Concursus atau perbarengan tindak pidana ialah terjadinya dua atau lebih tindak pidana oleh
satu orang di mana tindak pidana yang dilakukan pertama kali belum dijatuhi pidana, atau
antara tindak pidana yang awal dengan tindak pidana berikutnya belum dibatasi oleh suatu
putusan hakim.
Jadi concursus adalah seseorang melakukan beberapa tindak pidana dan di antara tindak pidana
tersebut belum mempunyai putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap (in kracht).
Ilmu hukum pidana mengenal 3 (tiga) bentuk concursus yang juga disebut ajaran, yaitu sebagai
berikut:
Pengertiannya dirumuskan dalam Pasal 63 (1) yang menyatakan bahwa ”jika suatu perbuatan
masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara
aturan-aturan itu, dan jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok
yang paling berat. Misalnya : Seorang melanggar Pasal 285 (12 tahun penjara) dan 281 (2 tahun
8 bulan penjara). Maksimum pidana yang dikenakan ialah 12 tahun.
Apabila hakim menghadapi pilihan antara 2 pidana pokok sejenis yang maksimumnya sama,
maka ditetapkan pidana pokok dengan pidana tambahan yang paling berat.
Apabila menghadapi 2 pilihan antara 2 pidana pokok yang tidak sejenis, maka penentuan
pidana yang terberat didsarkan pada urut-urutan jenis pidana seperti tersebut dalam Pasal 10.
Jadi misalnya memilih antara 1 minggu penjara, 1 tahun kurungan dan denda 5 juta, maka
pidana yang terberat adalah 1 tahun kurungan.
Dalam Pasal 63 ayat 2 diatur ketentuan khusus yang menyimpang dari prinsip umum dalam
ayat 1 dalam hal ini berlaku adigum “lex spesialis derogat legi genarali”.
Misal: seorang ibu membunuh anaknya sendiri pada saat anaknya dilahirkan, perbuatan ibu ini
dapat masuk dalam Pasal 338 (15 tahun penjara) dan 341 (7 tahunpenjara). Maksimum pidana
yang dikenakan adalah yang terdapat dalam Pasal 341 (lex specialis) yaitu 7 tahun penjara
Menurut Pasal 64 ayat 1 pada prinsipnya berlaku sistem absorbsi yaitu hanya dikenakan satu
aturan pidana, dan jika berbeda-beda dikenakan ketentuan yang memuat ancman pidana pokok
yang terberat.
Pasal 64 ayat 2 merupakan ketentuan khusus dalam hal pemalsuan dan perusakan mata uang.
Misalnya A setelah memalsu mata uang (Pasal 2444 dengan ancaman penjara 15 tahun)
kemudian menggunakan/mengedarkan mata uang yang dipalsu itu (Pasal 245 ancaman penjara
15 tahun). Dalam hal ini perbuatan A tidak dipandang sebagai concursus realis, tetapi tetapi
tetap dipandang sebagai perbuatan berlanjut sehingga maksimum pidana yang dapat dijatuhkan
adalah 15 tahun.
Pasal 64 ayat 3 merupakan ketentuan khusus dalam hal kejahatan-kejahatan ringan yang
terdapat dalam Pasal 364 (pencurian ringan), 373 (penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan)
dan 407 ayat 1 (perusakan ringan) yang dilakukan sebagai perbuatan berlanjut.
Apabila nilai-nilai kejahatan yang timbul dari kejahatan ringan yang dilakukan sebagai
perbuatan berlanjut itu lebih dari Rp. 250,- maka menurut PAsal 64 ayat 3 dikenakan aturan
pidana yang berlaku untuk kejahatan biasa.
Misalnya A melakukan 3 kali penipuan ringan (379) berturut turut sebagai suatu perbuatan
berlanjut dan jumlah kerugian yang timbul adalah lebih dari Rp. 250,- Terhadap A bukannya
dikenakan pasal 379 yang maksimumnya adalah 3 bulan penjara tetapi dikenakan pasal 378
yang maksimumnya 4 tahun penjara.
3. CONCURSUS REALIS
Untuk concursus realis berupa kejahatan yang diancam pidana pokok sejenis, berlaku PAsal
65 yaitu hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak
boleh lebih dari maksimum terberat ditambah sepertiga.
Misal :
Untuk concursus realis berupa kejahatan yang diancam pidana pokok tidak sejenis berlaku
pasal 66 yaitu semua jenis ancaman pidana untuk tiap-tiap kejahatan dijatuhkan, tetapi
jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga. Sistem
ini disebut system kumulasi yang diperlunak.
Misal :
1. Bagaimanakah dalam hal A melakukan dua jenis kejahatan yang terdapat dalam pasal
351 (diancam pidana 2 tahun 8 bulan penjara atau denda Rp. 4.500,-) dan PAsal 360
(diancam pidana 5 tahun penjara atau 1 tahun kurungan) ?
Dalam hal ini hakim harus mengaakan “pilihan hukum” terlebih dahulu.
ò Kalau dipilih ancaman pidana yang sejenis, maka digunakan system absorbs yang
dipertajam/diperberat (PAsal 65).
Dalam contoh diatas maksimum yang dapat dijatuhkan ialah : 5 tahun + (1/3 x 5) tahun = 6
tahun 8 bulan penjara.
ò Kalau dipilih ancaman pidana yang tidak sejenis maka digunakan system kumulasi yang
diperlunak/diperingan (PAsal 66). Misal dalam contoh diatas : untuk pasal 351 dipilih pidana
penjara (2 tahun 8 bulan). Untuk pasal 360 dipilih pidana kurungan (1 tahun). Maka maksimum
pidana yang dapat dijatuhkan : (2 tahun 8 bulan) + (1/3 x 2 tahun 8 bulan) = 3 tahun 6 bulan
20 hari.
ò Kalau yang dipilih pidana denda maka contohnya sama dengan contoh nomor 2.
Untuk concursus realis berupa pelanggaran, berlaku pasal 70 yang menggunakan system
kumulasi. Misalnya A melakukan 2 pelanggaran yang masing-masing diancam dengan pidana
kurungan 6 bulan dan 9 bulan, maka maksimumnya adalah (6 + 9) bulan penjara = 15 bulan.
Namun menurut pasal 70 (2) , system kumulasi itu dibatasi sampai maksimum 1 tahun 4 bulan
kurungan. Jadi misalnya A melakukan dua pelanggaran yang masing-masing diancam dengan
pidana kurungan 9 bulan maka maksimum pidana kurungan bukanlah 18 bulan, tetapi
maksimumnya adalah 1 tahun 4 bulan atau 16 bulan.
Untuk concursus realis berupa kejahatan ringan khusus untuk pasal 302 (1), 352, 364, 373, 379
dan 482) berlaku pasal 70 bis yang menggunakan system kumulasi tetapi dengan pembatasan
maksimum untuk penjara 8 bulan.
Misalnya :
ò A melakukan pencurian ringan (pasal 364) dan penggelapan ringan (pasal 373) yang masing-
masing diancam pidana 3 bulan penjara. Maka maksimum pidana yang dapat dijatuhkan adalah
6 bulan.
ò Tetapi apabila A melakukan 3 kejahatan ringan yang masing-masing diancam pidana penjara
3 bulan, maka maksimumnya bukan 9 bulan penjara (kumulasi) tetapi 8 bulan penjara.
Untuk concursus realis, baik kejahatan maupun pelanggaran yang diadili pada saat yang
berlainan, berlaku PAsal 71. Yang berbunyi “jika seseorang setelah dijatuhi pidana kemudian
dinayatakan salah lagi karena melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan
pidana itu, maka pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan
menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara yang diadili pada saat
yang sama”
Maksimum pidana yang dapat dijatuhkan ialah 5 tahun + (1/3 x 5 tahun) = 6 tahun 8 bulan.
Dalam penanganan perkara pidana ketiga bentuk concursus di atas sulit untuk dibedakan dan
menjadi sesuatu yang menimbulkan perdebatan.
RESIDIVE
1. Pengertian Recidive
Recidive atau pengulanagan terjadi apabila seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah
dijatuhi tindak pidana dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
atau “inkracht van gewijsde”, kemudian melakukan tindak pidana lagi.
Perbedaannya dengan Concursus Realis adalah pada Recidive sudah ada putusan pengadilan berupa
pemidanaan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau “inkracht van
gewijsde” sedangkan Concursus Realis terdakwa melakukan perbuatan pidana dan antara perbuatan
satu denagan yang lain belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
atau “inkracht van gewijsde”, . Recidive merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan
dijatuhkan. Dalam ilmu hukum pidana dikenal adad dua sistem Recidive antara lain:
MENURUT KUHP
Dalam KUHP ketentuan mengenai Recidive tidak diatur secara umum tetapi diatur secara khusus untuk
kelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan maupun pelanggaran.
Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tegnggang waktu pengulangan yang tertentu.
Jadi denagan demikian KUHP termasuk kedalam Recidive khusus.
a. Recidive Kejahatan
Recidive terhadap kejahatan dalam pasal : 137 (2), 144 (2), 155 (2), 161 (2), 163(2), 208 (2), 216 (3),
321 (2), 393 (2) dan 303 bis (2).
Jadi ada 11 jenis kejahatan yang apabila ada pengulangan menjadi alasan pemeberat, perlu diingat
bahewa mengenai tenggang waktu dalam Recidive tersebut tidak sama mislanya :
i. Pasal : 137, 144, 208, 216, 303 bis dan 321 tenggang waktunya dua tahun;
ii. Pasal 154, 157, 161, 163 dan 393 tenggang waktunya lima tahun.
iii. Sedangkan untuk Recidive yang diatur dalam pasal 486, 477 dan 488 KUHP mensyaratkan
bahwa tindak pidana yang di ulangi termasuk dalam kelompok jenis tindak pidana tersebut.
b. Recidive Pelanggaran
Recidive dalam pelangaran ada 14 jenis tindak pidana yaitu :
Pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, 549 KUHP
Syarat-syarat Recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal yang bersangkutan.