Anda di halaman 1dari 3

Gabungan tindak pidana adalah satu orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana.

Gabungan ini berhubungan dengan azas Nebis in Idem yang tercantum dala pasal 76 )Van
Hattun). Gabungan tindak pidana sebagai salah satu ukuran untuk menentukan beratnya
hukuman. Ada 2 jenis gabungan tindak pidana yaitu:
1) Concursus Idealis (gabungan satu perbuatan). Dalam pasal 63 ayat (1) KUHP : "Jika suatu
perbuatan termasuk dalam beberapa ketentuan pidana, maka hanyalah dikenakan satu saja
dari ketentuan itu, jika hukumannya berlainan, maka yang dikenakan ialah ketentuan yang
memberatkan hukuman pokoknya".
Vos : Feit sebagai satu perbuatan fisik itu : Perbuatan materiil atau perbuatan fisik adalah
perbuatan yang dilihat terlepas dari akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan itu, terlepas dari
unsur-unsur subyektif (kesalahan) dan terlepas pula dari unsur-unsur lain yang menyertai".
Contoh : Dibunuh karena dipukul, maka feit yaitu perbuatan materiil adalah perbuatan memukul.
Vos : ada 2 alasan KUHP menentukan bahwa : "yang dikenakan ialah ketentuan pidana yang
terberat hukuman pokoknya :
- ¬Barang siapa yang telah memberanikan diri untuk mengadakan delik yang lebih berat itu
sekaligus jug akan melakukan satu delik yang lebih ringan.
- Hukuman maksimum yang ditentukan dalam ketentuan pidana ditujukan sehingga
penghukuman peristiwa pidana yang paling berat, sehingga dilakukannya satu delik yang lebih
ringan sekaligus itu tidak boleh dijadikan alasan untuk memperberat hukuman maksimum
tersebut.
2) Concursus Realis (gabungan beberapa perbuatan). Jonkes secara negatif mengatakan "
segala yang tidak merupakan Concursus Idealis (perbuatan terus menerus), merupakan
Concursus Realis. KUHP menyinggung Concursus Realis pasal 65 dan 66 "Gabungan dari
beberapa perbuatan, yang masing-masing harus dipandang sebagai perbuatan tersendiri-
sendiri yang masing-masing menjadi kejahatan".
Vos : Berdasarkan kedua pasal tersebut membuat definisi Concursus Realis, yang terjadi dalam
hal :
- Beberapa fakta yang harus dipandang sebagai perbuatan tersendiri-sendiri dan yang masing-
masing merupakan peristiwa pidana, dilakukan oleh satu orang dan diantara waktu yang terjadi
masing-masing fakta itu tidak diputuskan hukuman terhadap salah satu fakta-fakta tersebut.
- Tidak perlu fakta-fakta itu semacam dan juga tidak perlu ada hubungan antara fakta-fakta itu.
- Perbuatan dalam pasal 65 dan 66 tidak bolej ditafsirkan menjadi perbuatan materiil.
Kejahatan yang tidak diancam dengan hukuman-hukuman utama yang tidak sejenis. Pasal 66
ayat (1) yang berbunyi :"..., akan tetapi jumlah hukumannya tidak boleh melebihi hukuman yang
terberat sekali ditambah dengan sepertiga".
Jumlah hukumannya tidak boleh melebihi hukuman yang terberat sekali ditambah dengan
sepertiganya. Hukuman denda dihitung menurut hukuman maksimum kurungan pengganti
denda, yang ditentukan untuk perbuatan itu (ayat 2).

Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana yang dilakuakan oleh Jojon adalah :
1. Melanggar Pasal 492 KUHP dibuktikan bahwa:

a. Orang itu mabuk. Mabuk berlainan dengan "kentara mabuk" seperti yang juga diatur dalam
Pasal 536 KUHP. Mabuk berarti kebanyakan minum minuman keras sehingga tidak dapat
menguasai lagi salah satu panca indera atau anggota badannysebuah. Sedangkan kentara
mabuk berarti mabuk sekali sehingga terlihat jelas dan menimbulkan gaduh pada sekitarnya.
b. Di tempat umum. Pengertian ditempat umum tidak saja dijalan umum, tetapi juga di tempat-
tempat yang dapat dikunjungi orang banyak. Jika di rumah sendiri, tidak termasuk.
c. Merintangi lalu-lintas, mengganggu ketertiban umum, dan sebagainya. Jika orang yang
mabuk itu diam saja dirumahnya dan tidak mengganggu apa-apa, tidak dikenakan pasal ini.

2. Perbuatan mengemudi saat mabuk dijerat dengan Pasal 311 UU LLAJ:


o Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara atau
keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau barang dipidana penjara paling lama 1 tahun
atau denda paling banyak Rp3 juta.
o Dalam hal perbuatan pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan
kendaraan dan/ atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku dipidana
penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp4 juta.
o Dalam hal perbuatan pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka
ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229
ayat (3), pelaku dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp8 juta.
o Dalam hal perbuatan pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka
berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana penjara paling lama 10
tahun atau denda paling banyak Rp20 juta.
o Dalam hal perbuatan pada ayat (4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku
dipidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta.

3. Tindakan penyalahgunaan minuman beralkohol atau minuman keras ini sudah disertai
dengan tindak pidana yang berupa penganiayaan, maka dikenakan Pasal 351 KUHP. Keadaan
mabuk seseorang tidak menjadikan orang tersebut dikurangi hukumannya atau dikenakan
hukuman sebagaimana yang diatur dalam pasal-pasal tentang Pelanggaran dalam Buku III
KUHP. Dalam RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol Tahun 2015, dalam Pasal 7
disebutkan bahwa, "setiap orang dilarang mengkonsumsi minuman beralkohol golongan A,
golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran
atau racikan. Dengan diaturnya larangan untuk minum miunuman beralkohol dalam RUU tahun
2015 ini, maka tentunya seseorang yang melakukan tindak penganiayaan akibat pengaruh
minuman beralkohol jelas-jelas akan dimintakan pertanggungjawabanannya sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 351 KUHP. Penganiayaan biasa tertuang di dalam Pasal 351 KUHP,
yaitu hakikatnya semua penganiayaan yang bukan penganiayaan berat dan bukan
penganiayaan ringan. Dalam penganiayaan biasa terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:
o Penganiayaan biasa yang tidak dapat menimbulkan luka berat maupun kematian dan
dihukum dengan hukuman penajara selama 2 tahun 8 bulan atau denda empat ribu lima ratus
rupiah.
o Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan dihukum dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima tahun.
o Penganiayaan mengakibatkan kematian dan di hukum dengan hukuman penjara dan selama-
lamanya 7 tahun.
o Penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan.
4. Kepemilikan senjata api ilegal dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 1 ayat (1) UU
Darurat No. 12 Tahun 1951, bahwa Jojo menguasai senjata api, munisi, atau bahan peledak
secara ilegal dihukum dengan hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara setinggi-
tingginya 20 tahun.

5. Pembunuhan Pasal 492 KUHP terhadap tindak pidana pembunuhan akibat pengaruh
minuman keras merupakan tindak pidana hukum yang berat.

Sumber :
- Modul HKUM4203_ Hukum Pidana - Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana

Anda mungkin juga menyukai