
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.”
Diketahui dalam menjalani rumah tangga N kerap mendapatkan kekerasan verban
maupun non verbal dari sang suami, dalam bentuk menampar,makian dan ancaman.
Hal ini tentulah melanggar ketentuan Pasal 44 ayat (1), berbunyi :
“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).” Maka berdasarkan ketentuan pasal tersebut, memberikan
perlindungan serta jaminan untuk tidak mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga.
3. Berdasarkan konvensi Hak-Hak Anak Jo Undang-Undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
Bahwa anak sebagai karunia tuhan yang maha esa memiliki hak-hak yang perlu
dilindungi dan dijaga keberlakuannya. Berdasarkan konvensi hak-hak anak yang telah
dirafifikasi oleh negara Indonesia berdasarkan keputusan presiden No.36 tahun 1990
bahwa hak-hak anak adalah sebagai berikut :
1. Hak mendapatkan nama atau identitas
2. Hak memiliki kewarganegaraan
3. Hak memperoleh perlindungan
4. Hak memperoleh makanan
5. Hak atas kesehatan tubuh yang sehat akan membuat anak berkembang optimal
6. Hak rekreasi
7. Hak mendapatkan pendidikan
8. Hak bermain
9. Hak untuk berperan dalam pembangunan
10. Hak untuk mendapatkan kesamaan.

Selanjutnya hak-hak anakpun dipertegas melalui ketentuan Undang-


Undang No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yaitu : Dalam Pasal 9 ayat
(1) berbunyi “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya” bahwa dari kronologis di atas, hak untuk
mendapatkan pendidikan merupakan suatu hak yang harus didapatkan setiap
anank ketika berada di usia mereka.

Namun hak ini pastilah akan terganggu untuk mewujudkan ketika seorang
anak telah melakukan suatu pernikahan dikarenakan adanya pernikahan yang
mereka telah jalani.

4. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan


Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Bahwa berdasarkan hasil wawancara dari penulis dengan narasumber, telah
adanya kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga N dan A maka apabila kita
merujuk kepada Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga khususnya di dalam Pasal 5, berbunyi :
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.”
Diketahui dalam menjalani rumah tangga N kerap mendapatkan kekerasan verban
maupun non verbal dari sang suami, dalam bentuk menampar,makian dan ancaman.
Hal ini tentulah melanggar ketentuan Pasal 44 ayat (1), berbunyi :
“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).” Maka berdasarkan ketentuan pasal tersebut, memberikan
perlindungan serta jaminan untuk tidak mendapatkan kekerasan dalam rumah tangga.
LAMPIRAN
DOKUMENTASI HASIL WAWANCARA KEPADA NARASUMBER

Anda mungkin juga menyukai