Anda di halaman 1dari 8

3.

CONCURSUS REALIS / MEERDAADSCHE SAMENLOOP


 Diatur dalam Pasal 65-70 KUHP.
 Disebut juga perbarengan tindak pidana jamak, atau perbarengan Perbuatan.
 Yaitu apabila dua atau lebih tindakan yang dilakukan oleh seseorang dan
dengan itu melanggar dua atau lebih ketentuan tindak pidana.
 Atau perbarengan dua/lebih tindakan, yang tindakan-tindakan itu berdiri
sendiri dan termasuk dua atau lebih ketentuan pidana yang dilakukan oleh satu
orang.
 Ciri-ciri:
1. Ada dua/lebih tindak pidana
2. Dilakukan oleh satu orang atau lebih (dalam rangka penyertaan)
3. Dua atau lebih tindak pidana belum ada yang diadili
4. Dua atau lebih tindak pidana diadili sekaligus.
Sistem pemberian pidana untuk
concursus
1. Concusus idealis (Psl 63)
a. Sistem Absorbsi
Hanya dikenakan satu pidana pokok yang terberat.
b. Apabila hakim menghadapi pilihan antara dua pidana pokok sejenis yang
maksimalnya sama, maka ditetapkan pidana pokok dengan pidana tambahan yang
paling berat
c. Apabila menghadapi pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis,
maka penentuan pidana yang terberat didasarkan pada urutan jenis pidana
sebagaimana Psl 10 KUHP
d. Dalam Psl 63 ayat (2) diatur ketentuan khusus yang menyimpang dari prinsip
umum dalam ayat (1), maka berlaku adagium “lex specialis derogat legi generali”,
ex : ibu yg membunuh anaknya sendiri pd saat dilahirkan. (Psl 338 dan 341 = yg
berlaku psl 341)
2. Perbuatan berlanjut (Psl 64)
Psl 64 ayat (1) : berlaku sistim absorbsi, yaitu hanya dikenakan satu aturan
pidana, dan jika berbeda2 dikenakan ketentuan yang memuat ancaman pidana
pokok yang terberat.
3. Concursus realis (Psl 65 s.d 71)
a. Untuk concursus realis berupa kejahatan yg diancam pidana pokok sejenis,
berlaku Psl 65, yaitu hanya dikenakan satu pidana dgn ketentuan bahwa jumlah
maksimal pidana tidak boleh lebih dari maks terberat ditambah sepertiga.
b. Sistem Kumulasi yang diperlunak
Kejahatan yang diancam pidana pokok tidak sejenis berlaku Psl 66 yaitu semua
jenis ancaman pidana untuk tiap2 kejahatan dijatuhkan, tetapi jumlahnya tidak
boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga
Absorbsi yg dipertajam
 4, 5, 9 th
 9 th + (1/3 x9)=12 th
absorbsi
 12 th
 2 th 8 bln
 12 tahun
Kumulasi yg diperlunak

 A melakukan 2 jenis kej: 1. pidana kurungan 9 bln


2. penjara 2 tahun
Maksimum pidana: 2 th + (1/3x2)tahun= 2 thn 8
bln atau 32 bulan
Seharusnya ancaman pidana yg dijatuhkan adalah
keseluruhan pidana yaitu 2 th +9 bulan=33 bln.
 PENUNTUTAN YANG TERTINGGAL

 Adalah pengecualian terhadap perbarengan. Menegaskan alaupun suatu


delik tidak diadili pada saat yang sama karena ‘tertinggal’, namun dari
sudut pemidanaan harus dipandang sebagai diadili pada saat yang sama.
Atau suatu delik yang seharusnya merupakan bagian/ salah satu delik dari
delik perbarengan akan tetapi karena sesuatu hal delik itu tertinggal,
sehingga tidak ikut dituntut atau diperiksa dalam persidangan pengadilan.
 Diatur dalam Pasal 71 KUHP.
 Penuntutan tertingal kriterianya - Setelah ada putusan ada perbuatan yang
dilakukan sebelum diputus tetapi baru ketahuan belakangan atau karena
ada pembuktian yang belum lengkap.
 EX:
 Seseorang pada tanggal 1 Maret 2009 melakukan pencurian, pada tanggal 8
Maret 2009 melakukan penggelapan, dan pada tanggal 15 Maret 2009
melakukan penipuan. Kemudian pada tanggal 20 April perkara pencurian dan
penipuan diadili. Delik penggelapannya ternyata tidak serentak diajukan
karena sesuatu hal (misalnya karena pembuktian belum lengkap). Apabila
stelah tanggal 20 April 2009 perkara penggelapan itu diajukan dan diadili,
maka putusan tanggal 20 April 2009 untuk mana dijatuhkan pidana
sepenuhnya (dalam hal ini 5 tahun + 1/3 x 5 tahun) maka untuk pidana
penggelapannya yang diajukan kemudian, walaupun terbukti dan ternyata
pelaku yang sama bersalah, namun tidak mungkin lagi dijatuhi pidana.
Alasannya adalah, seandainya ketiga-tiganya perkara tersebut diajukan secara
serentak, maksimum ancaman pidananya adalah tetap 5 tahun + 1/3 x 5 tahun
= 6 tahun 8 bulan).

Anda mungkin juga menyukai