Anda di halaman 1dari 6

NAMA : DINA MARITO SIPAHUTAR

NIM : B1A121039

PRODI : ILMU HUKUM

KELAS : A

TUGAS P3DTP (PERCOBAAN,PERYERTAAN,PERBARENGAN DALAM TINDAK


PIDANA)

1. Gabungan Dalam Satu Perbuatan (Concursus Idealis)


A. Pengertian

Istilah lain yang juga sering dipergunakan adalah “perbarengan peraturan”.


Hal ini diatur di dalam Pasal 63 KUHP sebagai berikut:
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; yang dikenakan yang
memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula
dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Pada dasarnya di dalam KUHP tidak ada defenisi mengenai concursus idealis,
tetapi dari rumusan Pasal 63 diperoleh pengertian bahwa bentuk concursus idealis terdapat
jika seseorang melakukan satu perbuatan, tetapi dengan satu perbuatan itu ia melanggar
beberapa peraturan pidana atau dengan kata lain satu perbuatan masuk dalam lebih dari
satu aturan pidana.
Hal penting yang harus diperhatikan berkenaan dengan concursus idealis ini adalah
tentang pengertian “perbuatan”(feit).
Sebagai contoh:

 Seseorang yang melepaskan sebuah tembakan telah menyebabkan matinya


beberapa orang, atau dengan mengendarai sebuah mobil seseorang telah melanggar
beberapa larangan misalnya tidak menyalakan lampu depan mobil pada malam hari
dan pada saat yang sama orang tersebut lupa membawa surat izin mengemudinya.
Tanggal 26 Mei 1930, N.J. 1930 mengatakan bahwa perbuatan bersepeda ke arah
yang terlarang dan tanpa memakai tanda pembayaran pajak sepeda merupakan satu
perbuatan atau satu feit. Terhadap perbuatan-perbuatan seperti tersebut di atas
harus dikenakan Pasal 63 ayat (1) KUHP

 Seorang guru yang telah melakukan suatu perbuatan melanggar kesusilaan dengan
murid wanitanya yang berusia antara 12 dan 15 tahun. Perbuatan guru tersebut
dilarang oleh Pasal-pasal 287 dan 294 KUHP. Namun Pasal 63 ayat
KUHP menyebutkan bahwa tertuduh hanya melakukan satu kesalahan. Dan demi
keadilan, tertuduh juga hanya satu kali dapat dijatuhi hukuman. Oleh karena itu
Hazewinkel-Suringa menganggap sudah tepat jika Pasal 63 ayat (1) KUHP itu
menyebutkan perbuatan semacam itu sebagai Concursus idealis.
B. Sistem pemberian pidana
Adapun sistem pemberian pidana yang akan diterapkan jika terjadi concursus
idealis adalah:
1. Menurut Pasal 63 ayat (1) KUHP digunakan sistem absorbsi, yaitu hanya dikenakan
satu pidana yang terberat.
Contoh:
Peristiwa perkosaan di jalan umum, hal ini melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur
di dalam Pasal 285 KUHP yang diancam dengan pidana maksimal 12 tahun penjara
dan Pasal 281 KUHP yang diancam dengan pidana maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.
Jadi maksimal pidana penjara yang dapat dikenakan adalah 12 tahun penjara.
2. Jika Hakim menghadapi pilihan antara 2 pidana pokok sejenis yang maksimumnya
sama, maka menurut VOS ditetapkan pidana pokok dengan pidana tambahan yang
paling berat.
3. Jika Hakim menghadapi 2 pilihan antara dua pidana pokok yang tidak sejenis, maka
penentuan pidana yang terberat didasarkan pada urut-urutan jenis pidana seperti
tersebut di dalam Pasal 10 KUHP.
Contoh:
Jika Hakim harus memilih diantara 1 minggu penjara atau 1 tahun kurungan dan denda
5 juta rupiah, maka Hakim harus memilih pidana yang terberat yaitu 1 minggu penjara.
4. Dalam Pasal 63 ayat (2) diatur ketentuan khusus yang menyimpang dari prinsip umum
dalam Pasal 63 ayat (1), dalam hal ini berlaku adagium “lex specialis derogat legi
generali”.
Contoh:
Seorang ibu membunuh anaknya sendiri pada saat anaknya dilahirkan. Perbuatan ibu
ini dapat masuk ke dalam Pasal 338 KUHP yang diancam dengan pidana maksimal 15
tahun penjara dan Pasal 341 KUHP yang diancam dengan pidana maksimal 7 tahun
penjara Maksimal pidana penjara yang dapat dikenakan adalah yang terdapat di dalam
Pasal 341 KUHP (lex specialis) yaitu 7 tahun penjara.
Pasal 63 ayat (1) KUHP hanya mengatur jika seseorang melakukan satu perbuatan
dan dengan satu perbuatan itu ia telah melanggar beberapa aturan pidana (lebih dari satu
aturan pidana).
Contoh:
A mempunyai kehendak untuk membunuh B, dan dengan membawa sepucuk senjata api,
A pergi menuju ke rumah B yang sedang berbincang-bincang dengan C. Akan tetapi oleh
karena A sedang diliputi rasa amarah, maka dari arah belakang A melepaskan tembakan ke
arah B, namun tembakannya itu ternyata selain mengenai B juga mengenai C sehingga
keduanya tewas.
Dalam hal ini dikatakan bahwa A dengan satu perbuatannya yaitu melepaskan tembakan
ke arah B yang sedang berbincang-bincang dengan C, melanggar satu peraturan pidana
beberapa kali.

2. Gabungan Dalam Beberapa Perbuatan (Concursus Realis)

A. Pengertian
Concursus Realis atau juga disebut dengan istilah lain yaitu “perbarengan
perbuatan”, diatur di dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 71 KUHP.
Concursus realis ini terjadi jika seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan
setiap perbuatan itu merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, baik itu berupa
kejahatan ataupun pelanggaran, dan terhadap perbuatan-perbuatan tersebut diadili
sekaligus (terhadap beberapa perbuatan tersebut belum pernah ada dijatuhkan putusan oleh
Hakim).
Menurut ketentuan sebagaimana yang diatur di dalam KUHP, Concursus realis ini
dibedakan berdasarkan jenis tindak pidana yang dilakukan, yaitu:
➢ termasuk jenis tindak pidana kejahatan yang diatur di dalam Pasal 65 dan 66
KUHP.
➢ termasuk jenis tindak pidana pelanggaran yang diatur di dalam Pasal 70 KUHP .

B. Sistem pemberian pidana


1. Untuk concursus realis berupa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang
sejenis, berlaku Pasal 65 KUHP yaitu hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan
bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum terberat ditambah
sepertiga.

Contoh:
➢ A melakukan 3 jenis kejahatan yang masing-masing diancam dengan pidana penjara 4
tahun, 5 tahun, dan 9 tahun. Dalam hal ini lamanya pidana yang dapat dijatuhkan
maksimum adalah 9 tahun + (1/3 × 9) tahun = 12 tahun penjara
➢ A melakukan 2 jenis kejahatan yang masing-masing diancam pidana penjara 1 tahun
dan 9 tahun. Dalam hal ini, maksimum pidana yang dapat dijatuhkan jumlah ancaman
pidananya yaitu 9 tahun + 1 tahun = 10 tahun penjara.
Jadi bukan 9 tahun + (1/3 × 9) tahun = 12 tahun penjara, karena jika seperti ini akan lebih
dari jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap masing- masing kejahatan tersebut.

Dengan demikian sitem pemberian pidana (sistem pemidanaan) yang dipergunakan


adalah “stelsel absorbsi yang diperberat” (verscrepte absorptie stelsel). Namun ada juga
sarjana yang menyatakan bahwa cara tersebut di atas bukanlah “absorbsi yang diperberat”,
tetapi adalah “stelsel kumulasi terbatas” (gematigde cumulatie stelsel) karena beberapa
pidana beberapa pidana itu dijatuhkan namun dibatasi yaitu jumlah seluruh pidana yang
diancamkan tidak boleh melebihi dari lamanya pidana terberat ditambah dengan
sepertiganya.

1. Untuk concursus realis berupa kejahatan yang diancam pidana pokok tidak sejenis
berlaku Pasal 66 KUHP, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan (dijatuhkan
semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan), tetapi jumlahnya tidak
boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah 13. Pasal 66 KUHP:

Contoh:
➢ A melakukan 2 jenis kejahatan yang masing-masing diancam pidana 9 bulan kurungan
dan 2 tahun penjara. Dalam hal ini semua jenis pidana (penjara dan kurungan) harus
dijatuhkan. Adapun maksimumnya adalah 2 tahun + (13 × 2) = 2 tahun 8 bulan atau
sama dengan 32 bulan. Jadi yang dijatuhkan bukan jumlah keseluruhannya yaitu 9
bulan + 2 tahun = 2 tahun 9 bulan atau sama dengan 33 bulan. Dengan demikian pidana
yang dijatuhkan misalnya terdiri dari 2 tahun penjara dan 8 bulan kurungan.
➢ Bagaimanakah dalam hal A melakukan 2 jenis kejahatan yang masing-masing diancam
pidana 6 bulan penjara dan denda Rp. 1000,-?
- Menurut Noyon semuanya harus dijatuhkan yaitu 6 bulan penjara dan denda
Rp.1000,-
- Menurut Blok perhitungannya sebagai berikut:
Pidana denda dalam hal ini harus diperhitungkan dengan pidana kurungan sebagai
pengganti pidana denda (lihat Pasal 66 ayat (2) KUHP). Pidana denda dirubah dulu
menjadi pidana kurungan pengganti yaitu maksimum 6 bulan (lihat
Pasal 30 KUHP). Dengan demikian maksimumnya ialah 6 + (13 × 6) bulan = 8
bulan. Karena semua jenis pidana harus dijatuhkan maka 8 bulan ini dipecah menjadi
6 bulan penjara dan 2 bulan kurungan pengganti atau sama dengan 13
× Rp. 1000,- = Rp. 333,30,-.

➢ Dengan demikian apabila diikuti perhitungan menurut blok di atas, maka jumlah
maksimum 8 bulan dapat dipecah misalnya menjadi 6 bulan penjara dan 2 bulan
kurungan pengganti atau sama dengan denda 60134 × Rp.1000,- sam
dengan Rp. 447,76,-
2. Untuk concursus realis berupa pelanggaran, berlaku Pasal 70 KUHP yang
menggunakan sistem kumulasi.
Misal A melakukan 2 pelanggaran yang masing-masing diancam pidana kurungan 6
bulan dan 9 bulan, maka maksimumnya adalah (6 + 9) bulan = 15 bulan.
Namun menurut Pasal 70 ayat (2) sistem kumulasi itu dibatasi sampai maksimum 1
tahun 4 bulan kurungan.
Jadi misalnya A melakukan 2 pelanggaran yang masing-masing diancam pidana
kurungan 9 bulan, maka maksimum pidana kurungan yang dapat dijatuhkan bukanlah
(9 + 9) bulan = 18 bulan, tetapi maksimumnya adalah 1 tahun 4 bulan
atau hanya 16 bulan.
3. Untuk concursus realis berupa kejahatan ringan, khusus untuk Pasal 302 ayat (1), 352,
364, 373, 379 dan 482 berlaku Pasal 70 bis yang menggunakan sistem kumulasi tetapi
dengan pembatasan maksimum untuk penjara 8 bulan.
Misal:
➢ A melakukan pencurian ringan (Pasal 364 KUHP) dan penggelapan ringan (Pasal
373 KUHP) yang masing-masing diancam pidana 3 bulan penjara.
Maka maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah 6 bulan penjara (sistem
kumulasi).
➢ Tetapi apabila A misalnya melakukan 3 kejahatan ringan yang masing-masing
diancam pidana penjara 3 bulan, maka maksimumnya bukan 9 bulan penjara
(kumulasi) tetapi 8 bulan penjara.

3. Perbuatan Berlanjut (Voorgezette Handeling)


Perbuatan berlanjut diatur dalam Pasal 64 KUHP yang berbunyi:
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau
pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai
satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika berbeda-beda
yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan bersalah
melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang yang
dipalsu atau dirusak.
(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam Pasal-
pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat (1), sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian
yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, maka ia
dikenakan aturan pidana tersebut dalam Pasal 362, 372, 378 dan 406.
Bentuk perbuatan berlanjut ini terdapat apabila seseorang melakukan beberapa
perbuatan dan beberapa perbuatan itu merupakan tindak pidana sendiri-sendiri, tetapi
diantara perbuatan itu ada hubungan yang sedemikian eratnya satu sama lainnya, sehingga
beberapa perbuatan itu harus dianggap sebagai satu perbuatan berlanjut .

Contoh perbuatan berlanjut:


⇨ A seorang pelayan rumah tangga, pada suatu har melihat majikannya pulang dengan
membawa uang sejumlah Rp. 100.000,- yang terdiri atas 10 lembar uang pecahan
sepuluh ribuan. Uang tersebut di simpan di dalam lemari. A setelah melihat
tumpukan uang tadi, muncul kehendak untuk mencurinya. A berpikir, jika uang itu
diambilnya sekaligus akan mudah dan cepat diketahui. Oleh sebab itu direncanakan
untuk mengambilnya sedikit demi sedikit. Pada hari ini A mengambil satu lembar
uang sepuluh ribu rupiah, kemudian keesokan harinya diambil lagi satu lembar uang
sepuluh ribu rupiah. Demikianlah selanjutnya. Setelah terjadi sepuluh kali A
mengambil uang sepuh ribuan itu, hilangnya uang itu baru disadari oleh majikannya.
Jadi dalam hal ini A telah melakukan 10 kali perbuatan pencurian dan kesepuluh
pencurian ini harus dianggap sebagai satu perbuatan berlanjut (voorgezette
handeling), karena telah memenuhi ketiga sayarat tadi yaitu:
Setiap kali A mengambil uang itu, timbul dari satu kehendak yang terlarang;
o Diantara melakukan 10 kali perbuatan-perbuatan pencurian itu jangka waktunya
tidak lama;
o Kesepuluh kali perbuatan tersebut merupakan tindak pidana sejenis, yaitu pencurian.

⇨ Orang yang berniat menganiaya musuhnya yang amat dibenci, misalnya hari ini
menempeleng 5 kali, besok pagi memukulnya dengan kentes, selang dua hari
berikutnya memukul dengan besi. Maka ia melakukan beberapa kali penganiayaan,
tetapi dalam hal ini harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan
(perbuatan berlanjut) karena perbuatan-perbuatannya itu sejenis yaitu penganiayaan.
Akan tetapi seorang yang karena amat marahnya memaki-maki kepada temannya,
kemudian memukulnya dan akhirnya merusak barangnya, itu tidak dapat dipandang
sebagai perbuatan yang diteruskan, karena perbuatan- perbuatan itu (penghinaan,
penganiayaan dan merusak barang orang lain) tidak sama jenisnya.

Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan
mata uang, misalnya:
A setelah memalsukan mata uang (Pasal 244 KUHP dengan ancaman pidana penjara
15 tahun) kemudian menggunakan/mengedarkan mata uang yang dipalsukan itu (Pasal
245 dengan ancaman pidana penjara 15 tahun). Dalam hal ini perbuatan A tidak dipandang
sebagai concursus realis, tetapi tetap dipandang sebagai perbuatan berlanjut sehingga
maksimum pidana yang dapat dikenakan adalah 15 tahun penjara.
Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatan-kejahatan
ringan yang terdapat di dalam Pasal-pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan
ringan), 379 (penipuan ringan), dan 407 ayat (1) (perusakan barang ringan) yang dilakukan
sebagai perbuatan berlanjut. Apabila nilai kerugian yang ditimbulkan dari kejahatan-
kejahatan ringan yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut itu lebih dari Rp. 375,- maka
menurut Pasal 64 ayat (3) dikenakan aturan pidana yang berlaku untuk kejahatan
biasa. Berarti yang dikenakan adalah Pasal 362 (pencurian), 372 (penggelapan), 378
(penipuan) dan 406 (perusakan barang).
Contoh:
A melakukan 3 kali penipuan ringan (Pasal 379 KUHP) berturut turut sebagai suatu
perbuatan berlanjut dan jumlah kerugian yang timbul adalah lebih dari Rp. 375,-. Maka
terhadap A bukannya dikenakan Pasal 379 KUHP yang maksimumnya adalah 3 bulan
penjara, tetapi dikenakan Pasal 378 KUHP yang maksimumnya adalah 4 tahun penjara.

Anda mungkin juga menyukai